Anda di halaman 1dari 4

1 Jaminan dalam

Akad Mudharabah
Telah dimuat di Koran Republika
Rabu, 21 Maret 2018 Dr.Oni Sahroni, M.A
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Dalam akad mudharabah, bolehkah seorang pemilik modal
mensyaratkan kepada pengelola untuk menyerahkan barang
tertentu sebagai jaminan atas risiko kerugian yang mungkin
terjadi dalam usaha? Misalnya, si A (pemilik modal) menyerahkan
100 juta sebagai modal kepada si B (pengelola usaha). Si B
menyerahkan kendaraan bermotornya sebagai jaminan karena
permintaan si A untuk memitigasi risiko kerugian yang mungkin
terjadi. Mohon penjelasan ustadz, bolehkah jaminan tersebut?
Muhammad - Bandung
JAWABAN :
Waalaikumussalam wr wb
Menurut fikih Islam, pemilik modal boleh memberikan
syarat kepada pengelola untuk menyerahkan sejumlah
jaminan dengan syarat jaminan tersebut hanya boleh dicairkan
apabila kerugian yang terjadi akibat wanprestasi atau
menyalahi syarat yang dilakukan pengelola. Sedangkan,
apabila kerugian yang terjadi bukan karena wanprestasi
pengelola, jaminan harus dikembalikan kepada pengelola.

Kesimpulan hukum ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
dan Standar Syariah Internasional AAOIFI, serta para ulama salaf dan khalaf.

onisahronii telegram.me/onisahronii Rumah Wasatia


2 Jaminan dalam
Akad Mudharabah
Telah dimuat di Koran Republika
Rabu, 21 Maret 2018 Dr.Oni Sahroni, M.A

Di antaranya fatwa DSN MUI No. 92/DSN-MUI/IV/2014


tentang pembiayaan yang disertai rahn (at-tamwil al-
mautsuq bi al-rahn) : “Pada prinsipnya dalam akad
amanah tidak dibolehkan adanya barang jaminan;
namun agar pemegang amanah tidak melakukan
penyimpangan perilaku (moral hazard),

Lembaga Keuangan Syariah boleh meminta barang


jaminan dari pemegang amanah (al-Amin, antara lain syarik;
mudharib, dan musta'jir) atau pihak ketiga.”

Barang jaminan dalam akad amanah hanya dapat dieksekusi


apabila pemegang amanah melakukan perbuatan moral
hazard, yaitu: Ta'addi (Ifrath), yaitu melakukan sesuatu
yang tidak boleh/tidak semestinya dilakukan.

Kemudian, taqshir (tafrith), yaitu tidak melakukan


sesuatu yang boleh atau semestinya dilakukan; atau
melanggar ketentuan-ketentuan yang disepakati
pihak-pihak yang berakad.

onisahronii telegram.me/onisahronii Rumah Wasatia


3 Jaminan dalam
Akad Mudharabah
Telah dimuat di Koran Republika
Rabu, 21 Maret 2018
Dr.Oni Sahroni, M.A
Sebagaimana Standar Syariah Internasional AAOIFI Nomor 39 (2-3-3) tentang
mudharabah menegaskan : “Tidak boleh mensyaratkan adanya jaminan
dalam bentuk barang (akad al-rahn) terhadap akad yang bersifat
amanah, antara lain akad wakalah, akad wadi'ah, akad musyarakah, akad
mudharabah, dan obyek ijarah di tangan musta'jir. Tetapi apabila rahn
dimaksudkan untuk dijadikan sumber pembayaran (hak Pemberi Amanah)
ketika pemegang amanah melampaui batas, lalai dan/atau menyalahi
syarat-syarat, maka akad rahn diperbolehkan.”
Kesimpulan hukum tersebut didasarkan pada beberapa
akaidah. Pertama, akad dibangun atas dasar kesepakatan
dan kerelaan antara pemilik modal dan pengelola. Oleh
karena itu, pemilik boleh meminta jaminan tersebut jika
disetujui oleh pengelola dan disepakati, sebagaimana
hadits Rasulullah : “Dan kaum muslimin terikat dengan syarat-
syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi)
Kedua, hadits Rasulullah Saw : “Keuntungan adalah imbalan
atas kerugian.” (HR. Abu Daud, An-Nasai , Tirmidzi, Ibnu Majah
dan Ahmad). Dan kaidah “untung muncul bersama risiko”, yang
menjelaskan bahwa kesempatan pemilik modal dan pengelola
untuk mendapatkan keuntungan harus berbanding lurus
dengan kewajibannya untuk menanggung risiko kerugian.

onisahronii telegram.me/onisahronii Rumah Wasatia


4 Jaminan dalam
Akad Mudharabah
Telah dimuat di Koran Republika
Rabu, 21 Maret 2018
Dr.Oni Sahroni, M.A
Jaminan sebagaimana yang disebutkan di atas tidak
bertentangan juga dengan hal ini, karena jaminan itu hanya
boleh dieksekusi pada saat kerugian diakibatkan oleh
kelalaian pengelola. Hal itu berarti risiko tetap terbuka.
Sebab, kalau kerugian tidak diakibatkan oleh kelalaian
atau wanprestasi pengelola, jaminan tetap menjadi hak
milik pengelola.

Berbeda halnya, jika kerugian itu dijamin dan modal harus


dikembalikan kepada pemilik modal dalam kondisi apapun
penyebab kerugiannya. Maka, akad tersebut bukan lagi akad
mudharabah tetapi pinjaman berbunga. Misalnya si A sebagai
pemilik modal menyerahkan uang 10 juta kepada pengelola
dengan syarat harus dikembalikan 10 juta dalam kondisi apapun,
maka transaksi ini bukan lagi mudharabah, melainkan
pinjaman berbunga.

Dengan demikian, pemilik modal boleh mensyaratkan


pengelola untuk menyerahkan jaminan dengan syarat
hanya boleh dieksekusi apabila kerugian yang terjadi
akibat pengelola wanprestasi atau menyalahi syarat akad.
Wallahu a'lam

onisahronii telegram.me/onisahronii Rumah Wasatia

Anda mungkin juga menyukai