Anda di halaman 1dari 36

Eko Pramono

Sejarah BPHTB

Ordonansi Bea Balik Nama


Staatsblad 1924 Nomor 291

mengatur tentang
Bea Balik Nama atas setiap perjanjian pemindahan hak atas harta tetap
yang ada di wilayah Indonesia, termasuk peralihan harta karena hibah
wasiat yang ditinggalkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal terakhir
di Indonesia.

Harta tetap adalah barang-barang tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah
yang pemindahan haknya dilakukan dengan pembuatan akta menurut cara
yang diatur dalam Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1834 Nomor 27.
Sejarah BPHTB

UU No.5 Tahun 1960 tentang UU PA


Peraturan Dasar Pokok-Pokok 24 Sept 1960
Agraria

Tidak lagi mengakui hak-hak atas tanah menurut hukum barat sebagaimana diatur dalam
Ordonansi Balik Nama Staatsblad 1834 Nomor 27 sehingga Bea Balik Nama atas harta tetap
berupa hak atas tanah tidak dapat dipungut lagi.
Sedangkan pengenaan pajak atas akta pendaftaran dan pemindahan kapal yang didasarkan
pada Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291 masih tetap berlaku.

Sebagai pengganti Bea Balik Nama atas hak harta tetap berupa hak atas tanah yang tidak
dipungut lagi sejak diundangkannya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, perlu diadakan pungutan pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Sejarah BPHTB

UU Nomor 21 Tahun 1997


UU BPHTB
(diperbaharui dg UU No.20 Tahun 2000) 29 Mei 1997
tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan berlaku 1 Januari 1998
Bangunan

Terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan, berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku perIu dikenakan pajak dengan nama Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan, dengan tarif 5% (lima persen). PBHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini
Direktorat Jenderal Pajak.
Prinsip yang dianut dalam Undang-undang ini adalah :
1. pemenuhan kewajiban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah berdasarkan sistem self
assessment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya;
2. besarnya tarif ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak;
3. agar pelaksanaan Undang-undang ini dapat berlaku secara efektif, maka baik kepada Wajib Pajak maupun
kepada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana ditentukan oleh Undang-undang ini, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
4. hasil penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan penerimaan Negara yang
sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah guna
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah;
5. semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di luar ketentuan Undang-undang ini
tidak diperkenankan.
Sejarah BPHTB
UU BPHTB
29 Mei 1997
UU Nomor 21 Tahun 1997 / UU 20 Tahun 2000 berlaku 1 Januari 1998
tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

BPHTB dikelola Pemerintah Pusat c.q. Direktorat Jenderal Pajak.

UU PDRD
15 September 2009
UU Nomor 28 Tahun 2009 berlaku 1 Januari 2010
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

BPHTB dikelola Pemda sejak 1 Januari 2011.

Mengganti UU PDRD UU HKPD


5 Januari 2022
UU Nomor 1 Tahun 2022 berlaku 5 Januari 2022
tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

BPHTB tetap dikelola Pemda.


Dasar Hukum Pemungutan BPHTB

UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan

Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2011 tentang Pemberian Pengurangan,
Keringanan, dan Pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB)
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 112 Tahun 2011 tentang Prosedur Pengenaan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 115 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengajuan Dan
Penyelesaian Keberatan Pajak Daerah
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak Daerah
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 34 Tahun 2022 tentang Tata Cara
Pembayaran, Pelaporan, Pelayanan, dan Pengawasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Secara
Elektronik
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 23 Tahun 2023 tentang Pembebasan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan terhadap Perolehan Hak Pertama Kali dengan Nilai Perolehan Objek Pajak sampai
dengan Nilai Tertentu.
Objek BPHTB Pasal 44
UU No.1/2022
Pasal 3
Perda No.18/2010
Pasal 3
Pergub No.112/2011

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH & BANGUNAN


Perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan / atau bangunan oleh orang pribadi atau
badan, terdiri dari :
PEMINDAHAN HAK PEMBERIAN HAK BARU

PEMINDAHAN HAK
•Jual beli
suatu perbuatan hukum atas suatu perjanjian timbal balik, dimana pihak yang satu (penjual) menyerahkan hak milik atas suatu barang (bumi
dan/atau bangunan) kepada pihak lainnya (pembeli), dan si pembeli membayar harga (berupa uang maupun alat pembayaran lainnya) yang
telah disetujui bersama kepada si penjual, sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
•Tukar Menukar
suatu perbuatan hukum yang mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling mengalihkan haknya secara timbal balik atas suatu
tanah dan/ atau bangunan.
•Hibah
suatu persetujuan dimana seseorang penghibah mengalihkan haknya atas tanah dan/atau bangunan secara cuma-cuma kepada penerima hibah
tanpa menariknya kembali.
•Hibah wasiat
suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hükum tertentu
yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
•Waris
orang yang mendapatkan harta warisan baik sebagai ahli waris maupun bukan ahli waris.
•Pemasukan dalam perseroan / badan hukum lain
peralihan hak atas tanah dan/ atau bangunan dari orang pribadi atau Badan kepada perseroan terbatas atau badan hukum lain sebagai
penyertaan modal perseroan terbatas atau badan hukum lain tersebut.
Objek BPHTB Pasal 44
UU No.1/2022
Pasal 3
Perda No.18/2010

PEMINDAHAN HAK
•Pemisahan hak yg mengakibatkan peralihan
pemindahan sebagian hak barsama atas tanah dan/ atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan kepada sesama pemegang hak bersama.
•Penunjukan pembeli dalam lelang
penetapan pemenang lelang oleh Pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang.
•Pelaksanaan putusan hakim yg mempunyai kekuatan hukum tetap
terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam keputusan Hakim
tersebut yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
•Penggabungan Usaha
penggabungan dari dua Badan Usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Badan Usaha dan melikuidasi badan
usaha Iainnya yang menggabung tersebut.
•Peleburan Usaha
penggabungan dari dua atau lebih Badan Usaha dengan cara mendirikan Badan Usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung
tersebut.
• Pemekaran Usaha
pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva
dan pasiva kepada badan usaha baru yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.
•Hadiah
suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada penerima
hadiah.

PEMBERIAN HAK BARU


Kelanjutan pelepasan hak
pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara sebagai si pelepas hak atas tanah dan/atau bangunan.
Diluar pelepasan hak
pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atau dari pemegang hak milik sebagai si pelepas hak atas tanah
dan/atau bangunan.
Objek BPHTB Pasal 44
UU No.1/2022
Pasal 3
Perda No.18/2010

Jenis Hak Atas Tanah

HAK MILIK
HAK GUNA USAHA
Diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 (UU PA)
HAK GUNA BANGUNAN
HAK PAKAI

Diatur dalam UU No. 20 Tahun 2011 tentang


HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN Rumah Susun

Diatur dalam PP No. 8 Tahun 1953


HAK PENGELOLAAN tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara
Objek BPHTB Pasal 44
UU No.1/2022
Pasal 3
Perda No.18/2010

Jenis Hak Atas Tanah

HAK MILIK
hak milik turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh orang pribadi atau badan-
badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
HAK GUNA USAHA
hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana
yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
HAK GUNA BANGUNAN
hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan tanah yang bukan miliknya dengan jangka
waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
HAK PAKAI
hak untuk menggunakan dan/ atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai oleh Negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang benwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah atau segala sesuatu
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Objek BPHTB Pasal 44
UU No.1/2022
Pasal 3
Perda No.18/2010

Jenis Hak Atas Tanah

HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN


hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan dan terpisah meliputi hak atas tanah
bersama dan/ atau bangunan bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

HAK PENGELOLAAN
hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pernegang hak
nya antara lain: berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk
keperluan pelaksanaan tugas, penyerahan bagianbagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan/ atau
bekerjasama dengan pihak ketiga.
Objek BPHTB Pasal 44
UU No.1/2022
Pasal 3
Perda No.18/2010

Yang Dikecualikan Dari Objek BPHTB

Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan :

➢ utk kantor Pemerintah, Pemda, dll penyelenggara /Lembaga negara yg dicatat sbg BMN / BMD
➢ oleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau kepentingan umum
➢ utk Badan/perwakilan organisasi internasional dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas
badan atau perwakilan lembaga tersebut yang diatur dengan Peraturan Menteri
➢ utk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
➢ oleh orang pribadi/badan yg digunakan untuk kepentingan ibadah
➢ utk masyarakat berpenghasilan rendah (sesuai peraturan)
➢ oleh orang pribadi/badan karena wakaf
perbuatan hukum orang pribadi atau Badan yang memisahkan sebagian hak miliknya berupa atas tanah dan/atau bangunan dan
melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.
➢ oleh orang pribadi/badan karena konversi hak/perbuatan hukum lain tanpa perubahan nama
Konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, ketentuan perundang-undangan
lainnya termasuk pengakuan hak dari pemerintah.
Contoh:
1. Hak guna bangunan menjadi hak milik tanpa adanya perubahan nama.
2. Bekas tanah milik adat menjadi hak baru.
Yang dimaksud dengan perbuatan hukum lain adalah memperpanjang hak atas tanah tanpa ada perubahan nama.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan pajak terhadap Objek Pajak yang diperoleh karena hibah wasiat dan waris dan pemberian hak pengelolaan
dengan Peraturan Gubernur.
Subjek Pajak BPHTB

Pasal 45
UU No.1/2022

Subjek Pajak PBB-P2 atau Wajib Pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan.

Pasal 4
Perda No.18/2010

Yang menjadi Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau
badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak, menjadi wajib pajak menurut Peraturan
Daerah ini.
Dasar Pengenaan BPHTB Pasal 46
UU No.1/2022
Pasal 18
PP No.35/2023
Pasal 5
Perda No.18/2010

NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK (NPOP)


•Tukar Menukar
•Hibah
•Hibah wasiat
•Waris NILAI PASAR
•Pemasukan dalam perseroan / badan hukum lain
•Pemisahan hak yg mengakibatkan peralihan
•Peralihan karena putusan hakim yg mempunyai kekuatan hukum tetap
•Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
•Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak
•Penggabungan / Peleburan / Pemekaran Usaha
•Hadiah
HARGA
HARGA TRANSAKSI dlm
•Jual beli •Penunjukan pembeli dalam lelang RISALAH LELANG
TRANSAKSI

Jika NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP PBB (Yg digunakan pd th terjadinya
perolehan), maka yang menjadi Dasar Pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB, kecuali
penunjukan pemenang dalam lelang menggunakan harga transaksi dlm risalah lelang.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Pasal 46
UU No.1/2022
Pasal 5
Perda No.18/2010

DKI Jakarta
Rp80 Juta

Paling rendah Rp 80 Juta untuk perolehan hak pertama WP di wilayah Daerah tempat terutangnya BPHTB

DKI Jakarta
Rp350 Juta

Paling rendah Rp 300 Juta untuk Waris dan Hibah Wasiat

Berlaku bagi orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus 1
(satu) derajat ke atas atau 1 (satu) derajat ke bawah dengan pemberi waris dan hibah wasiat termasuk
suami / istri.
Tarif dan Cara Penghitungan BPHTB Pasal 47, 48
UU No.1/2022
Pasal 6, 7
Perda No.18/2010

TARIF Paling tinggi 5% DKI Jakarta 5%

CARA PENGHITUNGAN

NPOP > NJOP BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) X TARIF

NPOP < NJOP BPHTB = (NJOP – NPOPTKP) X TARIF

Khusus utk Lelang, NPOP = harga transaksi pd risalah lelang


Pasal 49
Saat Terutang UU No.1/2022
Pasal 18
PP No.35/2023
Pasal 8
Perda No.1/2022

Pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli

•Jual beli Dalam hal jual beli tanah dan/atau bangunan tidak menggunakan perjanjian
pengikatan jual beli saat terutang BPHTB untuk jual beli adalah pada saat
ditandatanganinya akta jual beli.

•Tukar Menukar
•Hibah
•Hibah wasiat
•Pemasukan dlm perseroan / badan hukum lain Pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
•Pemisahan hak yg mengakibatkan peralihan
•Penggabungan / Peleburan / Pemekaran Usaha
•Hadiah

Pada tanggal penerima waris atau yg diberikuasa oleh penerima waris


•Warisan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor di bidang pertanahan

•Putusan hakim Pada tanggal putusan pengadilan yang tetap

•Pemberian hak baru atas tanah :


•sebagai kelanjutan dari pelepasan hak Pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
•di luar pelepasan hak

•Lelang Pada tanggal penunjukan pemenang lelang


Tempat Terutang

Pasal 48 BPHTB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat tanah


UU No.1/2022 dan/atau bangunan berada.

Pasal 18 Wilayah Pemungutan BPHTB yang terutang merupakan wilayah Daerah


PP No.35/2023 tempat tanah dan/atau Bangunan berada.

Pasal 9 Tempat terutang pajak berada di wilayah Provinsi Daerah Khusus


Perda No.1/2022 Ibukota Jakarta.
Tata Cara Pengenaan BPHTB Pergub
No.112/2011

PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT

Pengenaan BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena Waris dan Hibah Wasiat adalah sebesar 50 % (lima
puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang.

Penetapan saat terutang Pajak atas Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena Waris adalah sejak tanggal
Pasal 5
yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kanwil BPN atau Kantor Pertanahan.
Penetapan saat terutang pajak atas perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena Hibah Wasiat adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akte.

NPOP karena Waris adalah Nilai Pasar pada saat didaftarkannya perolehan hak tersebut ke Kanwil BPN atau
Kantor Pertanahan.
Pasal 6 NPOP karena Hibah Wasiat adalah Nilai Pasar sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akte.

Dalam hal nilai pasar lebih rendah daripada NJOP PBB, maka NPOP yang digunakan sebagai dasar pengenaan
BPHTB adalah NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan.

Kepala Kanwil BPN atau Kantor Pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran perolehan hak karena Waris
Pasal 8
dan Hibah Wasiat pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSPD-BPHTB.
Tata Cara Pengenaan BPHTB Pergub
No.112/2011

PENGENAAN BPHTB KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN

Besarnya pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah :

0 % (nol persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah
Pasal 9 Kementerian, Lembaga Pemerintah non Departemen, Pemerintah Daerah, Lembaga Pemerintah lainnya dan
Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas)

50 % (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah
selain subjek pajak sebagaimana tersebut di atas.

Penetapan saat terutang pajak atas perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan untuk pemberian Hak Pengelolaan
Pasal 10 adalah sejak tanggal ditandatanganinya dan diterbitkannya keputusan pemberian Hak Pengelolaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

NPOP sebagai akibat pemberian Hak Pengelolaan adalah Nilai pasar pada saat diterbitkannya keputusan
pemberian Hak Pengelolaan
Pasal 11
Dalam hal nilai pasar lebih rendah daripada NJOP PBB, maka NPOP yang digunakan sebagai dasar pengenaan
BPHTB adalah NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan.

Kepala Kanwil BPN atau Kantor Pertanahan melakukan pendaftaran Hak Pengelolaan setelah Wajib Pajak
Pasal 12
menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSPD-BPHTB atau SKBPD-BPHTB.
PENETAPAN, SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN Pasal 10, 11
Perda No.18/2010

Wajib Pajak BPHTB wajib membayar sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
Daerah (SSPD) juga merupakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SSPD harus diisi dengan jelas, benar
dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.

Penetapan SSPD mengacu pada sistem dan prosedur pemungutan BPHTB, yang mencakup tatacara penyampaian,
pembayaran, penelitian, pelaporan, penagihan, dan pengurangan SSPD-BPHTB serta pendaftaran akta dan
pengurusan akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tatacara pengisian SSPD, system, dan prosedur pemungutan BPHTB
diatur dengan Peraturan Gubernur.
KEBERATAN DAN BANDING

KEBERATAN

Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 115 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengajuan Dan
Penyelesaian Keberatan Pajak Daerah

Lihat Modul 6 PBB Slide 12 s.d. 18.

BANDING

Pasal 95 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.

➢ Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat
Keputusan Keberatan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga)
bulan sejak keputusan diterima dengan dilampiri salinan Surat Keputusan Keberatan.
➢ Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dengan disertai alasan yang
jelas.
➢ Permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar Pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak
tanggal penerbitan Putusan Banding.
➢ Pengajuan banding dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak Daerah

Lihat Modul 7 PBB Slide 2 s.d. 5.


KEDALUWARSA PENAGIHAN PAJAK

KEDALUWARSA PENAGIHAN PAJAK

Pasal 85, 86 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.

➢ Hak untuk melakukan Penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan Daerah.
➢ Dalam hal saat terutang Pajak untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah
berbeda dengan saat penetapan SKPD atau SPPT, jangka waktu 5 (lima) tahun dihitung sejak saat
penetapan SKPD atau SPPT.
➢ Kedaluwarsa Penagihan Pajak tertangguh apabila sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun:
❑ diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa;atau
❑ ada pengakuan Utang Pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
➢ Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa, kedaluwarsa Penagihan dihitung sejak tanggal
penyampaian Surat Teguran dan/atau Surat Paksa.
➢ Pengakuan Utang Pajak secara langsung merupakan Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih
mempunyai Utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
➢ Pengakuan Utang Pajak secara tidak langsung dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau
penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
➢ Dalam hal terdapat pengakuan Utang Pajak dari Wajib Pajak, kedaluwarsa Penagihan dihitung sejak
tanggal pengakuan.
PEMBERIAN PENGURANGAN, KERINGANAN, DAN PEMBEBASAN Pergub
No.103/2011

PENGURANGAN

Atas permohonan Wajib Pajak, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pengurangan BPHTB setinggi-tingginya 50% (lima puluh
persen) dari pokok pajak berdasarkan pertimbangan untuk kepentingan daerah, kepentingan sosial dan keagamaan.
Pengurangan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan.
Rumah Sederhana (RS), Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Susun Sederhana yang diperoleh langsung dari pengembang dan dibayar secara
25% angsuran.
Wajib Pajak Badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dan telah menguasai tanah dan/atau bangunan secara fisik lebih dari 20 (dua
puluh) tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan dan keterangan dari pejabat pemerintah setempat
Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan sedarah dalam garis keturunan lurus 1 (satu) derajat
ke atas atau 1 (satu) derajat ke bawah
Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah NJOP-PBB
Pasal 2
Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum
Wajib Pajak Badan yang melakukan penggabungan usaha (merger) atau peleburan usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan
likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Dinas
Pelayanan Pajak
50% Wajib Pajak Badan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan yang berasal dari perusahaan
induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan tentang Kesehatan Keuangan dari
perusahaan asuransi dan reasuransi
Tanah dan/atau Bangunan yang digunakan kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk
panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah/universitas dan sejenisnya, rumah sakit swasta milik institusi/lembaga pelayanan sosial
masyarakat
Wajib Pajak orang pribadi, Veteran, PNS, TNI/POLRI, Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI/POLRI atau janda/dudanya yang memperoleh hak atas tanah
dan/atau bangunan rumah dinas melalui jual beli atau perbuatan hukum lainnya yang diperoleh dari Veteran, PNS, TNI/POLRI, Pensiunan PNS,
Purnawirawan TNI/POLRI atau janda/dudanya yang sah sebagai penerima rumah dinas pemerintah.
PEMBERIAN PENGURANGAN, KERINGANAN, DAN PEMBEBASAN Pergub
No.103/2011

PENGURANGAN TATA CARA

➢ Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB secara tertulis kepada Kepala Dinas.
➢ Permohonan diajukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan.
➢ Permohonan harus dilengkapi dengan persyaratan.
➢ Pemberian pengurangan BPHTB hanya dapat diberikan untuk 1 (satu) SSPD-BPHTB per objek pajak.
➢ Terhadap Wajib Pajak yang sama yang memiliki beberapa objek pajak hanya dapat mengajukan permohonan pengurangan BPHTB untuk 1 (satu)
objek pajak yang Nilai Perolehan Objek Pajaknya (NPOP) terbesar diantara objek pajak yang lainnya.
➢ Dalam hal Wajib Pajak telah diberikan pengurangan BPHTB dan telah diterbitkan keputusan pengurangan, maka Wajib Pajak tidak dapat
Pasal mengajukan permohonan pengurangan atau keringanan atau pembebasan BPHTB atas objek yang sama.
6 s.d. 8 ➢ Terhadap permohonan yang ditolak, Kepala Dinas menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan dalam jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan.
➢ Penyampaian surat penolakan, disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja kepada Wajib Pajak yang bersangkutan sejak ditandatangani surat
penolakan.
➢ Dalam hal permohonan pengurangan diterima, Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja menerbitkan keputusan
pengurangan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas, dan sebelumnya dapat dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas yang dibentuk oleh Kepala
Dinas.
➢ Keputusan pengurangan, disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah ditandatangani.

➢ Berdasarkan permohonan pengurangan BPHTB dari Wajib Pajak, Kepala Dinas selanjutnya melakukan penelitian administrasi dengan ketentuan
sebagai berikut :
❑ menolak permohonan apabila permohonan beserta persyaratannya tidak memenuhi ketentuan;atau
❑ menerima permohonan apabila permohonan beserta persyaratannya memenuhi ketentuan.
PEMBERIAN PENGURANGAN, KERINGANAN, DAN PEMBEBASAN Pergub
No.103/2011

KERINGANAN

Gubernur karena jabatannya dapat memberikan keringanan BPHTB setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen) dari dasar pengenaan pajak atau pokok
pajak.
Pemberian keringanan BPHTB diberikan dengan pertimbangan keadaan tertentu seperti krisis ekonomi dan/atau keuangan dan bencana alam, antara
lain :
a. Wajib Pajak Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga wajib
Pasal 3
pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan/atau utang usaha sesuai dengan kebijakan pemerintah.
b. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan oleh bencana alam seperti
banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran dan lain-lain yang terjadi dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akte.
Pemberian keringanan, didasarkan pada penetapan pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya yang menerangkan telah
terjadi keadaan krisis ekonomi maupun keadaan karena bencana alam.

TATA CARA
➢ Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan keringanan BPHTB secara tertulis kepada Kepala Dinas.
➢ Permohonan diajukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterbitkan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan.
➢ Permohonan dilengkapi dengan persyaratan.
➢ Terhadap permohonan yang ditolak, Kepala Dinas menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan dalam jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan.
Pasal 9, ➢ Penyampaian surat penolakan, disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatangani surat penolakan.
10 ➢ Dalam hal permohonan keringanan diterima, Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja menerbitkan keputusan
keringanan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya, dan sebelumnya dapat dilakukan
pembahasan oleh Tim Pembahas yang dibentuk oleh Kepala Dinas.
➢ Keputusan keringanan, disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah ditandatangani surat
keputusan.
➢ Berdasarkan permohonan keringanan BPHTB dari Wajib Pajak, Kepala Dinas melakukan penelitian administrasi dengan ketentuan sebagai berikut :
❑ menolak permohonan apabila permohonan beserta persyaratannya tidak memenuhi; atau
❑ menerima permohonan apabila permohonan beserta persyaratannya memenuhi.
PEMBERIAN PENGURANGAN, KERINGANAN, DAN PEMBEBASAN Pergub
No.103/2011

PEMBEBASAN

Gubernur karena jabatannya atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pembebasan kepada Wajib Pajak atau objek pajak tertentu berdasarkan
azas keadilan dan azas timbal balik (resiprositas). Pemberian pembebasan dapat diberikan sebagian atau seluruhnya.
1.Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan (PRONA) dan tidak mempunyai
75%
kemampuan secara ekonomi;
2.Wajib Pajak Orang Pribadi yang namanya tercatat langsung sebagai penerima rumah dinas dari pemerintah yaitu Veteran, Pegawai Negeri Sipil
Pasal 4 (PNS), TNI, POLRI, Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI/POLRI atau janda/dudanya.
1. Wajib Pajak Badan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka pengadaan
perumahan bagi anggota KORPRI/PNS;
100%
2. Kepada Duta Besar dengan anggota Korps Diplomatik Negara Sahabat dengan pertimbangan azas timbal balik (resiprositas) sesuai dengan Konvensi
Wina 1961 dan perubahannya.

TATA CARA

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan BPHTB secara tertulis kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pembebasan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan.
Pasal 11 Permohonan dilengkapi dengan persyaratan .
Terhadap Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan dan saat ini sedang diproses permohonan keputusan pengurangan, keringanan dan
pembebasan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini, dapat diberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan berdasarkan Peraturan
Gubernur ini.
PENGENAAN 0% ATAS BPHTB TERHADAP PEROLEHAN HAK PERTAMA KALI DENGAN NILAI PEROLEHAN OBJEK
PAJAK SAMPAI DENGAN NILAI TERTENTU
Pergub No.23/2023
PEMBEBASAN BPHTB

Pembebasan BPHTB diberikan kepada pemohon yang merupakan wajib pajak orang pribadi.
Pasal 2 Pembebasan BPHTB diberikan sebesar 100% (seratus persen) terhadap Perolehan Hak Pertama Kali.
Pembebasan BPHTB berlaku untuk objek Perolehan Hak Pertama Kali berupa Rumah Tapak dengan NPOP sampai dengan
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Perolehan Hak Pertama Kali meliputi:


1. pemindahan hak, karena:
a. jual beli;
Pasal 3 b. hibah;
c. hibah wasiat; atau
d. waris.
2.pemberian hak baru, karena:
a. kelanjutan pelepasan hak; atau
b. di luar pelepasan hak, termasuk program nasional pemerintah di bidang pendaftaran tanah.

Dalam hal objek pembebasan BPHTB diperoleh oleh lebih dari satu orang penerima hak secara bersamaan, tetap dapat diberikan
pembebasan BPHTB, dengan ketentuan sebagai berikut:
Pasal 4 ➢ sepanjang paling sedikit satu orang penerima hak dan/atau pemohon telah memenuhi ketentuan;
➢ pemohon wajib mencantumkan identitas seluruh penerima hak ke dalam permohonan pembebasan BPHTB; dan
➢ penerima hak yang telah diberikan pembebasan BPHTB tidak dapat diberikan pembebasan BPHTB kembali secara perseorangan untuk
perolehan hak berikutnya.
PENGENAAN 0% ATAS BPHTB TERHADAP PEROLEHAN HAK PERTAMA KALI DENGAN NILAI PEROLEHAN OBJEK
PAJAK SAMPAI DENGAN NILAI TERTENTU
Pergub No.23/2023
PEMBEBASAN BPHTB MEKANISME PENGAJUAN PEMBEBASAN BPHTB

Pengajuan Pembebasan BPHTB diberikan berdasarkan permohonan wajib pajak atau kuasanya, diajukan sesuai dengan persyaratan
bersamaan dengan pelaporan SSPD BPHTB yang dilakukan secara elektronik pada tautan ebphtb.jakarta.go.id.
Pasal 5
Terhadap Perolehan Hak Pertama Kali berupa pemberian hak baru melalui program nasional pemerintah di bidang pendaftaran
tanah, dikenakan persyaratan tambahan untuk menyertakan hasil pindai sertipikat hak atas tanah yang diperoleh melalui program
nasional pemerintah di bidang pendaftaran tanah dalam permohonan pembebasan BPHTB.

Terhadap Perolehan Hak Pertama Kali berupa pemberian hak baru melalui program nasional pemerintah di bidang pendaftaran
tanah, dikecualikan terhadap kewajiban pelunasan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan pada saat pengajuan
Pasal 6 permohonan pembebasan BPHTB.
Pengecualian terhadap kewajiban pelunasan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan tidak menghilangkan pelaksanaan upaya
penagihan pajak daerah.

Terhadap BPHTB atas Perolehan Hak Pertama Kali berupa pemberian hak baru melalui program nasional pemerintah di bidang
Pasal 7 pendaftaran tanah yang telah dibayarkan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini, tidak dapat dimohonkan restitusi dan/atau
kompensasi pembayaran pajak daerah.
Cara Perhitungan BPHTB

➢ WP “A” membeli tanah di wilayah Jakarta Timur


➢ NPOP sebesar Rp 100.000.000,00
➢ NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris atau hibah wasiat
yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu
derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/isteri
ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,00

Perhitungannya adalah sebagai berikut :


NPOP = Rp 100.000.000,00
NPOPTKP = Rp 80.000.000,00
NPOPKP = Rp 20.000.000,00
BPHTB terutang (5%) = Rp 1.000.000,00
Cara Perhitungan BPHTB

➢ WP “A” mendaftarkan warisan dari ayahnya berupa tanah dan bangunan


di wilayah Jakarta Barat
➢ Nilai Pasar sebesar Rp 250.000.000,00
➢ NJOP PBB sebesar Rp 300.000.000,00
➢ NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi waris atau hibah wasiat, termasuk suami/isteri,
ditetapkan sebesar Rp 350.000.000,00
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
NPOP = Rp 300.000.000,00
NPOPTKP = Rp 350.000.000,00
NPOPKP = Nihil
BPHTB terutang (5%) = Nihil
BPHTB yang harus dibayar (50%) = Rp 16.250.000,00
Cara Perhitungan BPHTB

➢ WP “A” mendaftarkan warisan dari ayahnya berupa tanah dan bangunan


di wilayah Jakarta Barat
➢ Nilai Pasar sebesar Rp 500.000.000,00
➢ NJOP PBB sebesar Rp 800.000.000,00
➢ NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi waris atau hibah wasiat, termasuk suami/isteri,
ditetapkan sebesar Rp 350.000.000,00
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
NPOP = Rp 800.000.000,00
NPOPTKP = Rp 350.000.000,00
NPOPKP = Rp 450.000.000,00
BPHTB terutang (5%) = Rp 22.500.000,00
BPHTB yang harus dibayar (50%) = Rp 11.250.000,00
Cara Perhitungan BPHTB

➢ Yayasan Panti Asuhan Anak Yatim Piatu memperoleh hibah wasiat dari seseorang
berupa sebidang tanah dan bangunan
➢ Nilai Pasar sebesar Rp 900.000.000,00
➢ NJOP pada SPPT PBB pada tahun yang bersangkutan atas tanah dan bangunan tersebut
sebesar Rp 1.000.000.000,00
➢ NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris atau hibah wasiat yang diterima
orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat,
termasuk suami/isteri ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,00
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
NPOP = Rp 1.000.000.000,00
NPOPTKP = Rp 80.000.000,00
NPOPKP = Rp 920.000.000,00
BPHTB terutang (5%) = Rp 46.000.000,00
BPHTB yang harus dibayar = Rp 23.000.000,00
Cara Perhitungan BPHTB

➢ Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas)


memperoleh Hak Pengelolaan atas tanah seluas 10 Ha
➢ NPOP sebesar Rp 1.000.000.000,00
➢ NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris atau hibah wasiat
yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu
derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/isteri
ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,00
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
NPOP = Rp 1.000.000.000,00
NPOPTKP = Rp 80.000.000,00
NPOPKP = Rp 920.000.000,00
BPHTB terutang (5%) = Rp 46.000.000,00
BPHTB yang harus dibayar = Nihil
Cara Perhitungan BPHTB

➢ Bank BTN memperoleh Hak Pengelolaan atas tanah seluas 10 Ha


➢ NPOP sebesar Rp 1.000.000.000,00
➢ NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris atau hibah wasiat
yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu
derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/isteri
ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,00
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
NPOP = Rp 1.000.000.000,00
NPOPTKP = Rp 80.000.000,00
NPOPKP = Rp 920.000.000,00
BPHTB terutang (5%) = Rp 46.000.000,00
BPHTB yang harus dibayar = Rp 23.000.000,00

Anda mungkin juga menyukai