Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS SWOT

YAYASAN PONDOK PESANTREN


SUMBER PENDIDIKAN MENTAL AGAMA ALLAH
(SPMAA)

LAPORAN MAGANG
Lembaga Diklat Kader Pesantren Tebuireng Angkatan VII

Oleh:
1. Abdillah Afabih
2. Ikmaluddin Fikri
3. Wulida Ainur Rofiq

LEMBAGA DIKLAT KADER


PESANTREN TEBUIRENG JOMBANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang menguasai dan
mengatur dunia ini dengan kehendaknya. Karena limpahan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya
kepada kita, laporan ini dapat terselesaikan dengan baik dan ditulis sesuai dengan apa yang
terjadi di lapangan. Tidak dibuat-buat dan selalu disandari niat baik, itulah yang kami
harapkan. Sehingga kegiatan ini dapat memberi manfaat kepada kami, sebesar-besarnya
manfaat.

Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi agung, sang
revolusioner sejati, Nabi besar Muhammad SAW. Berkat perjuangannya kita dapat terbebas
dari kebodohan dan dihidupkan dalam balutan nikmat Islam dan Iman. Berkatnya pula tidak
ada perkataan buruk dari mulut, tidak ada perbuatan bodoh dari diri, dan tidak ada ajakan
kejelekan dalam setiap aktivitas.

Terima kasih, kata-kata yang terus kami ucapkan terurut doa dan salam kepada semua
pihak yang membantu, atas terlaksananya magang yang kami lakukan dengan lancar. Tidak
ada yang lebih baik daripada diterimanya amal baik yang dilakukan. Begitu juga dengan
pelaksanaan magang yang kami lakukan, terdapat banyak hal baik terkandung di sana,
terdapat banyak amal tercatat di sana, dan terdapat banyak saudara terikat di sana. Sehingga
semoga dan semoga setiap amal dan hal baik yang terkandung dalam kegiatan ini selalu
diterima oleh-Nya, Sang Maha Penerima Amal Baik.

Maaf selalu teriringi dari mulut kami, teruntuk siapapun yang tanpa sengaja kami
sakiti, baik dari perbuatan ataupun ucapan kami. Sejatinya manusia adalah makhluk yang
selalu dibarengi salah dan lupa. Sehingga sebagai Muslim sudah sewajarnya kita saling
mengingatkan dan saling memaafkan. Karena itulah manusia yang tidak dalam kerugian,
manusia yang beriman, berbuat baik, dan saling berwasiat kebenaran dan kesabaran.

Akhirnya, semoga Allah selalu mengiringi setiap aktivitas kita dengan kebaikan dan
bermanfaat selalu untuk sesama sebagai bentuk ibadah kita kepada-Nya. Sebagai pengingat
akan lemahnya kita, tidak bisa melakukan sesuatu sendiri, tidak bisa mengandalkan amal
sendiri, tanpa rahmat-Nya, Sang Maha Penghitung Amal.

Jombang, 28 April 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1

A. LATAR BELAKANG ..............................................................................1


B. KONSEP MAGANG.................................................................................2
C. TUJUAN DAN MANFAAT MAGANG..................................................3

BAB II PROFIL LEMBAGA ............................................................................4

A. SEJARAH BERDIRI ................................................................................4


B. NILAI DASAR..........................................................................................4
C. STRUKTUR ORGANISASI.....................................................................8

BAB III ANALISIS SWOT ...............................................................................9

A. STRENGHT (KEKUATAN) ...................................................................9


B. WEAKNESS (KELEMAHAN)................................................................12
C. OPPORTUNITY (PELUANG).................................................................14
D. THREAT (ANCAMAN)...........................................................................15

BAB IV REFLEKSI ...........................................................................................17

A. KEKUATAN DAN PELUANG ...............................................................17


B. KELEMAHAN DAN PELUANG............................................................17
C. KEKUATAN DAN ANCAMAN..............................................................18
D. KELEMAHAN DAN ANCAMAN..........................................................18

BAB V REKOMENDASI ..................................................................................19

A. REKOMENDASI KE DALAM (TEBUIRENG)......................................19


B. REKOMENDASI KELUAR (SPMAA)...................................................19

BAB VI PENUTUP .............................................................................................20

A. KESIMPULAN ........................................................................................20
B. SARAN......................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pesantren Tebuireng merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang mengajarkan


tentang keilmuan dan pengetahuan Agama Islam. Pesantren yang berbasis pada kitab
kuning dan pendidikan formal ini mempunyai visi sebagai “Pesantren Terkemuka
Penghasil Insan Pemimpin Berakhlak Karimah.” Visi ini didukung dengan adanya lima
nilai yang menjadi prinsip dasar Pesantren Tebuireng. Kelima nilai prinsip dasar tersebut
adalah ikhlas, jujur, tanggung jawab, kerja keras, dan toleransi. Salah satu program yang
menunjang untuk mewujudkan visi tersebut adalah Diklat Kader Pesantren Tebuireng.

Diklat Kader Pesantren Tebuireng merupakan program yang diselenggarakan oleh


pengasuh untuk mendidik serta melatih mental dan kepribadian para santri senior
(mahasantri), yang disiapkan untuk menjadi pembina sekaligus pendidik di Pesantren
Tebuireng. Di sisi lain, program ini juga bertujuan untuk menanamkan Lima Nilai Dasar
Pesantren Tebuireng dan nilai moral lainnya sebagai bekal untuk menjadi pemimpin,
baik pemimpin ketika di pondok maupun ketika di masyarakat nantinya.

Rangkaian kegiatan Diklat Kader Pesantren Tebuireng terdiri dari empat bagian.
Empat bagian tersebut adalah materi lapangan, materi dalam kelas, magang, dan
outbound. Pertama, materi lapangan, berupa pelatihan kedisiplinan yang dipandu oleh
TNI Rindam Brawijaya Malang selama dua minggu. Muatan materi kedisiplinan
diantaranya adalah Pelatihan Baris Berbaris, Tata Upacara Militer/Sekolah, Peraturan
Urusan Dinas Dalam dan ragam materi lainnya.

Kedua, materi dalam kelas, berupa penyampaian materi oleh berbagai narasumber
dari berbagai daerah dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Materi dalam kelas ini
peneliti klasifikasikan menjadi lima macam. Yakni, 1) Pemahaman 5 Nilai Prinsip Dasar
Pesantren Tebuireng, 2) Nilai Ke-ASWAJA-an, 3) Manajemen Pengelolaan Pondok, 4)
Materi tentang Pembinaan Santri (Psikologi, Perlindungan Anak, Nilai Moral, dll), dan
5) Spiritual.

Ketiga, magang di beberapa pondok pesantren. Kegiatan magang secara umum


bertujuan untuk menyambung silaturahim antara Pesantren Tebuireng dengan pesantren
lainnya. Secara khusus, program magang ini bermaksud untuk mengetahui dan
mempelajari sistem kepembinaan yang ada di pesantren lain. Dengan demikian, peserta
magang diharapkan mampu mengambil pelajaran tentang metode pembinaan santri dari
pondok yang ditempati magang. Program dan metode kepembinaan yang dianggap
sesuai dengan kondisi Pesantren Tebuireng, maka akan direkomendasikan menjadi
program dan sistem di Pesantren Tebuireng.

Keempat, kembali ke balai diklat dan melanjutkan materi yang belum disampaikan,
dilanjut dengan outbond, penyusunan laporan, dan penutupan. Materi-materi yang
disampaikan berupa materi-materi tentang psikologi dan beberapa materi yang belum

1
disampaiakan di bulan pertama. Selanjutnya disusul dengan outbond yang diadakan di
Pesantren SPMAA Lamongan. Dalam kegiatan ini, siswa diklat diberikan pembekalan
mental dan pelatihan-pelatihan serupa. Begitu juga dengan penyusunan laporan,
dilakukan pada tahap ini, dan akhirnya diakhiri dengan acara penutupan yang dihadiri
langsung oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng.

Sebagai salah satu rangkaian acara diklat, magang dilaksanakan di berbagai


pesantren di seluruh Indonesia. Beberapa pesantren ini di antaranya; Pesantren Progresif
Bumi Sholawat Sidoarjo, Pondok Pesantren Tremas Pacitan, Pondok Pesantren Al-Fattah
Temboro Magetan, Pondok Pesantren As-Salafi Al-Fithroh Surabaya, dan Pesantren
SPMAA Lamongan. Dalam hal ini tempat magang kelompok kami adalah Pesantren
SPMAA Lamogan.

Pesantren SPMAA merupakan pesantren yang terletak di Desa Turi, Kecamatan


Turi, Kabupaten Lamongan. Pesantren ini berdiri pada tahun 1961, didirikan oleh Bapak
Guru H. A. Muhammad Muchtar atas dasar keresahannya melihat kehidupan manusia
yang jauh dari perintah Allah. Didirikan tidak hanya fokus pada pendidikan agama yang
harus ditempuh santri, tetapi juga sosial dan lingkungan. Sehingga di pesantren ini, santri
tidak hanya dituntut untuk belajar tetapi juga harus peka sosial dan dekat dengan Allah
yang diformulasikan dalam tiga hal, yaitu, berdoa, belajar, dan bekerja.

Terdapat beberapa unit pendidikan dalam pesantren ini dari tingkat anak usia dini
sampai pendidikan menengah keatas. Tidak hanya itu, terdapat lembaga sosial dan
kemanusian di pesantren ini, seperti panti asuhan, panti jompo, dan lembaga tanggap
bencana. Beberapa lembaga dan unit tersebut dikelola langsung oleh pesantren dan tidak
bersifat mengambil keuntungan (non profit).

Selama 25 hari kelompok kami melakukan aktivitas magang di pesantren ini,


dimulai dari tanggal 25 Februari 2019 sampai dengan tanggal 19 Maret 2019. Selama 25
hari tersebut kelompok kami melaksanakan aktivitas layaknya santri seraya meneliti dan
mengamati apa yang bisa dipelajari dari pesantren ini. Hal-hal yang bisa diambil meliputi
nilai-nilai pesantren, keunggulan, budaya, sistem, serta rekomendasi dan optimalisasi
yang bisa diterapkan di Tebuireng.

Penelitian ini ditulis dalam rangka melaporkan aktivitas magang yang telah
dilaksanakan beserta hasil yang dapat dipelajari lebih lanjut. Sehingga apa yang telah
disebutkan di atas dan tercatat dengan baik laiknya dapat diambil dan diterapkan dengan
baik di Pesantren Tebuireng. Akhirnya, semoga aktivitas yang kita laksanakan selalu
mendapat ridha Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi kita, Pesantren Tebuireng, dan
Pesantren SPMAA khususnya dan umat Islam umumnya, demi kehidupan beragama,
berbangsa, dan bernegara yang lebih baik.

B. KONSEP MAGANG

Magang diklat Pesantren Tebuireng dilakukan di beberapa pesantren di Indonesia.


Beberapa pesantren tersebut adalah Pondok Pesantren As-Salafi Al-Fitrah Surabaya,

2
Pondok Pesantren Progresif Bumi Sholawat Sidoarjo, Pondok Pesantren SPMAA
Lamongan, Pondok Pesantren Al-Fatah Temboro Magetan, dan Pondok Pesantren
Tremas Pacitan. Kader diklat dikirim dan disebar di beberapa pesantren tersebut, guna
melakukan penelitian dan mencoba mencari keunggulan dari beberapa pesantren tersebut
yang nantinya bisa diterapkan di Tebuireng.

Para siswa melakukan penelitian selama 25 hari dengan cara menetap disana (live
in). Selama 25 hari tersebut, para siswa melakukan kegiatan layaknya santri ataupun
guru, sesuai dengan permintaan dari pihak pesantren, dibarengi dengan menggali
informasi dan meneliti pesantren tersebut. Setelah kembalinya dari tempat magang para
siswa ditugaskan untuk memberikan rekomendasi yang telah didapat dari pesantren yang
diteliti dan dipresentasikan di depan pengasuh dan jajaran pimpinan pondok.

C. TUJUAN DAN MANFAAT MAGANG


Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat sebagai berikut:
1. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk meneliti dan mengambil keunggulan, baik program
maupun nilai, yang ada di pesantren tempat magang, yang bisa diterapkan di
Pesantren Tebuireng. Keunggulan tersebut direfleksikan dalam bentuk rekomendasi
dan optimalisasi yang dipresentasikan di depan pengasuh.
2. Manfaat
Terdapat beberapa manfaat yang bisa diambil dari kegiatan ini, di antaranya; sebagai
ajang silaturahim antar pesantren, mengenal pesantren lain, mempelajari hal yang
dapat diambil secara pribadi maupun lembaga, feedback di antara dua pesantren,
mengabdikan diri pada pesantren tempat magang, dan bekal siswa magang untuk
kehidupan selanjutnya.

3
BAB II

PROFIL LEMBAGA

A. SEJARAH BERDIRINYA

Yayasan SPMAA merupakan sebuah lembaga pengembangan swadaya masyarakat


nirlaba yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, lingkungan hidup dan
peningkatan ekonomi masyarakat melalui media pembinaan spiritual. Yayasan ini berdiri
pada tanggal 6 Januari 1961 di sebuah desa kecil, Desa Turi, Kecamatan Turi, Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur.

Yayasan SPMAA lahir dari keprihatinan Bapak Guru M.A Muchtar atas kondisi
kehidupan masyarakat di daerah tertinggal yang secara kuantitatif masih mendominasi
sistem sosial masyarakat. Ironisnya kala itu masih sedikit lembaga yang mau menjamah
dan memfasilitasi berbagai permasalahan dan kebutuhan masyarakat tersebut.

Mengacu pada realitas yang demikian itu, maka diawal kiprahnya prakarsa untuk
mewujudakan gagasan tersebut dikembangkan melalui pesantren sebagai sumber
inspirasi, motivasi, dan inovasi dalam pembangunan masyarakat. Bapak Guru
Muhammad Abdullah Muchtar sebagai pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren SPMAA
pusat, membumikan gagasan tersebut dengan menyelenggarakan pendidikan
keterampilan dan pengasuhan terhadapa para anak yatim piatu melalui PPFMYP (Panti
Penampung Fakir Miskin dan Yatim Piatu).

Dengan pertimbangan bahwa anak-anak yang tinggal dalam penampungan tersebut


juga memerlukan kebutuhan rohani, maka didirikanlah pesantren sebagai lembaga
penyedia ilmu-ilmu agama. Nama yang dipilihkan untuk pesantren ini adalah Sumber
Pendidikan Mental Agama Allah, atau disingkat SPMAA, yang sekaligus menjadi nama
resmi lembaga. Pada tahun 1979, yayasan SPMAA resmi menjadi organisasi sosial yang
berbadan hukum.

Yayasan SPMAA selain memakai pendekatan layanan yang berdasarkan jiwa kasih
(charitatif-filantropis), sejak tahun 1978 juga strategi model Community Development
dengan membina para pengusaha mikro, petani, dan nelayan, dengan memberikan
sentuhan penanganan pada kelembagaan kolektifnya agar mampu mengakses berbagai
sumber yang dibutuhkan di masyarakat.

B. NILAI DASAR

Yayasan ponpes SPMAA dalam mengiatkan aktivitasnya senantiasa berpedoman


pada nilai dasar kelembagaan yang disebut Tiga Proyek Besar Umat Manusia:

1. Mengenal Allah Secara Mendekat dan Mendasar

Bahwa nilai diri ini awal mulanya hanya tercipta dari setetes air mani yang hina.
Dipancarkan dari tulung sulbi seorang ayah kemudian ditampung di rahim ibu.

4
Selama sembilan bulan ia diolah melalui proses maha halus nan super canggih,
terbentuklah zygot hingga menjadi janin bayi yang sempurna.

Hanya setetes air hina itu, terbentuklah sosok fisik kita yang ganteng dan cantik,
yang tinggi dan berwibawa, serta yang pandai dan kaya. Dari setetes air hina itu,
muncullah diri kita yang gagah dan unggul. Setetes air hina itu menjelma ke dalam
wujud orang Eropa yang tinggi bermata biru dan berkulit putih, membentuk fisik
orang Afrika yang kekar dan berkulit legam, membentuk ciri ras Asia yang bermata
sipit, berkulit langsat dan coklat.

Setetes air hina itu kemudian nampak dalam wujud seekor jerapah yang badannya
tinggi menjulang, membentuk seekor semut yang kecil, mewujud fisik gajah yang
besar, dan seterusnya. Lalu siapakah kreator ulung dibalik proses penciptaan
tersebut?, siapakah Sang Pencipta yang Maha Sempurna itu? Dialah Allah yang Maha
Agung. Dengan kuasa-Nya, segala kerumitan mekanis pembuatan makhluk-Nya
diproses tanpa suara dan tak terlihat. Maha Besar Allah.

Lalu apa balas budi kita sebagai rasa syukur atas segala pemberian-Nya yang
gratis tanpa dipungut biaya? Alih-alih berterimakasih, kita malah seringkali
membangkang terhadap-Nya. Tanah, air, udara, sawah, ternak, hewan, tumbuhan,
buah-buahan, hasil tambang, minyak, dan seluruh sumber daya alam yang ada di bumi
ini kita ambil, kita rebut dan kita nikmati. Semuanya itu milik Allah. Semua itu
ciptaan Allah. Alangkah naifnya kalau kita hanya berusaha merebut, mengambil, dan
menikmati ciptaan-Nya, sementara Allah Sang Pemilik dan Penciptanya kita lupakan?
Ini tidak pada tempatnya. Hanya senang barang-Nya namun tidak mempedulikan
pemilik barang, yakni Allah. ini tidak benar. Harus dirubah. Kita boleh senang dan
merebut barang-barang ciptaan-Nya, tetapi juga harus senang dan cinta pada Sang
Pemilik dan Pencipta barang-barang tersebut, yakni Allah.

Lalu bagaimana agar kita bisa cinta dengan Allah? Kita harus mengenalnya-Nya.
Mari kita “Mengenal Allah secara Mendekat dan Mendasar”. Kita kepada Allah itu
ibarat ikan kepada air. Kemanapun ikan bergerak selalu diliputi dan digenangi air.
Tetapi si ikan tidak merasa digenangi air. Padahal kalau air itu berbentuk es, maka si
ikan tidak bisa berenang. Begitulah kita hidup ini selalu digenangi zat Allah yang
memenuhi jagat langit dan bumi. Tidak ada ruang kosong. Semuanya digenangi
kebesaran, keagungan, dan kekuasaan Allah. tapi kebanyakan manusia tidak merasa
hal itu. Seolah-olah kosong tidak ada apa-apa. Padahal Allah menggenangi jagat raya
ini. untunglah Allah tidak berbentuk benda padat, sebab kalau berbentuk padat maka
kita tidak bisa bertempat.

Ajakan ini menuntun kita pada sebuah latihan untuk senantiasa merasakan
kehadiran-Nya di setiap gerak bahkan nafas kita. Kita berangkat dari rumah ke kantor,
berjalan, naik kendaraan, senang berdiskusi, semuanya adalah digenangi Allah. Jika
sinar rontgen bisa menembus kulit dan daging, jika sinar gamma bisa menembus
tembok, maka sinar Allah tidak dibatasi waktu, ruang dan massa. Bagai spon yang
terendam air, maka keberadaan kita ini menjadi nisbi oleh keberadaan Allah. “Aku
5
lebih dekat kepada manusia daripada dekatnya urat leher”, firman Allah. Sangat dekat,
ibarat orang yang dekat dengan penjual minyak wangi, maka pasti mencium bau
wangi, bahkan tak jarang terolesi minyak wangi.

Demikianlah jika kita dekat kepada Allah, niscaya kita akan “terpengaruh” sifat-
sifat Allah yang al-Rahman dan al-Rahim, pengasih dan penyayang. Maka jiwa kita
akan penuh dengan kasih dan sayang. Hilang sifat-sifat iri, dengki, hasud, riya, iri,
dendam, amarah dan yang lain, berganti jiwa kasih, penolong, dan pemaaf.

Contoh lain adalah seperti saat kita melihat jam dinding. Kita hanya melihat
jarum jam dan angka-angka. Padahal sebelum jarum jam dan angka, ada kaca yang
membatasi pandangan kita. Tapi karena kaca begitu bening/transparan, sehingga mata
kita tidak bisa melihatnya, seolah kita meniadakan kaca, padahal kaca itu benar-benar
ada.

Demikianlah, sesungguhnya ketika dua orang berhadapan, di antara mereka itu


adalah Allah. Tapi saking sucinya Allah, Subhanallah, lathif, sehinga mata telanjang
tidak bisa melihat-Nya, dan langsung melihat orang di depannya. Mata biasa tidak
bisa melihat Allah, maka seharusnya mata hati dan sinar imanlah yang bisa merasakan
keberadaan Allah. Jika mampu demikian, maka seseorang tidak akan berani menghina
orang di depannya, karena sebelum menghina orang di depannya, maka sudah
menghina Allah, karena sebelum dia dan orang yang dihina ada Allah.

Penyebab situasi politik Indonesia dan dunia yang senantiasa panas, saling hina,
saling serang, saling menjatuhkan, saling menjatuhkan, dan mencari kelemahan
lawan, ini semua karena masing-masing pihak tidak merasa diliputi dan digenangi
Dzat Allah. Akhirnya jauh dari sifat kasih.

Maka ajakan kami adalah, mari mengenal Allah secara mendekat dan mendasar.
Jika semua umat manusia sudah mengenal-Nya, maka semuanya akan bantu
menolong. Adanya hanya sifat kasih dan saling menyayangi diantara umat manusia.
Kualitas hidup akan sejahtera dunia dan akhirat. Impian tentang tatanan dunia yang
damai tanpa kekerasan dapat dicapai segera.

Stabilitas negara dengan dinamika politik yang harmonis dan sinergis akan
mewujudkan pembangunan Indonesia sejahtera. Para elit akan berlomba dan berusaha
mendahulukan kepentingan kemanusiaan, kenegaraan, dan kebangsaan. Semua
aktivitas politik kenegaraan dilaksanakan dengan senantiasa merasakan bahwa Allah
meliputi dan menggenangi jagat ini.

2. Melatih Diri Mengetahui Musuh Ghaib

Pertengkaran dan permusuhan yang semakin tajam antar manusia, individu


maupun kelompok dipicu oleh kesalahan manusia dalam memahami dan mengenali
siapa sesungguhnya musuh mereka. Bahwa musuh bangsa manusia adalah setan.
Bukan manusia antar manusia. Sementara setan tidak sekali-sekali tinggal di hutan,
atau di tempat-tempat keramat. Setan tinggal dan beroperasi di dalam hati setiap

6
manusia. Untuk keperluan menjerumuskan manusia ke dalam dosa dan kesalahan,
termasuk adu domba, maka setan selalu mendatangi manusia dari kiri dan kanan, dari
depan dan belakang.

Mereka terus berusaha membisiki, menasehati, dan mengintai dari tempat yang
tidak diketahui manusia. Bahkan dalam salah satu ayat al-Qur’an disebutkan setan
menguasai manusia sehingga lupa dengan Allah. Kalau manusia sudah dikuasai setan,
maka ibarat penumpang dikuasai sopir bis, belok kanan atau kiri apa kata sopir.

Demikian pula kalau manusia dikuasai setan, apa saja yang muncul di hatinya
selalu diikuti, seolah-olah kehendak sendiri, padahal itu kehendak setan. Misalnya
marah, ingin mencaci, menjegal karir teman, memfitnah demi kekuasaan, dan
perbuatan tercela lainnya. Semua seolah muncul dari hati, terasa seolah oleh suara hati
sendiri, padahal itu bisikan setan, terpaksa manusia mengikuti begitu saja.

Padahal Allah berfirman: Hai anak cucu Adam, janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu.”
Akhirnya timbul kasus spiritualitas seperti korupsi, pembunuhan, mutilasi,
perampokan, pencurian, bahkan peperangan. Bahkan setan mampu membuat tipu daya
yang begitu halus dan lihai. Seolah bisikan setan itu hal yang benar. Sehingga
manusia sering menganggap benar. Merasa benar dengan apa yang dipikir dan
dilakukannya. Kelompok satu menyalahkan kelompok lain, tidak ada yang mau
mengalah. Atau minimal kelompoknya ada kekurangan.

Akhirnya terjadi kondisi seperti sekarang ini, saling ribut dan menyalahkan.
Bangsa manusia diadu domba antar agama, kelompok, politik, suku, dan ras sehingga
tidak ada kerukunan sama sekali. Semuanya saling menuding, membenarkan
kelompoknya, sambil menyalahkan kelompok lainnya. Itulah bukti kerja setan dalam
menyesatkan umat manusia.

Untuk itu, ajakan kami adalah “mari melatih diri mengetahu musuh ghoib setan”.
Musuh kita bukan sesama manusia. Tapi setan yang ada dalam diri kita masing-
masing. Kalau kita melatih diri mengetahui musuh ghaib setan, maka setiap kutukan,
bisikan, ataupun keinginan yang muncul di hati hendaknya disaring dulu. Jangan
langsung diikuti. Karena bisa jadi, keinginan tersebut bersumber dari bisikan setan.
Misalnya ingin marah, dendam, hasud, dan dengki, itu adalah dari setan. Jangan
sekali-kali dituruti.

Demikian pula saat ingin menyalahkan dan menghakimi orang lain. Mari kita
balik polanya. Yang biasanya menjadi pelaku kesalahan sebagai obyek untuk
dihakimi, diubah dengan memposisikan setan sebagai pelaku. Manusia adalah korban,
meskipun secara lahir dia adalah pelaku kejahatan

Demikianlah, kalau melihat saudara yang salah dan terlibat dosa, jangan
kemudian dicaci, dihina, atau dijauhi. Itu sama saja dengan menyiram bensin ke

7
rumah yang terbakar. Orang yang dosa kalau kita hina, kita musuhi, dan kita jauhi,
akan semakin bertambah dosa dan kesalahannya.

Reformasi menjadi tidak berada pada jalur yang benar karena dimaknai dan
dipraktekan sebagai reformasi diri lain. Sementara diri atau kelompoknya sendiri tidak
pernah direformasi. Gajah di pelupuk mata tidak nampak, kuman di sebeberang lautan
nampak jelas. Sulit mendeteksi dan mengakui kesalahan dan kekurangan diri dan
kelompoknya meski sebesar gajah, tapi sangat piawai mencari kesalahan diri atau
kelompok lain, apa kesalahan itu. Maka ajakan kami adalah mendahulukan
mereformasi diri sendiri sebelum mereformasi diri orang lain, dengan secara jeli
melatih diri mengetahui musuh ghoib setan.

3. Menanam Keyakinan Dunia Akhirat

Dunia akhirat adalah satu paket kehidupan yang saling berkait. Sebagaimana
Allah telah menciptakan segala sesuatu secara seimbang, adil, dan sepadan. Seperti
halnya ada kiri dan kanan dan ada pria ada wanita. Dua sisi kehidupan yang harus
disikapi secara adil. Jangan pincang memikirkan dunia atau akhirat saja.

Tidak bisa kita mengurusi kebutuhan dunia saja dan melupakan akhirat.
Sebaliknya, kita tak bisa ke akhirat tanpa melalui dunia. Sukses dan gagal di akhirat,
bergantung dari upaya dan perjuangan kita ketika di dunia.

Dunia akhirat ibarat buah pisang yang terdiri dari kulit dan isi. Kulit pisang
adalah kehidupan dunia, isi pisang adalah kehidupan akhirat. Keduanya sama penting
menurut fungsi dan manfaatnya. Kulit berfungsi melindungi higienitas dan keaslian
rasa isi pisang. Namun begitu, isi pisang jauh lebih penting. Karena isi pisang adalah
yang kita makan, bukan kulitnya.

C. STRUKTUR ORGANISASI

Struktur organisasi Yayasan Pondok Pesantren Sumber Pendidikan Mental Agama


Allah (SPMAA) adalah sebagai berikut:
Pembina : Ibu Guru Hj. Masyrifah
: Ibu Guru Hj. Nuryati
: Gus Hafidz SKPM, S.H.
Pengawas : Gus Glory Islamic, M.Si.
Direktur : Gus Khosyi’in KWB, S.Ag.
Deputi Dir. Op. : Gus Bashirun Adhim, S.Sos.
Deputi Program : Gus Ashabun Na’im, S.E.

8
BAB III

ANALISIS KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG, DAN TANTANGAN

PONDOK PESANTREN SPMAA LAMONGAN

A. KEKUATAN
Hasil analisis kekuatan Pondok Pesantren SPMAA adalah sebagai berikut:
1. Kesadaran Santri Melaksanakan dan Mengikuti Kegiatan
Dalam melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari, santri tidak melulu harus
diperitah oleh pengurus ataupun para Gus. Mereka dengan sendirinya melaksanakan
kegiatan rutin pondok dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab. Kesadaran
seperti ini sudah ditanam sejak awal oleh pengurus dan para Gus dalam diri para
santri.
Santri digembleng untuk percaya sepenuhnya pada pengawasan Allah SWT.
dimanapun dan kapanpun. Apapun yang santri lakukan tidak pernah luput dari
pengawasan-Nya. Hal ini secara signifikan berpengaruh pada kesadaran santri dalam
melaksanakan kegiatan keseharian. Delapan rukun santri yang menjadi rutinitas
sehari-hari dijalani dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. 8 rukun tersebut
adalah 1) Sholat Berjamaah, 2) Sholat Dhuha, 3) Kajian Tafsir Al-Qur’an, 4) Kajian
Hadits, 5) Sholat Malam, 6)Pengajian Ahad Jum’at, 7) Puasa Senin Kamis, 8)
Renungan Suci.
2. Keteladanan dari Para Gus
Dalam mendidik santri, para Gus menggunakan metode ampuh yang dipakai
oleh Nabi dalam mendidik umat, yaitu metode keteladanan. Santri tidak hanya
dididik dengan lisan, tetapi lebih kepada paktek keteladanan dari para Gus.
Pendidikan model keteladanan terbukti sukses dengan pola pikir dan tindak
tanduk santri dalam kehidupan sehari-hari. Terutama pandangan mereka tentang
kehidupan dunia dan akhirat. Para santri dididik untuk punya visi yang jauh ke
depan, yaitu visi akhirat. Kehidupan para Gus yang tidak silau dengan riuh rendah
duniawi menjadi role model bagi santri. Mulai dari cara berpakaian, model rumah,
ketawadu’an, dan lain sebagainya.
3. Kesederhanaan
Penanaman pola pikir hidup sederhana diajarkan oleh para Gus sejak dini. Para
Gus mengajak santri untuk meneladani kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya yang sangat sederhana. Meskipun Rasulullah ketika itu menjadi utusan
Allah, tapi Beliau tidak hidup dengan kehidupan yang mewah dan megah.
Pengajaran pola hidup sederhana dilakukan dengan tujuan agar kehidupan yang
demikian ini bisa diteladani oleh siapapun. Seperti halnya Rasulullah, yang mampu
diteladani oleh semua kalangan. Mulai dari kalangan budak hingga para sahabat dan
panglima perang sekalipun.
4. Hubungan Erat antara Pondok dengan Santri Senior
Semua santri SPMAA adalah tanggung jawab Pengasuh dan para Gus, baik
yang tinggal di Mabes atau yang sudah tersebar di berbagai daerah, baik tanggung
jawab di dunia maupun di akhirat. Begitulah prinsip SPMAA. SPMAA tidak

9
mengenal sistem alumni, semuanya adalah santri. Prinsip dasar tersebut yang
menjadikan para Gus terus menjalin hubungan dengan para santri SPMAA, terlebih
santri yang senior dan sudah berkeluarga.
Hubungan yang terjalin bukan sekedar hubungan saling mengetahui dan
mempunyai koneksi. Melainkan hubungan yang sangat erat dan terorganisir. Hingga
para Gus mampu memantau aktivitas para santri, sudahkah sesuai dengan orientasi
SPMAA atau belum. Yakni mampu menerapkan Tiga Proyek Besar (TPB) meskipun
tidak lagi bertempat di lingkungan pondok.
5. Pembekalan Life Skill bagi Para Santri
Sebagai implementasi dari tiga hal yang harus dilakukan santri SPMAA, yaitu;
belajar, bekerja, dan berdoa, maka dibutuhkan pembekalan yang benar-benar bisa
bermanfaat di masyarakat. Dari aspek bekerja, santri SPMAA dibekali beberapa
pelatihan kecakapan dalam kehidupan sehari-hari yang diperlukan di masyarakat.
Pembekalan life skill yang diberikan bermacam-macam, tergantung minat dan bakat
para santri pada bidang tersebut.
Sebut saja life skill di bidang bangunan, tata boga, mebel, pertanian,
peternakan, dan lain sebagainya. Beberapa bidang tersebut sangat dibutuhkan di
masyarakat bahkan menjadi kebutuhan primer. Sehingga pemenuhan pembekalan di
beberapa bidang tersebut sangat bermanfaat bagi para santri nanti ketika terjun ke
masyarakat.
6. Kepedulian terhadap Sesama
Nilai ajaran yang diajarkan di SPMAA meliputi tiga aspek yaitu sosial,
pendidikan, dan lingkungan (SOSDIKLING). Dari tiga aspek ini santri diajarkan
untuk bisa memposisikan diri seimbang di dalamnya. Sehingga dari sinilah tercipta
kepedulian terhadap sesama yang kuat.
Contoh konkrit yang bisa kita temukan adalah adanya pelayanan sukarela
terhadap lansia dan anak yatim. Santri diajarkan untuk mengurusi, merawat, dan
mengasihi mereka selayaknya keluarga sendiri. Sehingga akan timbul tanggung
jawab memulyakan yang lebih tua dan mengasihi yang lebih muda. Selain itu,
sebagai kepedulian sosial terhadap korban bencana, santri SPMAA diajarkan untuk
tanggap bencana dan membantu korban bencana maksimal 1 x 24 setelah bencana.
Untuk itu, dibentuklah SANTANA (Santri Tanggap Bencana) yang siap mewadahi
kepedulian sosial tersebut. Gerakan ini tidak bergerak sembarangan, para santri
terlatih, profesional, dan tentu bekerja secara nyata.
7. Pelayanan Tamu
SPMAA tergolong pondok pesantren yang sangat memuliakan tamu-tamunya.
Hal itu tidak terlepas dari ajaran yang diberikan oleh Bapak Guru M.A. Muchtar
kepada santri-santri dan para Gus. B.G. Muchtar mendidik santri-santri dan para Gus
untuk memberikan penghormatan dan pelayanan yang maksimal kepada tamu. Mulai
dari penyambutan yang ramah, penyediaan tempat singgah yang spesial, dan
penjamuan yang beraneka ragam jenisnya.
Bapak Guru pernah berpesan kepada para Gus, “Mari memuliakan tamu,
mereka semua adalah tamunya Allah, jadi kita harus menghormati dan melayaninya

10
dengan baik”. Pesan itulah yang hingga kini dilestarikan oleh para Gus dan diajarkan
kepada santri.

11
8. Orientasi Akhirat
Sebagai seorang muslim sejati, selayaknya kita hidup dengan tujuan yang
benar-benar berorientasi selayaknya seorang muslim. Sebagai seorang muslim, santri
seharusnya percaya dengan adanya akhirat dan di sanalah kita akan kembali di
kehidupan selanjutnya. Masalahnya, masih banyak dari orang Islam yang percaya
dengan akhirat, tapi hanya di lisan saja.
Orientasi kehidupan yang ukhrawi benar-benar tertanam dalam diri santri
SPMAA. Setiap hari dan setiap saat, gus-gus dan ustad-ustad selalu menjelaskan
tentang orientasi akhirat ini. Bukan hanya penjelasan, tetapi juga praktik. Praktik-
praktik ukhrowi ini bisa kita lihat dengan kehidupan para gus yang sederhana, tidak
gemilau dengan harta, tidak pernah lelah dalam berjuang di jalan Allah, dan tidak
pernah mau masuk dalam ranah-ranah kehidupan yang glamour yang bisa
menjadikan mereka lalai dengan tugas pokok mereka.
9. Tirakat/Riyadhoh
Sebagai seorang santri, tirakat merupakan hal yang lumrah untuk dilakukan.
Hal ini dilakukan sebagai cara untuk mengolah diri, mengolah jiwa, dan melatih
kepekaan. Dari hasil olah ini, santri bisa mengerti tentang kehidupan, hakikat
manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan dan tidak kalah penting lagi santri
terlatih dengan kehidupan serba kurang dan tidak takut mati kelaparan.
Tirakat/riyadhoh yang dilakukan santri SPMAA bermacam-macam. Mulai dari
yang paling sederhana, yaitu puasa senin-kamis, sampai yang paling susah, seperti
puasa dengan buka minum air saja dan puasa dalam keadaan dikubur. Ada pula jenis
riyadhoh yang lain seperti dzikir di dalam air dan berjalan menempuh jarak yang
jauh dalam keadaan berpuasa dan berdzikir.
10. Makrifat Movie
Wa-Li-kulli syain hikmatun (dalam setiap sesuatu terdapat hikmah). Salah satu
kegiatan di SPMAA adalah nonton bareng sebuah film. Santri diajak untuk melihat
film dan disuruh mengambil dan menceritakan hikmah apa yang ada dalam film
yang diputar.
Film yang diputar pun tidak mesti bergenre religi, seringkali yang diputar
adalah film tentang sains. Seperti; Lucy, Interstellar, Elysium, Transformer, dan
Spectral. Dari tontonan yan disajikan dalam film, santr diajak untuk
mengkorelasikan adegan-adegan yang ada dalam film dengan ayat-ayat Allah Swt.
11. Bebas Biaya
Salah satu yang menjadi daya tarik dari pesantren ini adalah santri tidak
diwajikan membayar biaya apapun selama di SPMAA. Semua keperluan santri dari
SPP, uang pondok, bahkan makan ditanggung oleh pihak pesantren. Untuk
mengganti semua itu, santri diwajibkan membaca wiridan wajib sebanyak 100.000
bacaan. Rincian bacaan-bacaan di atas antara lain:
a. Surat an-Nas 5000 kali.
b. Surat al-Falaq 5000 kali
c. Surat al-Ikhlas 5000 kali.
d. Surat al-Kafirun 5000 kali
e. Hauqalah 10.000 kali.

12
f. Istighfar 10.000 kali.
g. Tasbih 10.000 kali.
h. Tahmid 10.000 kali.
i. Tahlil 10.000 kali.
j. Takbir 10.000 kali.
k. Salawat 10.000 kali.
l. Al-Baqiyat as-shalihah (bacaan subhanalah walhamdulillah walailaaha
illallah wallahu akbar) 10.000 kali.

Bacaan-bacaan di atas ditutup dengan pembacaan surat yasin sebanyak 41-51


kali dan beberapa bacaan lainnya.

12. Support dari Lembaga Pemerintah


Sebagai lembaga yang terfokus pada pendidikan, sosial, dan lingkungan,
SPMAA memiliki koneksi yang luas. Selain pesantren cabang di daerah-daerah,
koneksi ini juga terjalin di lembaga-lembaga pemerintah, seperti TNI/POLRI, Dinas
Sosial, Basarnas, dan lain sebagainya. Selain itu, lembaga ini juga dikenal banyak
instansi-instansi pendidikan yang lain, baik pendidikan formal maupun non formal,
sebagai mitra ataupun sebagai tempat praktik dan penelitian para pelajar instansi-
instansi tersebut.

B. KELEMAHAN

Hasil analisis kelemahan dari Pondok Pesantren SPMAA adalah sebagai berikut:
1. Talfiq dalam Ibadah
Talfiq adalah mencampur adukkan praktik ibadah yang berbeda menurut
beberapa mazhab menjadi satu praktik. Umumnya hal ini ditentang oleh jumhur
ulama, hanya saja ada beberapa yang memperbolehkan. Talfiq selama ini terjadi di
dalam praktik ubudiyah santri SPMAA. Hal inilah yang kadang menjadikan warga
sekitar sedikit ragu dengan keabsahan ibadah yang dilakukan di SPMAA, bahkan
ada yang sampai menyesatkan. Apalagi santri yang sebelumnya pernah mondok di
pesantren lain, ataupun warga NU atau ormas lainnya pada umumnya yang fanatik
pada satu mazhab atau bahkan tanpa mazhab.
Hal inilah yang menjadikan SPMAA kurang bisa diterima di masyarakat, baik
masyarakat Lamongan ataupun masyarakat sekitar pondok cabang SPMAA di
seluruh Indonesia. Karena kebanyakan muslim Indonesia berpegang teguh pada satu
mazhab dan tidak bisa menerima praktik ibadah yang berbeda dari mereka. Sehingga
ruang dakwah santri SPMAA di daerah kadang mendapatkan perlawanan dan
penolakan dari masyarakat.
2. Tidak Mengajarkan Kitab-Kitab Salaf
Sebagai salah satu ciri pesantren adalah pengajaran kitab kuning (kitab karya
ulama salaf) sebagai sumber kelimuan. Hal ini umum dilakukan di pesantren-
pesantren di seluruh Indonesia. Namun tidak di SPMAA, santri ditekankan langsung
mempraktikan ilmu yang dipelajari. Sehingga pembelajaran pun lebih pragmatis.

13
Santri langsung diajarkan menggunakan buku yang disusun langsung oleh pihak
pondok.
Hal ini dilakukan karena waktu belajar santri yang dirasa kurang lama,
sehingga akan menghabiskan banyak waktu jika mepelajari kitab-kitab kuning yang
notabene tebal dan memerlukan pemahaman yang bagus. Dengan begitu santri akan
berkutat pada ranah teori selama bertahun-tahun tanpa sempat mempraktikannya.
Karena sejatinya tujuan mempelajari ilmu agama adalah untuk mempraktikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Praktik semacam ini tidak salah, hanya saja kemungkinan dapat menimbulkan
masalah di masa depan, khususnya untuk santri. Santri yang umumnya akan dikirim
ke pondok cabang kemungkinan besar akan menghadapi banyak persoalan yang
tidak mereka pelajari di pesantren, khususnya permasalahan fikih dan perbedaan-
perbedaan pandangan di dalamnya yang notabene terdapat di kitab-kitab salaf. Dari
sini, santri dituntut untuk belajar lebih mendalam lagi.
3. Kurang Maksimalnya Kinerja Co. Dosen Wali
Co. Dosen Wali sebagai wakil dari Dosen Wali bertugas sebagai penanggung
jawab santri di atas Ketua Simpul. Sosok Co. Dosen Wali selama ini yang kami lihat
kurang terlihat kinerjanya, bukan karena kesalahan Co. Dosen Wali sendiri, tapi
lebih karena tertutup oleh kinerja Dosen Wali. Seakan-akan hanya Dosen Wali yang
memegang tugas ini. Sehingga kinerja lebih banyak diambil alih langsung oleh
mereka, dan sewaktu-waktu hal ini bisa saja mematikan kinerja Co. Dosen Wali itu
sendiri.
4. Stigma Negatif dari Masyarakat Sekitar
Sebagai lembaga yang tidak hanya berkutat pada pendidikan, tetapi juga
sosial. Pesantren seharusnya dekat dengan masyarakat sekitar dan bisa menjadi
sumber penyelesaian permasalahan masyarakat. Agar tidak terjadi resistensi antara
pesantren, santri, dan kyai dengan masyarakat sekitar, dan kehidupan bermasyarakat
dapat berjalan dengan normal.
Terdapat sesuatu yang tidak wajar dalam kehidupan antara masyarakat sekitar
dan pesantren SPMAA. Hal tersebut adalah pandangan sinis dan tidak terima dari
masyarakat sekitar. Sinisme tersebut timbul akibat pandangan masyarakat yang
menganggap ajaran SPMAA yang sesat karena berbeda dari mereka. Ditambah
dengan sejarah di masa lalu dan rumor dari orang-orang lain yang tidak mengerti
dan tidak terjun langsung ke SPMAA.
Hal ini seharusnya bisa dihindari demi kelancaran proses dakwah dan
diterimanya santri SPMAA di masyarakat luar. Sehingga tidak ada ketertutupan di
antara dua pihak dan bisa hidup berdampingan layaknya muslim yang utuh,
menguatkan satu dengan yang lainnya.
5. Perilaku Tidak Patut Terhadap Santri Junior
Santri senior sebagai santri tertua bertugas mengayomi, mendidik, dan
menjadi figur bagi santri junior yang lebih muda darinya. Terdapat temuan yang
kurang mengenakkan dari perlakuan santri senior SPMAA kepada santri junior yang
umumnya merupakan siswa MI. Perlakuan kurang mengenakkan ini berupa perilaku

14
kasar dengan memukul dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, terdapat pula sikap
pembiaran perilaku kekerasan yang dilakukan oleh sesama santri junior.
6. Pembelajaran Yang Kurang Optimal
Ada sedikit perbedaan dalam sistem pembelajaran yang diterapkan di
SPMAA. Khususnya waktu kegiatan belajar dan mengajar. Terhitung total waktu
belajar santri terbilang sedikit. Ditambah dengan adanya aktivitas yang padat dan
minimnya waktu luang untuk belajar yang mendukung. Dengan demikian wawasan
yang dimiliki para santri terbatas hanya diperoleh dari proses KBM.
7. Konflik Rasial Antar Santri
Sudah sewajarnya santri dalam suatu pesantren berbeda-beda, baik karakter,
pola pikir, latar belakang, hingga ras dan golongan. Demikian hal yang terjadi di
SPMAA, santri berasal dari berbagai kalangan dan golongan dari berbagai daerah di
seluruh Indonesia. Bahkan terdapat pula santri dari golongan anak jalanan dan
pecandu yang notabene tidak terawat dan susah diatur.
Perbedaan-perbedaan inilah yang membuat hubungan di antara santri kadang
terjadi konflik. Hal yang paling terlihat adalah konflik rasial. Hal ini didorong oleh
stereotip dan pandangan santri dari suatu suku tentang santri dari suku yang lain.
Karena stereotip inilah kadang santri tidak memandang secara jelas sifatnya, tetapi
langsung kepada dari mana ia berasal. Sehingga terjadi pengucilah suatu suku oleh
suku yang lain.

C. PELUANG

Hasil analisis peluang dari Pondok Pesantren SPMAA adalah sebagai berikut:
1. Memaksimalkan Potensi Cabang yang Sudah Ada
Sejak awal berdirinya, SPMAA telah memiliki 55 cabang yang tersebar di
seluruh Indonesia. Setiap cabang mempunyai keunggulan dan ciri khas yang
berbeda- beda, seperti padi organik dan budidaya kelengkeng di Pasuruan. Potensi
yang ada di setiap cabang bisa dikembangkan dan dimaksimalkan. Sehingga potensi
tersebut dapat berpengaruh pada perkembangan SPMAA pusat dan masyarakat
sekitar.
Kebutuhan-kebutuhan masyarakat sekitar akan tenaga pengajar,
pengembangan kesejahteraan, dan perbaikan kondisi alam, sangatlah bisa dipenuhi
dengan adanya potensi-potensi dari cabang. Potensi-potensi tersebut dapat dilihat
dengan adanya SDM yang berkualitas, SDA yang melimpah, dan kemauan serta
kesadaran santri untuk mengembangkannya.
2. Meningkatkan Kualitas Keharmonisan dengan Masyarakat
Resistensi antara pesantren dan masyarakat, baik di cabang maupun pusat,
sering terjadi. Resistensi ini terjadi karena masyarakat kadang sulit menerima
sesuatu yang baru apalagi yang berbeda dan mengakar bagi mereka. Untuk itu
dibutuhkan peningkatan kualitas keharmonisan hubungan natara pesantren dan
masyarakat.
Keharmonisan dapat terjalin jika terjadi kesepahaman antara masyarakat
dengan pesantren. Selama ini, kesepahaman hanya terjadi di tahap sikap tidak di

15
praktek. Sehingga di antara kedua pihak seharusnya bisa mengatasi ini, apalagi
kontribusi pesantren SPMAA dengan masyarakat yang sangat besar.
3. Meningkatkan Swadaya Masyarakat
Terpenuhnya SDM dan SDA serta kemauan kuat santri untuk mengabdikan
diri pada agama Allah, menjadikan SPMAA kuat dan mampu mendayakan dirinya
sendiri. Lebih dari itu, SPMAA dapat memberdayakan masyarakat dan
lingkungannya di manapun itu. Pemberdayaan ini terjadi di beberapa sektor
kehidupan, terutama kehidupan beragama.
Hanya saja, kadang resistensi yang terjadi di lapangan, baik di mabes maupun
di cabang menjadikan pemberdayaan ini agak terkendala. Katakanlah masyarakat
yang tidak mau diajak bekerja sama menjadikan niat mulia ini terganngu. Tentu,
penolakan yang terjadi seharusnya tidak menjadikan para santri kendor dalam
memperjuangkannya. Besar harapan pemberdayaan ini dimaksimalkan lagi, melihat
potensinya yang sangat besar.

D. ANCAMAN

Hasil analisis ancaman dari Pondok Pesantren SPMAA adalah sebagai berikut:
1. Ketidak Percayaan Masyarakat pada SPMAA
Resistensi antara pihak pesantren dengan masyarakat seharusnya bisa
dihindarkan. Resistensi yang terjadi selama ini relatif aman dan bisa dikendalikan.
Masyarakat masih bisa menerima dan hidup bersamaan dengan aktifitas pesantren.
Begitu juga pesantren, bisa berdampingan dan berkontribusi banyak bagi
masyarakat.
Namun, bukannya tidak mungkin anggapan aman di sini sewaktu-waktu bisa
berubah dan menjadikan masyarakat tidak percaya lagi pada SPMAA. ketidak
percayaan ini sangat beralasan jika dilihat dari resistensi yang terjadi selama ini.
Ketika ketidak percayaan terjadi, ketika itulah semua terlambat.
2. Santri Tidak Bisa Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
Santri ketika sudah menamatkan pendidikannya di SPMAA, kemudian dikirim
ke pesantren cabang memiliki tugas yang cukup besar. Tugas yang dibebankan
kepada mereka tidak cukup dihadapi hanya dengan kekuatan mental. Tetapi juga
dibutuhkan kekuatan intelektual yang memadai. Masalahnya, kekuatan intelektual
tidak mudah dikuasai dengan cepat, apalagi jika melihat pendidikan santri yang
kurang memadai.
Sehingga, ekspektasi masyarakat yang membutuhkan segala masalah yang
dimiliki mereka terpecahkan dengan baik, sangat mungkin tidak bisa terpenuhi.
Keyakinann ini semoga saja keliru. Hanya saja, sejauh ini resistensi yang terjadi
cukuplah menjadi cerminan akan hal ini. Sehingga dibutuhkan secepatnya
pemecahannya.
3. Kebutuhan Santri yang Tidak Bisa Terpenuhi
SPMAA sebagai lembaga pendidikan, atau lebih dari itu, lembaga yang
bergerak di bidang sosial, pendidikan, dan lingkungan yang non profit, tentu tidak
mengharapkan timbal balik secara keuntungan finansial. Bahkan dalam prakteknya,

16
lembaga ini lebih banyak mengeluarkan dan didermakan daripada untuk kepetingan
keuntungan pondok. Contoh nyatanya adalah santri yang tidak diminta sedikitpun
biaya dalam proses pendidikannya.
Sehingga sangat mungkin adanya, jika di suatu saat pemenuhan kebutuhan
pendidikan santri tidak bisa dilakukan. Tentu, bukan kebutuhan finansial yang
dimaksudkan, akan tetapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan bekal santri di masa
depan. Sebagai contoh, santri kurang maksimal dalam pembekalan keilmuan.
Pembekalan keilmuan santri sangat terbatas, terlebih jika dilihat dari proses KBM
yang dilakukan di SPMAA. Proses pembelajaran hanya dilaksanakan beberapa jam,
minus muthalaah yang seharusnya menjadi ciri khas santri.

17
BAB IV

REFLEKSI

A. KEKUATAN DAN PELUANG

Kekuatan internal yang dimiliki oleh Pondok Pesantren SPMAA dapat


dikelola untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada dalam rangka
peningkatan kualitas dan eksistensi lembaga. Dengan kekuatan nilai dan prinsip yang
menjadi ciri khas pondok pesantren SPMAA, peluang untuk meningkatkan kualitas
dan semakin eksis ditengah masyarakat sangatlah besar.
Adapun contoh peningkatan eksistensi lembaga dapat dilihat dalam pertemuan
antara kekuatan internal berupa “hampir semua santri SPMAA memiliki rasa
kepemilikan dan keterikatan yang tinggi terhadap lembaga, tidak adanya istilah
alumni meskipun sudah lulus dari pondok pesantren, selama masih hidup santri
tetaplah santri” dan peluang eksternal berupa “adanya hubungan baik dengan
lembaga-lembaga sosial, pendidikan, dan lingkungan”.
Dengan kualitas santri yang baik, pengadaan kegiatan santri berbasis karya
atau jasa untuk dipublikasikan ke khalayak umum dapat meningkatkan eksistensi
lembaga. Ketika kegiatan seperti itu dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga
lain yang memiliki hubungan baik dengan Pondok Pesantren SPMAA, hal itu pada
akhirnya akan dapat mengambil keuntungan dari peluang baiknya hubungan tersebut.
Tidak menutup kemungkinan bahwa hasil kegiatan tersebut akan melahirkan ikatan
yang lebih profesional antara Pesantren SPMAA dengan lembaga lain.

B. KELEMAHAN DAN PELUANG

Kelemahan internal yang dimiliki oleh Pondok Pesantren SPMAA sebenarnya


dapat diatasi agar tetap bisa mengambil peluang yang ada dalam rangka peningkatan
kualitas dan eksistensi lembaga. Misalnya hal itu dapat dilihat dalam pertemuan
antara kelemahan internal berupa “kurang maksimalnya kinerja Co. Dosen Wali” dan
peluang eksternal berupa “memaksimalkan potensi cabang yang sudah ada”. ketika
kinerja Co. Dosen Wali tidak maksimal, dan peluang untuk ditugaskan di cabang
tersedia, akan sangat disayangkan jika peluang ini dibiarkan begitu saja.
Keuntungan yang bisa tercipta dari dibertugaskannya Co. Dosen Wali di
cabang adalah semakin tersedianya kebutuhan akan tenaga pengajar dan
pengembangan kehidupan keagamaan, sangatlah bisa dipenuhi dengan adanya
potensi-potensi yang dimiliki oleh Co. Dosen Wali. Potensi-potensi tersebut dapat
dilihat dengan adanya SDM Co. Dosen Wali yang berkualitas. Ditambah dengan
kemauan kuat Co. Dosen Wali untuk mengabdikan diri pada agama Allah,
menjadikan SPMAA kuat dan mampu mendayakan dirinya sendiri. Lebih dari itu,
SPMAA dapat memberdayakan masyarakat dan lingkungannya di manapun itu.

18
C. KEKUATAN DAN ANCAMAN

Kekuatan internal yang dimiliki oleh Pondok Pesantren SPMAA sebenarnya


dapat dikelola untuk menghadapi ancaman eksternal yang mungkin merugikan
peningkatan kualitas dan eksistensi lembaga. Contoh dari hal itu dapat dilihat dalam
pertemuan antara kekuatan internal berupa “kepedulian terhadap sesama” dan
ancaman eksternal berupa “ketidak percayaan masyarakat kepada SPMAA”. Dengan
adanya lembaga SPMAA yang non profit dan berorientasi pada akhirat, ditambah
dengan program SOSDIKLING SPMAA yang sangat berguna bagi masyarakat sangat
membantu peredam ancaman ketidak percayaan masyarakat ini.
Antusisme santri dalam menjalankan misi mulia ini juga bisa menjadi faktor
peredam yang sangat besar. Selama ini pun, hal tersebut sudah berjalan dengan bagus
dan intensif. Hanya saja komunikasi yang kurang mendalam dan hanya terjadi di satu
arah menjadikan semua kontribusi besar yang selama ini diberikan oleh SPMAA
seperti tak terlihat. Oleh karena itu yang seharusnya dilakukan untuk meredam
ancaman yang ada adalah dengan komunikasi yang intens dan terbuka. Keterbukaan
akan membuat kedua pihak merasa nyaman dan terbangun trust di antara keduanya.

D. KELEMAHAN DAN ANCAMAN

Kelemahan internal yang dimiliki oleh Pondok Pesantren SPMAA sebenarnya


dapat dikelola untuk menghadapi ancaman eksternal yang mungkin merugikan
peningkatan kualitas dan eksistensi lembaga. Contoh dari hal itu dapat dilihat dalam
pertemuan antara kelemahan internal berupa “pembelajaran yang kurang optimal” dan
ancaman eksternal berupa “santri tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat”.
Ancaman tidak terpenuhnya kebutuhan masyarakat, mulai dari problem yang
ingin mereka selesaikan oleh santri, kemungkinan akan menjadikan resistensi yang
telah terjadi menjadi lebih meluas. Ditambah dengan ekspektasi masyarakat yang
sangat besar kepada santri. Ekspektasi ini seharusnya dibarengi dengan hasil yang
nyata. Peredam yang tepat adalah dengan mengoptimalkan pembelajaran yang
dilakukan oleh santri ketika berada di mabes. Karena, pembekalan intelektualitas
santri yang selama ini berlangsung hanya berkisar pada kulit dan tidak mengakar.

19
BAB V

REKOMENDASI

A. REKOMENDASI KE DALAM (TEBUIRENG)

1. Belajar Bersama Masyarakat


Program ini merupakan kegiatan rutin Pondok Pesantren SPMAA yang
dilakukan setiap satu tahun sekali. Tepatnya pada saat bulan suci Ramadan. Para
santri diarahkan untuk hidup dan berinteraksi langsung bersama masyarakat. Hal
ini dianggap penting untuk menyalurkan kemampuan kognitif santri dan
meningkatkan kepekaan sosial mereka.
2. Makrifat Movie
Makrifat movie adalah aktivitas menonton film bersama disertai dengan
refleksi kandungan nilai yang ada di dalamnya. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengasah kemampuan santri dalam mengambil sebuah nilai atau hikmah dalam
setiap peristiwa. Di satu sisi, pelaksanaan kegiatan ini dimaksudkan agar para
santri tidak hanya mencari hiburan semata, tetapi juga bisa menambah ilmu dan
iman mereka.
3. Wisata Rohani Rumah Sakit dan Panti Jompo
Kegiatan ini merupakan bentuk dari studi syukur yang diajarkan oleh SPMAA
kepada santri-santrinya. Dengan berkunjung ke rumah sakit dan panti jompo,
santri bisa mengetahui kondisi orang yang tidak lebih baik dari mereka, baik
kondisi fisik maupun mentalnya. Selain itu, santri juga diajarkan tentang
pentingnya berbakti kepada orang tua hingga akhir hayat.

B. REKOMENDASI KE LUAR (SPMAA)

1. Optimalisasi Kebersihan
Berkaca pada semangat para santri dalam bekerja dan tingkat kesadaran santri
dalam beraktivitas yang tinggi, bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk
meningkatkan kebersihan di lingkungan pondok. Hal ini didukung dengan kuatnya
sistem komando yang langsung dipimpin oleh para Gus. Karena, kebersihan
penting untuk mendukung proses belajar santri dan mencegah munculnya wabah
penyakit yang akan mengganggu kesehatan santri.
2. Pembekalan Kitab Kuning
Melihat kebutuhan umat yang sangat mendesak akan pencerahan dalam hidup,
maka sangat dibutuhkan seorang santri yang benar-benar mengerti jawaban-
jawaban untuk mereka. Persoalan yang dihadapi oleh umat sangat variatif. Dalam
setiap permasalahan, terdapat beraneka ragam pilihan jawaban. Tentunya jawaban
tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi umat yang mengalami.
Sebagai seorang santri yang kelak menjadi rujukan masyarakat dan pelita bagi
umat, menjadi sebuah keharusan untuk mendalami kajian kitab kuning. Karena
kitab kuning merupakan tradisi ulama salafus salih yang harus dipertahankan dan
dilestarikan oleh santri. Karena santri adalah penerus perjuangan para alim ulama.

20
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari seluruh pembahasan yang telah dilakukan, dapat ditangkap kesimpulan
sebagai hasil dari tujuan tulisan ini, yaitu:
a. Faktor sukses internal Pondok Pesantren SPMAA yang berhasil diidentifikasi adalah
sebagai berikut:
1. Kesadaran santri melaksanaan dan mengikuti kegiatan pesantren.
2. Keteladanan dari para gus.
3. Kesederhanaan.
4. Hubungan erat antara pondok dengan santri senior
5. Pembekalan life skill bagi para santri.
6. Kepedulian terhadap sesama.
7. Orientasi akhirat.
8. Tirakat/riyadoh.
9. Bebas biaya.
b. Faktor sukses eksternal Pondok Pesantren SPMAA yang berhasil diidentifikasi
adalah sebagai berikut:
1. Tidak mengenal alumni, semua santri sampai meninggal dunia.
2. Potensi cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
3. Support dari lembaga pemerintah.
4. Loyalitas santri di seluruh cabang di Indonesia.
5. Banyaknya pewakaf yang mewakafkan tanahnya kepada SPMAA.
c. Rekomendasi penting yang berhasil ditemukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kualitas Pondok Pesantren SPMAA adalah sebagai berikut:
1. Optimalisasi pembersihan.
2. Pembekalan kitab kuning.
3. Publikasi karya/jasa santri ke khalayak umum.
4. Pengkaderan Co. Dosen Wali di cabang.
5. Komunikasi lebih mendalam dan intensif dengan masyarakat.
6. Optimalisasi jam belajar santri.

B. SARAN

Tulisan ini merupakan penelitian yang perlu diperdalam oleh pihak lembaga
sendiri karena yang mengetahui kondisi mutakhir lembaga adalah pihak yang
mengelolanya. Meski demikian, penulis mengusulkan kepada Pondok Pesantren SPMAA
untuk mengatasi kekurangan yang terlihat serius sebagaimana tertulis dalam analisis
sebelumnya. Hal ini dianggap penting sebagai upaya peningkatan kualitas lembaga
pendidikan dan sumber daya manusia yang ada di Pondok Pesantren SPMAA.

21

Anda mungkin juga menyukai