Inni Indarpuri
Redaktur
Aminudin Rifai
Editor
Diyan Kurniawati
M. Erwin Darma
Desain Grafis
Dewi Maya Fitriani
M. Shohibu Hidayatullah
Juru Atak
Matius Patimang
Sekretariat
Retno Damayanti
Suparti
Gambar Sampul: agusferdinand@gmail.com
Penerbit:
Kantor Bahasa Kalimantan Timur
Jalan Batu Cermin 25, Sempaja Utara, Samarinda 75119
Telepon/Faksimile: (0541) 250256
Cetakan Pertama Desember 2017
viii+99 halaman, 14,5 x 2 cm.
ISBN: 798-602-52053-1-6
ii
SAMBUTAN
iii
genre.
November 2017
iv
KATA PENGANTAR
Editor
vi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................. v
vii
10. Abah Hampir Celaka .............................................. 60
viii
1
2
Abahku memang selalu tampil rapi meskipun
hanya mengenakan kaos oblong. Penampilanku
sama sekali berbeda dengan Abah. Abah sering
mengatakan aku serampangan. Sebagaimana biasa,
aku cukup mengenakan kaos dan celana pendek.
Pakaian yang sama kukenakan saat bermain
bahkan kupakai pula saat tidur. Aku pun biasa tak
mengenakan alas kaki meskipun bepergian jauh.
3
Aku berjalan cepat hampir setengah berlari.
Kucek sekali lagi persediaan makanan. Ada kotak
kecil dari kayu yang bentuknya mirip dengan kotak
harta karun. Di sana tersimpan beras dan lauknya.
4
2
5
Cara membuatnya cukup mudah, yaitu digarami,
dikeringkan, lalu dijemur. Seluruh penduduk
kampung umumnya pandai membuat jukut pija.
6
Namun, sebagai bekal milir dan mudik kami
cukup membawa ikan kering saja bukan ikan salai.
Abah menyukai ikan kering haruan dan biawan.
Jukut pija inilah yang selalu Mamak siapkan untuk
bekal lauk perjalanan kami.
“Ya, Mak.”
10
3
11
“Sewaktu seusiamu, abah juga membantu kai
ikam. Abah juga berdagang,” ujar Abah.
14
“Dengan belajar mengendarai kapal dan
berdagang,” ujar Abah.
16
4
“Lusa,” jawabku.
19
“Abah, lihat, kayak kingkong!” teriakku
spontan karena terperanjat.
21
5
“Iya, Mak.”
23
mengantarnya.
25
memang berencana mudik ke Damai. Tapi, mohon
ditunggu sebentar. Abahnya Izul masih tidur,” ujar
Mamak
26
Ya, aku juga tak keberatan jika camat gagah
ini istirahat di kapal kami. Aku dapat menunjukkan
betapa gagahnya kapal kami.
27
Kulihat Isna pun tak henti-henti memandangi
Pak Camat. Seperti aku, ia pun pasti
terkagum-kagum. Hem, seandainya Pak Camat itu
adalah aku, pasti Isna juga berpandangan sama.
28
“Oh, ya, hebat Nahkoda Kipli!” Pak Camat
menepuk pundakku.
29
“Oh. Lalu di kota Bapak tinggal sama siapa?”
“Bekerja?”
31
6
32
“Ya, Bu,” ujarku.
“Beapa?”
“Melihat Setya.”
****
37
7
38
“Oh, iya, kah?”
“Jadi kenapa?”
39
Aku tahu Isna pasti sedih berpisah dengan
Setya. Perasaanku pun tiba-tiba tidak karuan
karena akan berpisah dengan sahabatku, Isna.
40
masa depannya? Isna perempuan. Ia nekat
memutuskan hendak bersekolah di Tenggarong. Ia
merasa betapa penting bersekolah itu hingga tak
puas hanya menimba ilmu di Penyinggahan.
42
8
43
aku tak begitu memedulikannya.
44
mereka naiki.
“Maksudnya?”
46
Isna juga yang paling sungguh-sungguh
mengajariku menulis. Namun, sampai sekarang
pun, di antara semua siswa di kelasku, hanya
tulisanku yang susah dibaca alias jelek.
47
9
48
Aku tersenyum. Ada selembar kertas
bertuliskan tangan. Tulisannya rapi dan indah.
Serta merta aku mengenali tulisannya. Itu adalah
tulisan tangan Isna: “Untuk Zulkipli sahabatku,
terus belajar menulis ya. Semangat! Jangan
berkecil hati. Pesanku, jangan terburu-buru jika
menulis. Oh, ya, untuk pertama kalinya coba tulis
ini. Tulis kalimat ini sebanyak seratus kali. Biar
tulisannya bagus: Aku berjanji akan belajar
dengan giat sebab aku ingin menjadi camat.”
51
“Izul handak jua sekolah kayak Isna. Izul
sekarang punya cita-cita lain, Bah. Izul ingin
menjadi camat.”
53
“Zul, nama yang tertera di lambung kapal,
KM Kaspa, itu singkatan nama kakekmu. Kaspul
Anwar, disingkat Kaspa,” ujar Abah kemudian.
56
“Kamu anak laki-laki abah satu-satunya.
Siapa lagi yang akan meneruskannya cita-cita Kai
selain kamu, Zul? Di tanganmu masa depan KM
Kaspa,” ujar Abah memecah lamunanku.
59
10
60
“Awaaas, Zul!”
“Praaakkkk.”
“Izuuullll....”
***
64
11
MENDAPAT BORONGAN
65
Hari ini aku harus meminta maaf pada Abah
sebab aku telah menghancurkan semuanya.
Seharusnya aku tidak perlu berkeinginan
macam-macam. Tak perlu lagi aku punya
keinginan pindah sekolah. Aku harus
menyudahinya. Pakaian seragam camat dengan
simbol garuda besar itu cukuplah hanya dalam
khayalanku. Akan kukubur dalam-dalam
cita-citaku.
***
67
kelak akan terdengar bunyi penambangan dan
banyak peralatan lainnya?
69
“Hem, kada cocok, Bah ai.”
“Masa, Zul?”
“Aamiin.”
“Lauknyahanya jukut
pija,”Mamakmenambahkan.
72
Minah.
73
12
MUSIBAH BERUNTUN
74
“Sudah empat bulan kita memasok kayu balok,
tapi belum ada bayaran, Zul. Hanya sekali saja cair,
angkutan kita yang pertama dulu. Lainnya masih
dihutang kontraktor,” kata Abah dengan wajah
sangat sedih.
“Iya, Bah.”
76
mengupas kulit kayu. Bahkan, dapat juga
diperbantukan di penimbunan kayu yang akan
dirakit. Aku yakin aku dapat bekerja. Aku dapat
menghasilkan uang untuk membantu Abah.
77
13
DITOLAK
80
14
81
“Sini, Zul.”
“Ya, Bah.”
82
“Abah minta maaf, kalau apa yang kita
rencanakan kada sesuai kenyataan.”
Abah mengangguk.
83
masalah yang membelit Abah.
“Ya, Bah.”
84
***
85
Keluarnya Abah pagi-pagi sekaligus menghindari
pemilik sawmill yang seringkali menagih dengan
kasar.
86
15
TAMU ABAH
87
Tamu itu rupanya tamu istimewa, bukan
penagih hutang. Ia dapat membuat suasana hati
Abah menjadi gembira. Ini membuatku penasaran.
“Zul....”
88
Aku baru ingat, Abah pernah bercerita
memiliki seorang adik di Kapuas. Ia juga pemilik
kapal sekaligus nahkoda kapal barang di sana.
Kapal itu namanya juga sama, KM Kaspa.
“Terimakasih, Abah.”
90
Aku menghampiri Abah, mencium kedua
tangannya. Kulakukan hal yang sama kepada Acil
Iyan.
“Ya, Abah.”
91
16
93
11 tahun usiaku kini. Aku masih kecil. Namun,
jika aku pandai mengemudikan kapal artinya aku
juga harus pandai mengemudikan hidupku di
perantauan.
94
Untuk itulah aku perlu belajar. Cita-citaku
perlu kukejar. Aku akan menjadi salah seorang
pegawai pemerintahan yang baik, yang tahu
bagaimana seharusnya memanfaatkan kekayaan
alam dan memeliharanya.
95
Daftar Istilah Bahasa Daerah
bujur: benar.
kai: kakek.
ikam: kamu.
mudik:menuju ke hulu.
bulik: pulang.
kada: tidak.
handak: ingin.
seberataan: semuanya.
puruk:gantung.
96
sungsung: (bangun/berangkat) sangat pagi.
halus: kecil.
begawi: bekerja.
sidin: beliau.
lawas: lama.
ading:adik.
pinanya: sepertinya.
mengesahkan: menceritakan.
97
BIODATA PENULIS