Anda di halaman 1dari 14

Virtual Learning BCA Finance

Beat
Yesterday
Menantang Diri Menjadi Lebih Baik
Terkadang ketika melihat seseorang atau sebuah organisasi

yang berkembang dengan sangat pesat dan mencapai

keberhasilan yang luar biasa, kita kerap bertanya tanya

"Bagaimana mungkin orang atau organisasi tersebut bisa

mencapai hal yang terlihat mustahil?"

Mungkin kita akan bertanya:

"Bagaimana performance kita dibandingkan dengan mereka?"

"Apakah kita sudah melakukan pekerjaan dengan baik untuk

bisa seperti mereka?"

"Apakah kita sudah melakukan yang terbaik?"

Namun tahukah kamu bahwa pertanyaan kritis yang

seharusnya kita tanyakan kepada diri kita adalah "Bagaimana

caranya agar apa yang kita lakukan besok bisa lebih baik dari

hari ini?"
Ketika kita sudah merasa menjadi yang

terbaik, kita akan berhenti mencari cara

untuk meningkatkan kualitas dari apa yang

kita lakukan. Eksekusi dan performance

yang luar biasa seharusnya tidak kita

jadikan sebagai tujuan akhir yang ingin kita

capai melainkan sebagai sebuah siklus

tanpa akhir yang mendorong kita untuk terus

meningkatkan diri di masa yang akan

datang. Ibarat sebuah perlombaan tanpa

garis finish.

"Untuk bisa tetap menjadi luar biasa,

dibutuhkan perbaikan/peningkatan

secara terus menerus."

Istilah "perbaikan berkelanjutan" ini sempat menjadi slogan

di banyak perusahaan sejak tahun 1980-an. Namun jauh

sebelum itu, beberapa perusahaan seperti P&G, 3M dan

Marriot sudah menginternalisasikan perbaikan berkelanjutan

sebagai bagian dari kebiasaan (way of life) di dalam

perusahaan. Perbaikan berkelanjutan yang dimaksud disini

tidak sebatas pada peningkatan proses namun peningkatan

kompetensi diri termasuk adopsi ide baru dan penggunaan

teknologi untuk bisa menjadi lebih baik lagi.


Kondisi ini tentu akan mendorong kita untuk tidak diam di

zona nyaman. Zona nyaman akan menciptakan kepuasan

sehingga orang mudah berpuas diri yang pada akhirnya akan

mengarah pada kemunduran. Tantangan utamanya tentu saja

bagaimana mempertahankan semangat untuk bisa menjadi

lebih baik sekalipun kita sudah menjadi nomor satu.

Richard Deupree, President P&G

(1930 - 1948) pun mempertanyakan hal

yang sama, ia khawatir pertumbuhan

P&G yang luar biasa di awal abad ke-

20 akan membuat semua orang di

perusahaan mudah berpuas diri. Lalu

apa yang dilakukannya?

Dia bisa saja memberikan pidato ke seluruh karyawannya

untuk tetap disiplin melakukan perbaikan dan peningkatan

atau bisa saja meminta seluruh manajer untuk menemuinya

dan menyampaikan pesan untuk tetap melakukan peningkatan

diri demi menjadi yang terbaik. Namun Deupree sadar bahwa

dibutuhkan sesuatu yang lebih besar daripada sekedar niat

baik untuk menjadi lebih baik di masa depan. Ia ingin

mendorong perbaikan, peningkatan dan kemajuan dari dalam

diri karyawan.

Oleh karena itu, pada tahun 1931 ia menanggapi dengan

antusias proposal yang diberikan oleh manajer pemasaran

Neil McElroy untuk membuat struktur manajemen merek yang

mengizinkan merek P&G bersaing langsung dengan merek

P&G lainnya seolah-olah merek tersebut berasal dari


McElroy untuk membuat struktur manajemen merek yang

mengizinkan merek P&G bersaing langsung dengan merek

P&G lainnya seolah-olah merek tersebut berasal dari

perusahaan yang berbeda.

Pada masa itu, P&G memiliki orang-orang terbaik di

dalamnya, produk terbaik dan strategi pemasaran terbaik.

Sehingga mereka berpikir, jika kondisi pasar tidak

memberikan ruang persaingan yang cukup untuk bisa menjadi

lebih baik lagi, mengapa tidak membuat sistem persaingan

internal yang akan membuat seluruh karyawan untuk

meningkatkan diri lagi?

Akhirnya Deupree

memutuskan untuk

mengadu produk P&G

terbaik dengan produk

P&G terbaik lainnya!

Ide ini menjadi suatu mekanisme yang luar biasa untuk

menstimulasi perubahan dan perbaikan dari dalam, bahkan

ide ini diikuti oleh hampir semua perusahaan FMCG America,

termasuk Colgate.

Poin penting disini bukanlah menciptakan kompetisi

internal untuk bisa tetap mempertahankan semangat untuk

menjadi lebih baik, melainkan bagaimana menciptakan

mekanisme yang akan mendorong setiap orang untuk menjadi

lebih baik lagi.


Lalu bagaimana jika kita tidak

berada pada posisi yang bisa

mengizinkan kita untuk membuat

suatu mekanisme dalam organisasi

untuk bisa menjadi lebih baik lagi?

Adakah yang dapat kita lakukan

sebagai individu di dalam

organisasi?

Yang bisa kita lakukan adalah melakukan stretch goal.


Dengan melakukan stretch goal, kita sudah berpartisipasi dan

mendukung agar organisasi bisa menjadi lebih baik lagi.

Stretch goal merupakan kemampuan untuk

bekerja dengan target kerja yang menantang atau lebih tinggi

dari pencapaian sebelumnya. Secara alami jika kita diminta

untuk bisa mencapai target yang lebih tinggi dari sebelumnya,

kita akan menolak. Pemikiran seperti mencapai target yang

lebih tinggi adalah hal yang mustahil untuk dilakukan. Karena

target yang lebih tinggi biasanya terlihat sulit digapai, satu-

satunya cara untuk bisa meraihnya adalah merubah sikap dan

kebiasaan kerja kita untuk menerima pola pikir baru.


Untuk bisa mencapai target yang lebih tinggi daripada

pencapaian sebelumnya, maka yang harus kita pahami adalah

bagaimana menetapkan tujuan yang efektif. Banyak orang

yang gagal untuk mencapai tujuan mereka dikarenakan

mereka tidak memiliki tujuan yang spesifik. Ingat, target atau

tujuan yang ingin dicapai berbeda dengan impian/harapan!

Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama beberapa

dekade, terdapat hubungan antara menetapkan target (goal

setting) dengan performance yang dicapai. Penelitian tersebut

membandingkan performance yang dicapai dalam tiga kondisi

yaitu:

1. Tanpa target vs dengan target

2. Target umum vs target spesifik

3. Target (yang dapat diukur) yang mudah dicapai vs Target

(yang dapat diukur) yang sulit dicapai

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

target yang sulit dicapai menghasilkan

performance yang lebih tinggi dibandingkan target


ic
ecif
Sp
yang mudah dicapai. Dan target yang spesifik dan

sulit dicapai menghasilkan performance yang lebih

tinggi dibandingkan target yang umum atau tanpa

target. Namun yang perlu diperhatikan adalah


Har
der target yang sulit baru akan menghasilkan

performance yang lebih tinggi jika diterima oleh

individu yang akan melaksanakannya.


Salah satu metode yang bisa digunakan untuk membuat

target yang spesifik dan konkrit adalah menggunakan metode

SMART. SMART merupakan akronim dari Specific,


Measurable, Attainable, Relevant and Time-Based.
Metode SMART memungkinkan seseorang memiliki target yang

jelas dan dapat terukur dalam waktu tertentu sehingga

memberikan motivasi bagi individu untuk mencapainya.

Specific (Spesifik)

Untuk menciptakan target yang dapat dicapai (achieveable)

maka harus memiliki sasaran yang jelas.

"saya ingin menaikkan pencapaian booking di cabang

saya"

"Saya ingin menaikkan pencapaian booking di cabang

saya sebesar 10% per Desember 2021"

Measurable (Terukur)

Pastikan target yang ingin dicapai dapat

diukur. Sebagai contoh, ketika kita ingin

menaikkan nilai booking di cabang sebesar

10% maka kita bisa mengukur progressnya

setiap bulan. Pengukuran progress tersebut

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

seberapa jauh posisi kita saat ini dibandingkan

dengan target yang ingin dicapai.


Attainable (Dapat dicapai)

Buatlah target yang realistis dan dapat dicapai. Target yang

sangat jauh dari kemungkinan untuk dicapai akan membuat

individu di dalamnya merasa demotivasi dan menolak untuk

mencapainya. Namun sebaiknya target juga tidak boleh dibuat

terlalu mudah karena akan menurunkan performance.

Di dalam membuat target, pastikan kita

sudah mengetahui beban kerja kita dan tim,

ketahui pengetahuan dan kemampuan yang

kita miliki serta sumber daya lain yang

mendukung. Selain itu, pastikan kita sudah

memiliki komitmen yang kuat untuk bisa

mencapai tujuan tersebut.

Attainable
Relevant (Relevan)
(Dapat dicapai)

Sebuah target yang relevan apabila tercapai akan mendorong

kepercayaan diri/tim untuk bisa mencapai lebih baik lagi.

Kapan kita mengetahui bahwa target yang telah kita buat

sudah relevan?

Jawabannya adalah ketika kita sudah memberikan jawaban

"ya" atas pertanyaan berikut ini:

a. Apakah target ini layak diperjuangkan?

b. Apakah target ini ada di waktu yang tepat?

c. Apakah target ini sesuai dengan kebutuhan?

d. Apakah anda atau tim anda adalah orang yang tepat untuk

mencapai target ini?


Time (Waktu)
Semua target yang kita miliki

harus memiliki batasan waktu

untuk menimbulkan sense of

urgency (kebutuhan untuk

mencapainya). Tanpa batasan

waktu, kita akan menunda-

nunda usaha kita untuk

mencapai target tersebut.

Agar SMART goal yang telah kita buat dapat tercapai,

maka kita membutuhkan dorongan untuk mencapainya.

Cobalah untuk menjawab tiga pertanyaan ini ketika kamu

membuat sebuah target.

1. Apa yang ingin kamu capai? Cobalah untuk

visualisasikan hasil akhir dari tujuan yang ingin kamu

capai.

2. Mengapa kamu ingin mencapainya? Buatlah alasan kuat


dan mendasar yang akan membuatmu semangat untuk

mencapainya.

3. Bagaimana cara kamu mencapainya? Buatlah l angkah-


langkah konkrit untuk mencapai tujuanmu. Buatlah

langkah-langkah kecil sehingga setiap kali kamu

mencapainya, kamu akan mendapatkan small win.

Serangkaian small win pada tugas penting akan membuat

kita semakin yakin dan mengarahkan kita pada

kemenangan untuk mencapai target yang diinginkan.


Ulangilah setiap langkah-langkah tersebut setiap kali kita

berhasil mencapainya. Ketika kita berhasil mencapai 100, maka

buatlah target berikutnya yang lebih menantang. Jangan

berhenti di satu titik hanya karena kita sudah berhasil

mencapainya, karena itulah esensi dari stretch goal, memiliki

performance yang lebih baik daripada performance

sebelumnya.

Kepercayaan diri dan keyakinan bahwa bisa melakukan

lebih baik lagi akan muncul setiap kali kita berhasil mencapai

target. Sebaliknya, satu kegagalan pada target yang ingin

dicapai biasanya akan membuat kita menjadi ragu dan

demotivasi. Agar tetap merasa optimis untuk mencapai target

yang diinginkan, ada 3 langkah yang dapat kita lakukan jika

kita menghadapi kegagalan, yaitu:

1. Belajar dari setiap kegagalan

Gagal mencapai target? coba

refleksikan hal penting apa yang

mungkin kita lewatkan di dalam

perjalanan kita mencapai target

yang diinginkan, apakah itu

strategi, proses, waktu, hubungan

dan sebagainya. Insight atau

informasi yang kita dapatkan ini

akan menjadi pelajaran berharga

agar ke depannya kita bisa

menjadi lebih baik lagi.


2. Bagikan pelajaran yang kamu dapatkan
Ketika informasi, ide dan gagasan perbaikan dari sebuah

project/target yang tidak berhasil disampaikan kepada tim di

dalam organisasi, maka kita akan memperoleh manfaat yang

besar. Karena itu artinya secara tidak langsung orang lain juga

akan memperoleh insight atau pengetahuan baru agar tidak

mengulangi hal yang sama. Akan lebih baik lagi jika di dalam

proses sharing ini, kita juga mengikutsertakan atasan atau

orang yang lebih senior dan berpengalaman untuk bisa

berbagi pandangan mereka mengenai kegagalan yang kita

alami.
3. Review pola kegagalan yang kamu alami
Coba lihat kembali tingkat kegagalan yang kamu alami,

apakah terlalu sering atau jarang? Jika kamu terlalu sering

mengalami kegagalan mencapai target yang kamu inginkan

padahal kamu sudah target tersebut sudah disusun dengan

SMART, coba lakukan helicopter view terhadap proses bisnis

yang kamu jalankan, apakah ada sistem atau proses bisnis

yang perlu ditingkatkan untuk mengatasi kegagalan tersebut.

"Aplikasikan stretch goals.


Jangan pernah puas dengan kondisi

biasa-biasa saja. Kunci untuk bisa

stretch adalah mencapai lebih dari apa

yang kita kira mungkin.

Jangan merendahkan diri sendiri dengan

berpikir bahwa kita akan gagal."

--- Jack Welch


Referensi:

Birkinshaw, J., & Haas, M. (2016, May). Increase Your Return on

Failure. Harvard Business Review.

https://hbr.org/2016/05/increase-your-return-on-failure

Collins, J. C., & Porras, J. I. (1997). Built to last: Successful

habits of visionary companies. New York: HarperBusiness.

Shift Indonesia .(2015, 15 Agustus). SMART Goals: 5 Tahap

Menyusun Target dengan Benar.

http://shiftindonesia.com/smart-goals-5-tahap-menyusun-

target-dengan-benar/

Thompson, Kenneth R., et al. “Stretch Targets: What Makes

Them Effective?” The Academy of Management Executive

(1993-2005), vol. 11, no. 3, 1997, pp. 48–60. JSTOR,

www.jstor.org/stable/4165410

Anda mungkin juga menyukai