Anda di halaman 1dari 82

KELOMPOK 1

MAKALAH
KONSEP KESEHATAN KERJA & FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN KERJA, KONSEP ANATOMI & FISIOLOGIS TUBUH
TERKAIT KERJA DAN KONSEP IMUNITAS TUBUH SERTA
HUBUNGANNYA DENGAN K3 PESISIR
Dosen pengampu : Indah Ade Prianti, S.KM.,M.PH
Mata Kuliah : Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Pesisir & Kepulauan

Disusun Oleh:
Dewi Faridah Nur.S J1A122114 Intan Marchella J1A122135
Dian Asmasari J1A122117 Melia Pradita Rohadi J1A122143
Dian Sari Aristianty J1A122118 Miftahul Jannah I.P J1A122145
Dita Lestari J1A122120 Muh.Ekzah Fathur.R J1A122147
Faiza Faadihillah J1A122124 Nesti ferlian J1A122150
Fakhrul Mubarak.A J1A122125 Ni Gusti Ayu Komang J1A122151
Firsa Shal Sabia J1A122127 Nur Alisa J1A122154
Husna Abidah J1A122131 Putri Yuliyanti.L J1A122161
Inayah Zahrah J1A122133 Rahmiza Hamzah J1A122164

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Karena telah memberikan


rahmat dan hidayahnya yang turut serta merta dalam memperlancar
pembuatan dan penyusunan makalah ini dengan judul ”Konsep kesehatan
kerja & faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja, konsep anatomi &
fisiologis tubuh terkait kerja dan konsep imunitas tubuh serta hubungannya
dengan K3 pesisir” Yang mana kajian ini telah diteliti secara seksama
dengan skema dan data informasi tertentu dengan pembuatan yang begitu
sederhana berdasarkan tingkatan yang dianut.
Terakhir penulis menyadari bahwa “tak ada gading yang tak retak”
begitu juga karya tulis ini yang tak luput dari kekurangan. Oleh karena itu,
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk menciptakan karya tulis yang lebih baik lagi, dimasa yang
akan datang.

Kendari, 12 November 2023

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

COVER..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1 Latar belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan masalah................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................3
2.1 Konsep Kesehatan Kerja .................................................................3
2.1.1 Pengertian Kesehatan Kerja...........................................................3
2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja.............................6
2.1.3 Ruang Lingkup Kersehatan Kerja.................................................7
2.1.4 Tujuan Penerapan K3....................................................................11
2.2 Konsep Anatomi & Fisiologis Tubuh Terkait Kerja .....................12
2.2.1 Jenis dan prinsip Anatomi dan fisiologi tubuh...........................13
2.2.2 Konsep Fisiologi Kerja ..............................................................18
2.2.3 Posisi Kerja.................................................................................19
2.2.4 Postur Tubuh...............................................................................21
2.3 Konsep Imunitas Tubuh ...................................................................23
2.3.1 Pengertian Imunitas Tubuh......................................................23
2.3.2 Fungsi Imunitas Tubuh............................................................24
2.3.3 Penggolongan sistem Kekebalan Tubuh..................................25
2.3.4 Cara Mempertahankan Sistem Kekebalan Tubuh...................30
2.4 Daerah Pesisir ...................................................................................31
2.4.1 Pengertian Daerah Pesisir........................................................32
2.4.2 Batas wilayah pesisir...............................................................34
2.4.3 Karakteristik wilayah pesisir...................................................36
2.4.4 Potensi sumber daya wilayah pesisir.......................................36
2.4.5 Jenis Pekerjaan, bahaya pekerjaan, dan faktor resikonya........38
2.4.6 Bahaya yang terdapat pada daerah pesisir...............................57

iii
2.5 Hubungan Kesehatan Kerja, Anatomi & Fisiologis Serta
Imunitas Tubuh pada Pekerja Di Daerah Pesisir/ Kesehatan
Dan Keselamatan Kerja Pesisir & Kepulauan ..............................59
2.5.1 Anatomi & Fisiologis Serta Imunitas Tubuh Pekerja
K3 Pesisir................................................................................60
2.5.2 Masalah Fisiologis...................................................................62
2.5.3 Waktu Kerja ............................................................................64
2.5.4 Sistem Pembagian Waktu Kerja..............................................64
2.5.5 Efek Pembagian Waktu Kerja ................................................65
2.5.6 Stres Kerja Melibatkan Fisiologis ..........................................66
2.5.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja...................67
2.5.8 Keuntungan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3)................................................................................67
2.5.9 Alat Pelindung Diri (APD)......................................................68
2.5.10 Job Stress.................................................................................68
2.5.11 Fisiologi Kinerja Petugas Kesehatan.......................................68
2.5.12 Keamanan Petugas Kesehatan.................................................69
2.5.13 Penghargaan Petugas Kesehatan..............................................70
BAB III PENUTUP...........................................................................................72
3.1 Kesimpulan ........................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................73

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Kesehatan kerja mencakup upaya untuk menciptakan lingkungan kerja


yang aman dan mendukung kesejahteraan pekerja. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan kerja melibatkan ergonomi, paparan bahan berbahaya,
tekanan kerja, dan faktor psikososial. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah
suatu kegiatan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan cara
peningkatan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja baik jasmani, rohani dan
sosial. Keselamatan dan kesehatan kerja secara khusus bertujuan untuk
mencegah atau mengurangi kecelakaan serta akibatnya, dan untuk mengamankan
kapal, peralatan kerja, dan crew kapal. Secara umum harus diketahui sebab-
sebab dan pencegahan terhadap kecelakaan, peralatan yang memadai, serta
prosedur kerjanya. Secara khusus prosedur dan peringatan bahaya pada area
kerja perlu dipahami dengan benar oleh seluruh awak kapal didalam
menjalankan tugasnya.
Pemahaman anatomi dan fisiologi tubuh terkait kerja melibatkan studi
struktur dan fungsi organ serta sistem, terutama dalam konteks beban kerja.
Aktivitas fisik, postur kerja, dan repetisi tugas dapat memengaruhi sistem
muskuloskeletal dan kardiovaskular.
Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat tinggal dan
melakukan berbagai aktifitas sosial ekonomi di wilayah pesisir serta bergantung
pada sumberdaya pesisir. Masyarakat pesisir memiliki karakteristik dalam
bidang sosial ekonomiyaitu mata pencahariannya sebagian besar adalah nelayan,
penyelam, pembudidayaikan, dan transportasi laut. Tingkat pendidikan
masyarakat pesisir sebagian besarmasih tergolong rendah, dengan wilayah
pemukiman yang terkesan kumuh karenatidak tertata dengan baik. Dalam
lingkungan pesisir, paparan terhadap elemen-elemen seperti air dan udara laut
dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Memahami konsep imunitas tubuh
membantu mengidentifikasi risiko kesehatan pekerja di sektor pesisir dan
merancang langkah-langkah K3 yang efektif.

1
Integrasi konsep K3 dengan konteks pesisir melibatkan identifikasi risiko
khusus, perlindungan terhadap dampak lingkungan, dan upaya pencegahan yang
sesuai dengan kondisi pesisir. Penataan K3 harus mencakup pelatihan, peralatan
pelindung, dan kebijakan keselamatan yang relevan dengan pekerjaan di wilayah
pesisir. Melalui pendekatan holistik ini, dapat dihasilkan lingkungan kerja yang
aman, sehat, dan sesuai dengan karakteristik unik dari sektor pesisir.

1.2 Rumusan masalah


Dengan mengacu pada latar belakang sebelumnya, maka penulis
merumuskan masalah yang akan di bahas pada makalah kali ini sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep kesehatan kerja ?
2. Apakah konsep anatomi & fisiologis tubuh terkait kerja?
3. Bagaimana konsep imunitas tubuh ?
4. Apakah yang dimaksud daerah pesisir ?
5. Bagaimana hubungannya kesehatan kerja, anatomi & fisiologis serta
imunitas tubuh di daerah pesisir/ kesehatan dan keselamatan kerja pesisir
& kepulauan ?

1.3 Tujuan penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep kesehatan kerja.
2. Untuk mengetahui konsep anatomi & fisiologi tubuh terkait kerja.
3. Untuk mengetahui konsep imunitas tubuh.
4. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan daerah pesisir.
5. Untuk mengetahui hubungan kesehatan kerja, anatomi & fisiologis serta
imunitas tubuh di daerah pesisir/ kesehatan dan keselamatan kerja pesisir
& kepulauan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kesehatan Kerja
2.1.1 Pengertian Kesehatan Kerja
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
tahun 1948 yaitu “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan
bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”.
Definisi kesehatan kerja menurut WHO tahun 1950 adalah
kesehatan kerja adalah suatu upaya untuk mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-
tingginya bagi semua pekerja pada semua pekerjaan dari risiko akibat faktor
yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam
suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan
psikologi dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan manusia dan setiap
manusia terhadap pekerjaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak
diharapkan tenaga kerja dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan
nyaman serta mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan
yang tinggi. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak
diharapkan tenaga kerja dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan
nyaman serta mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan
yang tinggi.
Kesehatan kerja merupakan suatu hal yang penting dan perlu
diperhatikan oleh pihak perusahaan. Dengan adanya program kesehatan
yang baik akan menguntungkan para karyawan secara material. Karyawan
akan lebih jarang absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih

3
menyenangkan, sehingga secara keseluruhan karyawan akan mampu bekerja
lebih lama.
Menurut Moenir (2006:207) yang dimaksud dengan kesehatan
kerja adalah “Suatu usaha dan keadaan yang memungkinkan seseorang
mempertahankan kondisi kesehatannya dalam pekerjaan”. Swasto
(2011:110) menjelaskan bahwa‘’Kesehatan kerja menyangkut kesehatan
fisik dan mental. Kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia
termasuk lingkungan kerja”.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:245) menyebutkan bahwa
“Kesehatan kerja merujuk pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi
secara umum. Individu yang sehat adalah yang bebas dari penyakit, cidera
serta masalah mental dan emosi yang bisa mengganggu aktivitas manusia
normal umumnya”. Menurut Mangkunegara (2011:161) “Program kesehatan
kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental,
emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja”. Resiko
kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja
melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat
stres emosi atau gangguan fisik.
Dari beberapa pengertian kesehatan kerja di atas, seseorang
individu dapat mempertahankan kondisi kesehatannya dalam bekerja.
Kesehatan fisik dan mental yang dimiliki oleh para karyawan dalam
lingkungan kerja, kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi dapat
mempengaruhi karyawan dalam bekerja. Dalam melaksanakan pekerjaan
seorang karyawan diminta untuk terbebas dari penyakit, cidera yang bisa
mengganggu aktivitas. Rasa sakit yang disebabkan dari lingkungan kerja
berpengaruh pada karyawan, secara umum kondisi lingkungan kerja yang
melebihi periode waktu yang ditentukan dapat membuat menurunnya
kinerja karyawan.
Filosofi dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan
pekerjaannya, melalui upaya-upaya pengendalian semua bentuk potensi
bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Bila semua potensi bahaya

4
telah dikendalikan dan memenuhi batas standar aman, maka akan
memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman,
sehat, dan proses produksi menjadi lancar, yang pada akhirnya akan dapat
menekan risiko kerugian dan berdampak terhadap peningkatan
produktivitas.
Secara filosofi, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai
sebuah pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan:
tenaga kerja dan manusia pada umumnya (baik jasmani maupun rohani),
hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil, makmur dansejahtera.
Sedangkan ditinjau dari keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja
diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya
mencegah kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, penyakit, dan
sebagainya
Menurut International Association of Safety Professional, Filosofi
K3 terbagi menjadi 6 filosofi yaitu:
1) Safety is an ethical responsibility. K3 adalah tanggung jawab
moral/etik. Masalah K3 hendaklah menjadi tanggung awab moral
untuk menjaga keselamatan sesama manusia. K3 bukan sekedar
pemenuhan perundangan atau kewajiban.
2) Safety is a culture, not a program. K3 bukan sekedar program yang
dijalankan perusahaan untuk sekedar memperoleh penghargaan dan
sertifikat. K3 hendaklah menjadi cerminan dari budaya dalam
organisasi.
3) Management is responsible. Manajemen perusahaan adalah yang
paling bertanggung jawab mengenai K3. Sebagian tanggung jawab
dapat dilimpahkan secara beruntun ke tingkat yang lebih bawah.
4) Employee must be trained to work safety. Setiap tempat kerja,
lingkungan kerja, dan jenis pekerjaan memiliki karakteristik dan
persyaratan K3 yang berbeda. K3 harus ditanamkan dan dibangun
melalui pembinaan dan pelatihan.
5) Safety is a condition of employment. Tempat kerja yang baik adalah
tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang menyenangkan dan

5
serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Kondisi K3 dalam
perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan dalam
perusahaan.
6) All injuries are preventable. Prinsip dasar dari K3 adalah semua
kecelakaan dapat dicegah karena kecelakaan ada sebabnya. Jika sebab
kecelakaan dapat dihilangkan maka kemungkinan kecelakaan dapat
dihindarkan.

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja


Menurut Swasto (2011:108) mengemukakan ada faktor yang
mempengaruhi keselamatan kerja, sehingga berakibat terhadap kecelakaan
kerja. Menurut Mangkunegara (2011:163) beberapa faktor yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan yaitu:
1) Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
a. penyusunan dan penyimpangan barang-barang berbahaya kurang
diperhitungkan keamanannya.
b. ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c. pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2) Pengaturan Udara
a. pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang
kotor, berdebu, dan berbau tidak enak).
b. suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3) Pengaturan Penerangan
a. pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
b. ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
4) Peralatan Kerja
a. pengamanan peralatan kerja yang sudah using atau rusak.
b. penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik.
5) Kondisi Fisik dan Mental Pegawai
a. kerusakan alat indera, stamina karyawan yang tidak stabil.
b. Emosi karyawan yang tidak stabil, kepribadian karyawan yang
rapuh, cara berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah,

6
motivasi kerja rendah, sikap karyawan yang ceroboh, kurang
cermat, dan kurang pengertahuan dalam penggunaan fasilitas
kerja terutama fasilitas kerja yang membawa resiko bahaya.

Terdapat pula beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja


diataranya:
1) faktor manusia (unsafe human acts), berupa tindak perbuatan manusia
yang tidak mengalami keselamatan seperti tidak memakai Alat
Pelindung Diri (APD), bekerja tidak sesuai prosedur, bekerja sambil
bergurau, menaruh alat atau barang tidak benar, sikap kerja yang
tidak benar, bekerja di dekat alat yang berputar, kelelahan, kebosanan
dan sebagainya.
2) faktor lingkungan (unsafe condition), berupa keadaan lingkungan
yang tidak aman, seperti mesin tanpa pengaman, peralatan kerja yang
sudah tidak baik tetapi masih dipakai, penerangan yang kurang
memadai, tata ruang kerja tidak sesuai, cuaca, kebisingan, dan lantai
kerja licin. Pengendalian risiko yang dapat dilakukan pada risiko
terjadinya kecelakaan kerja adalah inspeksi K3 harian untuk
pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) lengkap, memperketat
pengawasan manajemen terhadap pekerja yang tidak memakai alat
pelindung diri, menyediakan dan melengkapi rambu–rambu
keselamatan di proyek konstruksi (Sepang, 2013).
Hal ini sesuai dengan undang-undang No. I tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja. Pemberian APD pada karyawan harus diikuti dengan
prosedur dasarnya dan diinformasikan akan bahaya yang diakibatkan serta
dilatih bagaimana cara memakai serta merawat yang benar.

2.1.3 Ruang Lingkup Kersehatan Kerja


Kontribusi Kesehatan Kerja dalam sistem kerja yang utama adalah (1)
mempertahankan, meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja fisik
pekerja; (2) melindungi pekerja dari efek buruk lingkungan, pekerjaan serta
pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja.

7
Pelayaan kesehatan kerja yang difokuskan pada upaya promotif dan
preventif seperti yang tercantum dalam definsi Komisi Gabungan ILO/WHO
pada tahun 1950 dan 1995. Hal tersebut terutama ditekankan pada upaya
peningkatan/ promosi dan pencegahan penyakit. Pelaksanaan kesehatan kerja
di Indonesia bersifat komprehensif yang mencakup upaya promotif dan
preventif serta mencakup pula upaya kuratif dan rehabilitatif (objek empiris
ilmu kedokteran kerja). Hal tersebut sesuai dengan kewajiban peraturan
perundang-undangan di Indonesia (Permenakertrans & Koperasi No.Per.
03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja dan UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan).
Pelayanan kesehatan kerja yang komprehensif juga tercantum dalam
Basic Occupational Health Services yang diusulkan oleh ICOH tahun 2005.
Ruang lingkup atau fungsi pokok pelayanan kesehatan kerja yang
komprehensif meliputi enam area promotif dan preventif ditambah satu area
kuratif dan rehabilitatif yang meliputi:
1) Penempatan pekerja pada pekerjaan/jabatan yang sesuai (fit) dengan
kapasitas kerja dan status kesehatannya, merupakan upaya preventif.
Kesesuaian tersebut adalah keserasian antara status kesehatan, kapasitas
dan kapabilitas pekerja secara fisik, mental dan sosial, dengan tuntutan
kondisi kerja yang bersumber dari lingkungan, pekerjaan,
pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Pemeriksaan kesehatan
dilakukan sebelum penempatan (pre-placement test), untuk pekerja
baru dan pekerja lama yang akan dipindah tugaskan. Untuk itu, perlu
deskripsi tuntutan tugas (task demand) meliputi data kondisi
lingkungan higiene industri, kondisi pekerjaan ergonomi dan kondisi
psikososial yang bersumber dari pengorganisasian pekerjaan dan
budaya kerja.
2) Promosi kesehatan di tempat kerja/PKDTK (workplace health
promotion) untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja
serta pencegahan penyakit, merupakan upaya promotif dan preventif.
PKDTK bertujuan untuk mengendalikan faktor risiko yang bersumber
dari perilaku, misalnya pola makan, aktivitas fisik, berat badan,

8
konsumsi rokok, alkohol atau narkoba, untuk mencegah penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung koroner, stroke dan hipertensi.
PKDTK adalah ilmu dan seni yang membantu pekerja dan manajemen
mengubah perilaku hidup dan perilaku bekerja untuk mencapai
kapasitas kerja dan tingkat kesehatan yang optimal, sehingga
meningkatkan kinerja. produktivitas dan kapasitas kerja. Di lapangan,
PKDTK diaplikasikan sebagai program yang dirancang melalui proses
peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku dan keterampilan
(pendidikan), dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat di tempat kerja.
Hal tersebut sesuai dengan kondisi dan potensi tempat kerja, dengan
pendekatan pendidikan, organisasi, masyarakat lingkungan dan
keluarganya, sehingga mampu mengendalikan kesehatan pekerja.
3) Perbaikan lingkungan kerja, merupakan upaya preventif. Perbaikan
dilakukan dengan mengendalikan berbagai faktor risiko kontaminan
fisik, kimia, dan biologi. Faktor risiko fisik meliputi panas, bising,
getaran dan radiasi. Faktor risiko kimia antara lain meliputi merkuri,
timah hitam, benzene, kloroform, organofosfat dan parakuat. Faktor
risiko biologi antara lain meliputi virus HIV/AIDS, leptospirosis dan
hepatitis B. Barbagai faktor risiko yang bersumber dari lingkungan
kerja tersebut dikendalikan agar tidak melebihi nilai ambang batas yang
diperkenankan. Upaya yang kompleks ini telah berkembang menjadi
Ilmu Higiene Industri (Industrial Hygiene).
4) Perbaikan pekerjaan, merupakan upaya preventif. Perbaikan dilakukan
dengan menyesuaikan tuntutan tugas dengan kemampuan fisik dan
mental pekerja serta mengendalikan faktor risiko ergonomi yang
bersumber dari pekerjaan. Sebagai contoh, desain mesin, desain work
station, posisi duduk, alat bantu tangan, beban angkat angkut
diupayakan agar pekerja terhindar dari postur janggal yang dapat
menimbulkan gangguan muskuloskeletal (trauma kumulatif). Upaya
yang kompleks ini ini juga telah berkembang menjadi Ilmu Ergonomi
(Ergonomy).

9
5) Pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja
merupakan upaya preventif. Pengembangan dilakukan dengan
memperbaiki kondisi faktor risiko stres psikososial yang bersumber
dari pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja (Work Organization
and Work Culture). Sebagai contoh desentralisasi dalam perencanaan
tugas, penerapan konsep tugas penuh, otonomi tugas yang masih
terintegrasi dengan tujuan ornagisasi yang lebih tinggi tingkatan-nya,
perbaikan beban kerja, status kepegawaian, sistem pengupahan, gaya
manajemen, komunikasi antar pekerja maupun antara pekerja dan
pimpinan.
6) Surveilans kesehatan pekerja, merupakan upaya preventif. Surveilans
kesehatan kerja meliputi kegiatan: a) mengumpulkan data faktor risiko
kesehatan di tempat kerja yang bersumber dari lingkungan kerja,
pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja; data
kesehatan (dari hasil pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala dan
khusus serta data kunjungan pengobatan/perawatan) dan kemangkiran
pekerja; b) melakukan analisis dan interpretasi data berdasarkan kaidah
epidemiologi untuk melihat frekuensi, distribusi dan trend
perkembangan faktor risiko dan gangguan kesehatan, menilai hubungan
faktor risiko dan gangguan kesehatan pekerja; c) komunikasi data dan
hasil analisis untuk digunakan dalam rencana perbaikan. Pencatatan dan
pelaporan upaya pelayanan kesehatan kerja dan kasus KAK/PAK
(secara agregat), dilaporkan kepada manajemen, serikat pekerja dan
Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Tansmigrasi. KAK/PAK
secara individu (by name) hanya dilaporkan dengan cara yang
menjunjung tinggi kode etik untuk kepentingan kompensasi.
Dokumentasi termasuk rekam medik dijaga kerahasiaannya dan
dipertahankan minimal 30 tahun, bahkan ada yang menganjurkan
dipertahankan seumur hidup.
7) Pelayanan klinik, merupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan
klinik mencakup diagnosis, terapi, rehabilitasi dan bila diperlukan
perhitungan cacat serta rujukan bagi pekerja yang sakit/cedera, serta

10
pelayanan P3K (cedera/penyakit akut), bahkan Medical Emergency
Plan yang merupakan upaya preventif.

2.1.4 Tujuan Penerapan K3


Tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan Undang- Undang
No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu antara lain:
1) Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan
orang lain di tempat kerja.
2) Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan
efisien.
3) Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

Dengan mempelajari materi diatas diharapkan dapat memahami dan


mengembangkan bangunan kebijakan K3, menetapkan dan mengembangkan
tujuan K3, membangun organisasi dan tanggung jawab pelaksanaan K3,
mengidentifikasi bahaya, menyiapkan Alat Pelindung Diri, memanfaatkan
statistik kecelakaan. dan penyakit akibat kerja, serta mengembangkan
program K3 dengan mitra kerja.
Tujuan Penerapan K3 pada dasarnya mencari dan mengungkapkan
kelemahan yang mungkin akan terjadi kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab akibat suatu kecelakaan dan
meneliti apakah pengendalian cermat dilakukan atau tidak.
Tujuan dari K3 adalah mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit
dikarenakan pekerjaan. Selain itu, K3 juga berfungsi untuk melindungi
semua sumber produksi agar dapat digunakan secara efektif. Ada tiga tujuan
dari sistem manajemen K3 yaitu sebagai berikut:
1) Sebagai alat mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya.
2) Sebagai upaya mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan
akibat kerja, memelihara dan meningkatkan kesehatan dan gizi tenaga
kerja, merawat dan meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas
tenaga manusia, memberantas kelelahan kerja dan melipat gandakan
gairah serta kenikmatan bekerja.

11
3) Memberi perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan.

Tujuan manajemen K3 adalah Mencegah terjadinya kecelakaan kerja


dan penyakit akibat kerja, sehingga dengan demikian perusahaan dapat
Menghindari kemungkinan terhambatnya proses produksi serta baik secara
langsung atau tidak langsung hal itu akan dapat meningkatkan kesejahteraan
pekerja dan keluarga”.
Tujuan K3 yaitu, “untuk menjaga dan meningkatkan status kesehatan
pekerja pada tingkat yang tinggi dan terbebas dari faktorfaktor dilingkungan
kerja yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan”. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan tujuan K3, yaitu memberi perlindungan
dalam pekerjaan dan perlengkapan pekerjaan dapat digunakan dengan baik
serta terbebas dari faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.

2.2 Konsep Anatomi & Fisiologis Tubuh Terkait Kerja


Anatomi dan Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur
tubuh beserta fungsinya. Kata anatomy berasal dari bahasa Yunani (Greek) yang
diartikan sebagai "membuka suatu potongan". Anatomi adalah suatu ilmu yang
mempelajari bagian dalam (internal) dan luar (external) dari struktur tubuh
manusia dan hubungan fisiknya dengan bagian tubuh lainnya. anatomi secara
harfiah juga diterjemahkan pada Bahasa Latin, dari susunan kata "Ana" adalah
bagian atau memisahkan, dan "Tomi" adalah irisan atau potongan. Sehingga
anatomi dapat juga dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan
tubuh baik secara keseluruhan maupun bagian-bagian serta hubungan alat tubuh
yang satu dengan lainnya. Anatomi terdiri dari berbagai pengetahuan tentang
bentuk, letak, ukuran, dan hubungan berbagai struktur dari tubuh manusia sehat
sehingga sering disebut sebagai anatomi deskriptif atau topografis.
Kata physiology juga berasal dari bahasa Yunani (Greek) yaitu ilmu yang
mempelajari bagaimana suatu organisme melakukan fungsi utamanya. Fisiologi
secara makna kata dari Bahasa Latin, berasal dari kata "Fisis" (Physis) adalah
alam atau cara kerja. "Logos" (Logi) adalah ilmu pengetahuan. Maka fisiologi
adalah ilmu yang mempelajari faal atau pekerjaan atau fungsi dari tiap-tiap
jaringan tubuh atau bagian dari alat-alat tubuh dan fungsinya

12
Dua cabang ilmu yaitu anatomi dan fisiologi menjadi dasar yang penting
untuk memahami bagian tubuh dan fungsinya. Anatomi adalah ilmu yang
mempelajari struktur tubuh dan hubungan diantara mereka. Sedangkan fisiologi
adalah ilmu yang mempelajari fungsi tubuh dan bagaimana tubuh bekerja. Karena
struktur dan fungsinya sulit dipisahkan maka kedua ilmu ini akan dipelajari secara
bersama-sama. Struktur tubuh akan mengikuti fungsinya. Contohnya adalah
ketika kita mempelajari struktur rangka manusia maka kita akan mempelajari
fungsi rangka juga. Tubuh manusia memiliki cara yang unik untuk
mempertahankan kondisi stabilnya. Berbagai perubahan yang terjadi pada
lingkungan internal dan eksternal tubuh dapat mempengaruhi kondisi homeostatis.
Gangguan terhadap kondisi homeostatis dapat mempengaruhi semua sistem
organ.

2.2.1 Jenis dan prinsip Anatomi dan fisiologi tubuh


A. Integumen Kulit
Sistem Integumen adalah sistem yang terdiri dari jaringan kulit serta
asesorisnyayang melakukan fungsi yang sama yaitu sebagai protektor,
pengatur suhu tubuh,mengandung saraf peraba, serta estetika.
Lapisan pada jaringan kulit terdiri dari Lapisan epidermis, lapisan
dermis danlapisan hypodermis. Tiap lapisan disusun oleh jaringan yang
berbeda. Asesoriskulit yang terdiri dari kelenjar keringat, kelenjar lemak,
bulu atau rambut dankuku membantu fungsional dari jaringan kulit.
B. Sistem Muskuloskletal
Sistem muskuloskeletal terdiri dari kata muskulo yang berarti otot
dan kata skeletal yang berarti tulang. Muskulo atau muskular adalah
jaringan otot-otot tubuh. Ilmu yang mempelajari tentang muskulo atau
jaringan otot-otot tubuhadalah myologi. Skeletal atau osteo adalah tulang
kerangka tubuh, yang terdiridari tulang dan sendi. Ilmu yang
mempelajari tentang skeletal atau osteo tubuh adalah osteologi.
Muskulus (muscle) otot merupakan organ tubuh yang mempunyai
kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi mekanik ataugerak

13
sehingga dapat berkontraksi untuk menggerakkan rangka, sebagai
respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga
mampu menggerakkan tulang. semua sel-sel otot mempunyai
kekhususan yaitu untuk berkontraksi. otot membentuk 40-50% berat
badan, kira-kira sepertiganya merupakan protein tubuh dan setengahnya
tempat terjadinya aktivitas metabolik saat tubuh istirahat. Terdapat lebih
dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut
dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh,dan sebagian kecil ada
yang melekat di bawah permukaan kulit. Gabungan otot berbentuk
kumparan dan terdiri dari ; 1) fascia, adalah jaringan yang
membungkusdan mengikat jaringan lunak. fungsi fascia yaitu
mengelilingi otot, menyedikantempat tambahan otot, memungkinkan
struktur bergerak satu sama lain dan menyediakan tempat peredaran
darah dan saraf; 2) ventrikel (empal), merupakan bagian tengah yang
mengembung; dan 3) tendon (urat otot), yaitu kedua ujung yang
mengecil, tersusun dari jaringan ikat dan bersifat liat.
Fungsi sistem muskuler/otot yaitu;
1) Pergerakan bahwa otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat
otot tersebutmelekat dan bergerak dalam bagian organ internal
tubuh;
2) Penopang tubuh dan mempertahankan postur; dan
3) Produksi panas bahwa kontraksi otot-otot secara metabolis
menghasilkan panas untuk mepertahankan suhu tubuh normal. Jenis
otot ada tiga yaitu ototrangka/lurik, otot polos, dan otot jantung.
Dalam sistem muskuler terdapat tiga komponen yaitu otot, tendon,
dan ligamen. Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang,
sendi, dantulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan
memungkinkantubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi. Tulang
sebagai alat gerak pasifkarena hanya mengikuti kendali otot. Akan tetapi
tulang tetap mempunyaiperanan penting karena gerak tidak akan terjadi
tanpa tulang.

14
Fungsi dari sistem skeletal/rangka adalah sebagai;
1. Penyangga yaitu menyangga tubuh dan otot-otot yang melekat pada
tulang;
2. Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow
marrow) atau hemopoesis;
3. Produksi sel darah (red marrow);
4. Pelindung yaitu melindungi organ yang halus dan lunak, serta
memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis; serta
5. Penggerak yaitu dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
Hubungan antar tulang disebut artikulasi. Agar artikulasi dapat
bergerak,diperlukan struktur khusus yang disebut sendi. Dengan adanya
sendi, membantumempermudah gerakan. Sendi yang menyusun
kerangka manusia terdapat dibeberapa tempat.
Terdapat tiga jenis hubungan antar tulang, yaitu:
1. Sinartrosis (Suture) yaitu hubungan antara dua tulang yang tidak
dapat digerakkan sama sekali dan strukturnya terdiri atas fibrosa;
2. Amfiartosis disebut juga dengan sendi kaku yaitu hubungan antara
dua tulang yang dapat digerakkan secara terbatas; dan
3. Diartosis yaitu hubungan antara dua tulang yang dapat digerakkan
secara leluasa atau tidak terbatas, terdiri dari struktur synovial.
4. Untuk melindungi bagian ujung-ujung tulang sendi, di daerah
persendian terdapat rongga yang berisi minyak sendi/cairan synovial
yang berfungsi sebagai pelumas sendi.
C. Sistem saraf
Sistem saraf adalah sistem yang dibangun oleh jaringan saraf.
Jaringan saraf dibentuk oleh sel saraf (neuron) dan sel penyangga (sel
swan dan sel glia). Sel saraf merupakan sel utama yang berfungsi
sebagai pengolah dan penerus impuls. Sedangkan sel penyangga
berfungsi untuk blood brain barrier, pembentuk selubung mielin, serta
sistem imun jaringan saraf.

15
Sistem saraf tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sistem
saraf perifer dan sistem saraf pusat. Sistem saraf perifer terdiri dari
saraf otonom dan saraf somatic. Sedangkan sistem saraf pusat terdiri
dari otak dan medulla spinalis. Patologi yang terjadi pada sistem saraf
baik patologi pada morfologi maupun patologi pada fisiologi
menyebabkan fungsi gerakan (motoris), fungsi sensori,dan fungsi
kognisi akan terganggu.
D. Sistem Kardiovaskuler
Sistem Kardiovaskuler adalah sistem organ yang terdiri dari
jantung dan pembuluh darah. Jantung adalah pemompa darah yang
memiliki kemampuan menimbulkan sistem kelistrikan sendiri. Hal ini
disebabkan karena susunan otot jantung berbeda dengan jaringan otot
yang lain. Pembuluh darah berfungsi menyalurkan nutrisi dan oksigen ke
seluruh jaringan dan sel tubuh serta mengangkut sisa metabolisme
menuju organ ekskresi.
Anatomi jantung menunjang fisiologinya terdiri dari 4 ruang
yaitu bilik kanan dan bilik kiri serta serambi kanan dan serambi kiri.
Proyeksi letak keempat ruang jantung ini penting untuk diketahui
sebagai dasar memberikan pertolongan pertama pada kegawat daruratan
medis. Pembuluh darah mengangkut plasma dan sel darah dari dan ke
seluruh tubuh. Volume darah yang diangkut dipertahankan normal. Syok
adalah keadaan dimana volume darah berkurang oleh beberapa sebab.
E. Sistem Respirasi
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen
(O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentransport
karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke
atmosfer. Organ-organ (respiratorik) juga berfungsi dalam produksi
bicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh
melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah. Sistem
pernapasan atau juga dikenal sebagai sistem respirasi terdiri dari:
a) Paru-paru

16
b) Pembuluh pernapasan bagian atas, yamg memungkinkan masuknya
udara atmosfer ke dalam sistem pernapasan, ini melibatkan hidung
(dan mulut), laring (dan faring), dan trakea (tenggorokan).
c) Saluran udara pernapasan bagian bawah yang memungkinkan
lewatnya udara atmosfer ke paru-paru itu sendiri, melibatkan
bronkus dan bronkiolus utama.
d) Saluran udara pernapasan akhir yang memungkinkan pertukaran gas
terjadi, melibatkan bronkiolus pernafasan, kantung alveolar dan
alveoli.

Ringkasan komponen respirasi dan fungsinya dapat dilihat pada tabel ini

Selama inspirasi, otot-otot interkostal eksternal ditemukan


antara kontraksi rusuk, mengerakkan tulang rusuk ke atas dan keluar.
Otot diafragma juga berkontraksi dan membentuk kubah yang datar. Ini
meningkatkan ruang di paru-paru dan menyebabkan udara secara
otomatis ditarik ke dalam paru-paru. Selama ekspirasi, otot-otot
interkostal eksternal berelaksasi dan tulang rusuk kembali ke posisi
istirahat mereka. Diafragma berelaksasi, kembali ke bentuk kubah
aslinya. Ini menyebabkan ruang di paru-paru menjadi lebih kecil,
memaksa udara keluar dari mereka.

17
F. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan adalah sistem yang terdiri dari jaringan serta
asesorisnya yang saling bekerja sama menjalankan fungsi yang sama
yaitu mencerna makanan menjadi zat-zat gizi yang diperlukan oleh
tubuh serta menghasilkan energi untuk menjalankan proses metabolisme,
aktivitas fisik, berpikir serta berlangsungnya proses tumbuh kembang
yang optimal. Proses ini berlangsung bertahap melalui gerakan mekanik
dilanjutkan berlangsung proses kimiawi di dalam tubuh,
G. Sistem Urinalis Kulit
Sistem urinalis adalah berbagai macam jaringan yang
membentuk sistem organ yang saling berkoordinasi untuk menjalankan
fungsi yang sama untuk memproduksi, menyimpan, menyaring serta
mengalirkan zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh berupa
limbah urin.

2.2.2 Konsep Fisiologi Kerja


Fisiologi kerja adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pemahaman
metabolik dan respon fisiologi terhadap pekerjaan manual (Abdelhamid dan
Everett, 2002). Fokus utama dari fisiologi kerja adalah mencegah pekerja
mengalami kelelahan fisik dengan mengurangi tuntutan pekerjaan (Astrand dan
Rodahl, 1986). Fisiologi kerja dan prinsipnya (Abdelhamid dan Everett, 2002) :
a) Mengukur permintaan fisiologi
Tugas dasar fisiologi pekerjaan adalah mengukur kemampuan pekerja
melakukan aktivitas pekerjaan konstruksi tertentu berdasarkan beban kerja
dan menganalisa terhadap kemampuan pekerja untuk melakukan pekerjaan
itu (Astrand dan Rodahl 1986). Beban kerja diukur menggunakan
penyerapan oksigen maksimal dan denyut jantung.
b) Mengukur pengeluaran energi
Kkal adalah unit yang digunakan untuk mengukur energi, baik saat bekerja
maupun istirahat. Ada 2 cara mengukur pengeluaran energi, yaitu
kalorimetri langsung dan kalorimetri tidak langsung.
c) Pengukuran penyerapan oksigen

18
Pengukuran menggunakan kalorimetri tidak langsung terdapat 2 teknik
penggunaannya yaitu, sistem tertutup dan sistem terbuka.
d) Metode untuk mengevaluasi tingkat keparahan kerja
Tujuannya untuk mengidentifikasi keparahan kerja yang ditimbulkan.
Terdapat indikator tingkat keparahan kerja berdasarkan Astrand dan
Rodahl (1986); Christensen (1983).
e) Menggunakan pengeluaran energi absolut sebagai kriteria beban kerja
Menurut Broha (1967), para pekerja harus beristirahat sampai fungsi
fisiologis, seperti denyut jantung, tekanan darah, penyerapan oksigen,
tingkat keringat, suhu tubuh, komposisi kimia darah dan urine, kembali
normal. Ketika pekerjaan mekanik berhenti, pekerja fisiologis tetap
bekerja sampai pemulihan telah selesai (Brouha 1967).
f) Denyut jantung sebagai kriteria beban kerja
Menurut Brouha (1967), denyut jantung rata-rata ialah 110 beats per menit
selama 8 jam kerja. Beberapa peneliti melakukan riset terhadap denyut
jantung ketika beristirahat dengan denyut jantung ketika bekerja.
Umumnya tingkat kebugaran, durasi kerja, dan tingkatan stres dari pekerja
sangat berpengaruh terhadap denyut jantung.

2.2.3 Posisi Kerja


Posisi alamiah sehingga tidak menimbulkan sikap paksa yang
melampaui kemampuan fisiologis tubuh (Grandjean & Kroemer. 2000). Posisi
kerja paksa bisa terjadi pada saat memegang, mengangkat dan mengangkut,
duduk atau berdiri terlalu lama dan lain sebagainya (Adnyana, 2001). Posisi
tidak alamiah ini terjadi karena interaksi antara pekerja dan alat kerja yang
kurang berimbang atau alat kerja yang digunakan kurang sesuai dengan
antropometri pekerja. Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang
menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin
jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi
keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidak
sesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen. 1993).
1. Sikap kerja berdiri

19
Sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering
dilakukan ketika melakukan sesuatu pekerjaan. Berat tubuh manusia akan
ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri.
Aliran beban berat tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini
disebabkan oleh faktor gaya gravitasi bumi.Kestabilan tubuh ketika posisi
berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Kaki yang sejajar lurus dengan jarak
sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari tergelincir. Selain
itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian atas dengan anggota
bagian bawah.
Kerja posisi berdiri lebih melelahkan dari pada posisi duduk dan
energi yang dikeluarkan lebih banyak 10% - 15% dibandingkan posisi
duduk ketinggian landasan kerja posisi berdiri sebab :
 pekerjaan dengan ketelitian, tinggi landasan adalah 5-10 cm diatas
siku berdiri
 pekerjaan ringan, tinggi landassan adalah 10-15 cm dibawah tinggi
siku berdiri
 pekejaan dengan penekanan, tinggi landasan adalah 15-40 cm
dibawah gari siku berdiri
Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam
pekerjaan adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh
ketika bekerja. Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung
bagian bawah bila dilakukan secara berulang dan periode yang cukup
lama. Sikap kerja membungkuk dapat menyebabkan bila dibarengi dengan
pengangkatan beban berlebih.
Prosesnya sama slipped disks dengan sikap kerja membungkuk,
tetapi akibat tekanan yang berlebih menyebabkan pada sisi belakang rusak
dan penekanan pembuluh syaraf. Kerusakan ini disebabkan oleh keluarnya
material pada akibat desakan tulang invertebratal discs lumbar belakang
bagian.
a) Pengangkatan beban
Kegiatan ini menjadi penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan kerja
pada bagian punggung. Pengangkatan beban yang melebihi kadar dari

20
kekuatan manusia menyebabkan penggunaan tenaga yang lebih besar
pula atau over exertion.
b) Membawa beban
Terdapat perbedaan dalam menentukan beban normal yang dibawa
oleh manusia. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi dari pekerjaan yang
dilakukan. Faktor yang paling berpengaruh dari kegiatan membawa
beban adalah jarak. Jarak yang ditempuh semakin jauh akan
menurunkan batasan beban yang dibawa.
c) Kegiatan mendorong beban
Hal yang penting menyangkut kegiatan mendorong beban adalah
tinggi tangan pendorong. Tinggi pegangan antara siku dan bahu selama
mendorong beban dianjurkan dalam kegiatan ini. Hal ini dimaksudkan
untuk menghasilkan tenaga maksimal untuk mendorong beban berat
dan menghindari kecelakaan kerja bagian tangan dan bahu.
d) Menarik beban
Kegiatan ini biasanya tidak dianjurkan sebagai metode pemindahan
beban, karena beban sulit untuk dikendalikan dengan anggota tubuh.
Beban dengan mudah akan tergelincir keluar dan melukai pekerjanya.
Kesulitan yang lainadalah pengawasan beban yang dipindahkan serta
perbedaan jalur yang dilintasi. Menarik beban hanya dilakukan pada
jarak yang pendek dan bila jarak yang ditempuh lebih jauh biasanya
beban didorong ke depan. Sikap tubuh manusia ketika melakukan
pekerjaan diakibatkan oleh hubungan antara dimensi pekerja dengan
dimensi variasi dari tempat kerjanya disebut sikap kerja (Phesant.
1991).

2.2.4 Postur Tubuh


Postur merupakan orientasi relatif dari posisi rata-rata setiap bagian
tubuh hampir pada setiap waktu (Pheasant, 1991). Postur tubuh seseorang
dipengaruhi oleh gerakan yang dilakukan. Zona netral dalam pergerakan
sehingga membentuk postur yang netral merupakan zona dimana pergerakan

21
tersebut tidak membutuhkan gaya otot yang besar atau menyebabkan ketidak
nyamanan (American Dental Association, 2004).
Postur seseorang dalam bekerja merupakan hubungan antara dimensi
tubuh seseorang dengan dimensi berbagai benda yang dihadapinya dalam
pekerjaan (Pheasant, 1986). Postur kerja sendiri dapat diartikan sebagai postur
tubuh pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan
desain area kerja dan task requirements (Pulat, 1991). Postur kerja dipengaruhi
oleh berbagai hal, yaitu:
a) Karakteristik pekerja/ personal factor; seperti umur, antropometri, berat
badan, fitnes, pergerakan sendi, gangguan musculoskeletal sebelumnya,
injuri/ operasi yang pernah dialami sebelumnya, penglihatan, jangkauan
tangan, dan obesitas.
b) Task Requirements; seperti kebutuhan visual, kebutuhan untuk pekerjaan
manual (posisi, force/gaya), pergantian shift, waktu istirahat, pekerjaan
statis/dinamis.
c) Workspace design; dimensi tempat duduk, dimensi permukaan kerja,
desain tempat duduk, dimensi ruang kerja, privasi, tingkat dan kualitas
pencahayaan (Bridger, 2003).
Postur tubuh harus berada dalam keadaan stabil untuk menghindari
terjadinya tekanan yang berlebihan pada tubuh. Kestabilan postur dalam
menangani suatu objek tergantung pada ukuran pusat pendukung dan tingginya
dari pusat gravitasi. Ada dua jenis postur yang sering terjadi ketika bekerja
dengan pusat pendukung yang berbeda, yaitu :
 Postur berdiri
Dalam posisi berdiri pusat pendukung tubuh adalah kaki. Ada beberapa
manfaat posisi kerja yang dilakukan dengan berdiri, yaitu:
1. Jangkauan lebih luas dalam posisi berdiri daripada posisi duduk
2. Berat badan dapat digunakan untuk menekan beban/ force
3. Pekerja yang berdiri membutuhkan ruang yang lebih kecil dari pada
pekerja yang duduk
4. Kaki sangat efektif pada damping vibration
5. Tekanan pada lumbar disc rendah

22
6. Bisa terus terjaga dengan sedikit aktivitas otot dan tidak
membutuhkan perhatian
7. Kekuatan otot punggung dua kali lebih besar pada keadaan berdiri
dari pada semi berdiri atau duduk
Manusia didesain untuk berdiri pada dua kaki, akan tetapi bukan
berarti didesain untuk berdiri terus menerus (oleh sebab itu postur kerja
untuk berdiri terus menerus masih belum dapat diterima secara fisiologi
dan mekanik) (Hewes, 1757: Fahrni and Trueman, 1965 dalam Bridger,
1995). Beban statis, penekanan pada jaringan lunak dan pembekuan pada
vena dapat menyebabkan fatigue, oleh sebab itu perlu adanya pergerakan
dalam postur berdiri seperti berjalan-jalan atau bergerak dalam waktu yang
singkat sebagai relaksasi agar aliran darah ke kaki tetap aktif (Bridger,
1995).
 Postur duduk
Dalam posisi duduk pusat pendukung tubuh adalah tulang punggung
terhadap pelvis. Postur duduk melibatkan fleksi pada lutut dan fleksi
punggung terhadap paha (Pheasant, 1991). Kelebihan postur duduk adalah
untuk mendukung postur yang stabil pada tubuh dengan nyaman
disepanjang waktu, puas secara psikologis dan sesuai dengan pekerjaan
yang dilakukan. Hal ini berarti secara umum postur duduk lebih disenangi
secara psikologis (Pheasant, 1986). Pada umumnya orang tidak mampu
untuk duduk dalam posisi tegak lurus dalam waktu yang lama sehingga
mereka akan duduk dalam posisi yang agak sedikit merosot. Posisi duduk
yang agak merosot dapat membuat jaringan lunak pada tulang punggung
antara anterior dan posterior tertekan sehingga menimbulkan kesakitan
(Bridger, 1995).

2.3 Konsep Imunitas Tubuh


2.3.1 Pengertian Imunitas Tubuh
Tubuh memilki sebuah mekanisme pertahaan untuk menghalau atau
menangkal bakteri dan virus itu masuk ke dalam tubuh. Ini dinamakan
dengan sistem imun tubuh. Sistem imun adalah sistem yang membentuk

23
kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit dengan menolak berbagai
benda asing yang masuk ke tubuh agar terhindar dari penyakit (Irianto,
2012).
Menurut Fox (2008), sistem imun mencakupi semua struktur dan
proses yang menyediakan pertahanan tubuh untuk melawan bibit penyakit
dan dapat di kelompokkan menjadi dua kategori yaitu: sistem imun bawaan
(innate) yang bersifat non-spesifik dan sistem imun adaptif yang bersifat
spesifik.
Daya tahan tubuh non-spesifik yaitu daya tahan terhadap berbagai bibit
penyakit yang tidak selektif, artinya tubuh harus mengenal dahulu jenis
penyakitnya dan tidak harus memilih bibit penyakit tertentu untuk
dihancurkan. Adapun daya tahan tubuh spesifik yaitu daya tahan tubuh yang
khusus untuk jenis bibit penyakit tertentu saja. Hal ini mencakup pengenalan
dahulu terhadap bibit penyakit, kemudian memproduksi antibodi atau T-
limfosit khusus yang hanya akan bereaksi terhadap bibit penyakit tersebut
(Irianto, 2012).
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons
imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel
makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi
secara kompleks. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme
pertahanan non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik, (Rosida, 2014)

2.3.2 Fungsi Imunitas Tubuh


Berikut ini beberapa fungsi sistem imunitas oleh para ahli :
 Baratawidjaja, I.G.N. (2009)
Sistem imun berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan tubuh atau
timbulnya penyakit. Sistem imun yang berfungsi baik dan mutlak
diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia.
 Irianto, K. (2012)
Sistem imun berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan benda
asing, baik yang berasal dari luar maupun dalam tubuh sendiri. Sistem

24
imun juga berfungsi untuk melawan sel-sel kanker dan penyakit
autoimun.
 Roitt, I.M., Brostoff, J., & Male, D.K. (2001)
Imunitas berfungsi untuk mengenali dan menghancurkan benda asing
atau sel tubuh yang telah berubah menjadi berbahaya.
 Abbas, A.K., Lichtman, A.H., & Pillai, S. (2016)
Imunitas berfungsi untuk melindungi tubuh dari mikroorganisme
berbahaya, seperti bakteri, virus, parasit, dan jamur.
Dari fungsi-fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa imunitas tubuh
memiliki fungsi utama untuk melindungi tubuh dari serangan benda asing,
baik yang berasal dari luar maupun dalam tubuh sendiri. Imunitas tubuh
juga berfungsi untuk melawan sel-sel kanker dan penyakit autoimun.
Berikut beberapa fungsi imunitas tubuh :
 Melindungi tubuh dari serangan benda asing atau bibit penyakit yang
masuk ke dalam tubuh
 Menghapus jaringan sel yang mati atau rusak (debrissel) untuk
perbaikan jaringan.
 Mengenali dan menghilangkan sel-sel yang tidak normal.
 Menjaga keseimbangan homeostatis dalam tubuh.

2.3.3 Penggolongan sistem Kekebalan Tubuh


A. Berdasarkan Cara Mempertahankan Diri dari Penyakit
1. Sistem Pertahanan Tubuh Non Spesifik
Sistem Pertahanan Tubuh Non Spesifik merupakan pertahanan
tubuh yang tidak membedakan mikrobia patogen satu dengan
yangl ainnya. Ciri- cirinya :
 Tidak mampu mengingat infeksi yang terjadisebelumnya
 Eksposur menyebabkan respon maksimal segera
 Memiliki komponen yang mampu menangkal benda untuk
masuk ke dalam tubuh
Sistem perlindungan ini diperoleh melalui beberapa cara, yaitu:
 Pertahanan yang Ada di Permukaan Tubuh

25
a) Fisik Pertahanan
Pertahanan secara fisik dilakukan oleh lapisan terluar
tubuh, yaitu kulit dan membran mukosa, yang berfungsi
menghalangi jalan masuknya patogen ke dalam tubuh. Lapisan
terluar kulit terdiri atas sel-sel epitel yang tersusun rapat
sehingga sulit ditembus oleh patogen. Lapisan terluar kulit
mengandung keratin dan sedikit udarasehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikrobia. Sedangkan membran
mukosa yang terdapat pada saluran pencernaan, saluran
pernapasan, dan saluran seks berfungsi menghalangi masuknya
patogen ke dalam tubuh.
b) Mekanisme Pertahanan
Pertahanan secara mekanis dilakukan oleh rambut hidung
dan silia pada trakea. Rambut hidung berfungsi menyaring udara
yang dihirup dari berbagai partikel berbahaya dan mikrobia.
Sedangkan silla berfungsi menyapu partikel berbahaya yang
terjebak dalam lendir untuk kemudian dikeluarkan dari dalam
tubuh.
c) Pertahanan Kimiawi
Pertahanan secara kimiawi dilakukan oleh rahasia yang
Dihasilkan oleh kulit dan membran mukosa. Sekret tersebut
mengandung zat-zat kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan mikrobia. Contoh dari rahasia tersebut adalah
minyak dan keringat. Minyak dan keringat memberikan suasana
asam (pH 3-5) sehingga dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme pada kulit. Sedangkan air liur (air liur), air
mata, dan sekresi mukosa (mukus) mengandung enzim lisozim
yang dapat membunuh bakteri dengan cara menghidrolisis
dinding sel bakteri hingga pecah sehingga bakteri mati.
d) Pertahanan Biologis
Pertahanan secara biologis dilakukan oleh populasi
bakteri tidak berbahaya bagi kehidupan di kulit dan membran

26
mukosa. Bakteri tersebut melindungi tubuh dengan cara
bersaing dengan bakteri patogen dalam memperoleh nutrisi.
 Respons Peradangan (Peradangan)
Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap kerusakan
jaringan, misalnya akibat tergores atau benturan keras. Proses
inflamasi merupakan kumpulan dari empat gejala sekaligus, yakni
dura (nyeri), rubor (kemerahan), calori (panas), dan tumor (bangkak).
Peradangan berfungsi mencegah penyebaran infeksi dan mempercepat
penyembuhan luka. Reaksi inflamasi juga berfungsi sebagai sinyal
bahaya dan sebagai perintah agar sel darah putih (neutrofil dan
monosit) melakukan fagositosis terhadap mikrobia yang menginfeksi
tubuh. Mekanisme inflamasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Adanya kerusakan jaringan sebagal akibat dari luka, sehingga
mengakibatka dan patogen mampu melewati pertahanan tubuh
dan menginfeksi sel-sel tubuh.
 Jaringan yang terinfeksi akan merangsang mastosit untuk
mengekskresika dan histamin dan prostaglandin.
 Terjadi pelebaran pembuluh darah yang meningkatkan kecepatan
aliran darah sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat.
 Terjadi perpindahan sel-sel fagosit (neutrofil dan monosit) menuju
jaringan yang terinfeksi.
 Sel-sel fagosit memakan patogen,
2. Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik
Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik merupakan pertahanan
tubuh terhadap patogen tertentu yang masuk ke dalam tubuh. Sistem
ini bekerja jika patogen telah berhasil melewati sistem perlindungan
tubuh tidak spesifik, Ciri-cirinya :
 Bersifat memilih
 Tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda
asing
 Mampu mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya
 Melibatkan pembentukan sel-sel Tertentu dan zat kimia (antibodi)

27
 Perlambatan waktu antara eksposur dan respon maksimal

B. Berdasarkan Mekanisme Kerja


1. Kekebalan Humoral
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan antibodi yang
tersebar dalam cairan darah dan cairan. Ketika antigen masuk ke
dalam tubuh untuk pertama kall, sel B pembelah akan membentuk sel
B pengingat dan sel B plasma. Sel 8 plasma akan menghasilkan
antibodi yang mengikat antigen sehingga makrofag akan mudah
ditangkap dan menghancurkan patogen. Setelah infeksi berakhir, sel
B pengingat akan tetap hidup dalam waktu lama. Serangkaian respon
ini disebut respon kekebalan primer.
Apabila antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh, sel B
pengingat akan mengenalinya dan saya nstimulasi pembentukan sel B
plasma yang akan memproduksi antibodi. Respons tersebut
dinamakan tanggapan kekebalan sekunder.
Respons kekebalan sekunder terjadi lebih cepat dan konsentrasi
antibodi yang dihasilkan lebih besar daripada respan kekebalan
primer. Hal ini disebabkan adanya memori imunologi, yaitu
kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen yang pernah masuk
ke dalam tubuh.
2. Kekebalan Seluler
Kekebalan seluler melibatkan sel T yang bertugas menyerang sel
asing atau jaringan tubuh yang terifeksi secara langsung. Ketika sel T
pembunuh terkena antigen pada permukaan sel asing, sel T pembunuh
akan menyerang dan menghancurkan sel tersebut dengan cara
merusak membran sel asing. Apabila infeksi berhasil diatasi, sel T
supresor akan mengehentikan respons kekebalan dengan cara
menghambat aktivitas sel T membunuh dan membatasi produksi
antibodi.

C. Berdasarkan Cara Memperolehnya

28
1. Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan oleh
tubuh itu sendiri. Kekebalan aktif dapat diperoleh secara
alamimaupun buatan.
a) Kekebalan Aktif Alami
Kekebalan aktif alami diperoleh seseorang setelah mengalami
sakit akibat infeksi suatu kuman penyakit. Setelah sembuh, orang
tersebut akan menjadi kebal terhadap penyakit itu. Misalnya,
seseorang yang pernah sakit kampak tidak akan terkena penyakit
tersebut untuk kedua kalinya.
b) Kekebalan Aktif Buatan
Kekebalan aktif buatan diperoleh melalui vaksinasi atau
imunisasi Vaksinasi adalah proses pemberian vaksin ke dalam tubuh.
Vaksin merupakan kesiapan antigen yang dierikan secara oral
(melalui mulut) atau melalui injeksi untuk merangsang mekanisme
pertahanan tubuh terhadap patogen. Vaksin dapat berupa suspensi
mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan. Vaksin juga
dapat berupa toksold atau ekstrak antigen dari suatu patogen yang
telah dilemahkan. Vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh akan
menstimulasi pembentukan antibodi untuk melawan antigen sehingga
tubuh menjadi kebal terhadap penyakit yang menyerangnya.
Kekebalan karena vaksinasi biasanya memiliki jangka waktu
Tertentu, sehingga pemberian vaksin harus diulang lagi setelahnya
beberapa lama. Hal ini dilakukan karena jumlah antibodi dalam tubuh
semakin berkurang sehingga imunitas tubuh juga menurun. Beberapa
jenis penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi antara lain cacar,
tuberkulosis, dipteri, hepatitis B, pertusis, tetanus, polio, tifus,
campak, dan demam kuning. Vaksin untuk penyakit tersebut biasanya
diproduksi dalam skala besar sehingga harganya terjangkau oleh
masyarakat.
2. Kekebalan Pasif

29
Kekebalan pasif merupakan kebalikan dari kekebalan aktif.
Kekebalan pasif diperoleh setelah menerima antibodi dari luar tubuh,
baik secara alami maupun buatan.
a) Kekebalan Pasif Alami
Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada bayi setelahnya
menerima antibodi dari ibunya melalui plasenta saat masih berada di
dalam kandungan. Kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan
pemberian ASI pertama (kolostrum) yang mengandung banyak
antibodi.
b) Kekebalan Pasif Buatan
Kekebalan pasif buatan diperoleh dengan cara memuaskan
antibodi yang diekstrak dari suatu individu ke tubuh orang lain
sebagai serum. Kekebalan ini berlangsung singkat, namun mampu
menyembuhkan dengan cepat. Contohnya adalah pemberian serum
antibisa ular kepada orang yang dipatuk ular berbisa.

2.3.4 Cara Mempertahankan Sistem Kekebalan Tubuh


A. Nutrisi yang sempurna
Setiap makanan yang kita makan harus mencakup berbagai nutrisi
untuk tubuh kita karena nutrisi dan sistem imun saling berkaitan, Oleh
karena itu, penting bagi kita untuk memakan makanan yang
mengandung:
 Protein
Protein diperlukan untuk menghasilkan imunoglobulin dan berbagai
antibodi. Protein dapat diperoleh dari daging, ikan, telur, dan kacang-
kacangan. kacang-kacangan.
 Vitamin dan mineral
Vitamin dan mineral dapat diperoleh dari berbagai jenis sayuran dan
buah.
 Teh hijau
Teh hijau mengandung antioksidan flavonoid yang dapat membantu
meningkatkan sistem imun. Para ahli sains menemukan bahwa

30
kandungan theanine pada daun teh dapat membantu sel imun badan
dalam melawan bakteri dan virus.
 Lidah buaya
Aloevera mengandung zat aktif seperti asam amino dan vitamin yang
dapat membantu badan dalam mengeluarkan toksin, memulihkan
jaringan yang terluka, dan meningkatkan sistem kekebalan badan
dengan cepat.
B. Olahraga yang sesuai
Olahraga minimal 15 menit setiap hari secara berkelanjutan dapat
meningkatkan ketahanan tubuh. Olah raga seperti jogging, berenang,
jalan kaki, dan yoga dapat meningkatkan peredaran darah, memperkuat
jantung, dan meningkatkan sistem imun dalam tubuh.
C. Senantiasa bijak dalam menangani tekanan
Tekanan psikologi yang berkepanjangan dapat mengganggu
mekanisme sistem imun dalam tubuh. Apabila otak merasa Ditekankan,
otak akan menghasilkan hormon kortisol yang jika berlebihan akan
berdampak negatif bagi sistem kekebalan tubuh kita.

2.4 Daerah Pesisir


Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang
bagian lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan
aliran air tawar, dan bagian daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin (Ketchum, 1972).
GESAMP (2001) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah daratan
dan perairan yang dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari perairan laut
maupun dari daratan, dan didefinisikan secara luas untuk kepentingan pengelolaan
sumber daya alam. Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda
tergantung dari aspek administratif, ekologis, dan perencanaan.
Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan suatu
pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan
mempunyai kekayaan habitat yang tinggi dan beragam, serta saling berinteraksi
antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga

31
merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.
Lebih lanjut, umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak
langsung, dapat berdampak buruk bagi ekosistem pesisir.
Batas wilayah pesisir ke arah darat semacam ini sama seperti yang dianut
oleh United States (US) Coastal Management Act dan California sejak tahun
1976. Ke arah laut hendaknya meliputi daerah laut yang masih dipengaruhi oleh
pencemaran yang berasal dari darat, atau suatu daerah laut dimana kalau terjadi
pencemaran (misalnya tumpahan minyak), minyaknya akan mengenai perairan
pesisir. Batasan wilayah pesisir yang sama dapat berlaku, jika tujuan
pengelolaannya adalah untuk mengendalikan penebangan hutan secara semena-
mena dan bertani pada lahan dengan kemiringan lebih dari 40%.
Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk
ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi
yang luar biasa terhadap manusia. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini
adalah masalah pengelolaan yang berasal dari konflik pemanfaatan yang timbul
akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir.

2.4.1 Pengertian Daerah Pesisir


Konsep "daerah pesisir" memiliki beberapa definisi yang diberikan
oleh para ahli berdasarkan bidang ilmu yang mereka tekuni. Berikut adalah
beberapa pengertian daerah pesisir menurut para ahli:
1) Aldo Leopold: Aldo Leopold, seorang ahli ekologi, menggambarkan
daerah pesisir sebagai zona transisi antara daratan dan air, di mana
berbagai ekosistem saling berinteraksi.
2) United Nations Environment Programme (UNEP): Menurut UNEP,
daerah pesisir mencakup wilayah daratan dan laut serta ekosistem
terkait yang membentang dari garis pantai ke arah pedalaman.
3) Tjia Hariyadi: Ahli geologi Indonesia, Tjia Hariyadi, mendefinisikan
daerah pesisir sebagai zona di mana laut, daratan, dan udara
bersinggungan, membentuk suatu kesatuan ekologis yang khas.

32
4) Millennium Ecosystem Assessment: Menurut penilaian ekosistem
milenium, daerah pesisir mencakup ekosistem laut, ekosistem daratan,
dan ekosistem air tawar yang saling berhubungan.
5) Tommorrow's Coasts: Menurut kerangka kerja "Tommorrow's
Coasts," daerah pesisir adalah wilayah yang mencakup daratan dan air,
serta zona intertidal dan perairan laut dangkal yang membentuk
antarmuka antara daratan dan laut.
6) Edward Barbier: Edward Barbier, seorang ekonom lingkungan,
mendefinisikan daerah pesisir sebagai suatu wilayah yang mencakup
daratan dan air laut yang memiliki nilai ekonomi dan ekologis tinggi.

Karakteristik umum wilayah laut dan pesisir adalah sebagai berikut.


1. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi
yang relatif mudah dikembangkan dan memiliki akses yang sangat
baik (dengan memanfaatkan laut sebagai “prasarana” pergerakan).
2. Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam, baik
yang terdapat di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Terdapat definisi wilayah pesisir dalam dua pendekatan, yaitu definisi
scientific dan definisi yang berorientasi pada kebijakan.
a. Menurut definisi scientific, wilayah pesisir yang diibaratkan sebagai
pita yang terbentuk dari daratan yang kering dan ruang yang
berbatasan dengan laut (air dan tanah di bawah permukaan laut)
dimana proses-proses dan pemanfaatan lahan yang terjadi di daratan
secara langsung mempengaruhi proses-proses dan pemanfaatan di laut
dan sebaliknya.
b. Definisi yang berorientasi pada kebijakan yang dikemukakan ada dua
definisi yaitu:
1) Definisi wilayah pesisir mencakup daerah sempit sebagai
pertemuan antara darat dan laut yang berkisar antara ratusan dan
beberapa kilometer, meluas dari darat mencapai batas perairan
menuju batas jurisdiksi nasional di perairan lepas pantai. Definisi

33
ini tergantung pada seperangkat issue dan faktor-faktor geografi
yang relevan pada setiap bentangan pesisir yang ada (Hildebrand
dan Norena, 1992; Kay dan Alder, 1999).
2) Manajemen wilayah pesisir melibatkan manajemen yang kontinu
dari pemanfaatan lahan di pesisir dan perairan beserta sumber
daya yang ada dalam areal yang sudah ditetapkan, dimana batas-
batasnya ditetapkan secara politik melalui perundang-undangan
atau aturan yang ditetapkan oleh eksekutif (Jones dan Westmacott,
1993).

2.4.2 Batas wilayah pesisir


Saat ini, penentuan batas-batas wilayah pesisir didunia berdasarkan
pada tiga kriteria, yaitu (Dahuri et al., 1996):
 linier secara arbitrer tegak lurus terhadap garis pantai (coastline atau
shoreline).
 Batas-batas administratif dan hukum negara.
 Karakteristik dan dinamika ekologis (biofisik) yakni atas dasar sebaran
spasial dari karakteristik alamiah (natural features) atau kesatuan
proses-proses ekologis (seperti aliran sungai, migrasi biota dan pasang
surut).
Maksud dari uraian berbagai definisi tentang wilayah pesisir adalah
memperkaya wawasan tentang pengertian yang lebih mendasar, batas-batas
dan karakteristik kawasan pesisir. Dari berbagai uraian definisi tersebut,
dapat ditengarai beberapa unsur/elemen yang mendasar, yaitu:
1. Pertemuan antara daratan dan perairan/laut.
2. Keterlibatan berbagai ekosistem yang berbeda.
3. Adanya interaksi dan keterkaitan antara berbagai ekosistem.
4. Adanya pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan.
5. Terdapat batas-batas (boundary).
Mengingat bahwa kawasan pesisir adalah merupakan kawasan yang
kaya akan sumber daya alam dan ekosistem yang paling produktif maka
kawasan pesisir mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi manusia untuk

34
memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Aktivitas manusia dalam
memanfaatkan sumber daya alam cenderung berlebihan dan merusak
ekosistem yang ada sehingga semakin hari semakin rusak dan semakin
menurun kualitas fungsi ekosistem dimaksud.
Beberapa alasan lain yang terkait dengan sifat sumber daya pesisir
tersebut adalah :
 Wilayah yang paling tertekan karena berbagai kegiatan pembangunan
dan dampak pembangunan,
 Wilayah yang kurang diperhatikan, dilihat dari ketersediaan sarana dan
prasarana umum,
 Wilayah yang paling mudah dan banyak diakses karena secara
geografis paling mudah dan murah,
 Wilayah yang mudah berubah karena sifat-sifat biofisiknya,
 Pertambahan penduduk yang tinggi, rendahnya kualitas penduduk, dan
pada umumnya menjadi tempat berkembangnya kriminalitas,
 Sumber daya pesisir sering bersifat akses terbuka (open access), paling
tidak secara de-facto demikian adanya.
Untuk dapat mengelola pembangunan sumber daya wilayah pesisir dan
lautan secara berkelanjutan (sustainable), diperlukan pemahaman dan
penguasaan yang mendalam tentang batasan dan karakteristik utama coastal
zone (wilayah pesisir) tersebut antara lain:
 Merupakan bagian dunia yang memiliki ekosistem yang paling
produktif (estuaria, daerah genangan, terumbu karang),
 Kaya akan sumber daya hayati (mangrove, terumbu karang, ikan dan
bahan tambang/mineral),
 Dipengaruhi kekuatan gaya dinamis (erosi, akresi, badai gelombang,
bertambahnya permukaan perairan laut),
 Kepadatannya ¾ dari kepadatan penduduk dunia,5. Diharapkan
menyerap sebagian besar pertambahan penduduk global dimasa depan,
 Merupakan tempat yang cocok untuk pelabuhan, fasilitas industri,
pengembangan kota, turisme, penelitian, pertanian, dan pembuangan
limbah

35
2.4.3 Karakteristik wilayah pesisir
Karakteristik wilayah pesisir secara umum penting untuk diketahui
dalam upaya perlindungan wilayah pesisir, karena sumber daya hayati
perairan pesisir merupakan satuan kehidupan (organisme hidup) yang saling
berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan nir-hayatinya (fisik)
membentuk suatu sistem, yang sering disebut dengan ekosistem wilayah
pesisir dan lautan. Beberapa ekosistem utama yang terdapat di wilayah
pesisir mempunyai karakteristik sebagai berikut (Bengen, 2000):
1) Mengandung habitat dan ekosistem seperti estuaria, terumbu karang,
padang lamun yang menyediakan barang (seperti ikan, mineral,
minyak bumi) dan jasa (seperti pelindung alami dari badai dan
gelombang pasang, tempat rekreasi) untuk masyarakat pesisir,
2) Dicirikan oleh persaingan dalam pemanfaatan sumber daya dan ruang
oleh berbagai stakeholder, yang sering menimbulkan konflik dan
kerusakan terhadap integritas fungsional dari sistem sumber daya,
3) Merupakan tulang punggung ekonomi dari negara pesisir dimana
sebagian besar dari Gross National Product (GNP) tergantung pada
aktivitas seperti pengapalan, penambangan minyak dan gas, wisata
pantai dan sejenisnya,
4) Biasanya memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan merupakan
bagian yang disukai untuk ber-urbanisasi.

2.4.4 Potensi sumber daya wilayah pesisir


Wilayah pesisir beserta sumber daya alamnya memiliki makna
strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan
sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Disamping itu, fakta-fakta yang
telah dikemukakan beberapa ahli dalam berbagai kesempatan, juga
mengindikasikan hal yang serupa. Fakta-fakta tersebut antara lain adalah:
1. Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 132 juta jiwa
atau 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam
radius 50 km dari garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini

36
merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa
yang akan datang.
2. Dari total 514 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, sekitar 300
kabupaten/kota berada di pesisir. Walaupun kewenangannya ada di
provinsi, kabupaten/kota ini merupakan garda terdepan terkait
keberhasilan atau kegagalan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah
pesisir.
3. Secara ekonomi, hasil sumber daya pesisir telah memberikan
kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sekitar
30%. Selain itu, pada wilayah ini juga terdapat berbagai sumber daya
masa depan (future resources) dengan memperhatikan berbagai
potensinya yang pada saat ini belum dikembangkan secara optimal,
seperti sumber energi dan farmasi.
4. Wilayah pesisir di Indonesia memiliki peluang untuk menjadi
produsen (exporter) sekaligus sebagai simpul transportasi laut di
Wilayah Asia Pasifik. Hal ini menggambarkan peluang untuk
meningkatkan pemasaran produk-produk sektor industri Indonesia
yang tumbuh cepat (4-9%)
5. Selanjutnya, wilayah pesisir juga kaya akan beberapa sumber daya
pesisir dan lautan yang dapat dikembangkan lebih lanjut meliputi: (a)
pertambangan dengan diketahuinya 60% cekungan minyak, (b)
perikanan dengan potensi 9,3 juta ton/tahun yang tersebar pada 11
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), (c) pariwisata bahari yang
diakui dunia dengan keberadaan 21 spot potensial, dan (d)
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (marine biodiversity)
sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan “ecotourism”.
6. Secara biofisik, wilayah pesisir di Indonesia merupakan pusat
biodiversitas laut tropis dunia karena hampir 30% hutan bakau dan
terumbu karang dunia terdapat di Indonesia.

37
2.4.5 Jenis Pekerjaan, bahaya pekerjaan, dan faktor resikonya
Daerah pesisir adalah wilayah yang berbatasan dengan laut atau
perairan lainnya. Pekerjaan di daerah pesisir sering kali berkaitan erat dengan
sumber daya laut dan aktivitas ekonomi yang terkait. Berikut adalah beberapa
jenis pekerjaan yang umumnya ditemukan di daerah pesisir.
A. Nelayan
 Pengertian Nelayan
Nelayan adalah individu yang bekerja di sektor perikanan,
menghasilkan pendapatan dengan menangkap ikan, moluska, krustasea, atau
organisme akuatik lainnya. Kegiatan nelayan dapat melibatkan berbagai
metode penangkapan, termasuk pukat, jaring, rawai, dan peralatan lainnya.
Menurut UU No.9 Tahun 1985, nelayan atau kelompok nelayan
merupakan perorangan atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan
mencakup menangkap, membudidayakan, mendinginkan atau mengawetkan
ikan dengan tujuan komersial.
Sedangkan pengertian nelayan kecil menurut UU No.45 Tahun 2009
merupakan orang yang memiliki mata pencaharian menangkap ikan untuk
mencukupi kebutuhan harian memakai kapal perikanan berukuran paling
besar 5 grosston.
 Bahaya Pekerjaan Nelayan
Pekerjaan nelayan melibatkan sejumlah bahaya yang dapat
membahayakan keselamatan dan kesehatan nelayan. Beberapa bahaya
pekerjaan nelayan meliputi:
1. Risiko Cedera Fisik
o Terperangkap di jaring atau peralatan penangkapan.
o Cedera oleh alat tangkap seperti taji, jaring, atau peralatan berat.
2. Risiko Kecelakaan Kapal
o Kecelakaan kapal yang dapat mengakibatkan tenggelam,
terombang-ambing, atau kecelakaan lainnya.
o Cuaca buruk dan gelombang tinggi dapat meningkatkan risiko
kecelakaan kapal.

38
3. Bahaya Kesehatan Akibat Lingkungan Kerja
o Paparan terhadap cuaca ekstrem, seperti panas yang berlebihan
atau suhu dingin, dapat menyebabkan masalah kesehatan.
o Paparan sinar matahari berlebihan dapat menyebabkan masalah
kulit.
4. Bahaya Bahan Kimia
o Pemakaian bahan kimia dalam perawatan dan pemeliharaan
peralatan penangkapan ikan.
o Paparan bahan kimia berbahaya seperti bahan bakar kapal atau
pestisida yang digunakan dalam budidaya ikan.
5. Kondisi Laut yang Berbahaya
o Kondisi laut yang buruk seperti ombak tinggi, badai, atau
gelombang laut dapat meningkatkan risiko kecelakaan dan bahaya
lainnya.
 Faktor Risiko Pekerjaan Nelayan
Beberapa faktor risiko khusus yang terkait dengan pekerjaan nelayan
meliputi:
1. Faktor Lingkungan
o Cuaca buruk, ombak tinggi, dan perubahan cuaca yang tiba-tiba.
2. Peralatan dan Teknologi
o Penggunaan peralatan penangkapan yang berat dan tajam.
o Keberhasilan tangkapan dan efisiensi dapat menempatkan tekanan
pada nelayan untuk bekerja dengan cepat dan efektif.
3. Kondisi Kerja Ekstrem
o Lamanya waktu bekerja dan waktu di laut.
o Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan
mental.
4. Kecelakaan Kapal dan Keselamatan Pelayaran
o Keselamatan dan keamanan kapal, termasuk keberlanjutan dan
perawatan kapal.

39
5. Perubahan Ekosistem dan Overfishing
o Perubahan ekosistem laut yang dapat memengaruhi pola
penangkapan ikan.
o Praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan dan dapat
mengakibatkan overfishing.
Penting untuk diakui bahwa risiko dan bahaya dapat bervariasi
berdasarkan jenis penangkapan, wilayah kerja, dan kondisi laut tertentu.
Untuk mengurangi risiko, perlu adanya pelatihan keselamatan, pemilihan
peralatan yang sesuai, dan pemahaman tentang kondisi kerja yang aman di
laut. Langkah-langkah ini dapat membantu meningkatkan keselamatan dan
kesehatan nelayan dalam menjalankan pekerjaan mereka.

B. Teknisi Kapal
 Pengertian Teknisi Kapal
Teknisi kapal adalah individu yang memiliki keahlian khusus dalam
merawat, memelihara, memperbaiki, dan menguji peralatan serta sistem di
kapal. Mereka dapat bekerja di kapal penangkap ikan, kapal kargo, kapal
pesiar, atau berbagai jenis kapal lainnya. Tugas utama teknisi kapal
mencakup pemeliharaan mesin, perbaikan peralatan listrik, dan penanganan
berbagai sistem teknis di kapal.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah aspek penting dalam
berbagai industri termasuk industri perkapalan. Pekerjaan reparasi kapal
adalah salah satu sektor industri yang berpotensi berbahaya, dengan beragam
risiko yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan pekerjanya. Oleh
karena itu, penelitian tentang K3 dalam pekerjaan reparasi kapal sangat
relevan dan memiliki signifikansi yang besar.
Pekerjaan reparasi kapal melibatkan berbagai aktivitas seperti
pengelasan, pemotongan logam, perawatan peralatan, perbaikan struktur
kapal, dan berbagai proses yang melibatkan bahan-bahan berbahaya seperti
gas, logam beracun, dan bahan kimia berbahaya lainnya. Selain itu,
lingkungan kerja di dalam kapal seringkali sempit dan berpotensi untuk
kecelakaan kerja, seperti jatuh, tersedak, atau terjepit. Oleh karena itu,

40
perlunya pemahaman yang mendalam tentang K3 dalam pekerjaan reparasi
kapal sangat penting untuk melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja,
serta mengurangi potensi dampak negatif terhadap lingkungan
 Bahaya Pekerjaan Teknisi Kapal
Pekerjaan teknisi kapal melibatkan berbagai risiko dan bahaya yang
dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan mereka. Beberapa bahaya
umumnya melibatkan:
1. Kecelakaan saat Bekerja
 Risiko kecelakaan ketika bekerja di lingkungan kapal yang sering
kali tidak stabil dan bergerak.
 Potensi terjepit, terluka, atau terjatuh dari ketinggian.
2. Paparan Bahan Kimia
 Paparan bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam
pembersihan, pelumas, atau cat kapal.
 Risiko terhadap penyakit kulit atau pernapasan akibat paparan
bahan kimia berbahaya.
3. Bahaya Elektrik
 Risiko kejutan listrik atau cedera karena kontak dengan peralatan
listrik yang rusak.
 Pekerjaan di dekat sistem listrik kapal yang dapat menyebabkan
kecelakaan.
4. Kondisi Lingkungan
 Kondisi cuaca buruk seperti badai, gelombang tinggi, atau cuaca
ekstrem lainnya yang dapat menyulitkan pekerjaan teknisi kapal.
 Risiko kelelahan dan stres kerja akibat bekerja dalam kondisi
lingkungan yang sulit.
5. Peralatan Berat
 Penggunaan peralatan berat untuk pemeliharaan dan perbaikan
kapal.
 Risiko cedera akibat manipulasi peralatan berat atau kegagalan
peralatan.

41
6. Ketidakamanan Kapal
 Risiko terjebak di dalam ruang tertutup kapal.
 Kecelakaan akibat kegagalan atau kerusakan struktural kapal.
7. Kegagalan Sistem Teknis
 Kegagalan sistem mekanis, hidraulis, atau pneumatik di kapal.
 Risiko kecelakaan akibat kegagalan peralatan atau sistem teknis.
 Faktor Risiko Pekerjaan Teknisi Kapal
1. Pendidikan dan Pelatihan
Keterampilan dan pemahaman teknis yang tidak memadai.
2. Peralatan dan Teknologi
Penggunaan peralatan yang kompleks dan teknologi tinggi tanpa
pemahaman yang cukup.
3. Kondisi Kerja dan Lingkungan
Lama waktu kerja dan tekanan waktu yang tinggi.
4. Ketidakpastian Kondisi Laut
Perubahan cuaca dan kondisi laut yang dapat mempengaruhi pekerjaan
teknisi kapal.
5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Ketidaksesuaian atau kelalaian dalam menggunakan APD yang sesuai.
6. Kebijakan Keselamatan dan Prosedur Kerja
Kurangnya kepatuhan terhadap kebijakan keselamatan dan prosedur
kerja yang ditetapkan.
7. Kesehatan Fisik dan Mental
Kurangnya perhatian terhadap kesehatan fisik dan mental pekerja.
Penting untuk menekankan perlunya pelatihan yang baik,
kepatuhan terhadap prosedur keselamatan, dan pemahaman tentang risiko
dan bahaya yang terlibat dalam pekerjaan teknisi kapal. Program keselamatan
yang efektif dan penggunaan peralatan pelindung diri yang tepat dapat
membantu mengurangi risiko dan memastikan keselamatan pekerja teknisi
kapal.

42
C. Penyelam Komersial
 Pengertian Pekerjaan Penyelam Komersial
Penyelam komersial adalah seorang profesional yang terlatih dan
bersertifikasi untuk melakukan penyelaman bawah air dalam konteks
komersial. Mereka biasanya bekerja dalam berbagai industri yang melibatkan
pekerjaan di bawah air, seperti konstruksi kapal, perbaikan infrastruktur
bawah air, inspeksi fasilitas bawah air, pencarian dan penyelamatan, serta
berbagai pekerjaan lain yang memerlukan akses ke lingkungan bawah air.
Penyelam komersial harus memiliki keterampilan dan pengetahuan yang luas
dalam hal keselamatan penyelaman, penggunaan peralatan penyelaman yang
sesuai, serta pemahaman tentang lingkungan bawah air. Mereka juga harus
mematuhi standar keselamatan yang ketat dan sering kali bekerja dalam tim
dengan peralatan dan prosedur keselamatan yang sangat ketat. Pekerjaan
penyelam komersial seringkali melibatkan kondisi lingkungan yang
berbahaya, seperti tekanan air tinggi, arus kuat, dan visibilitas yang terbatas,
sehingga keamanan sangat penting dalam pekerjaan mereka. Penyelam
komersial juga dapat terlibat dalam proyek-proyek seperti perbaikan kapal,
instalasi pipa bawah air, pengangkatan reruntuhan kapal, inspeksi struktur
bawah air, dan banyak pekerjaan lain yang memerlukan keterampilan
penyelaman khusus. Mereka biasanya bekerja dengan peralatan khusus
seperti pakaian selam, tabung oksigen, dan alat-alat lain yang memungkinkan
mereka untuk bekerja di bawah air dengan aman dan efisien.
 Bahaya Pekerjaan Penyelam Komersial
Penyelam komersial menghadapi beberapa bahaya seperti :
1. Masalah Biologis
o Paparan terhadap lingkungan bawah air yang mungkin mengandung
mikroorganisme atau biota berbahaya.
o Risiko infeksi atau penyakit yang terkait dengan paparan ke air laut y
ang terkontaminasi.
2. Masalah Fisik
o Tekanan air tinggi dan dampaknya pada tubuh penyelam.

43
o Risiko cedera fisik saat mengangkat atau memindahkan peralatan ber
at di bawah air.
o Tekanan telinga dan risiko barotrauma.
3. Masalah Kimia
o Paparan bahan kimia berbahaya yang mungkin ada di lingkungan ba
wah air, seperti limbah industri atau polusi kimia.
o Risiko paparan terhadap bahan kimia yang dapat membahayakan kes
ehatan penyelam.
4. Masalah Ergonomi
o Pembebanan fisik saat bekerja di bawah air, termasuk mengangkat pe
ralatan atau alat berat.
o Ergonomi dalam desain dan penggunaan peralatan penyelaman, term
asuk pakaian selam dan alat pelindung.
o Kekurangan pelatihan dalam aspek keselamatan penyelaman.
o Peralatan yang rusak atau tidak dikelola dengan baik.
o Kepatuhan terhadap prosedur keselamatan yang rendah.
o Kondisi lingkungan bawah air yang ekstrem seperti tekanan air tingg
i dan arus kuat.
o Kecemasan dan tekanan mental yang dapat mempengaruhi kewaspad
aan penyelam.
 Faktor Risiko Pekerjaan Penyelam Komersial
1. Keselamatan
Keselamatan merupakan permasalahan utama dalam pekerjaan
penyelam komersial. Mereka berhadapan dengan tekanan air yang tinggi,
arus kuat, dan lingkungan bawah air yang berpotensi berbahaya.
Kesalahan dalam peralatan atau prosedur penyelaman dapat berakibat
fatal. Oleh karena itu, peraturan keselamatan yang ketat harus diikuti.
2. Kesehatan
Penyelam komersial terkadang harus menghadapi risiko kesehatan,
termasuk kondisi seperti penyakit dekompresi (bentuk keracunan gas yang
dapat terjadi jika penyelam naik terlalu cepat ke permukaan), tekanan

44
telinga, dan hipotermia. Mereka juga dapat terpapar pada berbagai polusi
dan bahan kimia di lingkungan bawah air.
3. Tekanan Mental
Pekerjaan penyelam komersial dapat sangat menuntut secara
mental. Mereka sering harus beroperasi dalam visibilitas yang terbatas,
menghadapi kondisi cuaca yang buruk, dan mungkin harus bekerja di
bawah tekanan waktu. Ini dapat menciptakan tekanan mental yang
signifikan.
4. Lingkungan Kerja
Lingkungan bawah air sering kali memiliki visibilitas yang
rendah, aliran air yang kuat, dan kondisi cuaca yang tidak dapat diprediksi.
Ini membuat pekerjaan menjadi lebih sulit dan berisiko. Selain itu,
lingkungan bawah air juga bisa mengandung bahaya seperti reruntuhan
struktur dan benda tajam.
5. Peralatan
Perawatan peralatan penyelaman dan peralatan keselamatan yang
canggih sangat penting. Peralatan yang rusak atau tidak berfungsi dapat
mengancam keselamatan penyelam.
6. Paparan Lingkungan
Penyelam komersial mungkin terpapar pada berbagai polusi dan
bahan kimia dalam air, terutama jika mereka bekerja di dekat industri atau
instalasi bawah air. Pekerjaan Fisik: Pekerjaan di bawah air seringkali
memerlukan upaya fisik yang besar, seperti mengangkat dan
memindahkan peralatan berat atau melakukan perbaikan pada struktur
bawah air.
7. Gangguan Cuaca
Kondisi cuaca buruk, seperti gelombang besar, badai, dan angin
kencang, dapat mengganggu pekerjaan penyelam komersial dan
menyebabkan penundaan atau bahkan kecelakaan.

D. Pengeboran Minyak Lepas Pantai


 Pengertian Pekerjaan Pengeboran Minyak Lepas Pantai

45
Pengeboran lepas pantai adalah proses mekanis untuk mengebor sumur
yang masuk menuju dasar laut. Proses ini umumnya dilakukan untuk
eksplorasi dan penambangan minyak bumi yang berada di formasi bebatuan
di bawah dasar laut. Istilah ini sering digunakan untuk aktivitas pengeboran
di landas benua. Meskipun demikian, aktivitas pengeboran di danau,
pengairan air tawar, dan laut tertutup juga dapat menggunakan istilah ini.
 Bahaya Pekerjaan Pengeboran Minyak Lepas Pantai
a) Kebakaran dan Ledakan
Kebakaran yang disebabkan oleh kebocoran merupakan perhatian
utama untuk para pekerja di alat pengeboran minyak. Sumber
penyulutan apa pun, apakah itu percikan yang disebabkan oleh gesekan
dalam mekanisme pengeboran minyak atau peningkatan tekanan yang
tidak terduga di sumur minyak bawah laut, dapat memicu kebakaran
dahsyat dan ledakan. Dalam kebanyakan kasus, awak di anjungan
minyak memadamkan api dengan cepat dan hanya sedikit yang cedera.
Seperti halnya pekerja di kapal, mungkin tidak ada cara mudah untuk
melarikan diri ketika kebakaran terjadi dan ini dapat menyebabkan
mereka terjatuh dari alat pengeboran, menghirup asap, terbakar dan
bahkan kematian. Menurut CDC, kebakaran dan ledakan merupakan
penyebab utama ketiga dari kematian di anjungan minyak, tujuh persen
dari semua kematian di antara pekerja minyak disebabkan oleh
kebakaran antara tahun 2003 dan 2006, sementara sembilan persen
lainnya disebabkan oleh ledakan.
b) Mesin pengeboran
Mesin Berbahaya dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja, seperti:
pipa bor, mesin pemintal dan unit pendukung (derek dan mesin
pengangkat barang). Fakta bahwa mesin seperti ini seringkali sangat
bising membuat bahayanya semakin nyata, karena pekerja akan sulit
untuk berkomunikasi dengan satu sama lain. Kegagalan mekanis
peralatan atau penyalahgunaan alat berat yang digunakan dalam
pengeboran di anjungan juga dapat menyebabkan kecelakaan. Menurut
CDC, kontak dengan peralatan dan mesin adalah penyebab utama

46
kematian kedua pada alat pengeboran minyak, enam persen dari
kematian pekerja minyak antara tahun 2003 dan 2006 adalah karena
pekerja dihancurkan oleh mesin yang bergerak dan tambahan lima
persen lainnya tewas akibat tersengat listrik.
c) Tumpahan minyak
Tumpahan minyak (oil spill) adalah salah satu bentuk pencemaran
lingkungan laut. Hal tersebut memiliki dampak yang cukup serius pada
lingkungan atau ekosistem sekitar. Oil spill terjadi ketika kapal sedang
dalam proses bongkar muat barang. Pada kondisi tersebut, rawan
sekali terjadi kecelakaan, seperti kebocoran pipa dan lain sebagainya.
Terdapat penyebab lain dari terjadinya oil spill ini, seperti kegiatan
pengeboran minyak bumi lepas pantai, docking atau perbaikan kapal,
scrapping kapal, tabrakan kapal tanker, dan lain-lain. Minyak yang
tumpah ke perairan lautan akan menyebar luas ke samudera hingga
lepas pantai. Hal tersebut karena terdapat pengaruh sifat fluida (zat
cair) dan ombak.
d) Benda Jatuh
Di alat juga dapat melukai pekerja di lepas pantai. Inilah mengapa
topi pengaman harus digunakan oleh semua karyawan. Kecelakaan
karena benda jatuh terjadi ketika pekerja menjatuhkan alat berat dan
menabrak kepala karyawan yang tidak menaruh curiga. Dalam banyak
kasus, ukuran, berat, dan ketinggian alat saat dijatuhkan dapat
menyebabkan cedera serius pada pekerja meskipun pekerja tersebut
memakai topi pengaman. Menurut statistik BLS, 263 pekerja dari
berbagai jenis pekerjaan meninggal pada tahun 2010 karena kejatuhan
alat atau benda lainnya. Banyak dari kematian ini terjadi karena
pekerja kehilangan pegangan pada perkakas atau meninggalkan
perkakas atau benda berat tanpa pengawasan di tempat tinggi yang bisa
membuat peralatan ini jatuh. Benda jatuh dari ketinggian lainnya yang
menyebabkan cedera atau kematian pengeboran minyak di lepas pantai
termasuk bagian-bagian pipa, panel logam dan bagian peralatan yang
tidak terikat, seperti baterai dan mata gergaji.

47
 Faktor Risiko Pekerjaan Pengeboran Minyak Lepas Pantai
a) Transportasi
Salah satu penyebab kecelakaan dan korban jiwa bagi pekerja di
anjungan minyak adalah transportasi. Pekerja harus diangkut ke dan
dari alat pengeboran di lepas pantai dan perjalanan ini bisa berbahaya.
Sebagian besar kematian terjadi ketika para pekerja diterbangkan
dengan helikopter dan cuaca buruk paling sering menjadi
penyebabnya. Pekerja juga dapat diangkut dari alat pengeboran dengan
kapal atau perahu dan ini juga menyebabkan sejumlah besar
kecelakaan fatal.
b) Bahan kimia berbahaya dan beracun
Pekerja di anjungan lepas pantai juga berisiko terpapar bahan kimia
berbahaya dan beracun, termasuk minyak dan gas di tempat mereka
mengebor. Pembongkaran adalah penyebab kematian nomor empat
bagi para pekerja ini, tetapi kecelakaan yang mengarah pada
pembongkaran juga dapat menyebabkan penyakit dan cedera selain
kematian.

E. Buruh Pelabuhan
 Pengertian Pekerjaan Buruh Pelabuhan
Buruh pelabuhan merupakan pekerja yang melakukan bongkar
muat barang di pelabuhan. Adapun, yang bekerja sebagai buruh pelabuhan
semuanya kaum laki-laki, sehingga kemampuan otot dan tenaga menjadi
andalan buruh dalam bekerja. Mereka biasanya bertanggung jawab untuk
mengurus barang-barang yang masuk dan keluar dari kapal, mengisi atau
mengosongkan kontainer, dan menjalankan berbagai tugas terkait pelabuhan
lainnya, seperti memuat dan menurunkan barang dari kendaraan pengangkut.
Pekerjaan buruh pelabuhan penting dalam rantai pasokan global dan
transportasi laut. Adapun, stigma masyarakat yang berkembang selama ini,
cenderung memposisikan pekerjaan ini terkesan hanya bagi mereka kelas
pekerja pinggiran yang memiliki keterbatasan dari segi pendidikan dan
pengetahuan (Syahrizal, 2006: 68).

48
 Bahaya Pekerjaan Buruh Pelabuhan
1) Terpleset
Terpeleset adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
tindakan atau kejadian di mana seseorang tiba-tiba atau tidak sengaja
kehilangan keseimbangan dan tergelincir, jatuh, atau terjatuh akibat licin
atau tidak stabil. Ini bisa terjadi pada berbagai situasi, seperti saat
seseorang meluncur di jalan yang licin atau ketika mereka berjalan dengan
tergesa-gesa.
2) Jatuh dari kapal
Jatuh dari kapal merujuk pada situasi di mana seseorang
kehilangan keseimbangan atau terjatuh dari kapal ke dalam air atau
permukaan yang lebih rendah. Ini adalah kejadian yang serius dan
berpotensi berbahaya, terutama jika kapal berada di tengah laut atau di
lokasi yang jauh dari bantuan. Keselamatan di kapal sangat penting, dan
orang harus selalu mematuhi aturan keselamatan dan tindakan pencegahan
untuk mencegah jatuh dari kapal.
3) Tertimpa barang
Tertimpa barang adalah kejadian di mana seseorang terkena atau
terkena oleh suatu barang yang jatuh atau terjatuh. Ini bisa terjadi dalam
berbagai situasi, seperti ketika objek jatuh dari ketinggian, terjatuh dari
rak, atau digeser secara tidak sengaja, dan orang yang berada di dekatnya
menjadi korban. Kejadian seperti ini dapat mengakibatkan cedera fisik,
dan keselamatan adalah hal yang penting untuk mencegah terjadinya
insiden semacam ini.
4) Cedera otot
Cedera otot adalah kerusakan pada salah satu atau beberapa otot
dalam tubuh. Cedera ini dapat terjadi dalam berbagai tingkat keparahan,
mulai dari cedera ringan hingga yang lebih serius. Beberapa jenis cedera
otot meliputi:
a. Regangan otot

49
Ini terjadi ketika serat otot meregang atau robek, seringkali karena
aktivitas fisik yang berlebihan atau gerakan yang tidak benar. Gejalanya
termasuk rasa sakit dan kekakuan otot.
b. Kekakuan otot
Ini adalah kondisi ketika otot menjadi tegang dan tidak bisa
berkontraksi atau meregang seperti biasanya. Ini bisa terjadi karena
berbagai faktor, seperti kurangnya cairan tubuh atau aktivitas fisik yang
berlebihan.
c. Cedera otot serius
Ini dapat termasuk robekan otot yang lebih serius, yang memerlukan
perawatan medis. Cedera ini sering kali disertai dengan perdarahan
internal dan rasa sakit yang parah.
5) Terhirup debu
Terhirup debu merujuk pada situasi di mana seseorang
menghirup partikel-partikel debu ke dalam saluran pernapasan mereka.
Pada lingkungan pesisir, pekerja buruh pelabuhan dapat terpapar debu
yang berasal dari berbagai sumber seperti debu yang dibawa angin.
Terhirup debu dapat menjadi masalah kesehatan karena partikel-partikel
ini dapat mencapai paru-paru dan menyebabkan berbagai masalah,
termasuk gangguan pernapasan seperti batuk, sesak napas, iritasi
tenggorokan, dan potensi risiko penyakit paru-paru jangka panjang,
seperti pneumokoniosis. Penting untuk menjaga kebersihan lingkungan
dan menggunakan perlindungan pernapasan saat bekerja di area yang
berdebu untuk menghindari kejadian terhirup debu yang berlebihan dan
berpotensi merugikan kesehatan para pekerja buruh pelabuhan.
6) Sengatan sinar matahari
Sengatan sinar matahari atau sering disebut sebagai sunburn
dalam bahasa Inggris, adalah kondisi di mana kulit terbakar atau rusak
akibat paparan sinar ultraviolet (UV) dari matahari atau sumber sinar
UV lainnya. Ini adalah respons kulit terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh sinar matahari yang berlebihan. Gejala sengatan sinar
matahari termasuk kulit yang kemerahan, terasa panas, gatal, dan dapat

50
berubah menjadi kulit yang mengelupas. Paparan berlebihan terhadap
sinar UV juga dapat meningkatkan risiko kanker kulit.
7) Penyakit kutil dan jamur kulit
Penyakit kutil dan jamur kulit yang juga dikenal dengan nama
medis "verruca", adalah infeksi virus yang menyebabkan pertumbuhan
kulit yang tidak normal. Kutil umumnya muncul sebagai tonjolan atau
benjolan pada kulit yang berbeda-beda bentuk dan ukuran. Mereka
disebabkan oleh bakteri dermatophytes. Kutil dapat muncul di berbagai
bagian tubuh, termasuk tangan, kaki, wajah, dan area kelamin. Kondisi
ini dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui kontak kulit-ke-
kulit atau melalui benda-benda yang terkontaminasi.
8) Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah kondisi di mana kemampuan
seseorang untuk mendengar atau memahami suara menjadi terganggu
atau terbatas. Ada berbagai jenis dan tingkat gangguan pendengaran,
termasuk:
a. Tuli
Seseorang dianggap tuli jika mereka tidak dapat mendengar suara
pada semua tingkat suara. Tuli bisa menjadi kelahiran atau
disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penyakit, cedera, atau
faktor lingkungan.
b. Kehilangan pendengaran konduktif
Ini terjadi ketika suara tidak dapat mencapai telinga dalam, seringkali
karena masalah dengan telinga luar atau tengah, seperti sumbatan
telinga atau infeksi.
c. Kehilangan pendengaran sensorineural
Ini melibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam atau saraf
pendengaran, dan seringkali bersifat permanen. Kehilangan
pendengaran sensorineural dapat disebabkan oleh faktor genetik,
paparan bising berlebihan, penyakit, atau proses penuaan.
d. Gangguan pendengaran campuran

51
Ini adalah kombinasi dari masalah konduktif dan sensorineural, yang
mengganggu perjalanan suara dari telinga luar ke telinga dalam.
e. Kehilangan pendengaran unilateral
Ini adalah kondisi di mana seseorang hanya kehilangan pendengaran
pada satu telinga.
Penting untuk diagnostik dan mengelola gangguan pendengaran
sesegera mungkin, karena gangguan pendengaran dapat berdampak pada
kualitas hidup seseorang, termasuk kemampuan berkomunikasi dan
interaksi sosial. Terapi atau perawatan tertentu, seperti alat bantu dengar
atau terapi wicara, mungkin diperlukan untuk membantu individu yang
mengalami gangguan pendengaran.
 Faktor Risiko Pekerjaan Buruh Pelabuhan
1) Kondisi Kapal
Kapal tidak memiliki pagar atau perlindungan yang memadai di
sekitar tepian kapal, atau orang yang jatuh mungkin tidak
menggunakan alat pelindung diri.
2) Terpeleset
Lantai kapal mungkin licin atau tidak memiliki penandaan yang
memadai untuk mengingatkan pada bahaya terpeleset.
3) Tertimpa Barang
Barang-barang mungkin tidak disimpan dengan baik atau ditata
dengan benar di kapal, atau mungkin tidak ada sistem peringatan yang
memadai saat mengangkat atau memindahkan barang-barang berat.
4) Cedera Otot Punggung
Kurangnya persiapan fisik sebelum melakukan aktivitas yang
melibatkan angkat-mengangkat barang berat atau pekerjaan fisik berat
di kapal.
5) Sengatan Sinar Matahari
Kurangnya pemahaman tentang bahaya sinar matahari dan kurangnya
perlindungan dari sinar UV, seperti penggunaan tabir surya atau
pakaian pelindung.
6) Gangguan Pendengaran

52
Paparan suara yang sangat keras di sekitar kapal, seperti mesin kapal
atau peralatan berat, tanpa perlindungan pendengaran yang memadai.
7) Terhirup Debu
 Kurangnya Kesadaran, beberapa orang mungkin tidak menyadari
potensi bahaya terhirup debu atau tidak menganggap serius
masalah tersebut.
 Keterbatasan Sarana dan Prasarana, di beberapa tempat mungkin
tidak tersedia masker pelindung atau fasilitas pembersihan udara
dalam ruangan yang memadai.
 Kebijakan Lingkungan, Kebijakan lingkungan yang lemah atau
kurangnya pengawasan terhadap polusi udara dapat menjadi
hambatan.
8) Terkena Penyakit Kulit
 Ketidakpahaman, banyak orang mungkin tidak sepenuhnya
memahami risiko terinfeksi penyakit kutil dan jamur kulit atau cara
mencegahnya.
 Stigma Sosial, stigma sosial terkait dengan penyakit kutil dan
jamur dapat menjadi hambatan bagi individu untuk mencari
pengobatan atau berbicara tentang masalah tersebut.
 Akses Terhadap Layanan Kesehatan, terbatasnya akses terhadap
layanan kesehatan atau obat-obatan yang diperlukan untuk
mengobati penyakit kutil dan jamur dapat menjadi hambatan.

F. Petani Garam
 Pengertian Pekerjaan Petani Garam
Petani garam adalah orang yang bergerak di bidang pembuatan garam
dengan mengelola sebidang lahan di dekat pantai yang disebut balanan.
Balanan merupakan lahan yang dijadikan tempat pembuatan garam yang
dalam satu paketnya dinamakan sa panthong. Sa panthong terbagi atas
menean/bosem (tempat air yang baru), panyembuh (tempat air tambahan),
serta talangan (petakan-petakan tempat pengkristalan garam). Dengan artian,
petani garam adalah orang yang mengerjakan proses pembuatan/produksi

53
garam sejak awal hingga tiba masa panen. Petani garam memiliki
ketergantungan pada musim, yakni sangat bergantung dan selalu berharap
akan tibanya musim kemarau. Petani garam dapat dibedakan berdasarkan
kepemilikan lahan garam yaitu : pemilik dan penggrapa. Pemilik adalah
petani garam yang memiliki lahan sendiri, sedangkan penggarap adalah
petani garam yang menggarap dan bekerja secara kontinyu terhadap lahan
garam kepada pemilik.
 Bahaya Pekerjaan Petani Garam
1) Faktor Fisik
Faktor fisik merupakan faktor di dalam tempat kerja yang
bersifat fisika. Faktor fisik yang merupakan hazard kesehatan kerja
dapat berupa kebisingan,getaran, radiasi, dan temperatur ekstrim.
a) Kecelakaan dan Cidera Fisik:
 Bahaya tergelincir: Petani garam seringkali harus berjalan
di sepanjang kolam garam yang licin. Terjatuh dan cedera
serius dapat terjadi.
 Paparan sinar matahari berlebih: Petani garam berpotensi
terkena paparan sinar matahari berlebih yang dapat
menyebabkan masalah kulit dan kesehatan lainnya.
 Kecelakaan saat menggunakan alat: Alat-alat seperti alat
pengaduk garam atau peralatan lain dapat menjadi sumber
potensial kecelakaan.
b) Penggunaan Alat Berat
 Beberapa petani garam mungkin menggunakan alat berat
seperti traktor atau mesin lainnya dalam proses pertanian
garam, yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan jika
tidak digunakan dengan benar.
2) Faktor Kimia
Faktor kimia adalah segala bahan kimia yang dapat
menimbulkan bahaya pada tubuh pekerja atau lingkungan serta
mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

54
a) Paparan Bahan Kimia
Paparan terhadap bahan kimia seperti sodium klorida (garam)
dalam jumlah besar dapat berdampak pada kesehatan pekerja.
Termasuk risiko keracunan.
3) Faktor Ergonomi/Biomekanik
Faktor Ergonomi atau Biomekanik adalah bahaya yang terjadi
akibat posisi kerja yang tidak benar. Hal ini juga dukung dengan
desain kerja yang salah serta penempatan posisi bahan yang tidak
sesuai. Efek dari bahaya ergonomi akan mengakibatkan penyakit
akibat kerja yang diderita dalam jangka waktu yang lama dan
panjang.
a) Ergonomi
Pekerjaan yang berulang dan intensitas kerja yang tinggi dapat
menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang, seperti
gangguan muskuloskeletal.
4) Faktor sosiologis dan psikologis
Faktor ini tidak terlihat begitu jelas seperti faktor yang lainnya
tetapi sangat berbahaya jika dibiarkan begitu saja. Faktor psikologis
sosiologis merupakan faktor bahaya yang timbul akibat
terganggunya psikologis seseorang yang disebabkan oleh banyak hal
seperti stres, kekerasan, dan sejenisnya.
a) Psikologis
Isolasi sosial dan tekanan kerja yang tinggi di lingkungan yang
terpencil dapat berdampak pada kesehatan mental petani
garam.
5) Faktor Biologis
Faktor ini merupakan faktor bahaya yang berasal dari makhluk
hidup. Biasanya berbentuk jamur, virus, bakteri yang merupakan
penyebab mikroserta serangga, unggas binatang buas dan lainnya
yang merupakan penyebab makro. Ada juga bahaya yang disebabkan
oleh tumbuh-tumbuhan beracun.

55
a) Perlindungan Terhadap Hama dan penyakit
Upaya untuk melindungi tanaman garam dari hama dan
penyakit bisa melibatkan penggunaan pestisida dan bahan
kimia lainnya yang harus dikelola dengan hati-hati.
 Faktor Risiko Pekerjaan Petani Garam
1) Kondisi lingkungan kerja yang ekstrim
Salah satu hambatan utama dalam menerapkan K3 pada petani
garam adalah kondisi lingkungan kerja yang ekstrim. Petani garam
bekerja di lahan yang terpapar sinar matahari secara langsung dan
kadar garam yang tinggi. Paparan sinar matahari yang berlebihan
dapat menyebabkan penyakit kulit seperti kanker kulit dan luka bakar.
Selain itu, kadar garam yang tinggi juga dapat menyebabkan iritasi
pada kulit dan mata petani.
2) Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja
(K3)
Hambatan lain yang sering dihadapi oleh petani garam adalah
kurangnya pengetahuan tentang K3. Banyak petani garam yang belum
memahami pentingnya menggunakan alat pelindung diri (APD)
seperti topi pelindung, kacamata, dan masker saat bekerja. Selain itu,
mereka juga belum sepenuhnya memahami mengenai risiko dan
bahaya yang dapat terjadi akibat tidak menerapkan K3 dengan baik.
3) Keterbatasan sumberdaya dan fasilitas kesehatan da keselamatan
kerja (K3)
Hambatan selanjutnya adalah keterbatasan sumberdaya dan
fasilitas K3 yang dimiliki oleh petani garam. Petani garam mungkin
tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membeli atau
memperbaiki atau membeli peralatan yang rusak atau tidak aman.
Banyak petani garam yang tidak memiliki akses mudah terhadap APD
dan perlengkapan K3 lainnya. Selain itu, kurangnya dana untuk
membeli APD dan fasilitas K3 juga menjadi kendala dalam
menerapkan K3 dengan baik.

56
2.4.6 Bahaya yang terdapat pada daerah pesisir
Daerah pesisir memiliki sejumlah bahaya terkait Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) yang perlu diperhatikan oleh para pekerja di sana.
Berikut adalah beberapa bahaya umum yang terkait dengan pekerjaan di
daerah pesisir:
1) Kondisi Cuaca Ekstrem: Daerah pesisir rentan terhadap cuaca
ekstrem seperti badai tropis, gelombang tinggi, dan angin kencang,
yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan kerja, terutama bagi
pekerja di kapal dan pelabuhan.
2) Risiko Navigasi: Nelayan dan pekerja di sektor maritim berisiko
mengalami kecelakaan akibat navigasi yang sulit, termasuk bertemu
dengan karang, hambatan bawah air, atau kendala lainnya.
3) Paparan Bahan Kimia: Pekerja di industri perikanan dan pengolahan
hasil laut dapat terpapar bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam
proses pemrosesan, seperti pengawet dan bahan kimia pembersih.
4) Kerja di Ketinggian dan Kedalaman: Pekerja di pelabuhan dan
kapal mungkin harus bekerja di ketinggian yang signifikan atau di
kedalaman air tertentu, meningkatkan risiko kecelakaan terkait dengan
jatuh atau tenggelam.
5) Kerusakan Peralatan Maritim: Peralatan maritim, seperti kapal,
jaring, dan peralatan lainnya, dapat mengalami kerusakan atau
kegagalan yang dapat menyebabkan kecelakaan atau cedera bagi
pekerja.
6) Bencana Alam: Daerah pesisir rentan terhadap bencana alam seperti
tsunami, gempa bumi, atau banjir, yang dapat menyebabkan evakuasi
darurat dan meningkatkan risiko cedera.
7) Infeksi dan Penyakit Tertentu: Pekerja di sektor perikanan dan
akuakultur mungkin terpapar risiko penyakit yang berasal dari air atau
hewan laut, seperti infeksi kulit, penyakit zoonotik, atau bahkan
kontaminasi bakteri.

57
8) Paparan Radiasi Matahari: Pekerja yang bekerja di lapangan terbuka
di daerah pesisir dapat terpapar radiasi matahari berlebih,
meningkatkan risiko luka bakar matahari dan kesehatan kulit.
9) Kondisi Lingkungan Fisik: Pekerja di daerah pesisir mungkin
terpapar kondisi lingkungan fisik yang keras, seperti kelembaban
tinggi, suhu tinggi, dan keadaan laut yang tidak stabil.
10) Kecelakaan Transportasi Maritim: Pekerja yang menggunakan
transportasi laut, seperti kapal nelayan atau kapal kargo, berisiko
mengalami kecelakaan laut atau tabrakan yang dapat menyebabkan
cedera atau kerugian besar.
Manajemen K3 yang baik di daerah pesisir melibatkan pemahaman
mendalam terhadap risiko-risiko ini dan penerapan langkah-langkah
pencegahan yang sesuai untuk melindungi kesejahteraan pekerja. Pelatihan,
penggunaan peralatan pelindung diri, dan kepatuhan terhadap peraturan
keselamatan kerja sangat penting untuk mengurangi risiko tersebut.
Daerah pesisir memiliki peran penting dalam kehidupan
masyarakat, ekonomi, dan lingkungan. Aktivitas ekonomi seperti perikanan,
pariwisata, dan perdagangan maritim seringkali dominan di daerah ini.
Namun, potensi risiko terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
daerah pesisir tidak boleh diabaikan. Tantangan, strategi, dan kebijakan
terkait manajemen K3 di daerah pesisir adalah sebagai berikut :
1. Tantangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Daerah Pesisir
a. Kondisi Cuaca dan Iklim: Paparan terhadap cuaca buruk,
gelombang tinggi, dan badai dapat meningkatkan risiko kecelakaan
kerja.
b. Kondisi Lingkungan: Kerja di lingkungan maritim dapat
memperkenalkan risiko seperti korosi, kelembaban tinggi, dan
paparan bahan kimia.
c. Aktivitas Maritim: Nelayan, pekerja pelabuhan, dan petugas
keamanan maritim menghadapi risiko tinggi terkait peralatan kerja
dan transportasi.

58
2. Strategi Manajemen K3 di Daerah Pesisir:
a. Pelatihan dan Kesadaran: Melakukan pelatihan K3 secara reguler
untuk pekerja di sektor pesisir agar mereka sadar akan risiko yang
mungkin dihadapi.
b. Penggunaan Peralatan Pelindung Diri (APD): Mewajibkan
penggunaan APD seperti pelampung, helm, dan alat pelindung
lainnya untuk mengurangi risiko kecelakaan.
c. Pengawasan dan Inspeksi Rutin: Menerapkan program pengawasan
dan inspeksi rutin terhadap peralatan, kapal, dan fasilitas di daerah
pesisir.
3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tingkat Pemerintah:
a. Regulasi K3 Maritim: Mendorong pembuatan regulasi yang spesifik
untuk keselamatan dan kesehatan kerja di sektor maritim dan pesisir.
b. Kolaborasi antara Pemerintah dan Industri: Mendorong
kerjasama antara pemerintah, industri, dan komunitas lokal untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman.
c. Pengembangan Sistem Pemantauan: Membangun sistem
pemantauan yang efektif untuk memastikan kepatuhan terhadap
kebijakan K3 di sektor pesisir.

2.5 Hubungan Kesehatan Kerja, Anatomi & Fisiologis Serta Imunitas


Tubuh pada Pekerja Di Daerah Pesisir/ Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja Pesisir & Kepulauan
Lingkungan kerja faktor fisiologis khususnya ergonomis harus dilakukan
pada tempat kerja yang memiliki bahaya faktor fisiologis seperti cara kerja, posisi
kerja yang tidak sesuai dengan saat melakukan pekerjaan, pengangkatan beban
yang melebihi kapasitas kerja yang dapat mempengaruhi pekerja dalam
menjalankan tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja didesain sedemikian rupa
agar dapat tercipta hubungan keja yang mengikat perawat dan bidan dengan
lingkungan kerja.
Imunitas merupakan mekanisme fisiologis yang membantu sistem
pertahanan tubuh manusia untuk mengenal benda asing pada dirinya, untuk

59
menetralkan, menyisihkan atau memetabolisme benda asing tersebut dengan atau
tanpa kerusakan pada jaringan itu sendiri (Bellanti, 1993; Subowo, 1993). Bila
sistem imun terpapar zat yang dianggap benda asing maka ada dua respon imun
yang mungkin terjadi yaitu respon imun non spesifik dan respon imun spesifik
(Baratawidjaja, 2004). Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas
bawaan (innate immunity) dalam arti bahwa respon terhadap zat asing dapat
terjadi.
Walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut,
sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat (acquired) yang timbul
terhadap antigen tertentu, dimana tubuh pernah terpapar sebelumnya (Kresno,
2010). Sistem imun tubuh yang terganggu dapat diperbaiki atau dikembalikan
dengan pemberian bahan-bahan yang disebut golongan imunomodulator.
Imunomodulator membantu tubuh untuk mengoptimalkan fungsi sistem imun
yang merupakan sistem utama yang berperan dalam pertahanan tubuh dimana
kebanyakan orang mudah mengalami gangguan sistem imun. Obat golongan
imunomodulator ini bekerja menurut 3 cara, yaitu melalui imunorestorasi,
imunostimulasi, dan imunosupresi (Baratawidjaja, 2004). Indonesia adalah negara
yang sangat kaya akan flora dan fauna.

2.5.1 Anatomi & Fisiologis Serta Imunitas Tubuh Pekerja K3 Pesisir


Pekerja di daerah pesisir mungkin menghadapi tantangan kesehatan
tambahan karena lingkungan kerja mereka. Kelembaban tinggi dan paparan
cuaca ekstrem dapat memengaruhi kesehatan kulit dan sistem pernapasan.
Pemahaman anatomi dan fisiologi tubuh penting untuk mengatasi dampak ini,
sementara sistem imun tubuh berperan dalam melawan penyakit yang
mungkin lebih umum di lingkungan pesisir.
Selain itu, dalam konteks Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
pesisir, perlu dilakukan penilaian risiko yang mempertimbangkan faktor-
faktor seperti kecelakaan kapal, bahaya alam, dan kondisi kerja unik di daerah
tersebut. Program kesehatan pekerja dan pelatihan keselamatan yang sesuai
dapat membantu mengurangi risiko yang terkait dengan pekerjaan di daerah
pesisir dan kepulauan.

60
 Pengertian Anatomi
Anatomi atau ilmu urai mempelajari susunan tubuh dan hubungan letak
geografis bagian tubuh. Setiap region atau daerah, misalnya lengan, tungkai,
kepala, dada, dan seterusnya ternyata terdiri atas sejumlah struktur atau
susunan yang umum didapati pada semua region. Struktur itu meliputi tulang,
otot, saraf, pembuluh darah, dan seterusnya. Dengan dasar penelaahan seperti
itu dijumpai sejumlah sistem jaringan yang berbeda-beda.
Mempelajari letak dan hubungan satu bagian tubuh tidak dapat di-
pisahkan dari pengamatan terhadap fungsi setiap struktur dan sistem
jaringannya. Hal ini membawa kita ke penggunaan istilah anatomi fungsional
yang bertalian erat dengan fisiologi atau ilmu faal. Kemudian diketahui ada
struktur-struktur tertentu yang dapat dilihat dengan mata telanjang; karena
itu, diperkenalkanlah istilah anatomi makroskopis untuk membedakannya
dari anatomi mikroskopis yang memerlukan penggunaan mikroskop.
Bertalian erat dengan anatomi adalah histologi ilmu tentang struktur jaringan
tubuh dan sitologi-ilmu tentang sel.
Fisiologi mempelajari fungsi atau kerja tubuh manusia dalam keadaan
normal. Ilmu ini sangat erat kaitannya dengan pengetahuan tentang semua
makhluk hidup yang tercakup dalam pelajaran biologi. Selain itu, ilmu ini
juga berhubungan erat dengan tugas ahli sitologi yang mempelajari detail
struktur sel, dan ahli biokimia yang berurusan dengan perubahan kimiawi dan
kegiatan sel serta menyelidiki proses kimia jasad hidup yang serbakompleks.
Juga berhubungan erat dengan ilmu alam, yang mempelajari reaksi fisik dan
gerakan-gerakan yang terjadi di tubuh.

 Istilah yang digunakan dalam anatomi


Banyak bagian tubuh yang terletak simetris, misalnya anggota gerak
mata dan telinga, paru-paru, serta ginjal. Namun, banyak juga terdapat
asimetri pada susunan tubuh. Limfe terletak di sebelah kanan; pankreas
terletak di sebelah kiri sebagian dan di sebelah kanan sebagian. Tubuh
manusia dipelajari dalam keadaan berdiri tegak dengan kedua lengan di sisi
terbuka dan telapak tangan menghadap ke depan, kepala tegak, dan mata

61
memandang lurus ke depan. Ini disebut posisi anatomi. Letak berbagai bagian
tubuh dilukiskan dengan membuat perbandingan pada garis-garis dan bidang-
bidang khayal (imajiner), misalnya bidang medial yang melalui sumbu
tengah tubuh. Struktur yang letaknya lebih dekat pada bidang median tubuh
daripada struktur lain dikatakan medial terhadap yang lain. Misalnya otot
pangkal paha yang terletak di sebelah dalam paha adalah medial terhadap
kelompok lainnya yang berada di sebelah luar, yang disebut lateral. Karena
itu, sisi dalam paha disebut aspek medial dan sisi luar disebut aspek lateral.
Istilah interna dan eksterna digunakan untuk melukiskan jarak relatif
sebuah organ atau struktur terhadap pusat rongga. Iga-iga misalnya
mempunyai permukaan interna, yaitu menghadap ke dalam rongga dada, dan
permukaan eksterna, yaitu menghadap ke sebelah luar. Arteri karotis interna
terletak di dalam rongga tengkorak, sedangkan yang eksterna terletak di
sebelah luar. Istilah superfisial (di permukaan) dan profunda (di dalam)
digunakan untuk menunjukkan jarak relatif dari permukaan tubuh.
Istilah superior dan inferior menunjukkan letak relatif tinggi atau
rendah, khususnya dalam perbandingan dengan badan, seperti permukaan
superior dan inferior dari klavikula (tulang selangka). Istilah anterior dan
posterior merupakan sinonim ventral dan dorsal. Istilah-istilah ini hanya
digunakan untuk orang dalam keadaan berdiri tegak atau "posisi anatomi".
Misalnya Arteri tibialis anterior dan posterior terletak di depan dan di
belakang tungkai bawah. Dalam melukiskan permukaan telapak tangan
digunakan istilah palmar dan dorsal, bukan anterior dan posterior. Dalam
melukiskan permukaan telapak kaki dipakai istilah plantar dan dorsal. Istilah
proksimal dan distal dipakai untuk menunjukkan jauh-dekat, atau jarak dari
sebuah titik tertentu. Misalnya falang proksimal lebih dekat pergelangan
tangan daripada yang distal, yang terletak lebih jauh.

2.5.2 Masalah Fisiologis


Masalah fisiologis ini dikenal dengan gangguan muskuloskeletal, yang
disebabkan karena cara melakukan pekerjaan yang kurang tepat, sikap tubuh
yang kurang baik ketika bekerja, terutama ketika duduk, kesalahan dalam

62
konstruksi mesin atau alat berat, hingga berbagai aktivitas lain yang bisa
memicu terjadinya lelah fisik hingga mengubah fisik para pekerja.

 Gangguan Anggota Gerak Atas


Gangguan ekstremitas atas termasuk sakit dan nyeri pada bahu,
lengan, pergelangan tangan, tangan dan jari, hingga leher. Laman Health and
Safety Executive menjelaskan bahwa kondisi ini bisa terjadi karena pekerjaan
berulang dan terus-menerus, postur kerja yang tidak nyaman, bekerja dengan
waktu istirahat yang tidak sesuai, hingga bekerja dengan menggunakan alat
listrik genggam untuk waktu yang lama.
Gejala yang mungkin terjadi seperti sakit dan nyeri ketika
mengalami penekanan pada bagian yang terinfeksi, lemah, kesemutan, mati
rasa, kram, sensasi seperti terbakar, hingga bengkak dan perubahan warna
kemerahan. Beberapa contoh masalah pada anggota gerak atas ini adalah
carpal tunnel syndrome (CTS), tendonitis, dan osteoarthritis.

 Sakit Punggung
Sakit punggung memang membuat kamu menjadi sangat sulit
berkonsentrasi pada pekerjaan. Laman Mayo Clinic menuliskan, penyebab
sakit punggung yang terjadi di tempat kerja termasuk mengangkat beban
terlalu berat, duduk terlalu lama dengan postur tubuh yang salah, dan gerakan
berulang yang melibatkan punggung.
Tidak hanya itu, faktor lain seperti usia, obesitas, dan kondisi fisik
yang buruk ternyata turut berpengaruh pada munculnya sakit punggung. Oleh
karena itu, menerapkan pola hidup dan pola makan yang sehat bisa membantu
mencegah kondisi ini terjadi, seperti sering berolahraga, tidak merokok, dan
konsumsi makanan yang kaya kalsium serta vitamin D.

 Terkilir
Terkilir memang bisa terjadi di mana saja, tetapi risikonya lebih tinggi
terjadi ketika sedang bekerja. Masalah fisiologis ini sering menyerang
pergelangan kaki, lutut, dan pergelangan tangan. Gejala yang dirasakan adalah

63
rasa sakit dan pembengkakan pada area yang terinfeksi, hingga keterbatasan
untuk melakukan gerakan pada area tersebut. Tidak hanya kondisi lingkungan
kerja yang buruk, terkilir juga bisa terjadi karena otot yang mengalami
kelelahan.

2.5.3 Waktu Kerja


Waktu kerja adalah waktu yang ditetapkan perusahaan kepada pekerja
untuk mengerjakan suatu pekerjaan.Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, paragraf empat
mengenai waktu kerja. Pasal 77 ayat satu dan ayat dua huruf a dan b. Ayat
satu,setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Ayat dua,
waktu kerja yang dimaksud pada ayat satu adalah:
a. Tujuh jam dalam satu hari dan 40 jam dalam satu minggu untuk enam
hari kerja.
b. Delapan jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk lima hari kerja.

2.5.4 Sistem Pembagian Waktu Kerja


Sistem pembagian waktu kerja dapat berbeda antar instansi atau
perusahaan, walaupun biasanya menggunakan tiga pembagian waktu kerja
yaitu pagi, sore, dan malam setiap hari dengan delapan jam kerja setiap
pembagian waktu kerja.Menurut William yang dikutip oleh Ramayuli (2004),
dikenal dua macam sistem pembagian waktu kerja yaitu pembagian waktu
kerja permanen dan pembagian waktu kerja rotasi. Pada pembagian waktu
kerja permanen, tenaga kerja bekerja pada waktu yang tetap setiap harinya.
Tenaga kerja yang bekerja pada malam yang tetap adalah orang-orang yang
bersedia bekerja pada malam hari dan tidur pada siang hari. Pada pembagian
waktu kerja rotasi, adaptasi terhadap pembagian waktu kerja dipengaruhi oleh
kecepatan dan arah rotasi.Kecepatan rotasi artinya jumlah waktu kerja pagi,
sore, dan malam yang berturut-turut sebelum terjadinya perubahan waktu
kerja.Sedangkan arah rotasi ada dua macam, yang pertama rotasi maju. Rotasi
maju adalah perubahan menurut jarum jam yaitu mulai dari waktu kerja pagi,

64
sore, lalu malam. Kemudian yang kedua rotasi mundur. Perubahan tersebut
mulai dari waktu kerja pagi, malam, sore.

2.5.5 Efek Pembagian Waktu Kerja


Pembagian waktu kerja memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya dapat memaksimalkan pemakaian sumber daya yang ada, tetapi
kelemahannya ada pada pekerjanya. Menurut Fish yang dikutip oleh Firdaus
(2005), mengemukakan efek pembagian waktu kerja yang dapat dirasakan:
a. Efek Fisiologi
Efek fisiologi yang ditimbulkan akibat pembagian waktu kerja adalah
kualitas tidur yang terganggu karena terlalu banyak aktifitas kerja.
b. Efek Psikososial
Efek psikososial menunjukkan masalah yang lebih besar dari efek
fisiologi.Hal ini disebabkan adanya gangguan kehidupan keluarga,
hilangnya waktu luang, kecil kesempatan berinteraksi dengan teman,
kemudian menggangu aktifitas kelompok dalam kehidupan
masyarakat.Saksono (1991), menyatakan bahwa pekerjaan malam
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan
pada siang atau sore hari.
c. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja malam diakibatkan efek fisiologi dan
psikososial.Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan
mental menurun yang berpengaruh terhadap kewaspadaan pekerjaan
seperti kualitas kendali dan pemantauan.
d. Efek Kesehatan
Pembagian waktu kerja dapat menyebabkan terjadi gangguan kesehatan
tubuh manusia. Tidur adalah paling penting dalam mempertahankan
keseimbangan fisiologi tubuh manusia.Kurang waktu istirahat juga dapat
mengakibatkan hipertensi. Hipertensi adalah tekanan darah meningkat.
e. Efek Keselamatan Kerja
Menurut Ridley (2003), kecelakaan kerja banyak terjadi karena faktor
manusia ketimbangkegagalan mekanis atau kelemahan sistem kerja.

65
Menurut Satrya (2005), kecelakaan kerja adalah hasil dari serangkaian
kejadian yang tidak direncanakan dan tidak diharapkan tetapi dapat
menimbulkan cedera pada manusia, kerugian materi karena kerusakan
benda kekayaan atau aset, dan kerusakan lingkungan.

2.5.6 Stres Kerja Melibatkan Fisiologis


Reaksi psikologis pada peristiwa yang dianggap mengancam.
Timbulnya stres kerja sangat dipengaruhi oleh kekuatan faktor lingkungan dan
ditunjukkan oleh reaksi di berbagai fisiologis, tingkat psikologis, dan sosial
(Abbasi, 2012).
Salah satu faktor utama yang dapat memicu munculnya stres adalah
ketidakseimbangan sumber daya atau kapasitas kerja yang dimiliki oleh
karyawan dengan beban kerja yang diterimanya atau disebut dengan work
overload. Seorang karyawan dituntut menjalankan pekerjaanya dengan beban
yang melebihi pekerjaanya akan menimbulkan tekanan pada karyawan.
Gibson (2005), setiap orang pernah mengalami beban kerja yang terlalu berat
(work-overload) pada sesuatu waktu. Beban kerja berlebihan (work-overload)
adalah suatu kondisi yang terjadi apabila lingkungan memberi tuntutan
melebihi kemampuan individu.
Work overload menyebabkan karyawan mengalami gangguan
kecemasan, kinerja yang buruk dan paling penting adalah menimbulkan strees
kerja, kepuasan kerja menurun, kinerja dan produktifitas kerja menurun, dan
keuntungan menurun. Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
sejatinya bukan hanya semata-mata tanggung jawab pemerintah saja
melainkan tanggung jawab semua pihak yaitu pengusaha, tenaga kerja dan
masyarakat.
Sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat
penting untuk mengendalikan risiko kecelakaan kerja, terlebih-lebih jika
dikaitkan dengan kondisi perekonomian, yang mana jika terjadi kecelakaan
kerja akan dapat mengakibatkan kerugian material/aset pada perusahaan dan
pada akhirnya berefek domino pada pendapatan nasional.

66
Beban kerja dan beban kerja berlebihan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa beban kerja berlebihan (work-overload) adalah sejumlah
tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh pekerja dalam waktu tertentu yang
mana dalam pelaksanaannya menuntut kemampuan yang lebih dari yang
dimiliki individu tersebut. Tugas-tugas tersebut melebihi kadar rutinitas dari
yang biasa.

2.5.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja


Faktor yang mempengaruhi beban kerja ada sepuluh hal yaitu:
1) Time pressure (tekanan waktu)
2) Jadwal kerja atau jam kerja
3) Role ambiguity dan role conflict
4) Kebisingan
5) Informatian overload
6) Temperature extremes atau heat overload
7) Repetitive action
8) Aspek ergonomi dalam lay outtempat kerja
9) Tanggung jawab
10) Harga diri (self-esteem)

2.5.8 Keuntungan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Adapun manfaat dari penerapan program K3 menurut Rivai
(2004:412) meliputi:
1) Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja
yang hilang,
2) Meningkatnya efesiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen,
3) Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi,
4) Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih
rendah karepengajuan klaim,
5) Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat
meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan, dan

67
6) Rasio seleksi tenaga kerja yang ebih baik dan kompeten karena
meningkatnya citra perusahaan. Kemudian perusahaan dapat
meningkatkan keuntungan secara substansial.

2.5.9 Alat Pelindung Diri (APD)


Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja memang sudah sepantasnya
menjadi prioritas perusahaan. Jaminan K3 tersebut dapat diukur dari tingkat
Alat Pelindung Diri (APD) yang disediakan oleh perusahaan. Akan tetapi
dalam hal ini pekerja juga layak untuk memperhatikan K3 untuk dirinya
sendiri. Alat Pelindung Diri (APD) yang seharusnya menjadi standart dalam
pekerjaan kontruksi jembatan.

2.5.10 Job Stress


Stress didefinisikan sebagai suatu respons adaptif, dihubungkan oleh
karakteristik dan atau proses psikologis individu yang merupakan suatu
konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang
menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik khusus pada seseorang
(Ivancevich dan Matteson dalam Kreitner dan Kinicki, 2005).Gejala stres di
tempat kerja sangat berhubungan dengan kualitas kerja dan interaksi individu
di tempat kerja. Gejala stres di tempat kerja meliputi kepuasan kerja yang
rendah, kinerja yang menurun, semangat dan energi berkurang, komunikasi
tidak lancar, kurang baik dalam mengambil keputusan, kurang reatifitas dan
inovatif, serta tugas-tugas yang dilakukan tidak bermanfaat.

2.5.11 Fisiologi Kinerja Petugas Kesehatan


Faktor pemenuhuhan fisiologis yang meliputi gaji bulanan dan kondisi
kerja dimana penghasilan mempunyai kontribusi yang signifikan dalam
meningkatkan kinerja pegawai. Artinya terdapat kesesuaian antara penghasilan
dengan beban kerja. Gaji yang di terima petugas selama ini sudah sesuai, tetapi
untuk insentif yang diberikan kepada petugas kesehatan yang masih tenaga
honorer dan kontrak dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya ya masih
belum cukup dikarenakan naiknya harga-harga kebutuhan barang

68
pokok.Menurut Abraham Maslow (1943) Fisiologis pada kinerja merupakan
kebutuhan pada tingkat yang paling bawah. Kebutuhan merupakan salah satu
dorongan yang kuat pada diri manusia, karna merupakan kebutuhan untuk
mempertahankan hidupnya. Pemenuhan kebetuhan fisiologis terbukti secara
persial mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi
motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja pegawai sehingga secara
keseluruhan memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan kinerja
pegawai.
Dampak atau masalah yang ditimbulkan apabila pegawai memiliki
produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan
kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik
bagi puskesmas. Biasanya pegawai yang puas dengan apa yang diperoleh dari
puskesmas akan memberikan lebih dari apa yang diharpkan ia akan terus
memperbaiki kinerjanya sehingga kecendrungan terjadinya stres pada pegawai.
Stres yang dialami pengawai dan kepuasan kerja yang didambakan seolah
merupakan dua kondisi yang mungkin saja berkaitan.
Menurut J. Ravianto (1986: 12) dalam (Hidayah, 2013, hlm. 22) yang
menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan antara
lain: “pendidikan dan keterampilan, disiplin dan etika kerja, motivasi, gizi dan
kesehatan, tingkat pengahasilan, lingkungan dan iklim, teknologi, manajerial,
hubungan antara anggota keluarga, dan sebagainya”.

2.5.12 Keamanan Petugas Kesehatan


Pemimpin memberikan kesempatan kepada para pegawainya dalam
melakukan kreativitas dan mengembangkan keterampilan ditempat mereka
bekerja, walaupun pekerjaaan yang diemban tidak sesuai, seperti pendidikan SI
hukum bekerja dibidang administrasi puskesmas, D3 kebidanan bekerja
dibidang administrasi puskesmas tidak sesuai antara keilmuan dan keahlian
dari pendidikan yang mereka peroleh. Pada kenyataan dan realita dilapangan
dengan jauhnya lokasi tempat kerja dan jam kerja dengan rumah petugas
kesehatan serta gaji (insentif) masih kurang (tidak cukup) tetapi tenaga
kesehatan ini tetap disiplin dan mampu menyelesaikan pekerjaannya dan

69
tanggung jawabnya dengan baik. Disiplin merupakan sikap yang
menggambarkan kepatuhan pada suatu aturan atau ketentuan yang berlaku,
sehingga dapat meningkatkan produktifitas, efisiensi dan efektifitas kerja.
Peningkatan sikap disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi,
terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri dalam
melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok .Keamanan
kerja bagi pegawai merupakan faktor yang sangat penting yang perlu
diperhatikan oleh pimpinan atau organisasi. Kondisi kerja yang aman akan
membuat petugas kesehatan tenang dalam bekerja, sehingga berdampak
meningkatnya produktivitas pegawai. Keamanan kerja yang baik tidak hanya
keamanan fisik pegawai saja, tetapi juga keamanan barang-barang pribadi
pegawai. Dengan sistem keamanan yang baik pegawai akan tenang dalam
bekerja sehingga akan meningkatkan kinerja.

2.5.13 Penghargaan Petugas Kesehatan


Pengakuan atau penghargaan merupakan hak dasar seseorang dalam
lingkungan kerja, menjadikan hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap
petugas kesehatan. Dengan adanya perlakuan wajar dari rekan kerja dan atasan,
baik dari segi etika, kinerja hingga prestasi yang dilakukan akan besar potensi
seseorang petugas kesehatan untuk bekerja lebih baik ditunjang dengan
ruangan tempat bekerja yang nyaman serta menguasai teknologi sesuai bidang
pekerjaan. Penghargaan tidak berhubungan dengan kinerja tetapi kinerja
dikarenakan seseorang pekerja tidak dapat diukur dari penghargaan yang
diperoleh saja, karena bisa saja mereka bekerja sesuai dengan prosedur yang
telah ditentukan dan juga dari dorongan dirinya sendiri untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Seorang pegawai dapat memiliki kemampuan, sikap yang
positif dan hubungan antara sesama pegawai akan memberikan pegaruh yang
baik terhadap peningkatan pekerjaan. Perbedaan ini merupakan suatu alasan
mengapa para pegawai dalam organisasi menunjukkan tingkat kinerja yang
berbeda-beda antara pegawai yang satu dengan yang lainnya. Menurut
Abraham Maslow (1943) penghargaan kerja pada kinerja merupakan
kebutuhan tingkat keempat adalah kebutuhan akan harga diri atau martabat.

70
Termasuk juga kebutuhan akan status dan penghargaan. Kebutuhan akan
kedudukan dan promosi di bidang kepegawaian, seseorang mempunyai
kecendrungan untuk dipandang bahwa mereka adalah penting, bahwa apa yang
mereka lakukan ada artinya, bahwa mereka mempunyai kontribusi pada
lingkungan sekitarnya dapat memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja
mereka.

71
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan kerja melibatkan integrasi konsep kesehatan dan keselamatan di
tempat kerja untuk memastikan kondisi kerja yang optimal. Faktor yang
mempengaruhi kesehatan kerja meliputi lingkungan fisik, ergonomi, stres, dan
faktor psikososial yang dapat memengaruhi kesejahteraan pekerja.
Pemahaman anatomi dan fisiologi tubuh terkait dengan kerja penting untuk
merancang lingkungan kerja yang mendukung kesehatan fisik dan mental.
Adapun konsep imunitas tubuh berkaitan erat dengan kesehatan dan keselamatan
kerja pesisir, di mana kondisi lingkungan yang ekstrem dapat mempengaruhi
sistem kekebalan tubuh pekerja.
Keseimbangan holistik antara konsep-konsep ini menjadi kunci untuk
mengoptimalkan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja pesisir, memastikan
perlindungan pekerja dari risiko lingkungan unik di daerah tersebut.

72
DAFTAR PUSTAKA

Abbasi , Tajmal Farooq. 2015. Impact of Work Overload on Stress, Job


Satisfaction, and Turnover Intentions with Moderating Role of Islamic
Work Ethics. Management Studies and Economic Systems (MSES), 2 (1),
27-37, Summer 2015
Abbasi , Tajmal Farooq. 2015. Impact of Work Overload on Stress, Job
Satisfaction, an Turnover Intentions with Moderating Role of Islamic
Work Ethics
Afiff, Faisal. Integritas dan Kepemimpinan Inovatif. Jakarta: Universitas. 2011.
Ahmad Fahmi Alwi, M. B. (2017). Penelitian Resiko K3L pada Pekerjaan
reparasi Kapal Di PT. DOK dan Perkapalan Surabaya (Persero)
Menggunakan Job Safety Analysis (JSA). Seminar Nasional Kelautan
XII, 1-11.
Altaf, Amal dan Mohammad Atif Awan. 2011. Moderating Affect of Workplace
Spirituality on the Relationship of Job Overload and Job Satisfaction.
Springer Science+Business Media B.V.
Amalia astrid.(2020). Keselamatan dan Kelangsungan Hidup di Industri Lepas
Pantai. Di akses pada tanggal 25 Oktober 2023.https://www.samson-
tiara.co.id/blog/2020/08/keselamatan-dan-kelangsungan-hidup-di-
industri-lepas-pantai/
Andre Alfarid, Yuwalitas Gusmareta, S.Pd, M.Pd.T, & Fitra Rifwan, S.Pd, MT.
(2019). TINJAUAN PENERAPAN K3 OLEH MAHASISWA
JURUSAN TEKNIK SIPIL DALAM PELAKSANAAN PRAKTEK
LAPANGAN INDUSTRI JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS
TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG. Journal of Civil
Engineering and Vocational Education, Vol 6, No 3 (2019).
https://doi.org/https://doi.org/10.24036/cived.v6i3.106220
Anonim (2023) Tumpahan minyak di laut berdampak pada ekosistem.(23 maret
2023).https://greenchem.co.id.di akses pada tanggal 25 Oktober
2023.https://greenchem.co.id/id/news/tumpahan-minyak-di-laut-
berdampak-pada-ekosistem

73
Anonim. 2020. Analisis penilaian risiko keselamatan dan Kesehatan kerja pada
nelayan. Kendari. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas halu oleo.
https://www.scribd.com/document/492265117/KEL-3-PENILAIAN-
RISIKO-K3-PESISIR
Baratawidjaja, I.G.N. (2009). Pengantar Imunologi. Jakarta: EGC.
Bin hasaruddin, hafinuddin. (2015). Keselamatan nelayan. Kompasiana. (Di akses
20 oktober 2023).
Chris, Vanstone. “Routledge.” Health and Safety in Commercial Diving,
2017.Rauf. “Penyelam Komersial.” Rafauli Dive Center, 2019,
id.rafauli.co.id/penyelam-komersial. Accessed 25 Oct. 2023.
Dardeau, Michael R, et al. “The Incidence of Decompression Illness in 10 Years
of Scientific Diving.” PubMed, vol. 42, no. 4, 1 Dec. 2012, pp. 195–200.
Accessed 25 Oct. 2023.
Dr. M. Bruri Triyono, K. Ima Ismara, M.Pd. M.Kes. (In), Slamet, M.Pd, Putut
Hargiyarto, M.Pd., M. Solikhin, M.Kes., Nurhening Yuniarti, M.T.,
Sugiyono, M.Kes., Badraningsih L, M.Kes, Enny Zuhni Khayati, M.Kes.,
Riswan Dwi Jatmiko, M.Pd., Amir Fatah, M.Pd., Bekti Wulandari, M.Pd.,
Nur Hidayat, M.Pd., & Indah Wahyuni, M.Pd. (2020). KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA (K3) . TIM K3 FT UNY.
Dwi fahira, annisa. (2022). Penyakit kulit yang diderita nelayan desa kalinaun
kecamatan likupang timur kabupaten minahasa utara. (Di akses 20
oktober 2023).
Fitria Nur, dkk. 2018. Faktor Risiko Kejadian Dehidrasi pada Petani Garam di
Kecamatan Kaliro, Kabupaten Rambang. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Indonesia, vol 2. No. 18.
Fran Mahendar, D. P. (2004). Identifikasi Bahaya, Pengendalian Resiko dan
Keselamatan Kerja pada Bagian Bengkel Repair Galangan Kapal dengan
Menggunakan Metode Job Safety Analysis (JSA) di PT. Janata Marina
Indah, Semarang. Teknik Industri, 1-8.
Gibson & Ivancevich & Donnely. 2014. Organisasi dan Manajemen Perilaku,
Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.

74
Hartini.2013.Definisi wilayah pesisir.universitas pasundan.
http://repository.unpas.ac.id/30078/3/02.%20BAB%20II%20TINJAUAN
%20TEORI.pdf
Hendrawan, A. (2017). Analisa keselamatan dan kesehatan kerja pada nelayan.
Saintara: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Maritim, 2(1), 12-23.( Di akses 20
oktober 2023)
Henri Ponda, N. F. (2016). IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN
PENGENDALIAN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA (K3) PADA DEPARTEMEN FOUNDRY PT. SICAMIND.
HEURISTIC, 13 halaman
Hidayat, S., & Syahputra, A. A. (2020). Sistem imun tubuh pada manusia. Visual
Heritage: Jurnal Kreasi Seni dan Budaya, 2(3), 144-149.
Husna Asmaul Ode Wa. 2023. “ Hubungan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Dengan Kejadian Dermatitis pada Nelayan di Wilayah Pesisir
Soropia Tahun 2022. Jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Universitas Halu Oleo. Vol 3. No 4.
I KADEK, L. A. J. U. (2015). UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN ABK
MV. ALDEBARAN DALAM KEGIATAN ANCHOR HANDLING DI
PENGEBORAN MINYAK DAN GAS LEPAS PANTAI KEPULAUAN
SERIBU (Doctoral dissertation, POLITEKNIK ILMU PELAYARAN
SEMARANG).
Indria, N. 2015. “Mutu Pelayanan Bidan Praktek Mandiri Kota Surabaya,”
Embrio Jurnal Kebidanan, Vol 7, Agustus 2015, Halaman 22-43.
(Online). http://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/embrio/article/download/
1311/1135
Irianto, K. (2012). Imunologi Dasar. Jakarta: EGC.
Jenny Caroline dan Didied Widhi H. (2015). KAJIAN FAKTOR RESIKO DAN
PENGELOLAAN KEJADIAN KECELAKAAN DI FASILITAS
OFFSHORE HESS (INDONESIA PANGKAH) LTD.Jurnal IPTEK.
19:31-40.J Caroline - Jurnal IPTEK, 2015 - ejurnal.itats.ac.id.Di akses
pada tanggal 26 Oktober 2023

75
Kalalo, stevanus yonathan. (2016). Hubungan Antara pengetahuan dan sikap
tentang K3 dengan kejadian kecelakaan kerja pada kelompok nelayan di
desa belang kecamatan belang kabupaten minahasa tenggara. Pharmacon,
5(1).( Di akses 22 oktober 2023).
Karen Lock and Geoff Withers. “Risk Factors in Commercial Diving: An
Analysis of Diving Incidents.” Safety and Health at Work, 2015.
Kawatu, Paul A. T., dan Budi T. Ratag. (2018). ANALISIS RISIKO DENGAN
METODE JOB SAFETY ANALYSIS TERHADAP KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA PADA TENAGA KERJA BONGKAR
MUAT PELABUHAN KOTA MANADO. JURNAL KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS SAM RATULANGI, 7.
KHAIRATI, A. (2017). Pertanggungjawaban Australia atas Pencemaran Laut
Timor akibat Tumpahan Minyak di Anjungan Minyak Lepas Pantai
Montara (Doctoral dissertation, Universitas Jenderal Soedirman).
L. Meily Kurniawidjaja. (2019). Filosofi dan Konsep Dasar Kesehatan Kerja Serta
Perkembangannya dalam Praktik. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional.
Med Sumeria. 2019. “Paparan bahaya dengan hasil kesehatan dan keselamatan
menghambat kemampuan kerja pekerja ladang garam di Thailand”.
Thailand : PMC publik center.
Murtopo, S. A., & Chimayati, R. L. (2023). Kajian Pengelolaan Kecelakaan Kerja
Industri Minyak dan Gas Lepas Pantai (Offshore) dengan Metode Failure
Mode Effect and Analysis (FMEA). UNBARA Environmental
Engineering Journal (UEEJ), 3(02), 1-9.
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). “Diving into
Safety: A Guide to Commercial Diving Safety.” National Institute for
Occupational Safety and Health, 2020.
Ramadhani, Hamdan. 2016. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan pada PT.Langkat Nusantara Kepong. Medan.
Universitas Medan Area

76
Rifki hilman.(2022). Mengenal Pengertian Tumpahan Minyak, Dampak, dan
Cara Menanganinya. Di akses pada tanggal 25 Oktober
2023.https://solarindustri.com/blog/tumpahan-minyak-adalah/
Rosyidah, S. (2009). "Hubungan Motivasi Perawat Dengan Kinerja Perawat Di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Daerah Panembahan Senopati Bantul."
Jurnal manajemen pelayanan kesehatan. RI, D. (2011). Sumber Daya
Manusia ( SDM). Jakarta.
Saloni Waruwu, & Ferida Yuamita. (2021). ANALISIS FAKTOR KESEHATAN
DAN KESELAMATAN KERJA (K3) YANG SIGNIFIKAN
MEMPENGARUHI KECELAKAAN KERJA PADA PROYEK
PEMBANGUNAN APARTEMENT STUDENT CASTLE. CORE.
https://doi.org/DOI: 10.12928/SI.V14I1.3705
SIMAMORA, P. M. (2023). UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA
KECELAKAAN SAAT PERSONAL TRANSFER KE ATAU DARI KAPAL
KE PLATFORM PENGEBORAN MINYAK LEPAS PANTAI (Doctoral
dissertation, SEKOLAH TINGGI ILMU PELAYARAN JAKARTA).
Simbage, W. E., Kawatu, P. A., & Langi, F. F. (2021). Pengetahuan sikap dan
tindakan menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja diantara nelayan
pebangkap ikan di desa likupang dua kecamatan likupang timur.
KESMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi,
10(3). (Di akses 20 oktober 2023)
Sutoto, Rachmi. (2023). Kajian Pengelolaan Kecelakaan Kerja Industri Minyak
dan Gas Lepas Pantai (Offshore) dengan Metode Failure Mode Effect and
Analysis (FMEA). 3:1-8.UEEJ-Unbara Environmental Engineering
Journal. SA Murtopo, RL Chimayati - … Engineering Journal (UEEJ),
2023 - journal.unbara.ac.id.. Di akses pada tanggal 25 Oktober 2023.
ubb.ac.id. 2019. Pengertian Buruh/Pekerja, Tenaga Kerja dan Ketenagakerjaan.
Diakses pada 22 Oktober 2023, dari
http://repository.ubb.ac.id/2522/2/BAB%20I.pdf.
Utama, Winda. “Occupational Diving : Neurological Complications of Diving.”
Prosiding Ilmiah Dies Natalis Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, vol. 57, 2019.

77
Vann, Richard D, et al. “Decompression Illness.” The Lancet, vol. 377, no. 9760,
Jan. 2011, pp. 153–164, https://doi.org/10.1016/s0140-6736(10)61085-9.
Accessed 10 Mar. 2020.
Yonvitner, dkk. 2019. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut. Tangerang
Selatan : Universitas Terbuka.

78

Anda mungkin juga menyukai