Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ANALISIS GAP TERHADAP FENOMENA RATUSAN KARYAWAN PT.


MUJUR TIMBER MOGOK KERJA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pelatihan
Dosen Pengampu: Aam Rahmat, SE., MM.

Disusun Oleh:
NAMA: SALSYA NURFIANTI
NIM: 5111201055
KELAS: A2

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Manajemen Pelatihan ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
yang telah diberikan oleh Bapak Aam Rahmat, SE., MM. pada mata kuliah
Manajemen Pelatihan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang analisis gap terhadap fenomena ratusan karyawan PT. Mujur
Timber mogok kerja.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Aam Rahmat, SE., MM.
selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Manajemen Pelatihan yang telah
memberikan tugas ini diharapkan dapat membantu dan meningkatkan wawasan dan
pengetahuan sesuai bidang studi yang kami tekuni.
Dalam proses pembuatan makalah ini, kami menyadari masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Cimahi, 13 Oktober 2022

Salsya Nurfianti

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1 Pengertian Manajemen Pelatihan ............................................................. 3

2.2 Pengertian Tindakan Mogok Kerja .......................................................... 3

2.3 Unsur-Unsur Mogok Kerja ....................................................................... 4

2.4 Syarat-Syarat Sah Mogok Kerja ............................................................... 6

2.5 Proses Analisis Gap terhadap Fenomena Mogok Kerja Karyawan PT


Mujur Timber ........................................................................................... 7

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 9

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 9

3.2 Saran ......................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perekonomian di Indonesia saat ini berkembang secara pesat.
Perusahaan-perusahaan bermunculan dan bersaing secara ketat di pasar
global. Perusahaan-perusahaan berupaya semaksimal mungkin untuk
meningkatkan keuntungan dengan cara yang efisien. Pengusaha harus
mampu berbiaya produksi rendah untuk meningkatkan daya saingnya di
pasar global.
Tindakan mogok kerja merupakan jalan terakhir (ultimum
remedium) yang dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk
menekan pengusaha agar mau memperbaiki dan atau meningkatkan sistem
pengupahan dan atau kondisi-kondisi kerja. Walaupun mogok kerja diakui
sebagai hak asasi pekerja berdasar Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948
dan Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949, negara mempunyai kepentingan
untuk mengatur dan membatasi mogok kerja. (Budi Santoso, 2011)
Tercapainya hubungan yang harmonis antara para pekerja/buruh
dengan pengusaha di suatu perusahaan tidak berarti tidak kerjadi
perselisihan di antara mereka. Perselisihan terjadi justru karena tidak ada
kesesuaian pendapat mengenai hal-hal yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan atau perjanjian kerja bersama. Perbedaan pelaksanaan
apa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan menyebabkan
perselisihan , yang kadang membuka peluang bagi masing-masing pihak
untuk menggunakan “Senjata” dalam rangka terpenuhinya tuntutan. Di
pihak pekerja, senjata yang dimaksud adalah penggunaan hak mogok kerja,
yang harus dilakukan secara tertib dan damai. (Fatyandri & Muchsinati,
2014)
Menurut kenyataannya, aksi spontanitas mogok kerja yang
dilakukan oleh ratusan karyawan di PT Mujur Timber, yaitu agar
perusahaan membayarkan upah setiap bulannya tepat waktu pada tanggal
10. Karena sampai tanggal 19 para karyawan belum menerima gaji.
Pelatihan kerja berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan
keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau
pekerjaan. Pelatihan kerja ataau training dalam sebuah perusahaan selalu
berhubungan erat dengan hasil kinerja karyawan di perusahaan tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar beakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Tindakan Mogok Kerja?
2. Bagaimana Proses Analisis Gap terhadap Fenomena Mogok Kerja
Karyawan PT Mujur Timber?
3. Bagaimana solusi agar perusahaan dapat menghadapi kesenjangan
yang terjadi dengan karyawan?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui definisi dari Tindakan Mogok Kerja
2. Untuk mengetahui Proses Analisis Gap terhadap Fenomena Mogok
Kerja Karyawan PT Mujur Timber.
3. Untuk mengetahui solusi menghadapi kesenjangan antara
perusahaan dan karyawan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen Pelatihan

Pelatihan adalah semua kegiatan yang dirancang untuk


meningkatkan kinerja pegawai pada pekerjaan yang sedang atau yang akan
dihadapi. Oleh karenanya pelatihan (Sutrisno, 2016) dapat diartikan sebagai
keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta
mengembangkan potensi, produktivitas, disiplin dan etos kerja pada tingkat
keterampilan dan keahlian tertentu dengan jenjang kualifikasi atau
pekerjaan. (Dr. dr. Bernadetha Nadeak, M.Pd., 2019)
Wexley dan Yulk (Anwar Prabu Mangkunegara, 2009: 43) bahwa
pelatihan dan pengembangan adalah sesuatu yang mengacu pada hal-hal
yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana yang dilaksanakan untuk
mencapai penguasaan keterampilan, pengetahuan, dan sikap karyawan atau
anggota organisasi.
Menurut Oemar Hamalik (2007: 11) suatu proses yang meliputi
serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk
pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga
professional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu
guna meningkatkan efektifitas dan produktivitas dalam suatu organisasi.
Pelatihan kerja atau training dalam sebuah perusahaan selalu
berhubungan erat dengan hasil kinerja karyawan di perusahaan tersebut.
Dengan melakukan training, para karyawan dapat memiliki pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan sesuai dengan pekerjaannya. Perusahaan
selalu membutuhkan tenaga-tenaga yang berkompeten di bidangnya untuk
meningkatkan profit dan perkembangan perusahaan.
2.2 Pengertian Tindakan Mogok Kerja

Mogok kerja menurut Pasal 1 ayat (23) UU Ketenagakerjaan


didefinisikan sebagai tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan
dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat
buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. (Hukum, 2008).
Lebih lanjut, definisi tersebut dilengkapi Pasal 137 dalam undang – undang
yang sama, yang menyebutkan bahwa mogok kerja sebagai hak dasar
pekerja/buruh dan serikat pekerja /serikat buruh yang harus dilakukan
secara sah, tertib dan damai sebagai akibat kegegalan perundingan.
Pengaturan mengenai mogok kerja dapat dijumpai pada Pasal 137 sampai

3
dengan Pasal 145 UU Ketenagakerjan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor Kep.232/ MEN/2003 tentang Akibat Mogok Kerja
Tidak Sah. (Tenaga et al., 2003)

Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh yang dilakukan secara sah,
tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Adapun yang
dimaksud dengan gagalnya peundingan adalah tidak tercapainya
kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat
disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan peundingan mengalami
jalan buntu.

2.3 Unsur-Unsur Mogok Kerja

Berdasarkan definisi Pasal 1 butir 23 UU Ketenagakerjaan yang


dikaitkan dengan Pasal 137, undang –undang tersebut terdapat lima unsur
yang harus dipenuhi untuk dikatakan sebagai mogok kerja.
1. Tindakan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Sebuah tindakan beru dikatakan sebagai mogok kerja apabila
dilakukan oleh pekerja dan/atau serikat pekerja.Jika dilakukan oleh
bukan pekerja atau serikat pekerja walaupaun dilakukan untuk
memperbaiki ketentuan dalan UU Ketenagakerjaan atau kondisi
ketenagakerjaan tidak dapat dikatakan mogok kerja. Ketentuan
bahwa mogok kerja hanya dapat dilakukan oleh pekerja atau serikat
pekerja tersebut dapat menimbulkan permasalahan dalam hal
terdapat dukungan atau terdapat pihak lain selain pekerja atau serikat
pekerja. Untuk meningkatkan posisi tawar pekerja, pekerja
diharuskan untuk menjalin aliansi dengan pekerja lainya tau
kekuatan diluar pekerja. Dengan adanya intervensi dari pihak luar
maka mogok kerja dapat dipatahkan dengan alasan tidak murni
dilakukan oleh serikat pekerja atau pekerja. Padahal dalam praktek
tidak jarang mogok kerja ditunggangi kepentingan lain. Jika hal
seperti itu terjadi maka tidak adil jika pekerja yang mogok dan murni
ingin meperjuangkan hak dan kepentinganya,harus menerima
imbasnya.
2. Direncanakan dan Dilaksanakan Secara Bersama-Sama
Maksud “bersama-sama” adalah pemogokan melibatkan lebih dari
satu pekerja. Jika hanya satu pekerja maka dikatakan bukan mogok.
Sebaliknya jika dilakukan lebih dari satu pekerja maka dapat disebut
mogok. Walaupun hanya dua orang dari seratus pekerja. Ini artinya,
jika hanya seorang pekerja saja yang melakukan mogok kerja maka
tidak akan memperoleh perlindungan hukum, Padahal secara

4
eksplisit dalam UU Ketenagakerjaan dikatakan mogok adalah hak
setiap pekerja bukan hanya hak sekelompok pekerja.
3. Untuk Menghentikan atau Menghambat Pekerjaan
Tujuan mogok kerja adalah untuk memaksa pengusaha mendengar
dan menerima tuntutan pekerja/serikat pekerja, caranya adalah
dengan membuat pengusaja merasakan akibat proses produksi yang
berhenti atau melambat. Pengertian mengenai mogok tidak hanya
sebagai alat penyeimbanghubunganindustrial, tetapi sebagai upaya
pekerja/serikat pekerja untuk melindungi hak dan kepentiangan
dasarnya.
4. Mogok Dilaksanakan Secara Sah,Tertib dan Damai
Ketentuan ini mengarisbawahi bahwa setiap pemogokan yang
terjadi harus dilakukan secara sah,tertib dan damai. Maksud “secara
sah” adalah mogok kerja harus mengikuti ketentuan Pasal 140 UU
Ketenagakerjaan.Apabila semua prosedur dalam pasal tersebut
terpenuhi maka pemogokan dianggap sah.Dalma hal tidak terpenuhi
prosedur administratif terebut maka pemogokan dianggap tidak sah.
Maksud “secara tertib dan damai” adalah pemogokan tidak boleh
menempuh cara-cara tidak tertib dan tidak damai. Dalam UU
Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaanya tidak dijelaskan lebih
lanjut apa yang terjadi jika pemogokan dilakukan dengan tidak tertib
dan damai. Dalam prakteknya pekerja/erikat pekerja yang
melakukan mogok harus berhadapan dengan pihak kepolisian.
Tindakan mogok terebut dianggap mengganggu stabilitas sehingga
perlu dilakuakan pengamanan. Mogok kerja yang dilakukan secara
sah,tertib dan damai tidak dapat dihalang -halangi oleh siapapun.
Pasal 143 ayat (3) UU Ketengakerjaan menyatakan siapapun
dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap
pekerja/pengurus serikat pekerja ayang melakukan mogok kerja
secara sah,tertib dan damai. Pasal 141 UU Ketengakerjaan
menegaskan haltersebut dengan mengatakan bahwa pengusaha
dilarang mengganti pekerja yang mogok kerja secara sah,tertib dan
damai dengan pekerja lain dari luar perusahaan. Pengusaha dilarang
memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun
kepada pekerja dan pengurus serikat pekerja yang mogok sesudah
dan selama melakukan mogok kerja. Pekerja yang melakukan
mogok kerja secara sah tetap mendpatkan upah.
5. Mogok Kerja sebagai Akibat Gagalnya Perundingan
Ketentuan ini menekankan bahwa mogok kerja dapat dilakukan
sebagai akibat dua situasi, yaitu :
• Apabila telah dilakukan upaya-upaya perundingan lebih
dahulu namun gagal mennjadi kesepakatan; atau
• Apabila pihak pengusaha menolak diajak berunding.

5
Jadi jika belum ada perundingan atau belum pernah mengajak
pengusaha melakukan perundingan, mak tidak boleh ada
pemogokan. Serikat pekerja atau buruh yang akan mogok harus
berunding dahulu dan baru boleh menjalankan pemogokan apabila
perundingan gagal atau pengusaha meolak diajak berunding
walaupun pekerja/serikat pekerja telah memintanya 2 kali berturut-
turut.
Menurut ketntuan UU Ketentagakerjaan, hanya apabila kedua hal
tersebut terpenuhi maka pekerja baru boleh merencanakan dan
mengadakan pemogokan. Setelah itu pekerja/serikat pekerja harus
melalui prosedur untuk menjadikan mogok terebut sah. Prosedur
tersebuit diatur pada Pasal 140 UU Ketenagakerjaan.

2.4 Syarat-Syarat Sah Mogok Kerja

Mogok kerja dinyatakan sah berdasarkan UU Ketenagakerjaan dan


Peraturan pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
1. Akibat gagalnya perundingan antara pekerja/serikat pekerja dengan
pengusaha. Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja /serikat pekerja
pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau
perusahaan yang kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa
manusia tetap sah selama tidak mengganggu kepentingan umum
dan/atau membahayakan keselamatan orang lain(dilakukan saat
tidak dalam tugas).
2. Pemberitahuan secara tertulis yang disampaikan oleh pekerja/serikat
pekerja kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab
dibidang ketenagakerjaan setempat.
3. Pemberitahuan dilakuan minimal 7 hari sebelum dilakukan
pemogokan.
4. Isi pemberitahuan sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf
a, b, c, dan d Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.

6
2.5 Proses Analisis Gap terhadap Fenomena Mogok Kerja Karyawan PT
Mujur Timber

Menurut kenyataannya, aksi spontanitas mogok kerja yang


dilakukan oleh ratusan karyawan PT Mujur Timber, yaitu agar perusahaan
membayarkan upah setiap bulannya tepat waktu pada tanggal 10. Karena
sampai tanggal 19 para karyawan belum menerima gaji.Pihak perusahaan
langsung menemui karyawannya tersebut dan menyampaikan akan
membayar gaji pada tanggal 22 nanti. Setelahnya ratusan karyawan
langsung membubarkan diri. (tv one news, 2022)
Akibatnya pekerja merasa dirugikan oleh pihak manajemen dan
terjadi perselisihan antara pihak manajemen dengan pekerja sehingga terjadi
demo dalam bentuk mogok kerja yang mencerminkan ketidak sejahteraan
para pekerja yang pada akhirnya berdampak kepada ketidakpuasan pekerja.
Akan tetapi, hal ini juga mungkin untuk dihindari jika para ManajerSumber
Daya Manusia (SDM) dan pekerja duduk bersama dan mencari solusi serta
bisa menyampaikan pendapat yang lebih konstruktif, sehingga musyarawah
untuk mufakat bisa diutamakan dibandingkan dengan melakukan mogok
kerja.
Dampak yang timbul adalah adanya ketidak harmonisan hubungan
kemitraan antara pengusaha dan pekerja yang disebabkan oleh selain tingkat
kesejahteraan pekerja juga masalah keberadaan serikat kerja / serikat buruh
di perusahaan maupun kurang terbukanya sistem manajemen perusahaan
(Harsono dan Ambarepto, 2006:16-17).
Terjadinya ketidak harmonisan mengindikasikan bahwa Manajer
SDM tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bernegosiasi
dengan para pekerja serta mencerminkan ketidakprofessional dalam
melaksanakan tugas sebagai Manajer SDM. Kurangnya kompetensi
Manajer SDM dalam perilaku, keahlian, dan pengetahuan dalam sistem
rekrutmen dan seleksi dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan di
masa mendatang. Serta kurangnya pengetahuan tentang peraturan
ketenagakerjaan baik pekerja maupun Manajer SDM.
Adanya Kesenjangan komunikasi dapat menyebabkan perbedaan
sudut pandang antara pekerja dengan perusahaan yang dapat menimbulkan
persepsi pekerja merasa diperlakukan secara tidak adil. Manajemen yang
tidak mengkomunikasikan visi, misi, dan nilai perusahaan kepada pekerja
akan menimbulkan kesenjangan yang semakin lebar antara pekerja dan
perusahaan.
Dari sudut pandang perusahaan yang dapat dilakukan adalah
memberikan pelatihan serta motivasi pada seluruh karyawan, karena jika
kualitas SDM karyawan baik maka tidak akan ada aksi spontanitas mogok

7
kerja. Selain itu perusahaan harus mentaati kebijakan perihal penetapan
tanggal pemberian gaji karena sebelumnya sudah ada kesepakatan antara
keryawan dengan perusahaan.
Solusi untuk fenomena ini yaitu pemberian manajemen pelatihan
serta motivasi pada karyawan PT Mujur Timber pun mungkin sudah
seharusnya dilakukan agar memperbaiki atau meningkatkan kinerja
pegawai dan produktivitas perusahaan. Pelatihan sangat penting diberikan
kepada karyawan karena pelatihan merupakan bagian dari kultur
perusahaan.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Tindakan mogok kerja merupakan jalan terakhir (ultimum


remedium) yang dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk
menekan pengusaha agar mau memperbaiki dan atau meningkatkan sistem
pengupahan dan atau kondisi-kondisi kerja.
Pelatihan kerja atau training dalam sebuah perusahaan selalu
berhubungan erat dengan hasil kinerja karyawan di perusahaan tersebut.
Dengan melakukan training, para karyawan dapat memiliki pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan sesuai dengan pekerjaannya. Perusahaan
selalu membutuhkan tenaga-tenaga yang berkompeten di bidangnya untuk
meningkatkan profit dan perkembangan perusahaan.
Dampak yang timbul adalah adanya ketidak harmonisan hubungan
kemitraan antara pengusaha dan pekerja yang disebabkan oleh selain tingkat
kesejahteraan pekerja juga masalah keberadaan serikat kerja/serikat buruh
di perusahaan maupun kurang terbukanya sistem manajemen perusahaan.
Maka dari itu pentingnya kebutuhan pelatihan dalam sebuah perusahaan.
3.2 Saran

Penulis berharap adanya kegiatan manajemen pelatihan untuk


memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas
perusahaan. Pelatihan sangat penting diberikan kepada karyawan karena
pelatihan merupakan bagian dari kultur perusahaan.
Selain itu perusahaan harus mentaati kebijakan perihal penetapan
tanggal pemberian gaji karena sebelumnya sudah ada kesepakatan antara
keryawan dengan perusahaan. Pengusaha seharusnya tidak berlaku semena-
mena mengingat bahwa pengusaha juga membutuhkan buruh untuk
membantu proses produksinya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Budi Santoso. (2011). Pengaturan Mogok Kerja dalam Perspektif Hukum.


Dr. dr. Bernadetha Nadeak, M.Pd., P. (2019). Manajemen Pelatihan dan
Pengembangan. In Buku Materi Pembelajaran (Pertama). UKI Press.
http://repository.uki.ac.id/id/eprint/1308
Fatyandri, A. N., & Muchsinati, E. S. (2014). Pengaruh dan peran manajer SDM
terhadap keharmonisan hubungan industrial di Kota Batam. Jurnal
Manajemen, 14(1), 1–14.
Hukum, W. (2008). MOGOK KERJA. VII(1), 17–29.
Tenaga, M., Dan, K., Republik, T., Akibat, T., Mogok, H., Yang, K., & Sah, T.
(2003). KEP_232_MEN2003_Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah.
232, 2–4.
tv one news. (2022). Ratusan Karyawan PT. Munjur Timber Mogok Kerja.
https://www.tvonenews.com/daerah/sumatera/54856-telat-bayar-gaji-ratusan-
karyawan-pt-mujur-timber-mogok-kerja

10

Anda mungkin juga menyukai