Di Susun oleh:
Nama : Roni Tamar
No.Stb : 091-2019-0143
1
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
2
Contents
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I..............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................4
B. TUJUAN.............................................................................................................................6
BAB II............................................................................................................................................7
KAJIAN PUSTAKA.......................................................................................................................7
A. Penelitian Terdahulu...........................................................................................................7
B. Tinjauan empiris.................................................................................................................8
C. Pengertian kesehatan kerja................................................................................................10
D. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja...........................................................................12
E. Pengertian kecelakaan kerja..............................................................................................13
F. Pengertian produktivitas....................................................................................................15
G. Hubungan antara keselamatan dan kesehatan kerja dengan produktifitas karyawan.........16
BAB III............................................................................................................................................18
PEMBAHASAN...............................................................................................................................18
A. Sistem Di PT.Vale Indonesia............................................................................................18
B. Risiko Operasional............................................................................................................18
C. GOLDEN RULES.............................................................................................................19
D. Produktivitas di masa Pandemi.........................................................................................24
BAB IV.........................................................................................................................................25
KESIMPULAN.............................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
ini tentunya berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Akan tetapi
apakah sesimple itu? Bisnis yang sarat akan persaingan sekarang ini
manajerial dan fungsi operasional. Ketika kita lebih tekankan pada fungsi
pemeliharaan.
4
yaitu angkatan kerja yang efektif, semangat, dan kegairahan kerja. Fungsi ini
dititik beratkan pada pemeliharaan fisik dan mental para karyawan melalui
(Suma’mur, 1998 : 3) :
nomor 1 tahun 1970 serta peraturan lain yang melengkapi. Dalam ketentuan
5
B. TUJUAN
1. Hubungan keselamatan kerja terhapad produktivitas
2. Dampak keselamatan kerja terhadap produktivitas
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
7
Sedangkan pencegahan kecelakaan akibat kerja yang berhasil akan
mendukung kesejahteraan karyawan sehingga mereka akan bekerja secara
efektif.
Mardiyah (2005) dalam skripsinya yang berjudul : Pengaruh
keselamatan dan Kesehatan kerja terhadap semangat kerja karyawan. Dalam
penelitian ini K3 terdiri dari variabel keselamatan kerja & kesehatan kerja.
Analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan tingkat
signifikan 0,05 yang diolah dengan komputer program mikrostak. Dari hasil
analisis data menunjukkan bahwa variabel keselamatan kerja & kesehatan
kerja berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan. Jadi analisis
ini menunjukkan bahwa keselamatan kerja & kesehatan kerja akan
mendorong karyawan bekerja dengan semangat.
B. Tinjauan empiris
1. Pengertian keselamatan kerja
Masalah keselamatan kerja merupakan suatu hal yang penting,
karenanya dengan lingkungan kerja yang aman, tenang & tenteram, maka
orang yang bekerja akan bersemangat & dapat bekerja secara baik sehingga
hasil kerjanya memuaskan.
Keselamatan kerja menurut Moenir (1983 : 201) adalah : suatu
keadaan dalam lingkungan/ tempat kerja yang dapat menjamin secara
maksimal keselamatan orang-orang yang berada didaerah/ tempat
tersebut baik orang tersebut pegawai/ bukan pegawai dari organisasi
kerja itu.
Lingkup keselamatan kerja menurut Suma’mur (1989 : 12)
adalah bahwa keselamatan kerja bertalian dengan mesin, pesawat, alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja & lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Keselamatan kerja berhubungan erat dengan keadaan tempat
kerja baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air & udara, tempat-
tempat kerja tersebut tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti
pertanian, industri, pertambagan, perhubungan dan lain-lain.
Keselamatan kerja juga menyangkut segenap proses produksi dan
distribusi, baik barang maupun jasa, salah satu aspek penting sasaran
8
keselamatan kerja mengingat resiko bahayanya, adalah : penerapan teknologi,
yang maju dan mutakhir.
Sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun maka di
Indonesia masalah keselamatan kerja merupakan hal yang sangat penting
seperti diuraikan oleh Suma’mur (1989 : 50) bahwa:
”Didalam masyarakat yang sedang membangun salah satunya
aspek pembangunan adalah bidang ekonomi & sosial, maka
keselamatan kerja lebih terampil kedepan lagi dikarenakan cepatnya
menerapkan teknologi dengan segala seginya termasuk problematik
keselamatan kerja menampilkan banyak permasalahan sedangkan
kondisi sosial-kultural belum cukup siap menghadapinya”.
Maka dari pada itu, sebagai akibat tidak cukupnya perhatian yang
diberikan, disana-sini terlihat adanya problem keselamatan kerja, bahkan
kadang-kadang hilang sama sekali hasil jerih payah suatu usaha dikarenakan
kecelakaan.
Dari beberapa pengertian secara umum dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan keselamatan kerja adalah suatu pengertian tentang perlunya
tempat kerja, yang dapat menjamin.
secara maksimal keselamatan orang-orang yang berada ditempat kerja
dan sekitarnya, baik orang tersebut pegawai/ bukan pegawai dari organisasi
tersebut.
Sesuai dengan pengertian keselamatan kerja yang dikemukakan
A.S. Moenir (1983 : 203) diatas maka faktor-faktor dari keselamatan kerja
adalah :
a. Lingkungan kerja secara fisik.
1. Penempatan benda/ barang sedemikian rupa sehingga tidak
membahayakan/ mencelakakan orang-orang yang berada ditempat
kerja/ disekitarnya. Penempatan dapat pula dilakukan dengan
diberi tanda, batas-batas & peringatan yang cukup.
2. Perlindungan pada pegawai/ pekerja yang melayani alat- alat kerja
yang dapat menyebabkan kecelakaan, dengan cara memberikan
alat perlindungan yang sesuai dan baik. Perlengkapan
perlindungan misalnya : gas masker, kaca mata las, sarung tangan,
9
helm pengaman, pakaian anti api, sepatu, penutup telinga, dsb.
3. Penyediaan perlengkapan yang mampu untuk digunakan sebagai
alat pencegahan pertolongan & perlindungan. Perlengkapan
pencegahan misalnya : alat pencegah kebakaran, pintu darurat,
pertolongan apabila terjad
kecelakaan seperti : alat PPPK, tabung oksigen, ambulan dsb.
b. Lingkungan sosial psikologis .
Sedangkan jaminan keselamatan kerja secara psikologis dapat
dilihat pada aturan organisasi sepanjang mengenai berbagai jaminan lihat
pada aturan organisasi sepanjang mengenai berbagai jaminan organisasi
atas pegawai/ pekerja yang meliputi :
1. Perlakuan yang adil terhadap semua pegawai/ pekerja tanpa
membedakan agama, suku, kewarganegaraan, turunan &
lingkungan sosial.
2. Perawatan/pemberian asuransi terhadap para pegawai yang
melakukan pekerjaan berbahaya & beresiko, yang kemungkinan
terjadi kecelakaan kerja sangat besar.
3. Masa depan pegawai terutama dalam keadaan tidak mampu lagi
melakukan pekerjaan akibat suatu kecelakaan, baik fisik maupun
mental.
4. Kepastian kedudukan dalam pekerjaan, hal ini merupakan salah
satu jaminan bahwa orang-orang dalam organisasi itu dilindungi
hak/kedudukannya oleh peraturan. Faktor pegawai dijamin secara
seimbang dengan kewajibannya.
C. Pengertian kesehatan kerja
Menurut Moenir (1983 : 207) yang dimaksud kesehatan kerja
adalah “ suatu usaha dan keadaan yang memungkinkan seseorang
mempertahankan kondisi kesehatannya dalam pekerjaan”.
Menurut Soepomo (1985 : 75) : “kesehatan kerja adalah aturan-
aturan dan usaha-usaha untuk menjaga buruh dari kejadian/keadaan
perburuhan yang merugikan kesehatan & kesusilaan dalam diri seorang
itu, karena itu malakukan pekerjaan pekerjaan dalam suatu hubungan
kerja tidak jauh dari beberapa pengertian diatas Mannulang (1990 : 87)
menjelaskan bahwa kesehatan kerja dalah bagian dari ilmu kesehatan
10
yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan yang sempurna
baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat
bekerja secara optimal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan kerja adalah suatu usaha &
aturan-aturan untuk menjaga kondisi perburuhan dari kejadian/keadaan yang
merugikan kesehatan & kesusilaan, baik dalam keadaan yang sempurna fisik,
mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal.
Adapun faktor-faktor dari kesehatan kerja adalah :
c. Lingkungan kerja secara medis.
Dalam hal ini lingkungan kerja secara medis dapat dilihat dari
sikap perusahaan dalam menangani hal-hal sebagai berikut :
1. Kebersihan lingkungan kerja.
2. Suhu udara & ventilasi di tempat kerja
3. Sistem pembuangan sampah & limbah industri.
d. Sarana kesehatan tenaga kerja.
Upaya-upaya dari perusahaan untuk meningkatkan kesehatan
dari tenaga kerjanya hal ini dapat dilihat dari :
1. Penyedia air bersih.
2. Sarana olah raga & kesempatan rekreasi.
3. Sarana kamar mandi & WC.
e. Pemeliharaan kesehatan tenaga kerja.
1. Pemberian makanan yang bergizi.
2. Pelayanan kesehatan tenaga kerja.
3. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
Syarat keselamatan kerja menurut Nasution (1994 ; 253) antara lain:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Mencegah dan mengendalikan timbul/ menyebarluaskan
kelembapan debu, kotoran asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar matahari suara getaran.
3. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja
baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
4. Memperoleh penerangan yang cukup dan serasi.
5. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup.
11
6. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
7. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya.
12
a. Alasan berdasarkan kemanusiaan.
Pertama-tama para manajer yang mengadakan pencegahan
kecelakaan atas dasar perikemanusiaan yang sesungguhnya, mereka
melakukan demikian untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit
dan pekerja yang menderita luka. Serta keluarganya sering diberi
penjelasan mengenai akibat kecelakaan.
b. Alasan berdasarkan UU.
Ada juga alasan mengadakan program keselamatan kerja
berdasarkan UU tentang K3 dan bagi mereka yang melanggar dijatuhkan
denda.
c. Alasan ekonomi.
Alasan ekonomi untuk menjadi sadar akan keselamatan kerja
karena biaya kecelakaan dapat sangat besar bagi perusahaan.
Perusahaanperusahaan kecil juga dianjurkan secara bersama-
sama mempunyai ahli K3 didalam perusahaan perlu dibentuk panitia
pembinaan K3. Tujuannya adalah peningkatan keselamatan dan
kesehatan melalui kerja sama Bipatriet yaitu antara pengusaha dan
pekerja.
Sedangkan organisasi K3 terdapat pada unsure pemerintahan
dalam ikatan profesi, badan konsultasi dimasyarakat, di perusahaan-
perusahaan dan lain-lain. Program pemerintah khususnya pembinaan
dan pengawasan bersama-sama dengan praktek K3 di perusahaan-
perusahaan isi mengisi sehingga dicapai tingkat keselamatan dan
kesehatan di perusahaan setinggi-tingginya, selain itu perusahaan
dalam meningkatkan penerapan keselamatan kerja di perusahaannya
dapat memperoleh bantuan keahlian dari badan-badan
konsultan. Pada tingkat perusahaan, pengusaha dan pekerja
adalah kunci kearah keberhasilan program K3. ikatan profesi
meningkatkan pula profesi keselamatan kerja, agar menunjang
program keselamatan kerja.
E. Pengertian kecelakaan kerja
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya oleh
karena itu kecelakaan dapat dicegah, asalkan kita cukup kemauan untuk
mencegahnya. Oleh karena itu pula sebab-sebab harus diteliti dan
13
ditemukan agar untuk selanjutnya dengan usaha koreksi yang tujukan
kepada sebab itu kecelakaan dapat dicegah dan tidak berulang kembali,
dengan kata lain, kecelakaan bias terjadi karena kondisi yang tidak
membawa keselamatan kerja/ perbuatan yang tidak selamat. Jadi
kecelakaan kerja menurut Silalahi (1995 : 22) adalah : “setiap perbuatan/
kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan”.
Menurut Beach dalam bukunya Moekijat (1996 : 146) mengatakan
kecelakaan adalah suatu kejadian/ suatu peristiwa yang tidak diharapkan
yang merintangi/ menggagu jalannya kegiatan biasa.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan/ kondisi,
tidak selamat yang direncanakan & diharapkan yang dapat mengakibatkan
kecelakaan yang merintangi atau mengganggu jalannya kegiatan.
Dessler (1957: 197) menerangkan 3 alasan dasar dari kecelakaan
ditempat kerja antara lain :
d. Kejadian yang bersifat kebetulan.
e. Kondisi tidak aman merupakan alasan utama dari kecelakaan termasuk
faktor-faktor seperti :
1. Peralatan perlindungan yang tidak memadai.
2. Peralatan rusak.
3. Prosedur yang berbahaya dalam pada atau sekitar mesin/ peralatan.
4. Gedung yang tidak aman sumpek dan terlalu penuh.
5. Penerangan yang tidak memadai suram, tidak cukup penerangan.
6. Ventilasi tidak memadai tidak cukup penggantian udara, sumber
udara tidak murni.
f. Tindakan-tindakan yang tidak aman.
Kebanyakan para ahli keselamatan kerja dalam manajer tahu
bahwa tidak mungkin menghapuskan kecelakaan hanya dengan
mengurangi kondisi yang tidak aman: orang menyebabkan kecelakaan
dan tidak ada yang menemukan jalan. Yang benar-benar pasti untuk
menghilangkan tindakan karyawan yang tidak aman seperti:
1. Menggunakan peralatan dengan tidak aman.
2. Pikiran kacau, gangguan, penyalahgunaan, kaget, berselisih,
14
permainan kasar dll.
3. Menggunakan prosedur kerja yang tidak aman.
menyebabkan rasa kecil hati tetapi produktivitas dan semangat kerja mereka
akan menurun, lebih lanjut mereka tidak menaruh minat, apatis dalam
pula.
251).
Hubungan ini juga dapat dilihat dari tujuan utama dari keselamatan dan
gizi TK, perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga
17
BAB III
PEMBAHASAN
B. Risiko Operasional
18
HAZOP (Hazardous Operations) merupakan prosedur untuk mengidentifikasi
risiko yang mungkin terjadi pada saat modifikasi yang signifikan pada suatu
peralatan atau pemasangan peralatan baru, termasuk pengembangan rencana
aksi untuk mengurangi atau mengeliminasi risikorisiko tersebut.
JSA (Job Safety Analysis) merupakan prosedur untuk menganalisa risiko-
risiko yang terkait dengan suatu pekerjaan lapangan yang spesifik sebelum
pekerjaan tersebut dilakukan, dan kemudian mengembangkan prosedur operasi
standar yang fokus kepada aspek keselamatan untuk mengurangi atau
mengeliminasi risiko- risiko tersebut. Prosedur-prosedur operasi standar
tersebut diperbaharui secara rutin selama pekerjaan dilakukan dan juga dibahas
dalam sesisesi Safety Talks sebelum giliran kerja.
Safety Talks adalah sesi pertemuan seluruh personil operasional yang
dilakukan sebelum dimulainya suatu giliran kerja untuk mengingatkan kembali
pentingnya keselamatan kerja. Untuk fungsi-fungsi korporasi atau pendukung,
pertemuan diadakan secara mingguan.
RAC (Critical Activity Requirements) merupakan serangkaian standar
keselamatan kerja yang dikembangkan melalui evaluasi atas aktivitasaktivitas
berisiko tinggi. Seluruh prosedur, peralatan, struktur dan aktivitas di PT Vale
diwajibkan memenuhi standar-standar ini. RAC merupakan penyempurnaan
dari perangkat sebelumnya yaitu Major Hazard Standards (MHS).
GIP (General Induction Program) adalah program orientasi untuk
meningkatkan kesadaran akan keselamatan kerja secara umum. SSIP (Site
Specific Induction Program) adalah program orientasi untuk karyawan baru,
kontraktor dan tamu yang berkunjung mengenai aspek keselamatan kerja yang
secara khusus terkait dengan instalasiinstalasi spesifik yang akan dikunjungi.
Mandatory Audits/Inspections adalah kegiatan audit/ inspeksi wajib yang harus
dilakukan oleh setiap personil pemimpin di Sorowako untuk menghentikan
atau mencegah kondisi dan/atau perilaku yang membahayakan. Setiap personil
pemimpin diharuskan menyelesaikan sejumlah tertentu audit/inspeksi setiap
tahunnya.
C. GOLDEN RULES
Golden rules merupakan aturan pokok (baku) yang diterapkan di PT. Vale
Indonesia untuk mencegah terjadi kecelakaan kerja yang sering menyebabkan
19
kecelakaan yang berakibat fatal pada perusahaan PT. Vale Indonesia, Aturan Baku
merupakan kumpulan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang harus diikuti
oleh karyawan Vale dan kontraktor.
Aturan ini menunjukkan persyaratan minimal untuk melakukan pekerjaan
dan tidak menggantikan semua persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja
lainnya. Aturan ini adalah prinsip utama yang yang harus diterapkan pada semua
karyawan.
Aturan ini dibuat untuk menunjukkan salah satu nilai Vale – “Kehidupan adalah
Hal Terpenting” – dan untuk MENYELAMATKAN NYAWA. Hal ini sudah
umum pada perusahaan dengan bahaya operasi yang tinggi untuk memiliki Aturan
Baku global dan standar. Aturan Baku membantu kita untuk tetap waspada.
Sebelumnya tidak ada Aturan Baku yang sama untuk Vale. Angka di bawah ini
menunjukkan perbedaan Aturan Baku yang dapat kita temukan di semua
organisasi. Penyatuan Aturan Baku secara global bertujuan untuk menghilangkan/
mengurangi fatality, insiden yang Signifikan dan HiPo yang terkait dengan factor
perilaku karyawan Vale, termasuk kontraktor dan untuk menerapkan disiplin
operasional dan pengelolaan perilaku personal.
Aturan Baku Vale global akan diterapkan kepada semua departemen/ unit
bisinis tanpa kecuali. Semua Aturan Baku yang pernah dibuat sebelumnya oleh
area/ unit bisnis sudah tidak berlaku lagi.
Apa tujuan penerapan 10 Aturan Baku dalam aktifitas rutin Vale sehari-
hari?
Menge nali perilaku yang diharapkan
Mempromosikan lingkungan kerja yang aman
Meningkatkan disiplin operasional
Mempromosikan sikap yang aman dan memperkuat hak untuk menolak
pekerjaan
menghilangkan toleransi terhadap penyimpangan dalam cara kerja
Membedakan Kesalahan dari Pelanggaran
20
Adapun penjelasan aturan baku tersebut sebagai berikut:
1. Bekerja di bawah pengaruh obat terlarang
Jangan melakukan pekerjaan ketika berada di bawah pengaruh alkohol, obat
terlarang dan zat lain yang dapat mengurangi kebugaran bekerja
Bekerja, mengoperasikan peralatan dan/ atau mengemudikan kendaraan (alat
berat atau kendaraan ringan) di bawah pengaruh alkohol dan/ atau narkoba,
psikotropika & Zat Adiktif lainnya (NAPZA) berdasarkan verifikasi petugas yang
berwenang.
Mengemudikan kendaraan ringan perusahaan (di luar jam kerja) di bawah
pengaruh alcohol dan atau narkoba, psikotropika & zat adiktif lainnya (NAFZA)
yang melewati batas yang diizinkanberdasarkan verifikasi petugas berwenang.
Mengacu pada kebijakan alcohol dan drugs PTVI.
2. Working at Heights
Jangan melakukan pekerjaan di atas ketinggian (> 1.8 m) tanpa pelatihan yang
sesuai, mendapat izin dan selalu gunakan safety harness yang dicantolkan ke titik
jangkar yang sesuai. Dilarang keras bekerja di ketinggian lebih dari 1,8 meter dari
tanah, lantai kerja atau scaffolding tanpa pelindung atau pencegah jatuh mis:
21
standar hand rail atau harness dan lanyard. Jangan melakukan pekerjaan di atas
ketinggian (> 1.8 m) tanpa pelatihan yang sesuai, mendapat izin dan selalu
gunakan safety harness yang dicantolkan ke titik jangkar yang sesuai.
3. Vehicles and Mobile Equipment
Jangan mengoperasikan kendaraan bermotor atau alat berat tanpa pelatihan yang
sesuai, mendapat kewenangan dan menggunakan peralatan keselamatan. Patuhi
rambu lalu lintas. Dilarang keras mengoperasikan kendaraan atau alat berat tanpa
SIMPER PTVI yang masih berlaku untuk alat tersebut, kecuali dalam program
pelatihan oleh instruktur resmi. Dilarang keras mengemudikan kendaraan
melebihi 30 km/jam dari batas kecepatan yang ditetapkan.
4. Lock and Tag ( isolasi dan penguncian)
Jangan melakukan pemeliharaan atau perbaikan pada instalasi atau peralatan tanpa
memastikan bahwa semua sumber energi ditelah diputus, identifikasi dan
diperiksa untuk dinyatakan sebagai “zero energy”. Memindahkan/ melepas
personal lock dan personal tag karyawan lain, kecuali jika persetujuan diperoleh
secara tertulis dari KTT atau yang diberi wewenang. Tidak mengikuti prosedur
lock dan tag yang dapat mengakibatkan cedera serius/ meninggal dunia atau
kerugian property yang signifiakn bagi perusahaan.
5. Lifting Loads ( pengangkatan beban)
Jangan menempatkan tubuh anda di bawah beban yang sedang tergantung atau
memasuki area yang dibatasi. Hanya boleh menggunakan alat angkat yang.
Mengangkat beban dengan alat angkat atau penopang tanpa mengikuti pelatihan
tentang alat angkat (rigging) dan tanpa memiliki lisensi alat angkat. Mengangkat
beban dengan alat angkat atau penopang tanpa mengikuti prosedur tentang alat
angkat (rigging). Bekerja/ berada di bawah suatu beban yang sedang diangkat oleh
alat angkat
tersertifikasi.
6. Confined Spaces (ruang terbatas)
Jangan melakukan pekerjaan sendirian di dalam ruang terbatas, tanpa pelatihan,
kewenangan, izin kerja dan APD yang sesuai. Memasuki atau memerintahkan
bawahan untuk memasuki ruang terbatas tanpa mengikuti prosedur yang berlaku (CS
entry permit) yang dapat menyebabkan cedera serius atau kematian.
7. Restricted Areas ( Area terbatas)
Jangan memasuki area produksi, area tailing, gardu listrik atau area terlarang lain tanpa
22
izin. Memasuki area dengan jarak satu setangah kali terhadap tinggi permukaan material
galian lepas/ mudah longsor, kecuali berada di dalam kendaraan yang dilengkapi dengan
struktur pelindung kabin terhadap benda jatuh yang standar/ disetujui (FOPS) atau apabila
JSA telah dibuat dan disetujui untuk aktifitas tersebut. Memasuki daerah switch yard atau
daerah bertegangan tinggi (daerah tertutup atau berpagar) tanpa izin/ otorisasi, Memasuki
area yang sedang atau telah diisi dengan bahan peledak tanpa izin dari juru ledak yang
sedang bertugas, Memasuki area di mana sementara ada kegiatan pemangkasan/
penebangan pohon tanpa izin dari pengawas.
8. Tools and Equipment (perkakas dan peralatan)
Jangan menggunakan alat, mesin atau peralatan yang rusak atau dimodifikasi untuk
melakukan pekerjaan. Supervisor (L1) tidak menyediakan dokumen perubahan (MoC)
untuk sebuah desain/ struktur, fasilitas atau peralatan kerja yang diklasifikasikan
pekerjaan berisiko tinggi, Melakukan instalasi dan menggunakan peralatan listrik, alat
instrumentasi termasuk kabel listrik yang tidak sesuai standar yang dapat mencederai
manusia dan merusak peralatan lain.
9. Risk Analysis (analisis resiko)
Jangan melakukan pekerjaan jika tidak memahami risikonya dan memenuhi semua
pengendalian yang diwajibkan. Atasan tidak menginformasikan prosedur kerja yang
disyaratkan dan risiko pekerjaan serta memberikan pelatihan yang dapat mengakibatkan
cedera serius atau kerugian property perusahaan, Tidak mengikuti standar dan prosedur
kerja sehingga menyebabkan kecelakaan serius/ fatal atau kerugian yang berdampak besar
terhadap perusahaan.
10. Electronic Devices (perangkat elektronik)
Jangan menggunakan telepon seluler atau perangkat elektronik lain pada saat
menggunakan peralatan atau pada saat berada di area operasional yang tidak diizinkan
dan pada saat menaiki tangga atau menyeberang jalan.
Golden rules yang diterapkan di PT. Vale Indonesia, jika terjadi
pelanggaran pada golden rules tersebut maka sanksi yang akan didapatkan yaitu
mendapatkan surat peringatan/step 5 (berupa pemecatan), hal ini dilakukan karena
berdasarkan pengalaman kecelakaan kerja yang dapat menghambat proses
produksi di PT. Vale Indonesia, sehingga perusahaan mengeluarkan aturan baku
tersebut untuk mengurangi kerugian yang dialami perusahaan jika terjadi
kecelakaan kerja, baik itu kerugian berupa kehilangan tenaga kerja maupun
kerugian materi yang dialami perusahaan akibat tersendaknya produksi
dikarenakan kecelakaan kerja, karean di PT. Vale Indonesia, jika terjadi
23
kecelakaan kerja maka proses produksi akan terhenti sampai proses investigasi
kecelakaan tersebut diselesaikan.
24
BAB IV
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
SAPUTRA, Andri. Pengaruh Keselamatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada
PT. Buran Nusa Respati di Kecamatan Anggana Kabupaten Kukar. Jurnal Ilmu Pemerintahan,
2014, 2.3: 3059-3069.
PUTRI, Nikita Kinanti; SARY, Fetty Poerwita. Pengaruh Keselamatan Kerja Terhadap
Produktivitas Karyawan Pabrik Cold Rolling Mill Pt. Krakatau Steel (Persero) Tbk. eProceedings
of Management, 2015, 2.1.
26