Oleh:
Wahyu Riyani
135030101111044
KATA PENGANTAR
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu ujian tengah
semester ganjil mata kuliah teori-teori pembangunan.
Dalam makalah ini diuraikan tentang DAMPAK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
OUTSOURCING
BAGI
PEKERJA SEBAGAI
PROSES
PEMBANGUNAN
DI
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan Makalah.................................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................. 3
A. Pengertian Dampak............................................................................................ 3
B. Implementasi Kebijakan ................................................................................... 4
C. Outsourcing ..........................................................................................................8
1. Definisi Outsourcing ........................................................................................8
2. Dasar Hukum Outsourcing ............................................................................ 8
3. Syarat-syarat Penyerahan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain ............... 9
D. Pembangunan.................................................................................................... 11
1. Pengertian dan Pembangunan ................................................................... 11
2. Teori-teori Pembangunan ............................................................................ 12
3. Pendekatan dan Indikator Pembangunan ................................................. 15
4. Indikator Pengukuran Keberhasilan Pembangunan ................................ 16
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................. 21
A. Dampak Kebijakan Outsourcing bagi Pekerja di Indonesia ....................... 21
B. Kelebihan dan Kekurangan Implementasi Kebijakan
Outsourcing di Indonesia................................................................................. 22
C. Hubungan antara Kebijakan Outsourcing dengan Proses Pembangunan
di Indonesia ...................................................................................................... 24
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................... 27
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 27
B. Saran ................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 29
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang demikian cepat membawa
timbulnya dampak persaingan usaha yang begitu ketat dan terjadi di semua lini. Persaingan
bisnis global yang semakin ketat ini, menentukan ketangguhan sebuah perusahaan dalam
melaksanakan efisiensi agar dapat bersaing dan mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Perusahaan yang dapat bertahan dan berkembang di era globalisasi adalah perusahaan yang
menerapkan dua hal, yaitu : cost effective management dan mendayagunakan teknologi
informasi.
Untuk meningkatkan daya saingnya, perusahaan-perusahaan berusaha mencari strategi
baru agar apa yang dilakukannya efektif dan efisien. Dengan melakukan efisiensi tanpa
mengurangi kualitas, perusahaan akan mampu meberikan nilai pelanggan (cutomer value)
yang lebih baik daripada yang diberikan oleh pesaingnya, sehingga dapat memberikan
kepuasan pelanggan dan mampu meningkatkan kesetiaan pelanggan.
Dalam mengembangkan usahanya, perusahaan memerlukan penambahan kapasitas
produksi, diantaranya melalui penambahan fasilitas produksi dan atau tenaga kerja. Untuk
melakukan penambahan tenaga kerja tersebut, diperlukan perencanaan dan analisis yang
tepat, karena akan berdampak terhadap adanya investasi atas bertambahnya biaya produksi
dan beban operasional. Kebijakan penambahan tenaga kerja akan dihadapkan dengan
masalah rekruitmen, pelatihan, jaminan sosial, jaminan kecelakaan kerja, jaminan
kesehatan, tunjangan-tunjangan lainnya sampai dengan pemutusan hubungan kerja.
Seiring dengan perkembangan masalah penyediaan tenaga kerja tersebut, sampai
sekarang banyak perusahaan beralih menggunakan metode alternatif dalam perkrutan
tenaga kerja. Dari yang menggunakan sistem perekrutan yang dikelola perusahaan sendiri
(insourcing), kemudian berubah dengan strategi mengalihkan salah satu fungsi
manajemennya dalam penyediaan tenaga kerja kepada tim profesional di luar perusahaan
(eksternal). Sehingga pemilik perusahaan yang tidak mempunyai banyak waktu untuk
kegiatan pengembangan manajemen SDM perusahaan (khususnya perekrutan tenaga kerja)
dapat lebih memfokuskan diri pada kompetensi intinya, yaitu perluasan jaringan bisnis atau
ide bisnisnya.
hubungan
antara
kebijakan
outsourcing
dengan
proses
pembangunan di Indonesia?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui, memahami dan
menjelaskan dampak dari Implementasi kebijakan outsourcing bagi pekerja sebagai proses
pembangunan di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Dampak
Dampak menurut Dunn (1984, h. 280) adalah perubahan kondisi fisik maupun
sosial sebagai akibat dari output kebijakan. Sedangkan menurut Peter H. Rossi dkk dalam
Evaluation a Systemic Approach, (1982), membedakan dua jenis dampak yaitu:
a. Dampak (impact)
Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran, dimana
akibat tersebut sesuai dengan yang diharapkan oleh intervensi program, dan akibat
tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran.
b. Dampak/pengaruh (effects)
Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran, baik
akibat tersebut sesuai dengan yang diharapkan oleh intervensi ataupun tidak, dan akibat
tersebut tidak mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran. (Peter
H. Rossi dkk, 1982, h. 106).
Pengamatan terhadap dampak dari suatu kebijakan selain harus dilakukan dengan
kerangka berpikir kausalitas yang kritis dan wawasan yang komprehensif juga harus
dilakukan secara cermat. Ketiga keharusan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Sekedar untuk menuntun kecermatan evaluasi, dapat dipilihkan adanya empat macam
dimensi dampak yang penting untuk diperhatikan, yaitu:
a.
Waktu
Suatu kebijakan dapat menimbulkan dampak segera maupun jangka panjang,
seorang analis kebijakan atau evaluator harus menyadari hal ini, terutama untuk
analisis yang dilakukan setelah kebijakan berjalan. Studi evaluai sebaiknya tidak
dilakukan lama setelah dampak terjadi, karena ada kemungkinan dampak yang dikira
akan muncul pada jangka panjang ternyata muncul segera setelah program berakhir.
Jika penelitian terlambat dilakukan, maka elevator akan kesulitan mencari data dan
meneliti pengaruh program yang diamatinya.
b.
Selisih antara dampak aktual dan yang diharapkan elevator tidak saja dianjurkan untuk
melihat efektifitas program, melainkan juga melihat berbagai dampak yang tidak
6
diinginkan, dampak yang hanya sebagian saja diinginkan, dan dampak yang sama
sekali bertentangan dengan dampak yang dinginkan.
c.
d.
Jenis dampak
Dampak dapat menyentuh aspek ekonomi maupun politik dari suatu unit sosial. Suatu
kebijakan tidak hanya mensejahterakan sekelompok mayoritas masyarakat dan
menyengsarakan kelompok minoritas, melainkan dapat berpengaruh terhadap sistem
nilai masyarakat yang pada akhirnya, meskipun tidak radikal mengubah proses politik
secara keseluruhan (Wibawa, 1994, h. 38-39).
B. Implementasi Kebijakan
Dalam hal ini di kemukakan mengenai model pelakasanaan kebijakan yang
dikemukakan oleh George C. Edwards. Menurut Edwards, studi implementasi kebijakan
adalah krusial bagi public adminstration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah
tahap pembuatan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang
dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang
merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan tersebut akan mengalami kegagalan
sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan baik. Sementara itu, suatu kebijakan
ynag cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang
diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.
Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards mulai menggunakan dua buah
pertanyaan mengenai Prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu
implementasi kebijakan berhasil dan hambatan apa yang mengakibatkan suatu implemtasi
gagal. Dalam menjawab kedua pertanyaan itu, Edwards menggunakan empat faktor atau
variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik. Keempat faktor tersebut adalah
komunikasi, sumber-sumber, kecendrungan-kecendrungan atau tingkah laku dan struktur
birokrasi.
Menurut Edwards III, oleh karena empat faktor yang berpengaruh terhadap
implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk
membantu dan menghambat implementasi kebijakan, maka pendekatan yang ideal adalah
6
dengan cara mereflesikan kompleksitas ini dengan membahas semua faktor tersebut
sekaligus. Untuk memahami suatu implementasi kebijakan perlu meyederhanakan dan
untuk meyederhanakan perlu merinci penjelasan-penjelasan tentang implementasi dalam
komponen-komponen utama. Implementasi dari setiap kebijakan merupakan suatu proses
yang dinamis yang mencakup banyak interaksi dari banyak variabel. Oleh karenanya, tidak
ada variabel tunggal dalam proses implementasi, sehingga perlu dijelaskan keterikatan
antara satu variabel dengan variabel lainnya dan bagaimana variabel-variabel ini
mempengaruhi proses implementasi kebijakan.
Variabel-variabel tersebut dijelaskan oleh Edwards III sebagai berikut :
1. Komunikasi
Dalam variabel komunikasi ini, secara umum Edwards membahas tiga hal penting
dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi, dan kejelasan.
Menurut Edwards, persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif
adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang
harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus
diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintahperintah itu dapat diikuti. Komunikasi harus akurat, dalam proses transmisi akan
banyak hambatan-hambatan yang menghadang transmisi komunikasi pelaksanaan
dan akan menghalangi pelaksanaan kebijakan. Aspek lain dari komunikasi
menyangkut
petunjuk-petunjuk
pelaksanaan
adalah
persoalan
konsistensi.
pelayanan-peayanan
publik.
Tanpa
adanya
sumber-sumber,
kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan di atas kertas hanya akan jadi rencana
saja dan tidak pernah ada realisasinya.
3. Kecenderungan-kecenderungan
Kecenderungan dari pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai
konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif.
Mengingat pentingnya kecendrungan-kecendrungan bagi implementasi kebijakan
yang efektif, maka akan timbul dampak dari kecenderungan-kecenderungan
tersebut dalam implementasi kebijakan. Menurut Edwards dampak dari
kecenderungan-kecenderungan yaitu terdapat kebijakan yang dilaksanakan secara
efektif karena mendapat dukungan dari pelaksana kebijakan, namun kebijakankebijakan lain mungkin akan bertentangan secara langsung dengan pandanganpandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi atau
organisasi dari para pelaksana. Kecenderungan-kecenderungan yang menghalangi
implementasi biasanya para pelaksana tidak sepakat dengan substansi suatu
kebijakan. Implementasi tersebut di hambat oleh keadaan-keadaan yang sangat
kompleks.
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu badan yang menjadi pelaksana kebijakan. Pada
dasarnya, para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang dilakukan dan
mempunyai cukup keinginan serta sumber-sumber untuk melakukannya, tetapi
dalam pelaksanaannya masih dihambat oleh struktur-struktur organisasi dalam
menjalankan kegiatan tersebut. Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari
birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut
Standard Operating System (SOP) dan fargmentasi.
Struktur organisasi-organisasi yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh
penting pada implementasi. Salah satu dari aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu
organisasi adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya (SOP). Sedangkan sifat kedua
dari struktur organisasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan yaitu fragmentasi
organisasi. Fragmentasi organisasi ini akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
implementasi kebijakan. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit
dari banyak lembaga birokrasi.
Komunikasi
Sumber-sumber
Kecenderungan-kecenderungan
Struktur Birokrasi
Implementasi
Nomor
13
Tahun
2003
tanggal
25
Maret
tentang
Ketenagakerjaan
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
Kep-100/Men/VI/2004 tanggal 21 Juni 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
tanggal
19
Oktober
2004
tentang
Syarat-syarat
Ayat 2: Pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam
b)
dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c)
d)
3)
hukum
4) Ayat 4 : Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama
dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan
atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4).
6
5)
didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak
tertentu.
8) Ayat 8 : Bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai
pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa
perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh
dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja antara
pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari
perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk
melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses
produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung
dengan proses produksi. Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa
persyaratan, antara lain:
a.
Adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga
kerja.
b.
Perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga
kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat
secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak.
c.
d.
D. Pembangunan
1. Pengertian Pembangunan
diasosiasikan
dengan
tumbuhnya
masyarakat-masyarakat
industrial.
Pembangunan Nasional haruslah diikuti oleh semua aspek dalam kehidupan, baik
dalam bidang sosial, bidang ekonomi, bidang politik, pertahanan dan keamanan
nasional serta diikuti oleh kesiapan semua daerah dalam suatu Negara.
2. Teori-teori Pembangunan
Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma
besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995
dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang
pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai
individu yang menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup
teori-teori
keterbelakangan
(under-development)
ketergantungan
(dependent
development) dan sistem dunia (world system theory) sesuai dengan klasifikasi
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
teori-teori
Artinya,
perkembangan
negara
perkembangan
metropolis
negara
yang
satelit
menjadi
tergantung
induknya.
dari
Demikian
mulai
memasukkan
unsur
teknologi
yang
diyakini
akan
pembangunan
lebih
terjadinya
proses
partisipasi
(empowerment).
Hal
ini
berkesinambungan
Sejumlah indikator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembagalembaga internasional antara lain pendapatan perkapita (GNP atau PDB),
struktur perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu terdapat
pula dua indikator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial
ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau
PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini, akan disajikan
ringkasan Deddy T. Tikson (2005) terhadap kelima indikator tersebut:
a.) Pendapatan perkapita
Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB
merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan
untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makro ekonomi,
indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur,
sehingga
dapat
menggambarkan
kesejahteraan
dan
kemakmuran
sektor
manufaktur/industri
selama
tahap
masyarakat
dalam
mengukur
keberhasilan
ekonomi.
(2) angka kematian bayi, dan (3) angka melek huruf. Dalam indeks ini,
angka
rata-rata
harapan
hidup
dan
kematian
bayi
akan
dapat
menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan lingkungan
keluarga yang langsung beasosiasi dengan kesejahteraan keluarga.
Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf, dapat menggambarkan
jumlah
orang
yang
memperoleh
akses
pendidikan
sebagai
hasil
hendaknya
ditujukan
kepada
pengembangan
BAB III
PEMBAHASAN
A.
praktek outsourcing manusia, yaitu penyaluran tenaga kerja dari perusahaan penyalur
kepada perusahaan pengguna untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Dalam model
kerja outsourcing, menjadikan buruh tidak mempunyai kejelasan dalam hubungan kerja,
berimbas pada tidak jelasnya posisi buruh bagaimana mereka menuntut hak-haknya.
Buruh yang bekerja dalam sistem kerja outsourcing dipaksa bekerja dalam kondisi
jam kerja yang padat, upah yang tidak seimbang dengan beban kerja karena upahnya
dipotong oleh perusahaan pengerah tenaga kerja, diskriminasi hak dibanding pekerja
dengan status kontrak dan tetap (misalnya, buruh outsourcing tidak mendapat jatah makan,
transport tidak ada, perhitungan lembur yang tidak sesuai UU, dll), serta tidak adanya
kesempatan untuk bergabung dalam organisasi buruh karena masa kontrak yang relatif
singkat serta tidak terima oleh organisasi buruh yang ada dengan alasan bukan merupakan
karyawan perusahaan dimana organisasi itu berada tapi merupakan karyawan perusahaan
pengerah tenaga kerja. Pelanggaran terhadap perjanjian akan langsung berakibat pada
pemberhentian secara langsung oleh managemen perusahaan outsourcing dan digantikan
oleh tenaga-tenaga outsourcing lainnya sebagai "tentara-tentara" cadangan yang siap
menggantikan kapan saja.
Sistem outsourcing mengakibatkan buruh benar-benar berada pada titik kulminasi,
tidak mampu berbuat apapun demikian juga untuk membela hak-haknya. Dalam sistem
outsourcing, buruh outsourcing sangat rentan dengan eksploitasi secara besar-besaran oleh
pemilik modal atau kapitalis bahkan oleh sesama buruh sendiri yang berstatus kontrak dan
tetap. Dengan sistem tersebut, di satu sisi tenaga kerja (buruh) terpaksa harus tunduk
dengan perusahaan penyalur, disisi lain harus tunduk juga pada perusahaan tempat ia
bekerja. Kesepakatan mengenai upah pun ditentukan oleh perusahaan penyalur, bukan
perusahaan pengguna jasa tenaga kerja. Oleh sebab itu, buruh tidak dapat menuntut pada
perusahaan tempat dia bekerja. Sementara itu, di perusahaan pengguna, buruh dipaksa
untuk mengikuti ketentuan yang terdapat di perusahaan tersebut, seperti ketentuan jam
kerja, target produksi, peraturan kerja dan lain-lain. Sistem outsourcing menghasilkan
hubungan sebab akibat antara pekerja dan perusahaan tempat ia bekerja tidak mempunyai
hubungan kerja secara langsung, hal ini dapat dilihat dari para pihak dalam perjanjian kerja
6
pada sistem outsourcing adalah buruh dan perusahaan penyalur (kebanyakan tidak ada
perjanjian kerja), bukan dengan perusahaan pengguna. Seandainya perusahaan tersebut
menghasilkan keuntungan besar, maka buruh outsourcing tersebut tidak akan mendapatkan
bagian atas keuntungan perusahaan tersebut, sedangkan di sisi lain, tenaga, keringat
serta waktunya telah dihisap oleh perusahaan pengguna dan perusahaan penyalur tersebut.
Bahkan juga tidak sedikit buruh outsourcing yang mendapatkan THR tidak sebagaimana
mestinya karena jatah THR dari perusahaan pengguna dipotong atau bahkan tidak
diberikan oleh perusahaan penyalur tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pada dasarnya sistem outsourcing akan berdampak pada pelanggaran terhadap Konstitusi
Negara Republik Indonesia khususnya pasal 28D ayat (2), yang menyatakan: "Setiap orang
berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja." Semakin menjamurnya praktek sistem kerja outsourcing menunjukkan
bahwa telah munculnya SISTEM PERBUDAKAN JAMAN MODERN yang habis
menyerap tenaga buruh namun tidak memberikan imbalan yang setimpal.
B.
dalam pelaksanaannya. Kelebihan tersebut merupakan dampak positif bagi pekerja maupun
perusahaan. Begitu pula sebaliknya, kelemahan merupakan dampak negatif. Berikut uraian
dari kelebihan dan kekurangan diterapkannya kebijakan outsourcing baik dilihat dari
pekerja/buruh dan perusahaan yang menyelenggarakannya.
1.
mereka dapatkan karena para pencari kerja dengan keahlian khusus seperti ini
tentunya jarang sehingga menjadi rebutan perusahaan-perusahaan besar.
2.
Masa kerja yang tidak jelas karena sistem kontrak. Sebagian besar pekerja
outsourcing khawatir jika ada PHK maka tidak mudah mendapatkan pekerjaan
kembali.
3.
Manajemen SI yang lebih baik, SI dikelola oleh pihak luar yang telah
berpengalaman dalam bidangnya
Adanya hidden cost (biaya pencarian vendor, biaya transisi, dan biaya post
outsourcing)
outsourcing ini, namun dalam prakteknya outsourcing masih tidak dapat mengatasi
pengangguran di Indonesia. Kedua, Kenaikan modal fisik atau sumber daya manusia
terlebih Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang sangat
besar. Keadaan supply (penawaran) yang lebih besar daripada demand (permintaan) pada faktor
produksi berupa SDM, memungkinkan berbagai perusahaan mendapatkan SDM yang besar dalam jumlah
yang tidak besar. SDM tersebut biasanya dipekerjakan untuk beberapa jenis pekerjaan yang
sifatnya pendukung dan tidak memerlukan keterampilan khusus dalam mengerjakannya,
misalnya operator perakit onderdil di produsen kendaraan bermotor, penyedia katering di
sebuah perusahaan besar, pengolah tanaman sawit untuk perusahaan produsen minyak
goreng, dsb. Dalam prakteknya, sistem outsourcing di Indonesia merupakan suatu hal yang
sebenarnya tidak bisa dihindari dalam kehidupan ekonomi modern. Sebuah perusahaan yang besar bahkan
tidak akan bisa menangani semua pekerjaan sampai pekerjaan yang paling ringan seperti
layanan
kebersihan.
Pemerintah
Indonesia
pun
telah
melegalkan
praktek
outsourcing dengan ketentuan-ketentuan yang dimaksudkan untuk memberikan kebaikan baik pada
pihak buruh, perusahaan penyalur, juga pengusaha pengguna buruh itu sendiri. Pemerintah
menganggap Kebijakan outsourcing ini dapat mengarahkan konsep pembangunan
Indonesia menuju Pasar kerja fleksibel (fleksibillity Labour Market) Pasar kerja fleksibel
sendiri menurut Meulders & Wilkin merupakan, sebuah situasi dimana pengguna tenaga
kerja (employer) dan pekerja serta pencari kerja bertemu pada suatu tingkat upah tertentu
dimana kedua belah pihak memiliki keleluasaan dalam menentukan keputusan untuk
bekerjasama tanpa hambatan sosial politik. Keleluasaan ini merupakan bentuk strategi
adaptasi
masing-masing
terhadap
perubahan-perubahan
yang
terjadi
di
dalam
lingkungannya.
Masalah timbul saat pihak pengusaha melakukan pelanggaran atas multitafsir dalam UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Status tenaga outsourcing yang diberikan untuk petugas
tersebut memungkinkan pengusaha memberikan upah yang lebih kecil dari pada gaji yang
sebenarnya jika pegawai tersebut berstatus sebagai pegawai tetap. Ketiga, Kenaikan
produktivitas ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor termasuk perubahan teknologi,
kemajuan pengetahuan lain, dan ekonomisnya skala produksi. Sesuai dengan pengertian
outsourcing yaitu pelimpahan pekerjaan penunjang saja pada tenaga kerja, dan tenaga kerja
tersebut tidak perlu memiliki ketrampilan khusus dalam bekerja. Namun, beberapa
pengusaha telah berbuat menyimpang dari aturan/undang-undang yang telah ditetapkan
oleh pemerintah. Banyak perusahaan memperkerjakan tenaga kerjanya secara outsourcing
dibagian pekerjaan inti yang merupakan bisnis dari perusahaan penyelenggara tersebut.
6
Tenaga kerja di pekerjaan inti tersebut pastinya telah melalui proses seleksi pekerja yang
memahami ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi. Perubahan sosial dalam individu
terkait dengan kebijakan outsourcing ini berdampak buruk. Karena pekerja dipandang
sebelah mata oleh pengusaha atau perusahaan. Pekerja outsourcing ini mendapatkan
perlakuan diskriminatif mulai dari penggajian yang lebih rendah dibandingkan tenaga kerja
tetap, pemakaian seragam, ketidak pastian sistem kontrak dan pekerja outsourcing dapat di
PHK sewaktu-waktu. Akibatnya terjadilah perubahan sosial dalam masyarakat dengan
adanya perserikatan buruh yang menuntut upah yang lebih besar dari yang telah diberikan
oleh perusahaan sampai dengan penghapusan sistem outsourcing di Indonesia.
Sedangkan teori ekonomi mikro berkaitan tentang nilai-nilai individu yang menunjang
proses perubahan. Dalam outsourcing timbul rasa iri atau tidak suka antara pekerja
outsourcing dengan pekerja tetap. Hal ini dikarenakan pekerja outsourcing mendapatkan
perlakuan diskriminatif oleh pengusaha sehingga dapat berakibat munculnya suatu
kriminilatas dalam suatu perusahaan. Apabila sudah terjadi kriminalitas dalam suatu
perusahaan akibatnya proses menuju perubahan masyarakat yang modern terhambat dan
dapat membuat pembangunan suatu Negara atau wilayah gagal.
Kebijakan terkait outsourcing ini dianggap dapat memberikan suatu kontribusi berupa
pertumbuhan
pendapatan
nasional
untuk
pembangunan
nasional
di
Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis diatas, kebijakan outsourcing sesuai dengan teori pertumbuhan
Rostow khususnya pada tahap lepas landas, hal ini dikarenakan terjadinya pembangunan
industri-industri baru berupa perusahaan atau pabrik-pabrik. Asumsi bahwa semakin
banyak dan terbukanya pasar-pasar baru di Indonesia dapat membuat investasi suatu
Negara akan semakin meningkat, serta mempercepat pertumbuhan perkonomian suatu
negara. Selain itu
kapitalis, hal ini dibuktikan dengan arah dimana para perusahaan tersebut dalam kebijakan
outsourcing diarahkan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi para
pengusaha tanpa memperhatikan kesejahteraan para pekerja terutama dibidang ekonomi.
Kebijakan outsourcing kurang maksimal diterapkan di Indonesia, hal ini
dikarenakan
Pemerintah
memang
memandang
kebijakan
outsourcing
ini
dapat
perubahan dalam jangka pendek saja karena direncanakan oleh pemerintah secara baik,
namun hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi di sebagian daerah (tidak secara
nasional) dan perubahan sosial yang dihasilkan belum tampak seperti berkurangnya tingkat
kesejahteraan dan pengangguran secara merata di masyarakat.
B.
Saran
Pemerintah seharusnya menindaklanjuti dengan memberikan sanksi kepada
perusahaan yang telah berbuat penyimpangan outsourcing dari regulasi yang ditetapkan.
Jika kebijakan outsourcing tetap diberlakukan seharusnya pemerintah memberikan kontrol
pengawasan terhadap perusahaan dan jika sudah tidak diberlakukan, sebaiknya pemerintah
menghapus kebijakan ini diikuti dengan dihapusnya regulasi yang mengaturnya (UU No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan), serta memberikan alternatif kebijakan lain untuk
membuat masyarakat lebih sejahtera dan pembangunan nasional Indonesia meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
http://firiijb.wordpress.com/2014/03/26/teori-ekonomi-kesejahteraan/
http://siboykasaci.wordpress.com/teori-kesejahteraan/
http://jayaadministrasi.blogspot.com/2013/12/makalah-teoripembangunan.html
http://suara-buruh.blogspot.com/2012/11/dampak-sistem-outsourcingbagi-buruh.html