Anda di halaman 1dari 2

Belajar filsafat membuat saya berlatih untuk berpikir kritis dan kreatif, dan juga membuat saya mulai

memikirkan makna dari segala sesuatu, sesuai dengan objek dari filsafat itu sendiri yang berusaha
mendalami atau memikirkan makna dari segala sesuatu baik yang terlihat maupun tidak terlihat.

Pada dasarnya, filsafat bermula dari satu titik yang sangat sederhana, yaitu sesederhana bertanya dan
menjawab. Manusia itu merupakan makhluk yang penuh dengan rasa keingintahuan, oleh karena itulah
suatu pertanyaan bisa terbentuk, setiap pertanyaan itu mengandung unsur-unsur yang ingin diketahui,
misalnya seperti hasrat, perasaan, dan keinginan, yang mendorong timbulnya pikiran untuk
memperoleh suatu pengetahuan.

Jika ditanya, “Mengapa manusia memiliki pertanyaan?”. Maka hal itu dapat dijawab dengan, disebabkan
karena manusia itu terus berpikir. Manusia memikirkan sesuatu karena melihat, merasa, mendengar,
dan mencium sesuatu, manusia mampu memikirkan sesuatu karena terhubung dengan dunia luar
melalui indera yang dimilikinya sehingga memikirkan itu sendiri berarti menghadirkan benda-benda.
Manusia itu memiliki sistem pengetahuan yang selalu dipenuhi dengan rasa ingin tahu, dengan sistem
pengetahuan itu segala hal yang tidak diketahui menjadi diketahui, yang tidak ada menjadi ada, dan
tidak bermakna menjadi bermakna. Dan untuk sampai di titik tersebut, manusia harus melalui proses
tanya jawab yang akan membentuk suatu dialog. Hasil dialog itulah yang nantinya akan menjadi sebuah
pengetahuan. Metode dialog ini dikemukakan oleh Sokrates ketika harus mengajarkan pengetahuan ke
pada orang lain.

Filsafat sendiri merupakan suatu ilmu berpikir yang menekankan pada logos. Perangkat logos adalah
akal, persepsi, dan intuisi. Dalam hal ini, dapat dikatakan filsafat adalah “ibu dari segala ilmu
pengetahuan” atau mungkin juga “dasar dari segala ilmu”, dapat disebut demikian sebab seluruh ilmu
yang ada dan berkembang saat ini tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Sebagai akar dari segala ilmu,
filsafat memiliki ciri-ciri yang didasarkan pada cara kerja, tujuan, perangkat yang digunakan, dan
hasilnya.

1) Cara kerja: Reflektif


Reflektif dalam hal ini berarti kegiatan mencerminkan diri yang pada nantinya akan mendapat
hasil penemuan makna. Filsafat tidak memikirkan tentang apa yang harus dilakukan, melaikan
memikirkan apa yang sedang dilakukan, layaknya orang yang sedang bercermin, orang itu akan
melihat ke dalam dirinya dan mencermati apa saja yang ada di dalamnya.
2) Tujuan: Fundamental
Fundamental artinya mendasar. Hal yang mendasar adalah suatu unsur untuk menerangkan
segala hal, oleh karena itu filsafat haruslah fundamental karena filsafat dijadikan sebagai titik
tolak setiap pemikiran tentang hal-hal khusus. Atau dapat dikatakan dengan kata lain,
fundamental adalah upaya mencari hal-hal yang paling umum di antara hal-hal yang paling
khusus atau mencari persamaan di antara hal-hal yang tidak sama.
3) Perangkat Ilmiah: Masuk Akal Spekulatif dan Mengandung Gejala Umum
Tidak seperti perangkat ilmu pengetahuan lainnya yang hanya memiliki nilai-nilai rasional atau
masuk akal, di dalam filsafat juga terkandung unsur-unsur spekulasi dan gejala umum. Spekulasi
adalah pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan pada intuisi, bukan pada benar salah.
Sementara itu, gejala umum merupakan himpunan dari segala unsur yang spesifik.

4) Hasil Konsepsional
Filsafat haruslah konvensional, maksudnya, gagasan-gagasan yang akan dituangkan secara
terstruktur dan teratur. Gagasan atau pemikiran dapat dikatakan konsepsional jika pemikiran
tersebut bersifat koheren (sesuai), korespondensial (cocok), sistematis dan (terstruktur
berdasarkan fungsi-fungsi tertentu).

Objek filsafat adalah makna dari segala sesuatu, baik itu adalah yang tampak maupun yang tak tampak.
Segala sesuatu yang tampak (dokos) merupakan sesuatu yang dapat kita ketahui, namun, meskipun
demikian, segala sesuatu yang tampak akan mengandung yang tak tampak. Hal ini disebabkan karena
penglihatan itu tidak menjamin bahwa yang kita lihat itu adalah jumlah seluruh kualitas yang dikandung
oleh segala sesuatu, ada hal-hal yang selalu luput yang mungkin berada di dalam dari sesuatu yang
tampak itu, yang tidak pernah bisa muncul sebagai sesuatu yang terlihat. Hal-hal yang tidak terlihat
itulah yang disebut dengan dokein, yaitu sesuatu yang tidak dapat diketahui sebab tidak terlihat. Benda
mati (ens corporalis) juga merupakan suatu objek dalam filsafat, benda mati sendiri merupakan bentuk
positif yang tampil pada indera kita dengan keunikan tersendiri karena mengandung warna, bentuk,
permukaam, serta kekhasan lainnya. Selain itu di dalam objek filsafat juga terdapat benda tumbuh ( ens
vegetatum) yaitu benda yang mengalami perkembangan tertentu dan juga ada manusia dan hewan yang
dikategorkan sebagai benda bergerak (ens animalis), dan yang terakhir adalah simbol (ens symbolum)
atau sebuah lambang.

Secara kuantitatif, hakikat adalah jumlah yang satu dari berbagai keberagaman, jika diibaratkan, hakikat
seperti sebuah kunci yang dapat membuka semua pintu. Sedangkan secara kualitatif, hakikat memiliki
maksud memahami suatu kenyataan, atau dalam arti lain, hakikat dapat dikatakan sebagai sebuah
makna.

Dalam filsafat, hakikat merupakan suatu tujuan. Oleh karena itu hakikat memiliki titik awal, yaitu
kenyataan atau kebenaran dari keseluruhan. Menemukan hakikat artinya menemukan kebenaran di
balik segala sesuatu, mekanismenya adalah dengan menjadikan suatu keberagaman menjadi
keseragaman, sebab hakikat adalah mencari yang satu, padu, dan sederhana.

Anda mungkin juga menyukai