Anda di halaman 1dari 8

1.

Mirriam Budiardjo menyatakan bahwa teori politik adalah bahasan dan generalisasi
dari fenomena yang bersifat politik
a. Coba anda amati lingkungan sekitar anda, dan pilihlah “fenomena yang bersifat
politik”, kemudian jelaskan/deskripsikan!
b. Beri alasan mengapa anda berpendapat bahwa apa yang anda deskripsikan
termasuk fenomena yang besifat politik.
2. Untuk memahami ilmu politik dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan,
diantaranya pendekatan tingkah laku.
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pendekatan tingkah laku!
b. Mengapa pendekatan tingkah laku dianggap memiliki tujuan utama untuk
mengilmiahkan ilmu politik?
3. Mengacu pada Arend Lijphart, terdapat dua model demokrasi liberal
a. Jelaskan kedua model demokrasi liberal tersebut!
b. Bagaimana menurut anda demokrasi yang ada di Indonesia, jelaskan pendapat
anda.

Jawaban
1. a. Fenomena yang bersifat politik disekitar lingkungan saya adalah mengenai
penanganan covid-19. Seperti yang kita ketahui bahwa Virus COVID-19 yang awal
mulanya berasal dari kota Wuhan, Republik Tiongkok ini telah menyebar ke
seluruh dunia. Penyakit coronavirus ini atau COVID-19 adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus corona yang ditemukan oleh ilmuwan pada baru-baru
ini. Kebanyakan orang yang tertular penyakit ini akan mengalami gejala ringan
hingga sedang, dan akan sembuh tanpa penanganan yang khusus. Virus yang
menyebabkan COVID-19 terutama ditularkan dari air liur yang dihasilkan saat
orang yang sedang batuk atau bersin menularkan melalui air liur dari batuk atau
bersin tersebut. Air liur yang dihasilkan oleh batuk atau bersin ini sangat berat dan
tidak bisa bertahan di udara, sehingga dapat dengan cepat jatuh dan menempel
pada objek apapun.
Dengan adanya coronavirus atau COVID-19 ini, menyebabkan dampak terhadap
banyak sektor, terutama sektor ekonomi dan pendidikan. Pada sektor
perekonomian mengalami dampak yang serius akibat pandemi virus corona ini,
salah satunya pada ketenagakerjaan dengan munculnya banyak pengangguran
akibat adanya PHK oleh pihak-pihak perusahaan yang ikut terdampak pandemi ini.
Kinerja ekonomi yang makin melemah ini sangat berpengaruh dengan situasi
ketenagakerjaan di Indonesia. Selain berdampak pada sektor perekonomian, sektor
pendidikan juga ikut terkena dampak yang cukup fatal, dengan adanya coronavirus.
Sudah satu tahun lebih ini menyebabkan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
melakukan penutupan massal yang diperintahkan oleh pemerintah pusat, sehingga
pembelajaran tatap muka diganti menjadi online/daring atau pembelajaran jarak
jauh. Tetapi dengan digantinya pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran
jarak jauh atau daring ini banyak kalangan yang belum siap melakukan kegiatan
pembelajaran jarak jauh atau online ini karena terbatasnya kemampuan
masyarakat, banyak diantaranya yang belum memiliki smartphone atau laptop, lalu
akses internet juga termasuk dalam kesiapan melakukan daring online. Bukan
hanya itu saja, kegiatan pembelajaran tatap muka ini berisiko menyebabkan pelajar
menjadi "learning loss" atau kehilangan pembelajaran dan penurunan pencapaian
belajar.
Sehingga ada beberapa partai politik yang memanfaatkan kondisi tersebut
dengan berkampanye memberi solusi dalam menangani dampak atau masalah
tersebut, seperti membuka lapangan kerja bagi mereka yang di PHK dan atau
memberi paket kuota gratis untuk anak sekolah. Padahal sebenarnya itu adalah
tugas dan tanggung jawab mereka ikutserta bersama pemerintah dalam menghadapi
atau menangani masalah-masalah tersebut.
b. Alasan saya berpendapat bahwa apa yang saya deskripsikan termasuk fenomena yang
bersifat politik adalah karena terdapat kesenjangan sosial atau terdapat beberapa
oknum yang memanfaatkan kondisi atau keadaan tersebut demi mencapai kepuasaan
atau kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri. Jadi apa yang dilakukan itu bukan
untuk memajukan negara atau bangsa indonesia.

2. a. Pendekatan tingkah laku yaitu Pendekatan yang memandang gejala politik dari segi
apa adanya yang berupaya menjelaskan mengapa gejala politik tertentu seperti itu,
kalau mungkin memperkirakan gejala politik apa yang akan terjadi. Pendekatan
tingkah laku melihat politik sebagai proses dan kegiatan (perilaku). Pendekatan
tingkah laku juga memberi kesempatan untuk mempelajari kegiatan dan susunan
politik di beberapa negara yang berbeda sejarah perkembangannya, latar belakang
kebudayaan dan ideologi, dengan mempelajari bermacam-macam mekanisme yang
menjalankan fungsi-fungsi tertentu yang memang merupakan tujuan dari setiap
kegiatan politik di mana pun terjadi.
b. Pendekatan tingkah laku dianggap memiliki tujuan untuk mengilmiahkan ilmu politik
karena pendekatan tingkah laku menekankan fakta, penelitian empiris, ilmu murni,
sosiologis dan psikologis, serta kwantitatif.

3. a. Ada 2 (dua) model demokrasi liberal oleh Arend Lijphart, yaitu :


- Model Westminster memiliki 9 karakteristik berikut:
(1) Terjadi konsentrasi kekuasaan eksekutif karena yang memegang kekuasaan
adalah satu partai dan kabinetnya adalah terdiri atas mayoritas yang nyata. [6]
Organ politik yang paling berkuasa di Inggris adalah kabinet. Kabinet terdiri
atas anggota partai mayoritas di House of Commons. Minoritas tidak
diikutsertakan ke dalam kabinet, sehingga sangat jarang terjadi kabinet koalisi.
Inggris diwarnai oleh persaingan setara antara 2 partai, dan biasanya partai
pemenang Pemilu merupakan mayoritas ‘tipis’ dan minoritasnya relatif
‘besar.’ Namun, dengan adanya kemayoritasan tersebut, kekuasaan partai
pemenang pemilu relatif besar. Partai yang kalah Pemilu dipaksa untuk
menjadi oposisi.
(2) Walter Bagehot dalam bukunya The English Constitution (1867) menulis
“kesatuan yang dekat, fusi yang hampir komplet antara kuasa legislatif dan
eksekutif” adalah penjelasan kunci atas efisiensi pemerintahan Inggris. Inggris
memiliki sistem pemerintahan parlementer, yang artinya kabinet bergantung
pada keyakinan Parlemen. Kebalikannya adalah pemerintahan presidensial, di
mana eksekutif tidak bisa dibubarkan oleh parlemen (legislatif). Secara
teoretis, House of Commons (di Inggris) dapat membubarkan kabinet
(eksekutif). House of Commons mengendalikan kabinet. Secara praktis,
hubungan tersebut berkebalikan, karena kabinet berisikan pimpinan partai
mayoritas yang kohesif di House of Commons, mereka (kabinet) yakin bahwa
mereka akan tetap memegang jabatan dan proposal legislasi mereka disetujui.
Sebab itu, kabinet lebih dominan ketimbang parlemen.
(3) Model Westminster mengandung konsep bikameralisme asimetris. Parlemen
Inggris terdiri atas 2 kamar: House of Lords dan House of Commons.
Anggota House of Commons dipilih melalui Pemilu, sementara anggota House
of Lords terdiri atas kaum bangsawan turun-temurun. [8] Hubungan kedua
kamar tersebut asimetris karena kuasa legislatif hanya dimiliki House of
Commons saja. Satu-satunya kekuasaan yang dimiliki House of Lords adalah
melakukan penundaan legislasi. Legislasi keuangan ditunda 1 bulan, dan
legislasi lainnya 1 tahun. Sebab itu, dalam Westminter yang lebih murni,
adalah bersifat unikameral, karena satu kamar didominasi oleh partai
mayoritas dan kabinet mayoritas adalah manifestasi sempurta dari
pemerintahan oleh mayoritas. Inggris semakin mendekat ke arah
Unikameralisme ini.
(4) Politik Inggris diwarnai oleh adanya 2 partai besar yaitu Partai Konservatif
dan Partai Buruh. Kendati begitu, ada pula partai lain, misalnya Partai Liberal,
yang kerap ikut Pemilu dan mampu duduk di parlemen. Namun, Partai Liberal
ini tidak pernah jadi mayoritas. Kursi House of Commons didominasi oleh 2
partai besar secara bergantian.
(5) Model Westminster dicirikan sistem kepartaian satu dimensi, karena isu utama
dalam politik kepartaian Inggris adalah masalah sosial-ekonomi. Spektrum
politik Inggris bergerak dari kiri ke kanan. Partai Buruh mencerminkan
spektrum kiri ke tengah, sementara Partai Konservatif dari kanan ke tengah.
Spektrum ini merupakan refleksi atas pola suara warganegaranya. Pemilih dari
kelas pekerja cenderung memiliki Partai Buruh, sementara kalangan kelas
menengah cenderung memilih Partai Konservatif. Pola suara berdasarkan
spektrum ini tercermin dalam House of Commons. Memang ada isu lain
seperti agama (Protestan dan Katolik), etnis (Skot, Wales, Inggris), dan
regional, tetapi tidak signifikan dalam membelah pemilih seperti isu sosial
ekonomi. Sebab itu, Inggris disebut sebagai masyarakat yang cenderung
homogen.
(6) Model Mayoritarian Inggris terdiri atas 650 anggota House of Commons, yang
dipilih berdasarkan satu orang wakil dari setiap distrik (pluratitas). Di Inggris
sistem pemilihan semacam ini disebut first-past-the-post di mana kandidat
dengan suara mayoritas, atau minoritas terbesar, memenangkan suara.
(7) Model Westminster ditandai oleh peran pemerintah nasional (pusat) yang
besar. Pemerintahan lokal ada, tetapi mereka sekadar menjalankan kebijakan
pemerintah pusat. Kuasa pemerintah lokal juga tidak memiliki jaminan di
dalam konstitusi, seperti di negara Federal. Pemerintahan lokal Inggris
bergantung secara keuangan terhadap pemerintah pusat.
(8) Model Majoritarian Inggris tidak punya konstitusi tertulis, sementara parlemen
berdaulat. Inggris punya konstitusi ‘tidak tertulis.’ Penjelasannya adalah,
tidak ada satu dokumen khusus yang berisikan rincian kuasa dan komposisi
lembaga pemerintahan, juga hak-hak warganegara. Rincian ini tersebar di
serangkaian hukum dasar (basic laws), kebiasaan, dan konvensi. Parlemen
biasa patuh pada konstitusi ‘gaya’ ini, tetapi tidak secara formal
mengantungkan dirinya ke sana. Aneka ‘konstitusi’ tersebut kerap diubah oleh
Parlemen, layaknya undang-undang biasa. Pengadilan (yudikatif) tidak punya
kuasa melalukan judicial review. Sebab itu parlemen memiliki kedaulatan
tertinggi. Kedaulatan parlemen ini merupakan bahan baku penting dalam
model Westminster, karena tidak ada batasan formal atas kekuasaan mayoritas
di tubuh House of Commons.
(9) Model Mayoritarian memiliki prinsip Demokrasi perwakilan yang eksklusif.
Ini akibat kekuasan terkonsentrasi di House of Commons maka mereka
bertindak selaku perwakilan rakyat yang paling berdaulat. Hampir tidak ada
ruang untuk diadakannya referendum. Referendum adalah asing bagi praktek
konstitusional Inggris, sebab kedaulatan parlemen tidak cocok dengan
kedaulatan popular, maka Demokrasi Inggris adalah bentuk Demokrasi
perwakilan yang eksklusif.
- Model demokrasi konsensus
Demokrasi konsosiasional adalah bentuk spesifik dari demokrasi konsensual
yang dikemukakan oleh lijphart dalam bukunya, the politics of accomomodation,
sebagai solusi untuk masyarakat yang sangat terpecah berdasarkan garis etnis, agama
atau kultural. Secara spesifik, lijphart mengatakan bahwa solusi untuk masyarakat
yang sangat terpecah seperti di belanda adalah sisitem pemerintahan di mana
kelompok berbagi kekuasaan di dalam konstitusi. Gagsan representasi kelompok
adalah kunci dalam pandangan lijphart tentang cara mencapai demokrasi, dan model
demokrasi konsosional akan memberikan lebih banyak ruanag partisipasi kelompok
dan suara untuk minoritas.

b. Membicarakan tentang demokrasi di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari alur


periodisasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, Pemerintahan Parlementer
(representative democracy), Pemerintahan Demokrasi Terpimpin (guided
democracy), dan Pemerintahan Orde Baru (Pancasila democracy).
1) Demokrasi pada Pemerintahan Masa Revolusi Kemerdekaan
Para penyelenggara negara pada awal periode kemerdekaan mempunyai
komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Hal
itu terjadi karena latar belakang pendidikan mereka. percaya, bahwa demokrasi bukan
merupakan sesuatu yang hanya terbatas pada komitmen, tetapi juga merupakan
sesuatu yang perlu diwujudkan. Tidak banyak yang akan dibicarakan menyangkut
demokrasi pada pemerintahan periode ini (1945-1949), kecuali beberapa hal yang
fundamental yang merupakan peletakan dasar bagi demokrasi di Indonesia untuk
masa-masa selanjutnya.
Pertama, political franchise yang meyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak
semula, mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga begitu
kita menyatakan kemerdekaan dari pemerintah kolonial Belanda, semua warga negara
yang sudah dianggap dewasa memiliki hak-hak politik yang sama, tanpa ada
diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan. Kalau kita
mengikuti risalah sidang-sidang BPUPKI, kita akan menemukan dengan jelas
bagaimana besarnya komitmen para pembentuk negara terhadap demokrasi. Hal ini
kemudian terwujud dalam Naskah UUD RI yang pertama, 1945. Jika kita
mengamati sejarah politik dari berbagai negara bangsa di Eropa, political franchaise
tersebut diberikan secara perlahan-lahan. Yang pertama kali memiliki hak politik
adalah para raja dan keluarganya, kemudian kalangan feodal, dan disusul oleh para
pemilik modal. Kaum buruh dan petani memiliki hak-hak politik yang belakangan,
tetapi mereka lebih beruntung dibanding kaum wanita yang memiliki hak-hak politik
pada sekitar permulaan abad kedua puluh. Di Amerika serikat, masyarakat Kulit
Hitam baru memiliki hak politik yang menyeluruh sekitar awal 1960-an.
Kedua, Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi
seorang diktator, dibatasi kekuasaannya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) dibentuk untuk menggantikan parlemen.
Ketiga, dengan “Maklumat Wakil Presiden”, maka dimungkinkan terbentuknya
sejumlah partai politik, yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian
di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita
Implementasi demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan baru terbatas
pada interaksi politik parlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi
kemerdekaan. Elemen-elemen demokrasi yang lain belum sepenuhmnya terwujud,
karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Sebab, pemerintah harus
memusatkan seluruh energinya untuk bersama-sama dengan rakyat mempertahankan
kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara, agar kesatuan tetap terwujud.
2) Demokrasi Parlementer
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950-1959.
Dengan menggunakan UUD Sementara sebagai landasan konstitusionalnya. Periode
ini disebut pemerintahan parlementer. Masa ini merupakan masa kejayaan demokrasi
di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam
kehidupan politik di Indonesia.
Pertama, lembaga perwakilan rakyat memainkan peranan yang sangat tinggi
dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen itu diperlihatkan
dengan sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang mengakibatkan
kabinet harus meletakkan jabatannya.
Kedua, akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat
tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media
massa sebagai alat kontrol sosial.
Ketiga, kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang
sebesar- besarnya untuk berkembang secara maksimal. Dalam masa ini Indonesia
menganut sistem banyak partai. Ada hampir 40 partai politik yang dibentuk dengan
tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen. Campur tangan
pemerintah boleh dikatakan tidak ada sama sekali.
Keempat, sekalipun Pemilu hanya dilaksanakan satu kali, yaitu pada 1955,
tetapi pemilu tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
3) Demokrasi Terpimpin
Sejak berakhirnya Pemilu 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan
gekala ketidak senangannya kepada partai-partai politik. Hal ini terjadi karena partai
politik sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang
memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh.
Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang
berjalan pada masa demokrasi parlementer. Apa yang disebut dengan demokrasi,
tidak lain merupakan perwujudan kehendak presiden dalam rangka menempatkan
dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia.
4) Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru
Rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kecuali
yang terdapat pada jajaran yang lebih rendah, seperti gubernur, bupati/walikota,
camat dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama Orde Baru hanya terjadi
pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap
sama.
Rekruitmen politik tertutup. Dalam negara demokratis, semua warga negara yang
mampu dan memenuhi syarat mempunyai peluang yang sama untuk mengisi jabatan
politik tersebut. Akan tetapi, di Indonesia, sistem rekruitmen tersebut bersifat tertutup,
keculi anggota DPR yang berjumlah 400 orang. Pengisian jabatan di lembaga tinggi
negara, seperti MA, BPK, DPA, dan jabatan-jabatan dalam birokrasi, dikontrol
sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Pemilihan Umum.

Anda mungkin juga menyukai