Disusun Oleh:
Kelompok 5
Dosen Pengampu:
Dr. I Nyoman Wijana Asmara Putra, S.E., M.Si.,
Ak.
B. Model Shannon-Weaver
Claude Shannon dan Warren Weaver (1949) mengembangkan model
matematis dari komunikasi yang diilustrasikan pada gambar. Model
tersebut dikembangkan untuk menjelaskan komunikasi melaui alat
perantara seperti telepon atau korespondensi tertulis. Model ini merupakan
suatu kemajuan dibandingkan dengan model Lasswell, karena model
tersebut membedakan antara sumber informasi, pengirim informasi,
penerima informasi dan tujuan
Gambar 5.2 Model Shannon-Weaver
Shannon dan Weaver juga menambahkan gangguan ke dalam proses
komunikasi. Gangguan (noise) adalah stimulus yang memberikan
kontribusi terhadap distorsi dari proses transfer informasi. Hal tersebut
dapat mengarah pada hancurnya komunikasi.
Suatu pandangan bahwa komunikasi adalah tindakan satu arah yang linier
dan bukan proses dua arah yang memiliki siklus di mana informasi
dipertukarkan sejalan dengan berlalunya waktu.
Sumber bias yang diakibatkan oleh penekanan pada ketergantungan dan
bukan pada hubungan dari mereka yang melakukan komunikasi dan saling
ketergantungannya yang mendasar. Dalam model tradisional, penerima
biasanya bergantung pada informasi yang ditransfer dari sumber. Tidak
ada kebutuhan untuk berinteraksi.
Kecenderungan untuk berfokus pada objek komunikasi dengan
mengorbankankonteks di mana objek tersebut berada. Dalamhal akuntansi,
fokus tersebut adalah pada laporan itu sendiri dan bukan pada interaksi yang
menghasilkannya.
Kecenderungan untuk berfokus pada pesan itu sendiri dengan
mengorbankan aspek waktu dari pesan itu. Kecenderungan untuk
menganggap bahwa fungsi utama dari komunikasi adalah persuasi dan
bukan pemahaman, consensus dan tindakan kolektif yang menguntungkan.
Dalam konteks bisnis, fokus tersebut adalah pada penerapan kebijakan dan
bukan pada pengambilan keputusan secara partisipatif
Kecenderungan untuk berkonsentrasi pada dampak psikologis dari
komunikasi terhadap individu yang terpisah dan bukan pada dampak sosial
dan hubungan antar individu dalam suatu komunitas.
Suatu keyakinan dalam hubungan sebab-akibat mekanistik satu arah dan
bukan hubungan sebab-akibat dua arah yang merupakan karakteristik dari
sistem informasi manusia, yang pada dasarnya bersifat sibernetik.
A. Identitas Jurnal
Judul: Perilaku Etis Individu Dalam Pelaporan
Keuangan: Peran Pendidikan Berbasis
Syariah Dan Komitmen Religiusitas
Penulis: - Nadia Rahma
- Rahmani Timorita Yulianti
- Hafiez Sofyani
Tahun Terbit 2018
Penerbit Jurnal Akuntansi dan Keuangan Isalam
Volume, Nomor Volume 6, Nomor 1
Reviewer - Melani Caroline Olivia Sinaga
(2007531082)
- Ni Nyoman Sinta Suwandani
(2007531098)
- I Kadek Yogi Astrawan (2007531140)
B. Tujuan
untuk menguji interaksi dari kurikulum pendidikan yang ditempuh
individu dengan komitmen relijiusitas yang ada pada diri individu tersebut
terhadap perilaku etis mereka dalam pelaporan keuangan.
Metode Penelitian deskriptif dengan pendekatan
eksperimen
Objek Penelitian Mahasiswa jurusan Akuntansi (tidak menerapkan
kurikulum syariah) dan mahasiswa jurusan
Ekonomi Perbankan Syariah (yang menerapkan
kurikulum syariah) di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Sumber Data Wawancara
-
C. Ringkasan isi jurnal
Pembahasan Pada hipotesis 2 dinyatakan suatu hipotesis bahwa
“Pada saat pelaporan keuangan, partisipan yang
memiliki aspek relijiusitas yang kuat lebih etis
(memiliki JKP lebih sedikit) dibandingkan partisipan
yang memiliki komitmen relijiusitas yang lemah
Dari hasil pengujian hipotesis 1 ditemukan bahwa
mahasiswa yang menempuh studi ekonomi dan bisnis
di prodi dengan kurikulum berbasis syariah memiliki
sikap lebih etis saat pelaporan keuangan
dibandingkan dengan mahasiswa yang menempuh
studi dengan kurikulum tidak berbasis syariah
(nonsyariah).
Hasil pengujian hipotesis 3 menyimpulkan bahwa
mahasiswa yang menempuh studi dengan kurikulum
berbasis syariah dan memiliki komitmen relijiusitas
kuat hanya berbeda dengan mahasiswa yang
menempuh studi dengan kurikulum nonsyariah dan
memiliki komitmen relijiusitas kuat.
Kesimpulan Peneltian ini menyimpulkan bahwa aspek pendidikan
yang didesain dengan kurikulum berbasis syariah akan
memberikan damak positif pada perilaku etis individunya,
khususnya saat aktivitas pelaporan keuangan. Berangkat
dari hasil ini, maka penting bagi perguruan tinggi,
khususnya yang erafiliasi dengan agama Islam untuk
mendesain kurikulum pendidikannya dengan berbasis
pada syariah, baik pada substansi ilmu maupun
pembangunan karakter peserta didik. Hal ini supaya
konsentrasi pendidikan, khususnya di Indonesia, tidak
melulu berfokus pada peningkatan mutu pengtahuan
(knowledge) saja tetapi juga memberikan perhatian besar
pada aspek keperilakuan peserta didiknya.
PEMBAHASAN PERTANYAAN