NIM : 190230023
Mata Kuliah : Antropologi Kependudukan
BAB I
SEJARAH KOLONISASI DAN TRANSMIGRASI
Transmigrasi
Transmigrasi merupakan suatu aktivitas yang dilakukan manusia yang berupa
mobilitas atau perpindahan, dan juga merupakan sebutan untuk perpindahan penduduk dari
suatu daerah lainnya.
Jenis-jenis transmigrasi
a. Transmigrasi lokal
Transmigrasi ini dilakukan oleh orang-orang yang masih dalam suatu wilayah atau
suatu provinsi.
b. Transmigrasi swakarya
Transmigrasi ini bertujuan untuk memberikan pekerjaan pada transmigran, dan juga
merupakan program dari departemen transmigran selama beberapa bulan.
c. Transmigrasi sektoral
Transmigrasi ini merupakan jenis transmigrasi yang dibedakan dari pembiayaannya,
dan ditanggung oleh transmigrannya sendiri.
d. Transmigrasi umum
Transmigrasi ini merupakan jenis transmigrasi yang dilakukan karena adanya faktor-
faktor pendorong yang berasal dari daerah asal.
e. Transmigrasi swakarsa atau spontan
Transmigrasi ini merupakan transmigrasi yang dilakukan dengan biaya sendiri, namun
berdasarkan bimbingan dan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah.
f. Transmigrasi bedol desa
Transmigrasi ini merupakan salah satu transmigrasi masal, karena transmigran nya
banyak atau lebih dari satu orang.
Dampak transmigrasi
Dampak transmigrasi ada 2 yaitu:
1. Dampak positif
• Lahan kosong dapat dimanfaatkan
• Penduduk yang ditransmigrasikan kehidupannya dapat lebih baik secara ekonomi
• Meningkatkan produksi, terutama dibidang pertanian
• Dapat mempercepat pemetaan penduduk
• Menggurangi jumlah pengangguran, terutama bagi mereka yang ditansmigrasikan
2. Dampak negative
• Transmigrasi memerlukan dana yang cukup besar sehingga banyak menghabiskan uang
negara
• Terkadang mendorong kecemburuan sosial antara masyarakat setempat dan transmigran
• Adanya transmigran yang kurang sungguh-sungguh dapat menyebabkan kegagalan
dalam pelaksanaan transmigrasi sehingga dana yang dikeluarkan menjadi sia-sia
1. Intensifikasi dari proyek irigasi yang ada usaha tani keluarga telah diteliti sebanyak 450
pada proyek trasnmigrasi di irigasi pringsewu, metro dan kota Angung.
a. Kelemahan dalam penanganan air, contohnya desa pringsewu, 60% petani hanya
menanmi padi satu kali setahun.
b. Pemakaian input bidang produksi yang rendah,krena kurang dari 20% petani memakai
pupuk.
c. Hasil padi rendah, rata-rata 2,0-2,3 ton tiap ha.
d. Tekanan kependudukan luas tanah tani berkurang menjadi 0,6-0,9 ha.
Analisa dari situasi menghasilkan rekomenasi berikut:
1. Perluasan selanjutnya proyek irigasi seharusnya tidak izinkan, kegiatan pemerintah
dipusatkan.
2. Petak percontohan padi memperlihatkan hasil 3,5 -4 ton padi tiap hektar diharapkan
terjamin dengan adanya alat produksi dan penanganan air yang baik.
- Dinas umum perlu menjamin tersedia air sepanjang tahun.
- Pelayanan penyuluhan dari departemen pertanian harus di rehabilitasi.
- Pekreditan jangka pendek perlu diadakan untuk menjamin tersedia uang bagi petani dan
juga kebutuhan lainnya.
- Pelipat gandaan benih perlu segera ditngkatkan. Jangka waktu pertumbuhan yang lebih
singkat itu memudahkan petani menghasilkan dua panenan setahun.
3. Produksi persawahan irigasi perlu dilaksanakan terkhusus di musim kemarau. Untuk
menimalisir kebutuhan air di musim kemarau.
4. Diperkirakan program tersebut meliputi 30.000-40.000 usaha tania tau 20.000-25.000
hektar perswahan irigasi. Layak dibuat pekreditan jangka empat tahun guna kebutuhan di
biang produksi 15.000-20.000 ton pupuk, 150-200 ton pestisida serta area pembiakan
benih seluas 40-50 ha diperlukan. 4-5 truk peyediaan pupuk akan mengurangi
kemungkinan gagal proyek.
5. Peningkatan hasil padi menjadi 3,5 ton tiap ha dpat diharapkan. Jika 75% petani daerah
proyek berpartisipasi, sekitar 15.000-18.000 ha dapat diolah, sehingga panen dua kali
tiap tahun dapat di jalankan.
Ringkasan pertanian berpindah yang masih berlaku di tanah kering sumatra selatan
sebagai berikut:
Tanaman yang berpindah-pindah di daerah sekitar pemukiman, tanaman pangan
dengan tanaman pokoko biasa karet. Departeman PUTL secara beransur-ransul akan
memegang peran yang lebih dominal dalam pelaksanaan fisik, dan kesediaan PUTL
menerima anggaran yang di ikuti oleh tindak lanjutnya, mencakup perencaan regional analisa
ekologi dan pengolaan sumberdaya yang menyeluruh sampai kepada berbagai kegiatan.
Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan keadaan didaerah kering seperti
baturaja,mencakup faktor-faktor sosial ekonime dan ekologi. Permasalahan yang berkaitan
dengan penyediaan benih dan ternak mungkin tidak segawat penyediaan pupuk dan
penyelihan siskul bercocok tanam. Sekalipun dengan masukan untuk perbaikan tanah yang
ideal, petani transmigran di daerah tanah ujan masih di hadapkan pada berbagai gangguan
yang mungkin akan merusak citra rancangan proek yang berkonsepsi baik.
Ditahun-tahun mendatang pendirian satu pusan untik melakeanakan berbagai kegiatan
eksperimen, penyeluhan, monitoring, merupakan keharusan selama ini. Berdasarkan evaluasi
ekonomi yang berlaku atau berdasarkan dampak jangka pendek terhadap produksi
pertanian,transmigrasi ke lahan-lahan marjina Sumatra dan Kalimantan tak mungkin dinilai
sebangai kegiatan yang berhasil baik, terlebih bila di perhatikan tingkat kemampuan
mengelola dan pelaksanaan dewasa ini
Dengan pengelolaan yang baik, pemiliham lokasi secara teliti, pembiayaan yang
memadai dan perhatian yang cukup kepada keperluan dan hak kelompok-kelompok petani
setempat, unsur-unsur yang mungkin sangat penting bagi keberhasilan atau kegagalan
program dimana mendatang adalah :
1. Konsepkuensi sosial dan ekologik akiban perencanaan dan evaluasi proyek yang kurang
sempurna
2. Permasalaham struktual dan perencanaan di lembaga-lembaga pelaksana dan pengelola
3. Pengaruh bantuan dana dan ahli luar negri dalam skala besar
Transmigrasi juga merupakan mekanisme yang dapat di andalkan untuk menyebarkan
pengaruh pemerintah pusat kewilatah-wilayah yang masih dikuasai oleh sistem pemerintahan
tradisional yang sangat menonjol. Dukungan pembiayaan bagi program-program transmigrasi
di peroleh dari berbagai lembaga dinas maupun dari pemerintah indonesia. Lembaga-lembaga
internasional niscaya akan terus memusatkan perhatiannya pada transmigrasi sebagai salah
satu cara meningkatkan produksi pertanian.
BAB III
PENGALAMAN-PENGALAMAN DI DAERAH TRANSMIGRASI
Dalam bab ini dibahas beberapa studi mengenai penyelenggaraan transmigrasi ditahun-
tahun yang lalu. Maksud studi-studi tersebut ialah mengetahui motivasi para transmigran
yang telah berpindah ke daerah baru serta pengalaman mereka sesudah bermukim kembali.
Selama program transmigrasi mulai diselenggarakan sejak tahun 1950 tidak ada keseragaman
dalam jenis maupun jumlah bantuan yang disponsori pemerintah.
Proyek-proyek transmigrasi biasanya digolongkan menurut daerah penempatan yaitu
daerah yang bukan pasang-surut dan daerah yang pasang-surut. Dalam hal proyek golongan
pertama dibedakan antara proyek beririgasi dan proyek tadah hujan. Di antara para
transmigran sendiri terdapat tiga golongan: transmigran umum yang menerima bantuan penuh
dari pemerintah, transmigran swakarsa yang sama sekali tidak dapat bantuan, transmigran
yang di tempatkan di proyek transmigran umum dengan hanya mendapatkan sebagian
bantuan seperti yang diberikan kepada transmigran umum (transmigran spontan dengan/tanpa
bantuan biaya.
Dilihat dari segi sejarah transmigrasi, proyek-proyek baru dapat dibedakan dari proyek
kelanjutan kolonisasi yang didirikan sebelum 1941. Kebanyakan proyek yang dibuka antara
tahun 1950 dan 1955 merupakan perluasan proyek lama (hampir semua proyek di Lampung
Selatan dan Belitang di Sumatra Selatan).
Di pemukiman Belitang, yang didirikan sebagai proyek kolonisasi pada tahun 1937,
lokasi desa-desa baru dipilih dengan baik; selain itu keadaan topografi serta adanya sungai
yang dapat dipakai sebagai sumber air irigasi yang memungkinkan pembuatan air irigasi
untuk para pemukim menanam padi sebagai dasar ekonomi mereka. Disini generasi pertama
dan kedua mencapai tingkat kesejahteraan yang memuaskan, namun generasi ketiga sekarang
harus menghadapi masalah kepadatan penduduk dan fragmentasi tanah usaha tani, seperti
telah diramalkan oleh Pelzer pada tahun 1940.
Kesulitan-kesulitan yang dapat timbul di proyek daerah kering apabila para keluarga
transmigran tidak diberi bantuan serta input-input yang diperlukan. Seperti hal pada banyak
proyek di Lampung, jaringan irigasi direncanakan tapi pembuatannya tidak dilaksanakan,
sehingga petani-petani terpaksa menanam singkong sebagai bahan utama. Sebagai akibat
kurang berkembangnya proyek, banyak transmigran meninggalkan proyek untuk mencari
nafkah di daerah/bidang lain.
Masalah-masalah timbul bukan hanya pada proyek di Sumatra tetapi juga pada proyek
di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan, juga pada transmigran-transmigran yang
ditempatkan di daerah tadah hujan dan di proyek pasang surut juga menghadapi banyak
kesulitan.
Motivasi yang mendorong para transmigran untuk berpindah tanpa bantuan pemerintah
diteliti secara mendalam dala, suatu studi mengenai pemukiman transmigran swakarsa di
Parigi, Sulawesi Tengah, suatu daerah yang terkenal karena berhasilnya pendatang baru di
Bali. Analisa ini menunjukkan bahwa transmigran swakarsa juga dapat berhasil di daerah
berawa.
Metodologi
Tiga metode digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data. Yang
pertama adalah 10% sampel survei di lima desa yang didirikan pada periode yang berbeda;
maksud seleksi desa-desa ini adalah untuk memberi gambaran mengenai keadaan yang
berbeda-beda di antara 1937 dan 1974 (desa Sidomulyo (1937), Sukanegara (1953),
Margacita (1954), Karangmenjangan (1965), Harjomulyo (1974). Penduduk desa ini
termasuk generasi pertama, kedua dan ketiga dari para transmigran umum dan swakarsa,
tergantung pada tahun desa didirikan. Metode yang kedua adalah pengamatan mendalam atas
empat desa yang dilakukan oleh tim ahli Antropologi. Peneliti-peneliti ini tinggal di desa
selama dua bulan dan membuat laporan-laporan mengenai desa-desa itu dan riwayat hidup
dari beberapa transmigran yang dipilih. Sebagai metode ketiga, wawancara-wawancara
diselenggarakan dengan para transmigran umum maupun swakarta, para pejabat petugas
pemerintah dan para penduduk setempat.
Perkembangan Ekonomi
Pendapatan keluarga dari para responden di lima desa tersebut diatas pada umumnya
baik dan dapat dianggap sangat baik dibandingkan dengan pendapatan rata-rata keluarga
petani di Pulau Jawa yang ditafsirkan Rp 82.526 pada tahun 1977. Indikator ekonomi lainnya
yang diselidiki termasuk mutu perumahan, barang milik rumah tangga, konsumsi makanan
dan adanya uang untuk ongkos pulang-pergi ke Jawa.
Pemilikan Tanah dan Fragmentasi
Melihat pada fragmentasi dan konsentrasi pemilikan tanah, maksudnya ialah untuk
mengetahui apakah masih ada/terdapat distribusi tanah yang cukup merata, dan juga untuk
mengetahui seberapa jauh daerah transmigrasi Belitang telah memberikan suatu tingkat
kehidupan yang wajar kepada para transmigran dari generasi pertama dan kedua, dengan
dasar pemikiran bahwa generasi ketiga dan yang berikutnya akan mendapatkan kesempatan
kerja di luar bidang pertanian dengan berkembangnya proyek transmigrasi itu sendiri serta
daerah sekitarnya, sebagaimana halnya di tiap pola pemukiman baru.
I. Hasil Survei
a. Tipe orang yang ditransmigrasikan
Keadaan yang miskin sehingga mendorong kebanyakan kepala keluarga mendaftarkan
diri untuk bertransmigrasi dengan harapan akan mendapat tanah, karena bagi penduduk desa
Jawa dan Bai tanah merupakan sesuatu yang sangat berharga.
b. Layanan pemerintah
Kriteria seleksi transmigran yang ditetapkan oleh Dirjen Transmigrasi tidak diikuti
secara tegas, terutama yang berkaitan dengan umur kepala keluarga. Para calon transmigran
sering kali tidak diberikan penjelasan tentang daerah tujuan mereka, tentang kondisi
sebenarnya yang terdapat disana, dan juga tentang waktu berangkat yang tepat.
c. Perkembangan para mukim
Para pemukim segera mengalami berbagai masalah yang timbul karena perubahan di
daerah penempatan mereka, disebabkan oleh penenabangan hutan yang mengganggu
keseimbangan alam. Para transmigran tidak mengetahui tentang kecocokan beberapa tanaman
dan bahkan gagal menanam tanaman perkarangan yang paling dapat diandalkan seperti
pisang. Di berambai penggunaan pestisida yang berlebihan dapat membahayakan persedian
air, di Luwu sebagian diantara tanah itu masih dalam sengketa.
Lima belas dari 368 transmigran di Barambai pada tahun 1973 berhasil dalam
memproduksi panen seharga Rp. 200.000,-. Rata-rata keluarga ini mempunyai dua orang
anak berumur sepuluh tahun atau lebih yang dapat menolong dalam usaha tani.
Hubungan sosial pada umumnya ditentukan oleh kondisi ekonomi. Di Luwu persedian
tanahnya terbatas dan sumber makanan dari penduduk asli terancam, hubungan antara
transmigran dan penduduk desa kurang baik walaupun kerja sama antarpribadi tetap ada.
d. Pemukim-pemukim spontan
Pemukim-pemukim di Binuang secara relatif telah memperlihatkan kemajuan yang
baik jika dibandingkan dengan para transmigran umum. Hubungan antara para petani yang
sudah mapan di daerah yang merupakan hal yang sangat berperan dalam keberhasilan
pemukim-pemukim baru.
II. Saran-saran
Program transmigrasi sebagaimana kenyataannya pada tiga daerah yang dipelajari
disini, jelas tidak berhasil. Penulis memberikan saran bahawa seharusnya program
transmigrasi lebih ditentukan oleh prioritas pengembangan regional, daripada mencoba
mencapai kedua sasaran ini sekaligus. Baik sumber penghasilan di laut maupun di darat
hendaknya perlu diperhitungkan dan proyek percobaan mulai dikerjakan untuk
pemanfaatannya.
Penutup
Para transmigran membutuhkan bimbingan yang akurat sebagai pelopor dari
pengembangan regional. Kualitas pemukimlah yang kami tekankan disini, jika kualitas ini
dibuktikan walaupun dengan jumlah para pemukim yang sedikit pada permulaannya, daerah
dan pembaharuan ekonomi yang dipelopori oleh para transmigran akan menark sejumlah
migran spontan yang terus meningkat. Orang-orang indonesia (termasuk orang Jawa) tidak
segan-segan memanfaatkan kesempatan ekonomi dengan pindah antar pulau menempuh jarak
yang jauh.
11. Lima puluh tahun transmigrasi spontan dan transmigran pemerintah di tanah
berawa kalimantan.
Tanah berawa di Indonesia: sumber marjinal
Dalam 10 tahun terakhir ini, usaha-usaha pemerintah dalam pengembangan
eksploatasi tanah-tanah berawa semakin betambah. Tanah-tanah berawa ini dianggap
marjinal karena tanahnya peka dan rapuh, lokasi dan kesulitan untuk mengubah tanah berawa
bagi pertanian.
Samuda Kecil: transmigrasi spontan orang Jawa dan orang Banjar kerawa pasang-
surut di Kalimatan Tengah Infografis Desa
Desa Samuda Kecil memiliki komoditas perkebunan kelapa rakyat dan sawah.
Tanaman tumpang sari yang ditanam di antara pohon kelapa ialah kopi. Daerah
inidipengaruhi pasangsurut yang merupakan rawa gambut dengan tebal gambut 2 meter. Desa
ini memiliki 800 hektar kebun kelapa dan 329 hektar sawah.
Sistem Kerja
Menurut diskusi kelompok dengan petani, ada tiga cara untuk membuka hutan guna
produksi padi dan untuk mengusahakan tanaman kelapa. Beberapa desa dekat Samuda Kecil,
hampir seluruh penduduknya berasal dari Madura.
BAB IV
MASA DEPAN PROGRAM TRANSMIGRASI
1. Transmigrasi umum dan swakarsa dalam konteks target-target pelita
Sejak awal pelita I dalam tahun 1969 transmigrasi telah ditekankan sebagai unsur
penting dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan. Hasil program yang relatif baik
yang di capai dalam pelita I mendorong pemerintah untuk menetapkan target sebanyak
250.000 Kepala Keluarga (KK) untuk elita I dan target yang bahkan lebih besar untuk pelita
III.