Anda di halaman 1dari 1

Nama : Tomi Sadewa

NIT/Kelas : 21303909/F

Awal Mula Transmigrasi

Heijiting adalah sosok pertama yang ditugasi untuk memikirkan menata penduduk Jawa yang
dianggap padat. Gagasan itu kemudian diwujudkan pada tahun 1905, dengan memindahkan penduduk
Jawa sebanyak 155 KK (Kepala Keluarga) dari Karesidenan Kedu ke Gedong Tataan, Lampung dan
daerah tersebut diberi nama Bagelen. Kemudian berlanjut di Bengkulu dan awal 1920-1930 dibuka
untuk Kalimantan dan Sulawesi. Namun sebenarnya tidak terlihat overpopulation di Pulau Jawa,
hanya persoalan persebaran penduduk yang tidak merata. Transmigrasi sebagai gagasan yang cerdas
untuk rencana strategis pemerintah kolonial jangka panjang dalam membangun kolonisasi.

Periode setelah kemerdekaan isu transmigrasi bukan sesuatu yang populer, sebab menghadapi
persoalan krisis ekonomi. Namun istilah transmigrasi dicetuskan Soekarno pada 1927 dan baru
dijalankan pada tahun 1950-1965 dimana memindahkan warga Jawa 400 ribu orang. Kemudian pasca
1965, kebijakan transmigrasi dirubah skemanya landreform yang diciptakan Sukarno menggantinya
dengan transmigrasi. Pada intinya Suharto menciptakan transmigrasi sebagai core mission untuk
landreform dalam menjalankan pembangunan sekaligus menata Jawa. Pemerintah Orde Baru
menempatkan kebijakan transmigrasi sebagai cara untuk mengatur hubungan manusia dengan tanah.
Selain itu transmigrasi sebagai peluang besar untuk membangun daerah-daerah sebagai peluang untuk
pembukaan tanah pertanian baru, industrialisasi, usaha intensifikasi, persediaan kredit bagi penggarap,
dan koperasi pertanian.

Sampai dengan 1972, Orde Baru sudah bulat memutuskan untuk mempetieskan landreform,
dan mengganti skema transmigrasi sebagai salah satu solusi untuk mereditribusikan tanah. Untuk
mensukseskan agenda tersebut, tahun 1980 dibentuk kepanitiaan landreform (Keppres 55/1980),
namun tidak untuk mengerjakan landreform ala Sukarno, melainkan untuk mengurus tanah
transmigrasi dan percetakan sawah baru.

Pelaksanaan Transmigrasi Orde Baru

1. Pelita I (1969-1973)
Transmigrasi fokus pada penyebaran penduduk dari Jawa ke pulau lain. Dalam PP No.42
Tahun 1973 ada 2 transmigrasi yaitu Transmigrasi Umum dan Transmigrasi swakarsa
2. Pelita II (1974-1979)
Program pelita II yaitu Pola Sitiung dimulai dari transmigrasi bedol desa dari Kabupaten
Wonogiri yang meliputi 41 desa, ke Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat
3. Pelita III (1979-1984)
Pola Sitiung tidak dijalankan dan penyelenggaraan transmigrasi diurus oleh Departemen
Transmigrasi
4. Pelita IV (1984-1989)
Peningkatan mutu permukiman transmigrasi dan pengembangan pola-pola usaha lain
selain tanaman pangan
5. Pelita V (1989-1994)
Fokus pada pengembangan pertanian, terutama pola perkebunan, perikanan, dan HTI
6. Pelita VI (1994-1999)
Mendukung pembangunan daerah, memperbanyak penyebaran penduduk dan tenaga
kerja, meningkatkan kesejahteraan para transmigran dan masyarakat sekitar, memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa

Transmigrasi bertujuan untuk memindahkan penduduk, sehingga penyebaran penduduk dapat


terjadi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Transmigrasi merupakan sarana untuk
melaksanakan landreform di Indonesia. Karena disamping dengan pembagian tanah, pemindahan
penduduk, transmigrasi juga harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUPA. Transmigrasi
bertujuan untuk meningkatkan penyebaran tenaga kerja serta pengembangan daerah produk baru,
terutama daerah pertanian, dalam rangka pembangunan daerah serta usaha penatagunaan tanah.

Anda mungkin juga menyukai