Anda di halaman 1dari 5

PERKEMBANGAN TRANSMIGRASI SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA

ALAM DI INDONESIA

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah mobilitas penduduk)


Dosen : Dr. RR. Wiwik Puji Mulyani, M.Si

Disusun oleh:
Azizatul Maghfiroh
(17/412015/GE/08533)

PROGRAM STUDI GEOGRAFI LINGKUNGAN


FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA

2019
PERKEMBANGAN TRANSMIGRASI SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA
ALAM DI INDONESIA

1. Definisi
Tranmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu daerah (pulau) yang
berpenduduk padat ke daerah (pulau) lain yang berpenduduk jarang (KBBI, 2012).
Sedangkan menurut UU RI Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian
transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan
kesejahteraan dan menetap di Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi
Permukiman Transmigrasi. Secara harfiah transmigrasi (Lat n: trans - seberang,
migrare - pindah) adalah program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia. Program
transmigrasi di Indonesia bertujuan untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah
yang padat penduduk / kota ke daerah lain /desa di dalam wilayah Indonesia,
sedangkan penduduk yang melakukan transmigrasi disebut transmigran.
Transmigrasi merupakan salah satu bentuk mobilitas spasial atau migrasi
penduduk horizontal atas inisiatif pemerintah yang khas Indonesia, dan telah menjadi
program yang sudah diimplementasikan sejak lama. Uniknya tidak ada satupun
negara lain yang menerapkan program transmigrasi. Pengertian yang lebih spesifik,
transmigrasi adalah kebijakan pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk
dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat ke wilayah lain yang berpenduduk jarang di
luar Pulau Jawa. Namun demikian, pengertian transmigrasi telah berkembang menjadi
beberapa varian saat ini, misalnya ada istilah Transmigrasi bedol desa adalah salah
satu bentuk transmigrasi yang bersifat insidentil, di mana perpindahan penduduk
tersebut menyangkut seluruh penduduk desa, baik rakyat maupun pamong desanya.
Transmigrasi semacam ini biasanya terjadi oleh adanya bencana alam di daerah
asalnya ataupun adanya pembangunan infrastuktur umum dengan skala besar.
Transmigrasi ini paling sering terjadi dari tahun 1976-1981.

2. Sejarah transmigrasi di Indonesia


Teori klasik mengenai kebijaksanaan transmigrasi, ternyata dilaksanakan oleh
Pemerintah Indonesia sejak 63 tahun yang lalu dengan menempatkan transmigrasi
asal Jawa dan Madura ke luar pulau Jawa (Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan
Papua), terutama di kantong-kantong pertahanan militer. Indonesia yang dianggap
strategis, dikhawatirkan munculnya perlawanan daripada penduduk asli.
Permulaan penyelenggaraan transmigrasi pada tanggal 12 Desember 1950,
Pemerintah Indonesia secara resmi melanjutkan program kolonisatie yang telah
dirintis pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905 dengan nama yang lebih
nasionalis yaitu transmigrasi. Pada saat itu, rombongan pertama kolonisatie sebanyak
155 keluarga dari Bagelan, Karesidenan Kedu, dikirim di Gedongtataan, Lampung. Di
tempat itulah para pendatang membangun desa pertama yang diberi nama Bagelen,
sesuai dengan nama desa asalnya. Dari sinilah dimulainya sejarah ketransmigrasian
yang selama satu abad (dihitung dari tahun 1905) ikut membantu perjuangan bangsa.
Kebijakan transmigrasi sebagai mitigasi bencana memberikan kesempatan
yang baik untuk mengatasi bahaya bencana dan masalah kemiskinan baru di daerah
transmigrasi. Kebijakan pengelolaan penduduk dan ancaman manajemen penduduk
yang kurang tepat kemudian diatasi dengan pengelolaan penduduk korban bencana
alam dengan transmigrasi sebagai upaya mitigasi bencana alam. Upaya tersebut
dilakukan dengan berbagai alasan seperti pencegahan korban jiwa dan kerugian lebih
besar lagi di kemudian hari, memperbaiki nasib kehidupan korban selamat dan
percepatan serta pemerataan pembangunan.

3. Bentuk bentuk transmigrasi di Indonesia dari waktu ke waktu


Kesadaran pengelolaan kependudukan tiap waktu mengalami peningkatan
drastis menjadi topik utama dalam kebijakan pemerintah. Salah satunya kebijakan
transmigrasi yang dilakukan dari zaman VOC dalam empat tahapan mulai tahun
1905-1911 berlanjut tahun 1912-1922, kemudian 1923-1932 dan yang terakhir antara
tahun 1932-1942. Selanjutnya transmigrasi pada orde baru banyak dilakukan
transmigrasi bedol desa, transmigrasi swakarya, dan transmigrasi lainnya. Salah satu
kebijakan terkait transmigrasi sebagai mitigasi bencana meletusnya Gunung Merapi
pada tahun 2010. Bencana alam gunung meletus telah menimbulkan kerugian yang
besar serta masalah kependudukan yang baru. Bencana alam dapat diartikan sebagai
dan salah satu upaya untuk menanggulanginya dengan mitigasi bencana.
Salah satu hal terkait transmigrasi adalah mitigasi bencana alam pasca
bencana. Transmigrasi tersebut lebih berfokus pada korban selamat bencana. Dimana
penduduk yang selamat diberikan penawaran program transmigrasi bagi mereka untuk
memulai hidup baru yang telah mengalami kerugian yang cukup besar dan susah
memulai kembali dari awal. Salah satu kebijakan tersebut adalah transmigrasi untuk
mengamankan korban selamat. Dalam kasus ini lebih berfokus pada mitigasi setelah
bencana Gunung Merapi, dengan mengamankan korban selamat khususnya penduduk
lereng gunung berapi untuk dipindahkan ke tempat yang lebih aman. Pemindahan
penduduk (transmigrasi) dilakukan dengan memindahkan penduduk ke luar jawa atau
ke kecamatan di Magelang yang masuk kategori aman jauh dari kawasan bahaya
merapi. Hal yang diutamakan dalam program harus menyediakan daerah tujuan yang
sesuai dengan latar belakang daerah asal transmigran seperti beberapa kabupaten di
Sumsel, Kalbar, dan Sulbar. Program transmigrasi yang ditawarkan bersifat terbuka
dan tidak memaksa. Sebenarnya program transmigrasi ini yang sudah direncanakan
sejak lama mulai pada masa orde baru pemerintahan Presiden Soeharto
(Sriharmiati,dkk., 2018).

4. Dampak transmigrasi bagi pembangunan Indonesia


Penyelenggaraan Transmigrasi telah dilaksanakan sejak zaman kolonisasi
sampai dengan sekarang. Transmigrasi telah mengentaskan kemiskinan, membuka
lapangan kerja dan melahirkan ketahanan pangan. Pembangunan transmigrasi sesuai
dengan dinamika pembangunan yang terjadi diwilayahnya masing-masing telah
berkontribusi dalam pembangunan diantaranya dalam aspek kewilayahan
(terbentuknya daerah-daerah otonom baru yaitu desa, kecamatan dan kabupaten),
aspek pertanian (sesuai komoditas yang dikembangkan) dan aspek kependudukan
(peningkatan jumlah sumberdaya manusia).
Dampak positif
Aspek Kewilayahan
Hingga tahun 2013 penyelenggaraan transmigrasi selama ini telah
memberikan kontribusi yang cukup berart dalam pembangunan nasional antara lain
dari 104 Permukiman Transmigrasi (Kimtrans) telah berkembang menjadi ibukota
Kabupaten/Kota, 383 Permukiman Transmigrasi menjadi ibukota Kecamatan dan dari
sejumlah 3.055 permukiman yang dibangun sejumlah 1.183 permukiman transmigrasi
menjadi desa definitif, dan 2 ibukota provinsi (Sulawesi Barat di Mamuju dan
Bulungan di Kalimantan Utara) serta 44 Kota Terpadu Mandiri (KTM) tersebar diluar
Jawa.
Aspek Pertanian

Dari aspek pertanian, kawasan transmigrasi telah menjadi sentra produksi


pangan, perkebunan dan agribisnis. Diberbagai daerah tujuan transmigrasi, baik di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, kawasan transmigrasi menjadi
sentra produksi pangan, perkebunan sepert sawit dan karet dan agribisnis. Di
Sumatera, Belitang, Karang Agung, Mesuji dan Rawa Pitu menjadi lumbung padi. Di
Papua sepert Tanah Miring dan Arso, menjadi sentra penghasil padi dan perkebunan.
Demikian pula sentra perkebunan sawit, sepert Sungai Bahar Jambi, Arga Makmur
Bengkulu, Parenggean Kalimantan, berasal dari permukiman transmigrasi.

Dampak negatif
Kultur-historis berkaitan dengan pembentukan budaya masyarakat, tanah
kelahiran sebagai sumber penghidupan, dan keyakinan. Aspek psikologi-historis yaitu
budaya yang mempengaruhi karakter masyarakat, kejiwaan, dan karakteristik
komunal. Dan hal tersebut yang berpotensi menjadi dampak negatif sekaligus sebagai
faktor penghambat bagi pelaksanaan transmigrasi. Dampak negatif transmigrasi bagi
daerah tujuan, terkadang mendorong kecemburuan antara penduduk asli dengan
penduduk transmigran, berkurangnya lahan yang ada di daerah penduduk asli karena
kedatangan transmigran, timbul banyak perbedaan antara individu karena asal yang
berbeda yang terkadang menimbulkan kesenjangan, baik kesenjangan sosial,
ekonomi, budaya, dll, berkurangnya sumber daya alam karena semakin banyaknya
penduduk, bervariasinya SDM karena perbedaan daerah asal yang terkadang tidak
sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia di daerah tujuan.

Daftar pustaka
Kementrian desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi RI. 2015.
Transmigrasi Masa Doeloe, Kini, dan Harapan Kedepan. Jakarta : Direktorat
Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi.
Sriharmiati,L., Sari,M., Islawati, D., Rohmah, M., Fiqrudin, A., Hijriyandani, T.,
Masruroh, F., Fianti, A., Fadlurrahman. 2018. Transmigrasi Sebagai Mitigasi
Bencana Alam (Studi Kebijakan Transmigrasi Penduduk Lereng Gunung
Merapi). Jurnal Mahasiswa Administrasi Negara (JMAN), Vol. 02 No.01 ,
Mei 2018.

Anda mungkin juga menyukai