Oleh
XII IPA 6
Komang Dhayani Aprilia Dewi (05)
Ni Nyoman Triana Ardi (11)
Eko Setiawan (17)
Siti Nabila (23)
Dewa Gede Nanda Artha Suyasa (29)
Adanya berbagai tekanan dari segi politik, sosial, ataupun budaya menyababkan
individu tidak memiliki kesempatan dan kemampuan untuk melakukan perhitungan
manfaat ataupun kerugian dari aktivitas migrasi tersebut. Mereka berpindah ke daerah
baru dalam kategori sebagai pengungsi(refugees).
Para pengungsi ini memperoleh perlakuan yang berbeda di daerah tujuan dengan
migran yang berpindah semata-mata karena motif ekonomi. Kenyataannya, secara
konseptual maupun metodelogi, para ahli sampai saat ini masih mengalami kesulitan
dalam membedakan secara lebih tajam antara migran dengan motif ekonomi dan migran
karena motif-motif non-ekonomi.
Interaksi atau hubungan timbal-balik juga yang saling mempengaruhi bukan hanya
terjadi antara manusia dan lingkungannya, juga terjadi antar sesama manusia. Hubungan
yang terjadi tidak terbatas hanya dalam dsatu wilayah, tetapi juga wilayah-wilayah
lainnya. Misalnya antar desa dengan kota, antara kota dengan kota atau bahkan lebih luas
lagi. Oleh karena itu interaksi ini dapat diartikan sebagai suatu hubungan timbal-balik
yang saling mempengaruhi antara dua wilayah kota atau lebih, yang dapat melahirkan
gejala, kenampakan atau permasalahan baru.
Menurut Edward Ullman ada 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya interaksi kota, yaitu :
Dalam kaitannya dengan interaksi kota tersebut, maka mobilitas penduduk dapat
diartikan sebagai suatu perpindahan penduduk, baik secara teritorial, spacial, atau geografis.
Konsep mobilitas penduduk ini mengandung arti bahwa terjadinya interaksi masyarakat
antara dua kota berlangsung secara intensif. Misalnya, interaksi yang terjadi antara
masyarakat dan berbagai kota yang ada dipulau jawa semakin bertambah marak dengan
adanya dukungan sarana transportasi, bahkan waktu tempuh pun semakin singkat.
1 1930 60.700.000
2 1961 97.100.000
3 1973 119.200.000
4 1980 147.500.000
5 1990 179.300.000
Bahwa Pusat lokasi aktivitas yang melayani berbagai kebutuhan penduduk harus
berada di suatu tempat sentral yaitu tempat yang memungkinkan partisipasi manusia dengan
jumlah yang maksimum.Tempat sentral itu berupa ibukota kabupaten, kecamatan, propinsi
ataupun ibukota Negara. Masing-masing titik sentral memiliki daya tarik terhadap penduduk
untuk tinggal disekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda.
Bahwa pembangunan yang terjadi di manapun tidak terjadi secara serentak tapi
muncul pada tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan identitas yang berbeda. Kawasan
yang menjadi pusat pembangunan dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan.
Dari kutub inilah proses pembangunan menyebarke wilayah-wilayah lain di sekitarnya.
Suatu titik lokasi menjadi pusat pertumbuhan disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
1. Migrasi
Migrasi atau mobilitas penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya dapat dikelompokkan
menjadi dua:
2) Emigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara menuju ke negara lain.
Contoh: orang Indonesia pergi bekerja ke luar negeri, misalnya para Tenaga Kerja
Indonesia yang bekerja di Malaysia.
Migrasi, baik migrasi internasional maupun nasional tentu ada pengaruhnya. Sebagai
contoh untuk transmigrasi, urbanisasi, atau emigrasi sebagai TKI, dampak negatifnya
adalah:
1. Transmigrasi
Transmigrasi yaitu perpindahan penduduk dari satu pulau kepulau lain dalam satu negara.
Program transmigrasi merupakan inisiatif dari pemerintah kolonial Belanda, dan kemudian
dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari daerah padat
penduduk Indonesia untuk daerah yang kurang padat penduduknya. Transmigrasi ini
memindahkan penduduk secara permanen dari pulau Jawa, tetapi juga untuk tingkat yang
lebih rendah dari Bali dan Madura, untuk daerah yang kurang padat penduduk termasuk
Papua, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Tujuan dari program ini adalah untuk
mengurangi kemiskinan yang cukup besar dan kelebihan penduduk di Jawa, untuk
memberikan kesempatan bagi pekerja keras orang miskin, dan untuk menyediakan tenaga
kerja untuk lebih memanfaatkan sumber daya alam pulau-pulau di nusantara. Untuk
mengatasi kepadatan penduduk, pemerintah menggalakkan program transmigrasi.
2. Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dari kota kecil ke kota
besar.
Dalam hal urbanisasi, dampak negatif bagi wilayah perkotaan, antara lain:
pertambahan penduduk
kepadatan penduduk
peningkatan tenaga kasar
timbul daerah kumuh
tuna wisma
meningkatnya kejahatan
pengangguran
kemacetan lalu-lintas
semakin menciptakan rasa individual yang tinggi.
Alternatif dari kebijaksanaan itu ialah mengubah arah migran menuju ke kota-kota
kecil dan kota-kota sedang. Kota kecil perlu dibangun dengan fasilitas perkotaan, prasarana
transportasi dan lebih ditingkatkan.
Penduduk yang melakukan mobilisasi tidaklah semata mata untuk berpindah tempat
saja, tetapi hal itu dilakukan oleh karena dorongan dari tiga faktor yaitu:
1. Penarik.
2. Pendorong.
3. Kendala.
Pada tahun 1885 E.G. Ravenstin mempublikasikan yang ia sebut sebagai 7 hukum-hukum
perpindahan penduduk (migrasi), yang terdiri dari:
1. Migrasi dan jarak, kebanyakan migran melakukan perpindahan dalam jarak dekat.
Bila jaraknya bertambah maka jumlah migrant yang berpindah menurun.
2. Migrasi bertahap, penduduk semula pindah dari daerah pedesaan ke tepi kota besar
sebelum masuk ke dalam kota besar tersebut.
3. Arus dan arus balik, tiap adanya arus migrasi akan terjadi juga migrasi arus balik.
4. Daerah urban (perkotaan) dan rural (pedesaan), penduduk perkotaan kurang
melakukan migrasi dibandingkan dengan penduduk daerah pedesaan.
5. Dominasi wanita pindah jarak dekat, dalam jarak dekat wanita pindah lebih banyak
daripada laki-laki.
6. Teknologi dan migrasi, perkembangan teknologi cenderung meningkatkan migrasi.
7. Dominasi motif ekonomi, walaupun berbagai jenis faktor dapat mendorong terjadinya
perpindahan akan tetapi keinginan untuk meningkatkan keadaan ekonomi merupakan
kekuatan yang paling potensial.
Faktor pendorong (push) yang bersifat sentrifugal dan penarik (pull) yang bersifat
sentripetal. Perpindahan dari daerah asal (area of origin) dimungkinkan oleh karena adanya
beberapa faktor pendorong yaitu:
1. Turunnya sumber daya alam.
2. Hilangnya mata pencaharian.
3. Diskriminasi yang bersifat penekanan atau penyisihan
4. Memudarnya rasa ketertarikan oleh karena kesamaan kepercayaan, kebiasaan atau
kebersamaan perilaku baik antar anggota keluarga maupun masyarakat sekitar.
5. Menjauhkan diri dari masyarakat oleh karena tidak lagi kesempatan untuk
pengembangan diri, pekerjaan atau perkawinan.
6. Menjauhkan diri dari masyarakat oleh karena bencana alam seperti banjir,
kebakaran, kekeringan, gempa bumi, atau epidemic penyakit.
Faktor pendorong dan penarik perpindahan penduduk ada yang negatif dan ada yang
positif. Faktor pendorong yang positif yaitu para migran ingin mencari atau menambah
pengalaman di daerah lain. Sedangkan faktor pendorong yang negatif yaitu fasilitas untuk
memenuhi kebutuhan hidup terbatas dan lapangan pekerjaan terbatas pada pertanian. Faktor
penarik yang positif yaitu daerah tujuan mempunyai sarana pendidikan yang memadai dan
lebih lengkap. Faktor penarik yang negatif adalah adanya lapangan pekerjaan yang lebih
bervariasi, kehidupan yang lebih mewah, sehingga apa saja yang diperlukan akan mudah
didapat dikota. Faktor kendala tidak dipaparkan jelas karena faktor kendala hanya ada jika
ada musibah atau suatu kendala yang tak terduga.
Pelaksanaan pembangunan tidak akan berjalan lancar tanpa ada pemerataan pembangunan
yang menetapkan 8 jalur pemerataan, yakni : (Didesa maupun dikota)
Mobilitas penduduk memiliki beberapa jenis dan dari setiap jenis mobilitas itu sendiri
mereka memiliki hukum-hukum untuk mengatur perpindahan yang terjadi. Apabila terjadinya
mobilitas yang tak terkendali, maka wilayah yang kosong akibat perpindahan tersebut harus
memiliki daya penarik agar tidak terjadinya perpindahan yang tidak terkendali, antara lain:
VIII. Kesimpulan
Mobilitas penduduk masa Orde Baru terjadi karena pertumbuhan penduduk yang
berlebihan sehingga menyebabkan beberapa dampak di setiap aspek. Terjadinya Mobilitas
penduduk tak lepas dari faktor pemicunya. Baik dari daya dorong didesa maupun dari daya
tarik dikota. Mobilitas tidak hanya berdampak positif tetapi juga memiliki dampak negatif.
Untuk itu pemerintah menciptakan kebijakan melalui hukum yang ditentukan dalam proses
mobilitas itu sendiri dan juga tak lepas dari kebijakan wilayah yang ditinggalkan dalam
proses perpindahan.