1) Ruang lingkup kebijakan kependudukan Permasalahan kependudukan saat ini sudah semakin kompleks, tidak hanya berkaitan dengan permasalahan tingginya kelahiran, tingginya angka kematian bayi, atau persoalan akibat migrasi penduduk, namun isu-isu tersebut sudah semakin meluas seperti persoalan atau isu lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, kesehatan reproduksi, penduduk usia lanjut, pengangguran, dan kemiskinan. Semua persoalan atau isu tersebut diatasi dengan suatu kebijakan kependudukan. Kebijakan kependudukan adalah langkah-langkah dan program- program yang membantu tercapainya tujuan-tujuan ekonomi, sosial, demografis, dan tujuan-tujuan umum lainnya dengan jalan mempengaruhi variabel-variabel utama demografi yaitu jumlah penduduk dan pertumbuhannya, serta perubahan dan ciri-ciri demografisnya. Kebijakan kependudukan atau government actions.. Laws, regulations, and programs that try to influence the three agents of populations change (births, deaths, and migration) as a way to promote socialand economic development (Ashford, 2001). Dengan demikian segala undang-undang, peraturan- peraturan dan berbagai program yang akan mempengaruhi 3 komponen kependudukan seperti kelahiran, kematian, dan migrasi, yang merupakan suatu cara untuk meningkatkan atau membangun kondisi sosial, dan ekonomi penduduk. Jadi kebijakan kependudukan tersebut pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. 2) Jenis-jenis kebijakan kependudukan Jenis-jenis kebijakan kependudukan yang ada di Indonesia khususnya tergantung dari persoalan kependudukan yang dihadapi oleh Indonesia. Beberapa persoalan kependudukan yang dihadapi oleh Indonesia secara umum atau oleh provinsi/kabupaten yang ada antara lain: 1). Jumlah penduduk yang besar, Indonesia menduduki jumlah penduduk terbesar no. 4 didunia 2). Persebaran penduduk yang tidak merata, dimana sekitar 60 persen tinggal di pulau jawa, dengan hanya luas daerah yang jauh lebih sempit dibandingkan dengan daerah/pulau-pulau yang lainnya 3). Luas lahan pertanian sudah semakin menyempit akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi yang membutuhkan lahan untuk permukiman sehingga terjadi alih fungsi lahan 4). Persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian masih tinggi sekitar 60 persen sedangkan lahan pertanian sudah semakin menyempit atau alih fungsi lahan yang terjadi secara terus menerus 5). Tingkat pengangguran terbuka dan setengah pengangguran cenderung tinggi 6). Kualitas penduduk khususnya kualitas tenaga kerja masih rendah MASALAH KEPENDUDUKAN
Jumlah Penduduk Cenderung Meningkat
Distribusi Penduduk Yang Timpang Lpp Yang Relatif Tinggi Migrasi Masuk Cenderung Meningkat Fertilitas Penduduk Meningkat Tingkat kematian ibu melahirkan tinggi Tingkat kematian anak tinggi Tingkat kematian bayi masih tinggi Ada 2 jenis kebijakan kependudukan yaitu kebijakan yang mempengaruhi variabel-variabel kependudukan dan kebijakan yang menanggapi perubahan-perubahan dalam bidang kependudukan. Contoh kebijakan kependudukan yang mempengaruhi variabel kependudukan seperti kebijakan keluarga berencana, yang bertujuan untuk menurunkan kelahiran sehingga akan mempengaruhi jumlah dan pertumbuhan penduduk. Kebijakan yang menanggapi perubahan-perubahan di bidang kependudukan antara lain penciptaan lapangan kerja untuk menanggapi perubahan penduduk menurut kelompok umur khususnya angkatan kerja untuk menurunkan tingkat pengangguran, demikian pula kebijakan di bidang pendidikan seperti beasiswa untuk murid-murid di sekolah. Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah baik kebijakan untuk mempengaruhi secara langsung variabel-variabel kependudukan, dan juga untuk menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di bidang kependudukan akibat kebijakan yang telah dilakukan, dan dapat diidentifikasi sebagai berikut. Kebijakan kependudukan yang berkaitan dengan tingkat kelahiran secara umum dapat dibedakan menjadi kebijakan pronatalis dan kebijakan antinatalis. Kebijakan pronatalis diambil secara umum karena menginginkan menambah jumlah penduduk secara lebih cepat dengan kebijakan-kebijakan yang akan memotivasi pasangan usia subur untuk menambah jumlah anak yang mereka miliki. Misalnya kebijakan memberikan hadiah kepada keluarga yang memiliki anak. Pada umumnya negara yang menggunakan kebijakan ini memiliki pertumbuhan penduduk yang bertanda negatif, sehingga dikhawatirkan jika tidak diberikan insentif jumlah penduduk akan terus berkurang. Pada negara seperti ini umumnya biaya untuk memiliki anak atau memilihara anak sangat mahal sehingga mendorong mereka untuk tidak memiliki anak. Di sisi lain ada kebijakan kependudukan yang berkaitan dengan kelahiran yaitu antinatalis. Negara-negara yang menerapkan kebijakan ini adalah negara-negara yang tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi dan jumlah penduduk juga besar/banyak seperti negara Indonesia, India, dan negara- negara lainnya yang mengalami tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk no.4 terbesar di dunia menganggap bahwa kebijakan kependudukan dilaksanakan dengan konsep antinatalis, yang dimulai semenjak pemerintahan orde baru sekiatar tahun 1970-an. Namun sebelum orde baru yaitu pada saat orde lama yaitu Presiden Sukarno memiliki kebijakan kependudukan pro natalis untuk menambah jumlah penduduk, karena penduduk dipandang sebagai kekuatan sebuah bangsa. Dengan kebijakan tersebut khususnya antinatalis maka jumlah penduduk akan dapat ditekan sehingga pertumbuhan penduduk akan menurun, demikian sebaliknya jika kebijakan kependudukan yang pronatalis diharapkan penduduk bertambah sehingga tingkat pertumbuhan penduduk meningkat. Untuk kebijakan kependudukan di Indonesia secara umum dan khususnya menurut provinsi atau kabupaten/kota, kebijakan antinatalis menyebabkan pertumbuhan penduduk di Indonesia ataupun di Provinsi Bali mengalami penurunan karena keberhasilan program KB dalam mengendalikan kelahiran. Meningkatnya pertumbuhan penduduk khususnya di Provinsi Bali setelah pada sensus penduduk tahun 2000 dan 2010 lebih disebabkan oleh komponen migrasi yang mengalami selisih positif pada periode tersebut. Kebijakan kependudukan yang diterapkan untuk tujuan redistribusi penduduk akibat persebaran yang tidak merata adalah kebijakan transmigrasi yang dikoordinasikan oleh pemerintah. Kebijakan transmigrasi ini ada yang dikenal dengan transmigrasi umum dan transmigrasi swakarsa. Hal ini disebabkan karena persebaran jumlah penduduk yang sangat tidak merata, terutama di Jawa Bali dengan di luar Jawa Bali. Di Jawa kemiskinan akibat terlalu banyak penduduk, sedangkan di luar Jawa kemiskinan terjadi akibat kekurangan jumlah penduduk seperti menjadi tenaga kerja untuk menggarap lahan pertanian. Dengan kekurangan tenaga kerja ini dibutuhkan tenaga kerja dari daerah atau provinsi lain melalui kebijakan kependudukan khususnya transmigrasi. Program transmigrasi dimulai pada jaman penjajahan Belanda yang disebut dengan program kolonisasi yang dimulai pada tahun 1905 dengan mengirim sejumlah 815 jiwa yang berasal dari Jawa Tengah ke Gedong Tataan. Daerah ini adalah sebagai daerah kolonisasi yang pertama. Hingga tahun 1942 kolonisasi tetap dilakukan di luar pulau Jawa. Secara umum tujuan dari program kolonisasi ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengurangi kelebihan atau kepadatan penduduk di pulau Jawa karena akar kemiskinan di daerah tersebut adalah karena kelebihan penduduk di Pulau Jawa. Dengan kebijakan ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan Kebijakan kolonisasi terus berlanjut dimana pada tahun 1922 dibangun sebuah pemukiman yang besar di Lampung, demikian pula pemukiman-pemukiman yang lebih kecil seperti di Sumatera Selatan, Kalimantan, Bengkulu, dan Sulawesi. Setelah jaman kemerdekaan kebijakan ini terus dilanjutkan sampai sekarang. Setelah jaman kemerdekaan mulai tahun 1947 setelah perang dunia ke dua mendirikan jawatan transmigrasi yang merupakan bagian dari kementrian Sosial, dan pada tahun 1950 mulai memindahkan penduduk dari Jawa ke luar jawa, dengan tujuan mempertinggi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan jalan mengadakan pemindahan dari satu tempat (yang padat penduduknya) ke daerah yang jarang penduduknya, untuk pembangunan perekonomian di segala lapangan. Data menunjukkan selama 30 tahun yaitu dari tahun 1905 sampai tahun 1940 hanya 1,3 persen dari jumlah pertambahan penduduk selama periode tersebut. Pada periode 1961-1985 persentase penduduk yang dapat dipindahkan dari pulau Jawa dan Bali, sekitar 8,2 persen dari pertambahan penduduk pada periode tersebut. Dengan melihat kenyataan ini tujuan dari program kolonisasi atau transmigrasi ini untuk menurunkan kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan Bali sepertinya tidak berhasil. Sebaliknya jika dilihat dari daerah penerima transmigran seperti pulau Sumatera sebagai penerima transmigran yang pertama kalinya yang kemudian diikuti oleh daerah-daerah lainnya seperti Sulawesi, Kalimantan, Maluku atau Irian Jaya, persentase transmigran yang ditempatkan di daerah transmigran juga sekitar rata-rata 10-12 persen dari penduduk di daerah tersebut. Dengan data ini juga menunjukkan bahwa baik di daerah tujuan transmigran tidak mampu menaikkan jumlah penduduk/tenaga kerja dengan signifikan, demikian pula dari daerah pengirim, tidak mampu mengirim jumlah transmigran yang berarti. Seperti disebutkan sebelumnya ada 2 jenis transmigrasi yaitu transmigrasi umum dan transmigrasi swakarsa. Transmigrasi umum sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah, namun transmigrasi swakarsa tidak dibiayai pemerintah sepenuhnya. Walaupun secara demografis program transmigrasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan untuk redistribusi penduduk baik di daerah asal transmigran maupun di daerah tujuan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa program transmigrasi tersebut dapat menarik transmigran swakarsa untuk datang, jadi dapat dikatakan terdapat migrasi berantai akibat program transmigrasi tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai keuntungan dari program tersebut yang pada akhirnya akan dapat mempengaruhi daerah tujuan dan daerah asal secara demografis. Para transmigran yang berhasil akan memberikan informasi ke daerah asal tentang keberhasilan mereka, informasi ini akan dapat menarik warga dari desa asal transmigran untuk mengikuti jejak mereka. Selain itu para transmigran yang telah berhasil di daerah transmigran akan mengajak keluarganya untuk ikut berpindah ke daerah transmigran. Selain dapat menyebabkan migrasi swakarsa, juga akan dapat menyebabkan migrasi berantai dimana mereka pergi dengan biaya sendiri menuju ke daerah tersebut. Sesuai dengan Teori yang dikemukakan oleh Mabogunje (1970) kontribusi migran terdahulu di daerah tujuan sangatlah besar untuk membantu transmigran swakarsa terutama yang berasal dari daerah asal yang sama, dimana bantuan ini diberikan umumnya pada awal perpindahan dan dalam rangka penyesuaian di daerah tujuan. Transmigran lama tidak hanya menampung transmigran baru, namun juga membantu memenuhi kebutuhan mereka, dan juga dibantu untuk membeli lahan sesuai dengan relasi yang dimiliki dan juga kemampuan yang dimiliki Dengan demikian keberhasilan transmigran umum di daerah tujuan akan disusul oleh kedatangan transmigran swakarsa secara berantai, sehingga jumlah transmigran secara keseluruhan menjadi besar. Program transmigran memang telah memberikan dampak terhadap pembangunan yang didaerah tujuan baik berkaitan dengan tata ruang wilayah yaitu pembukaan wilayah yang terisolasi serta pemanfaatan ruang wilayah, demikian pula dalam pembangunan ekonomi wilayah. Pembangunan yang dilaksanakan berkaitan dengan program transmigrasi haruslah mampu meningkatkan kesejahteraan trasmigran sebagai salah satu tujuan dari program tersebut, demikian juga dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat, sehingga urusan penduduk setempat di daerah tujuan transmigran juga harus ditangani secara terpadu. Dalam kenyataannya banyak permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan transmigrasi tersebut, yang bersumber dari lemahnya kesadaran masyarakat tentang pembangunan yang dilaksanakan termasuk di bidang transmigrasi, seperti timbulnya ketidakpuasan atau kecemburuan di kalangan penduduk setempat. Keresahan dan konflik yang menyebabkan berbagai usaha ekonomi yang dibangun tidak dapat berjalan secara produkstif yang banyak terjadi di daerah transmigran. Kebijakan Pengiriman TKI ke Luar Negeri Masalah ketenagakerjaan di Indonesia merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi selain masalah-masalah kependudukan lainnya. Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan di Indonesia belum mampu menciptakan kesempatan kerja yang dibutuhkan, sehingga terlihat tingkat ataupun jumlah pengngguran cenderung bertambah dari waktu ke waktu. Untuk mengatasi kondisi tersebut salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah adalah pengiriman TKI ke luar negeri dengan membentuk lembaga AKAN (Antar Kerja Antar Negara) yang dikoordinasikan oleh Dinas Tenaga Kerja dengan bekerjasama dengan PJTKI (Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia). Secara umum dapat dikatakan ada 2 faktor yang mempengaruhi kenapa pengiriman TKI ke luar negeri yaitu: 1) Semakin kompleksnya masalah kependudukan di Indonesia khususnya masalah ketenagakerjaan seperti masalah pengangguran dan setengah pengangguran yang mencerminkan kurangnya kesempatan kerja di dalam negeri 2) Tersedianya kesempatan kerja yang cukup banyak khususnya pada negara-negara yang kekurangan tenaga kerja untuk bekerja pada bidang-bidang tertentu, seperti negara-negara timur tengah, Malaysia, maupun Singapura, yang dapat memberikan penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam negeri, dan juga dapat menghasilkan devisa bagi negara. TKI yang berangkat atau dikirim ke luar negeri dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: 1) mereka yang dikirim ke luar negeri dan terdokumentasi pada lembaga AKAN yang secara resmi tercatat di Dinas Tenaga Kerja, seperti pengiriman TKI ke Timur Tengah; 2) TKI yang berangkat keluar negeri tidak terdokumentasi atau berangkat secara ilegal melalui calo seperti TKI di Malaysia yang tidak tercatat di Dinas Tenaga Kerja maupun di kantor imigrasi. Dari catatan yang ada bahwa jumlah TKI yang berangkat ke luar negeri pada 3 urutan terbesar adalah sebagian besar ke Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya, urutan ke dua adalah ke Malaysia dan urutan ke tiga. Sesuai dengan tujuan dilakukannya kebijakan pengiriman TKI, maka ada beberapa dampak yang dirasakan atau diperoleh karena keberadaan TKI tersebut. Beberapa dampak yang dirasakan karena keberadaan TKI ke luar negeri: 1). Peningkatan pendapatan keluarga, keluarga migran akan memperoleh pendapatan karena mereka bekerja di luar negeri dengan pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bekerja di dalam negeri (mungkin berkisar antara 3-4 kali lipat dari pada upah di dalam negeri untuk pekerjaan tertentu). 2). Peningkatan devisa negara, devisa dapat dikatakan sebagai dampak yang sangat penting bagi negara karena mereka dapat memberikan devisa bagi negara, yang dapat memperbaiki neraca perdagangan internasional Indonesia, semakin banyak TKI di luar negeri cenderung devisa yang diperoleh juga semakin meningkat. 3). Peningkatan ketrampilan kerja, bagi TKI yang bekerja di luar negeri secara langsung akan meningkat ketrampilan mereka yang akan dapat mereka pergunakan nantinya di dalam negeri. 4). Pengurangan masalah pengangguran, secara otomatis jika mereka bekerja di luar negeri sebagai TKI, akan dapat menurunkan tekanan pengangguran di dalam negeri. Kebijakan kependudukan yang bertujuan untuk menurunkan mortalitas, khususnya tingkat kematian bayi dan ibu melahirkan yang relatif masih tinggi. Hal ini juga secara tidak langsung dapat menurunkan angka kelahiran (beyond family planning). Berbagai kebijakan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi dan ibu melahirkan telah dilakukan seperti program imunisasi, program posyandu, penambahan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan di daerah pedesaan, penurunan jumlah kelahiran (terlalu banyak), jarak melahirkan (terlalu dekat), terlalu muda atau terlalu tua melahirkan (empat terlalu) juga merupakan program-program untuk menurunkan angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Peningkatan usia kawin adalah program agar masyarakat melahirkan dalam usia yang cukup/ideal 3) Kebijakan kependudukan di berbagai negara Program KB (family planning) Di negara-negara maju pemerintah tidak ikut campur dalam program KB, namun dilakukan oleh organisasi-organisasi masyarakat/LSM dengan dana juga dari masyarakat, dan prakarsanya dimulai dari kalangan penduduk/masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi (program KB dimulai dari golongan atas, ke golongan menengah, dan golongan bawah), hal ini sesuai dengan Teori Modernitas yang menyatakan bahwa mempunyai banyak anak akan menghambat karier dan memmerlukan biaya yang tinggi untuk pendidikan dan kualitas hidup dari anak yang bersangkutan. Kebijakan kependudukan untuk hal ini juga ada 2 antinatalis dan pronatalis. Negara-negara yang menerapkan kebijakan kependudukan yaitu melaksanakan program KB, maka negara tersebut adalah memiliki kebijakan antinatalis. Negara-negara yang mengambil kebijakan pronatalis adalah negara- negara yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat rendah atau bahkan negatif, seperti negara Prancis. Sebelum perang dunia kedua banyak negara yang melaksanakan kebijakan pro natalis untuk pertahanan perang. Setelah perang dunia kedua hanya negara Brasil yang memiliki kebijakan kependudukan pronatalis. Negara-negara di Asia dapat dikatakan kebijakan kependudukannya berbeda, yaitu ada yang antinatalis dan pronatalis. Negara-negara di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur hampir seluruhnya melakukan kebijakan antinatalis. Pakistan, RRC, Jepang juga memiliki kebijakan kependudukan antinatalis. Negara-negara Asia Barat yang sebagian bangsa Arab, hanya negara Iran yang kebijakan kependudukannya antinatalis, namun negara- negara lainnya tidak jelas kebijakan kependudukannya, hanya negara Kuwait yang pronatalis. Di negara-negara eropa tidak secara resmi menyatakan kebijakan kependudukannya apakah antinatalis atau pro natalis , namun legalisasi pengguguran kandungan dimaksudkan untuk menjaga kesehatan ibu, jika dilakukan secara legal. Negara-negara yang berkulit hitam dapat dikatakan sebagai pelopor program KB yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, terutama pada negara-negara yang miskin dan tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi. Di Amerika Selatan kebijakan kependudukan dapat dibagi 2 yaitu kebijakan pronatalis untuk negara yang penduduknya beragama katolik sedangkan kebijakan antinatalis untuk negara dengan penduduk beragama protestan. Negara-negara Amerika Latin lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi tidak pada usaha-usaha untuk program KB. Meskipun di negara-negara Timur Tengah, Afrika dan Amerika latin belum banyak dilaksanakan, namun ada kecenderungan ke arah antinatalis.