Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEREKONOMIAN INDONESIA

“KEPENDUDUKAN & KETENAGAKERJAAN”

OLEH
KELOMPOK 4

TESALONIKA C.TUCUNAN (18043002)


SISILIA LAWENDATU (18043010)
PRADITHA VIVEKANANDA (18043011)
MONICA L. WURANGIAN (18043012)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI MANADO
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN AKUNTANSI KEUANGAN
TAHUN 2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perencanaan pembangunan, kependudukan memegang peran penting didalamnya.
Kependudukan adalah segala hal yang berkaitan dengan kelahiran (natalitas), kematian
(mortalitas), serta perpindahan (migrasi) yang memengaruhi keadaan social, ekonomi,
budaya maupun politik suatu negara. Makin lengkap dan akurat data kependudukan yang
tersedia makin mudah dan tepat rencana pembangunan itu dibuat. Sebagai contoh, dalam
perencanaan sumber daya manusia diperlukan data mengenai jumlah penduduk dalam usia
sekolah, dan para pekerja. Banyak lagi contoh-contoh lain tentang data kependudukan
sangat diperlukan dalam perencanaan pembangunan. Beberapa masalah yang terkait dengan
ketenagakerjaan adalah pengangguran, upah minimum, dan minimnya lapangan pekerjaan.
Untuk mengatasi hal tersebut dimana jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak
hingga mencapai nomor 4 penduduk terbanyak di dunia, bisa dapat dipecahkan dengan data
kependudukan yang akurat dan kebijakan pemerintah baik dari sisi pendidikan, perundang-
undangan, perluasan lapangan kerja, pelayanan informasi, upah pekerja dan lain sebagainya.
Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia. Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur,
jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas
dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Pengelolaan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya terencana untuk
mengarahkan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan
penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi
penduduk. Perkembangan kependudukan adalah kondisi yang berhubungan dengan
perubahan keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh
keberhasilan pembangunan berkelanjutan.Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk
dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar
untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang
bertaqwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak.
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan, antara
lain mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari pekerjaan, mereka yang
bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga. (MT Rionga & Yoga Firdaus,
2007:2). Sedangkan menurut pendapat Sumitro Djojohadikusumo (1987) mengenai arti
tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja, termasuk mereka yang
menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa
akibat tidak ada kesempatan kerja.
Jumlah penduduk adalah banyaknya orang yang mendiami suatu wilayah Negara. Dari
sisi tenaga kerja, penduduk suatu Negara dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni kelompok
penduduk usia kerja dan kelompok bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah mereka
yang berumur 10 hingga 65 tahun. Namun dewasa ini usia kerja tersebut telah diubah
menjadi yang berumur 15 hingga 65 tahun. Penduduk usia kerja dapat pula kita bagi dalam
dua kelompok, yakni kelompok angkatan kerja dan kelompok bukan angkatan kerja.
Angkatan kerja adalah semua orang yang siap bekerja disuatu Negara. Kelompok tersebut
biasanya disebut sebagai kelompok usia produktif. Dari seluruhan angkata kerja dalam suatu
Negara tidak semuanya mendapat kesempatan bekerja. Diantaranya ada pula yang tidak
bekerja. Mereka inilah yang disebut pengangguran. Pengangguran adalah angkatan kerja
atau kelompok usia produktif yang tidak bekerja. (YB Kadarusman, 2004:65)
Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan
manusia. Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana
jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan.
Sedangkan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berkaitan dengan masalah pekerjaan baik
masalah pekerjaan itu sendiri, tenaga kerjanya, upah, hingga masalah yang ada pada sektor
tersebut.
1. Permasalahan Pendudukan di Indonesia
Penduduk adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing yang bertempat
tinggal di wilayah Indonesia dan telah menetap/berniat menetap selama minimal 1 tahun.
Kependudukan adalah hal yang berhubungan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin,
agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas
serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Dalam buku Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (2004) karya Nommy
Horas Thombang Siahaan, perkembangan jumlah penduduk negara-negara di dunia
khususnya negara-negara sedang berkembang selama dasawarsa terakhir ini sangat terasa
pesatnya. Indonesia menempati ranking terbesar penduduknya dari semua negara
berkembang setelah China, India, dan Amerika Serikat.
Masalah kependudukan di negara Indonesia ditandai oleh tiga hal, yakni:
1) Jumlah penduduk yang kian meningkat
Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 160 juta jiwa. Hasil sensus pada 1980
berjumlah 147 juta jiwa dengan persentasi pertumbuhan sebesar 2,34 persen
pertahun. Tapi berdasarkan sensus penduduk pada 2000, jumlah penduduk
Indonesia menjadi 203,4 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,35 persen pertahun.
2) Penyebaran penduduk sangat timpang
Di Pulau Jawa yang hanya 7 persen dari seluruh luas daratan Indonesia bermukim
kurang lebih 120 juta jiwa penduduk. Tingkat kepadatannya sekitar 700 jiwa
perkilometer persegi. Dibandingkan Sumatera, Kalimantan, Irian atau Maluku yang
masing-masing hanya 88,20 dan 8 per kilometer persegi.
Sebagian besar penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa, sedangkan luas
Pulau Jawa merupakan sebagian kecil dari luas Wilayah Indonesia.
Situasi itu merupakan tantangan raksasa kependukan.
3) Situasi struktur umur penduduk yang kurang menguntungkan
Jumlah penduduk kebanyakan berumur muda dan itu akan menjadi yang tantangan
berat bagi pembangunan. Di Indonesia menurut sensus penduduk pada 1980 jumlah
penduduk yang berumur muda kurang lebih berjumlah 100 juta. Tolak ukur yang
biasa dipergunakan untuk menentukan umur muda adalah 30 tahun ke bawah. Dari
jumlah itu, sepertiganya berusia di bawah 15 tahun. Jumlah anak yang berada di
bawah usia lima tahun sekitar 22 juta orang. Menurut sensur penduduk pada 2000,
struktur umur penduduk dikelompokan dalam tiga kelompok, yakni: Kelompok
umur muda 0-14 tahun: 36,6 persen Kelompok umur produkstif (15-64 tahun): 59,6
persen Kelompok umur tua (65 tahun) atau lebih: 3,8 persen.
Struktur kependudukan yang dominan berusia muda merupakan tantangan berat
bagi pembangunan. Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud), perkembangan jumlah penduduk dunia yang sangat cepat ini akan
menimbulkan ledakan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak
diimbangi dengan ketersediaan berbagai sarana dan prasarana, fasilitas-fasilitas
umum. Selain itu tidak diimbangi dengan pencapain kualitas SDM yang tinggi,
maka akan muncul dampak atau permasalahan-permasahan. Jika terus menerus
dibiarkan maka akan terjadi ledakan penduduk. Ledakan penduduk sebagai akibat
pertumbuhan penduduk yang cepat dan memberikan dampak yang buruk bagi
kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Besarnya jumlah penduduk yang besar itu
menjadi masalah dan memiliki dampak positif maupun negatif.
Di mana berpotensi terjadinya konflik dan benturan antara berbagai kepentingan
kelompok. Selain itu permasalahan penyediaan tenaga kerja dalam sumber daya
alam. Penyediaan lapangan pekerjaan sangatlah minim sehingga timbul
pengangguran.
Masalah kependudukan di Indonesia bisa dikelompokkan berdasarkan kuantitatif dan
kualitatif.

Masalah Kependudukan yang Bersifat Kuantitatif

1. Jumlah Penduduk Besar


Penduduk suatu negara menjadi faktor terpenting dalam melaksanakan pembangunan.
Dengan memiliki jumlah penduduk lebih dari 273 juta jiwa, Indonesia mengalami
berbagai permasalahan sebagai berikut.
a. Pemerintah mengalami kesulitan dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup
rakyatnya.
b. Terbatasnya kesediaan lapangan kerja, sarana dan prasarana kesehatan, serta
fasilitas sosial lainnya.
2. Pertumbuhan Penduduk Cepat
Jika pertumbuhan penduduk yang cepat tidak diimbangi dengan daya dukung
lingkungan yang seimbang, berbagai permasalahan akan muncul, baik masalah
lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.
3. Persebaran Penduduk Tidak Merata
Masalah kependudukan di Indonesia adalah persebaran penduduk yang tidak merata.
Akibat dari tidak meratanya penduduk, luas lahan pertanian di pulau jawa semakin
sempit karena dijadikan lahan permukiman dan industri. Sebaliknya, banyak lahan di
luar pulau Jawa belum dimanfaatkan secara maksimal karena kurangnya sumber daya
manusia.

Masalah Kependudukan yang Bersifat Kualitatif

1. Tingkat Kesehatan Tingkat kesehatan di Indonesia masih belum merata dan tergolong
rendah. Hal ini disebabkan karena kualitas kesehatan penduduk tidak terlepas dari
pendapatan penduduk di suatu daerah. Semakin tinggi pendapatan penduduk, maka
kemampuan untuk membeli pelayanan kesehatan juga semakin tinggi.
2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan diharapkan berbanding lurus dengan tingkat
kesejahteraan. Namun, sayangnya masih banyak penduduk Indonesia yang kesulitan
mendapat akses pendidikan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat Pendidikan di Indonesia,


yaitu:

1. Pendapatan perkapita penduduk yang rendah.


2. Ketidakseimbangan jumlah murid dengan sarana Pendidikan yang ada.
3. Rendahnya kesadaran penduduk terhadap pentingnya Pendidikan.
4. Tingkat Pendapatan

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia yang hidup
di bawah garis kemiskinan pada 2020 mengalami peningkatan. Selain itu, pendapatan
perkapita yang masih rendah menyebabkan masyarakat tidak mampu memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya sehingga sulit mencapai kesejahteraan.
Mengurangi masalah kependudukan yang terjadi di Indonesia, ada beberapa upaya yang
bisa dilakukan.

1. Pengurangan pertumbuhan penduduk. Salah satu cara yang sudah dilakukan oleh
pemerintah Indonesia adalah memberlakukan program Keluarga Berencana (KB).
2. Meningkatkan pemerataan pembangunan.
3. Menciptakan lapangan kerja di daerah-daerah yang jarang penduduk.
4. Melakukan program transmigrasi.
5. Melaksanakan program perbaikan gizi, salah satunya melalui POSYANDU.
6. Melengkapi sarana dan prasarana Kesehatan. Salah satu caranya adalah dengan
membangun puskesmas dan rumah sakit.
7. Penyediaan air bersih.
8. Menambah jumlah sekolah dari tingkat SD sampai perguruan tinggi.
9. Menambah jumlah tenaga kependidikan di semua jenjang Pendidikan.
10. Melaksanakan program wajib belajar Pendidikan dasar 9 tahun.
11. Pemberian beasiswa.
12. Menyediakan kelengkapan fasilitas Pendidikan, seperti perpustakaan, laboratorium,
dan alat keterampilan lainnya.
13. Menciptakan kurikulum Pendidikan yang sesuai.
14. Meningkatkan kualitas tenaga pengajar.
15. Meningkatkan pengolahan dan pengelolaan suber daya alam.
16. Meningkatkan kemampuan bidang teknologi.
17. Mengoptimalkan peranan BUMN dalam kegiatan perekonomian.

2. Masalah Urbanisasi di Indonesia


Pengertian urbanisasi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah, suatu proses
kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Selain itu dalam
ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan suatu
wilayah. Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian. Pengertian pertama,
adalah merupakan suatu perubahan secara esensial unsur fisik dan sosial-ekonomi-budaya
wilayah karena percepatan kemajuan ekonomi. Pengertian kedua adalah banyaknya
penduduk yang pindah dari desa ke kota, karena adanya penarik di kota, misal kesempatan
kerja. Pengertian urbanisasi ini pun berbeda-beda, sesuai dengan interpretasi setiap orang
yang berbeda-beda. Ir. Triatno Yudo Harjoko (2010) pengertian urbanisasi diartikan
sebagai suatu proses perubahan masyarakat dan kawasan dalam suatu wilayah yang non-
urban menjadi urban. Secara spasial, hal ini dikatakan sebagai suatu proses diferensiasi dan
spesialisasi pemanfaatan ruang dimana lokasi tertentu menerima bagian pemukim dan
fasilitas yang tidak proporsional.

Arus urbansiasi yang tidak terkendali ini dianggap merusak strategi rencana
pembangunan kota dan menghisap fasilitas perkotaan di luar kemampuan pengendalian
pemerintah kota. Beberapa akibat negatif tersebut akan meningkat pada masalah
kriminalitas yang bertambah dan turunnya tingkat kesejahteraan. Dampak negatif lainnnya
yang muncul adalah terjadinya “over urbanisasi” yaitu dimana prosentase penduduk kota
yang sangat besar yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi negara. Selain itu juga
dapat terjadi “under ruralisasi” yaitu jumlah penduduk di pedesaan terlalu kecil bagi
tingkat dan cara produksi yang ada.

Faktor penyebab terjadinya urbanisasi adalah terbagi menjadi dua yaitu faktor penarik
dan faktor pendorong.

Faktor Penarik (Pull Factors)

1. Penduduk desa yang menganggap bahwa di kota memiliki banyak pekerjaan dan
mudah mendapatkan penghasilan.
2. Kota memiliki fasilitas yang lengkap terutama pada bidang pendidikan,rekreasi, dan
kesehatan.
3. Kota dianggap memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi.
4. Kota dianggap sebagai tempat untuk menggantungkan keahlian.
5. Kota memiliki tingkat upah yang lebih tinggi.

Faktor Pendorong (Push Factors)

1. Kemiskinan yang terjadi di desa. Hal ini diakibatkan dari pembagian tanah warisan
yang makin menyempit.
2. Lapangan pekerjaan yang terbatas. Orang desa terkenal memiliki sifat yang ulet,
sabar, dan suka bekerja keras, tetapi memiliki jumlah penduduk yang tinggi sehingga
lapangan pekerjaan kurang.
3. Desa memiliki upah buruh yang lebih rendah daripada di kota.
4. Desa memiliki adat istiadat yang ketat bagi yang mereka berpendidikan. Hal ini
menghambat kemajuannya terhambat. Sehingga memunculkan pemikiran lebih baik
mencari pekerjaan di kota.
5. Di desa fasilitas pendidikan yang tersedia minim, hal ini mengakibatkan banyak
penduduk desa yang pindah ke kota.
Urbanisasi yang terjadi dalam jumlah yang masif tentunya bisa memberikan sebuah
dampak yang sangat berbahaya bagi kota yang dikunjungi dan desa yang ditinggalkan. Di
bawah ini adalah beberapa dampak urbanisasi secara umum yang perlu di ketahui:
1) Keterbatasan Hunian Di Daerah Perkotaan
Di daerah perkotaan umumnya terdapat lebih banyak kantor dan minimnya jumlah
hunian yang mampu untuk menampung masyarakat apabila terjadi sebuah
urbanisasi. Dengan adanya keterbatasan ini menjadikan banyak orang yang tidak
bisa memiliki tempat tinggal yang layak di kota. Dengan adanya keterbatasan
hunian juga menjadikan harga properti mengalami kenaikan dan menjadikan hanya
segelintir orang saja yang mampu untuk membeli rumah
2) Semakin Minimnya Lahan Kosong Di Daerah Perkotaan
Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya
dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui.
ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan
tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau
(RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan
telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan,
dan perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan
untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang.
Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan
lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin
minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
3) Kota Menjadi Terlalu Padat
Tanpa adanya urbanisasi, kota-kota besar sebenarnya sudah cukup padat dan kurang
nyaman untuk ditinggali. Jika urbanisasi terjadi maka situasi kota akan menjadi
terlalu padat dan menjadikan perbandingan antara luas wilayah dengan jumlah
penduduk yang ada di dalamnya.
4) Meningkatnya Angka Pengangguran
Pengangguran di kota bisa menjadi meningkat drastis apabila masyarakat desa yang
melakukan urbanisasi tidak memiliki keahlian dan pengalaman kerja sebelumnya.
Biaya hidup di kota yang sangat tinggi menjadikan masyarakat desa sulit untuk
meningkatkan harapan hidupnya.
5) Munculnya Daerah Kumuh
Berkaitan dengan minimnya properti yang ada di kota menjadikan daerah kumuh
bermunculan dan membuat kota menjadi tidak nyaman untuk ditinggali. Tidak
hanya itu saja, akan bermunculan berbagai rumah semi permanen pada daerah
bantaran sungai yang tidak memiliki izin pembangunan sama sekali.
Rumah yang berada pada bantaran sungai tersebut biasanya menjadi salah satu
penyebab utama terjadinya banjir pada daerah perkotaan karena sungai yang
harusnya memiliki fungsi untuk mengaliri air menjadi tercemar karena fungsi dari
sungai yang sudah berubah dan ukurannya menjadi lebih mengecil.
6) Penyebaran Penyakit Berbahaya
Karena munculnya daerah yang kumuh menjadikan minimnya kebersihan pada
daerah tersebut. Apabila pada satu wilayah memiliki tingkat kebersihan yang rendah
maka bisa memunculkan berbagai bentuk penyakit berbahaya yang bisa menular
dengan cepat. Salah satu penyakit yang bisa muncul adalah seperti penyakit kulit.
7) Terjadinya Kemacetan
Kemacetan selalu mengikuti pada setiap daerah yang padat penduduknya. Apabila
urbanisasi terjadi maka otomatis kemacetan pada satu kota bisa meningkat secara
drastis. Volume jalan yang terbatas menjadikan kemacetan bisa terus mengalami
peningkatan dan mengakibatkan masyarakat membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya.
8) Berkurangnya Penduduk Usia Produktif di Desa
Kondisi kota yang tampak menarik menjadikan banyak penduduk desa yang masih
berada pada usia produktif menjadi tertarik untuk pindah ke kota. Apabila banyak
masyarakat desa dengan usia produktif melakukan urbanisasi maka otomatis desa
tersebut akan mengalami kekurangan tenaga yang bisa membantu untuk
menjalankan pertanian dan perkebunan yang ada.
9) Menambah Polusi Di Daerah Perkotaan
Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan
maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan.
Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota
yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi
udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia. Ekologi di daerah kota
tidak lagi terdapat keseimbangan yang dapat menjaga keharmonisan lingkungan
perkotaan. Sebagian besar kota di Indonesia mengalami persoalan polusi sebagai
akibat dari proses urbanisasi, baik oleh semakin banyaknya jumlah kendaraan
maupun oleh industri-industri yang tumbuh.
10) Penyebab Bencana Alam
Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya
menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah
Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman
maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan
tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi
penyebab terjadinya banjir. daerah aliran sungai sudah tidak bisa menampung air
hujan lagi.
11) Merusak Tata Kota
Pada negara berkembang, kota-kotanya tdiak siap dalam menyediakan perumahan
yang layak bagi seluruh populasinya. Apalagi para migran tersebut kebanyakan
adalah kaum miskin yang tidak mampu untuk membangun atau membeli perumahan
yang layak bagi mereka sendiri. Akibatnya timbul perkampungan kumuh dan liar di
tanah-tanah pemerintah.
Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai solusi masalah urbanisasi di
antaranya melalui peningkatan aspek pendidikan, aspek aksesibilitas, serta pengembangan
aspek potensi desa.

1. Upaya peningkatan aspek pendidikan di desa dapat dilakukan dengan


menggalakkan pendidikan menengah yang bersifat kejuruan. Pendidikan menengah
yang bersifat kejuruan tentunya akan sangat membantu mengembangkan bakat
peserta didik yang sifatnya praktis sesuai dengan peminatan yang diinginkan. Selain
itu, peningkatan aspek ini dapat juga digunakan untuk mendorong munculnya jiwa
kewirausahaan sehingga bisa menyediakan lapangan pekerjaan di desanya.
Tentunya dengan adanya lapangan pekerjaan di desa akan mengurangi laju
urbanisasi yang terjadi.
2. Aspek aksesibilitas (dalam hal transportasi) di desa merupakan faktor penting untuk
menunjang aktivitas ekonomi, walau pada faktanya masih banyak desa di negara
kita yang masih memiliki aksesibilitas yang buruk. Padahal aksesibilitas tersebut
berfungsi sebagai jalur penghubung terjadinya aliran barang dan jasa (aktivitas
ekonomi). Melalui peningkatan aksesibilitas di desa seperti pembangunan jalan dan
jembatan serta sarana telekomunikasi, pemberdayaan potensi sumber daya yang
terdapat di desa dapat dikembangkan secara optimal. Adanya kemudahan akses
tersebut juga bisa menjadi faktor penarik bagi pihak pemerintah dan swasta untuk
bermitra dan mengembangkan aspek unggulan desa yang bersangkutan.
3. Pemberdayaan potensi utama desa dapat dilakukan untuk menekan urbanisasi.
Salah satu cara untuk mengembangkan potensi desa dapat dilakukan sesuai dengan
sumber daya yang ada seperti potensi agrobisnis maupun aspek pariwisatanya.
Potensi agrobisnis di desa dapat dilakukan dengan pengembangan dan pemasaran
yang lebih ”menjual” sehingga potensi tersebut dapat terberdayakan. Dengan
sendirinya lapangan pekerjaan akan tersedia sehingga dapat mengurangi laju
urbanisasi yang terjadi. Demikian pula dengan aspek pariwisata yang mampu
menambah lapangan pekerjaan di desa. Pada akhirnya, berbagai upaya yang
dilakukan untuk mengurangi urbanisasi memerlukan kerja sama dari berbagai pihak
mulai dari pemerintah dan penduduknya. Tanpa adanya sinergi dalam
melaksanakan upaya penekanan urbanisasi, maka urbanisasi akan terus terjadi.
3. Masalah Ketenagakerjaan
Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa, baik itu untuk memenuhi
kebutuhan pribadi maupun kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja diartikan sebagai subjek
ketenagakerjaan. Berdasarkan penduduknya, tenaga kerja terdiri atas tenaga kerja dan
bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang telah dianggap dapat bekerja dan
sanggup bekerja jika tidak ada permintaan untuk bekerja. Menurut Undang-Undang
Tenaga Kerja, kelompok ini terdiri dari penduduk berusia 15 sampai 64 tahun.

Bukan tenaga kerja adalah penduduk yang tidak mampu dan tidak mau bekerja,
meskipun ada berbagai macam tawaran pekerjaan. Menurut undang-undang, mereka adalah
penduduk yang usianya di bawah usia 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Para
pensiunan dan anak-anak adalah beberapa contoh diantaranya. Tenaga kerja terdiri atas dua
kelompok berdasarkan batas kerjanya, yakni kelompok angkatan kerja dan kelompok
bukan angkatan kerja. Kelompok angkatan kerja merupakan kelompok yang terdiri atas
orang-orang yang telah masuk usia kerja, terlepas orang-orang tersebut sudah bekerja atau
pun belum. Rataan usia penduduk yang masuk kategori angkatan kerja adalah 15 sampai
64 tahun. Angkatan kerja terbagi menjadi dua, yakni angkatan kerja yang bekerja dan
angkatan kerja yang tidak bekerja. Angkatan kerja yang bekerja adalah angkatan kerja
yang terdiri atas orang-orang yang sedang atau sudah bekerja.

Pandemi Covid-19 membuat angka pengangguran semakin meningkat. Menurut catatan


Badan Pusat Statistik (BPS) peningkatan pengangguran terbesar terjadi pada kelompok
anak muda yang berusia 20-29 tahun. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada
penduduk usia 20-24 tahun sebesar 17,66% pada Februari 2021, meningkat 3,36%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,3%. Peningkatan TPT pada
kelompok usia ini menjadi yang terbesar dibanding kelompok usia lain. Peningkatan TPT
terbesar kedua ada pada penduduk usia 25-29 tahun. Pada Februari 2021, TPT kelompok
usia ini sebesar 9,27%, meningkat 2,26% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar
7,01%.

Dari sisi pendidikan, tingkat pengangguran tertinggi banyak dialami oleh lulusan SMA,
SMK, dan pendidikan tinggi universitas. TPT dari lulusan SMA naik dari 6,69% tahun lalu
menjadi 8,55% di tahun ini. Begitu pula dari lulusan SMK, naik dari 8,42% menjadi
11,45%, serta universitas dari 5,7% menjadi 6,97%.

Hukum ketenagakerjaan di Indonesia telah diatur negara di dalam Undang-Undang


Nomor 13 Tahun 2003 yang telah direvisi dengan UU Omnibus Law Cipta Kerja 2020.
Ketentuan yang ada di UU 13 sepanjang tidak dihapus, sepanjang tidak diatur ulang di
Undang-Undang Cipta Kerja, maka ketentuannya tetap berlaku.  Undang-Undang tertulis
lain yang mengatur ketenagakerjaan adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 mengatur
tentang jaminan sosial tenaga kerja, dimana yang dimaksud jaminan sosial tenaga kerja
adalah suatu perlindungan terhadap tenaga kerja berupa santunan berbentuk uang.
Santunan tersebut merupakan ganti atas penghasilan yang hilang atau berkurang. Atau, bisa
juga diberikan sebagai pelayanan akibat peristiwa yang dialami tenaga kerja, seperti hamil
kecelakaan, sakit, atau pun kematian. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 yang berisi
tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Yang dimaksud perselisihan
hubungan industrial di UU tersebut adalah perbedaan pendapat atau pertentangan yang
mengakibatkan perselisihan antara tenaga kerja (baik individual atau pun berserikat) dan
pemberi lapangan pekerjaan. Perselisihan yang terjadi diantara keduanya berkisar seputar
masalah hak dan kepentingan tenaga kerja, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan lain
sebagainya. Dan masih ada beberapa undang-undang yang mengatur ketenagakerjaan,

Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia Seperti yang telah disebutkan di awal, bahwa


setiap negara mempunyai masalah ketenagakerjaan, termasuk Indonesia. Masalah
ketenagakerjaan yang dialami Indonesia biasanya berkutat pada masalah kualitas tenaga
kerja, sempitnya lapangan kerja, serta banyaknya pengangguran yang sulit diatasi. Berikut
ini rangkuman dari beberapa permasalahan yang mungkin muncul terkait dengan
ketenagakerjaan.

1. Mutu Tenaga Kerja yang Relatif Rendah

Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia yang pertama adalah rendahnya mutu


tenaga kerja. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mutu tenaga kerja di
Indonesia adalah tingkat pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan dapat
menyebabkan tenaga kerja di Indonesia minim akan pengetahuan dan penguasaan
teknologi. Meskipun ada beberapa orang yang tingkat pendidikan rendah, namun
dia bisa menyeimbangkan kemampuan dan keahliannya dengan mereka yang
sarjana. Hal itu bisa karena faktor kerja keras, dimana mereka yang pendidikannya
rendah akan berusaha sekuat tenaga untuk belajar berbagai hal agar pengetahuan
dan keahliannya meningkat, bisa dengan belajar otodidak atau mengikuti kursus.
Mutu tenaga kerja juga berpengaruh terhadap upah tenaga kerja. Semakin tinggi
kualitas tenaga kerja tersebut dilihat dari keahlian, jam terbang, dan
pendidikannya tentu akan mendapatkan upah yang tinggi juga. Namun, upah
tenaga kerja di Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan dengan negara lain
seperti Singapura, Brunei, dan Malaysia.

2. Ketersediaan Lapangan Kerja

Penduduk di Indonesia selalu mengalami peningkatan, seperti pada hasil sensus


penduduk 2020, bahwa terjadi peningkatan penduduk sebesar 32,56 juta jiwa
dibandingkan dengan sensus penduduk tahun 2010. Naiknya jumlah penduduk
tersebut menyebabkan terjadinya kenaikan permintaan akan lapangan kerja.

Memang sudah menjadi hal yang klasik bahwa permasalahan ketenagakerjaan


adalah ketersediaan lapangan kerja. Percepatan pertumbuhan penduduk tidak
sejalan dengan percepatan pertumbuhan lapangan pekerjaan. Tentu saja hal itu
membuat ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Hal
tersebut semakin diperparah dengan banyaknya tenaga kerja yang di PHK
(pemutusan hubungan kerja). Hal itu akan semakin meningkatkan tingkat
pengangguran.

3. Kelebihan Tenaga Kerja (Labour Surplus Economy)

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini Indonesia mengalami peningkatan dalam
hal pertumbuhan lapangan kerja, namun tetap saja pencari kerja lebih banyak.
Jumlah penduduk yang besar akan menghasilkan angkatan kerja yang besar juga.
Angkatan kerja yang besar tersebut kalau bisa dimanfaatkan dengan baik tentu
dapat meningkatkan kegiatan perekonomian, sehingga masyarakat menjadi lebih
sejahtera dan pendapatan nasional meningkat. Kelebihan tenaga kerja dapat
menyebabkan pasar kerja kurang berkualitas, sehingga produktivitas tenaga kerja
juga rendah.

4. Persebaran Tenaga Kerja yang Tidak Merata

Selain permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia yang telah disebutkan di atas,


persebaran tenaga kerja yang gak merata juga menjadi masalah. Sebagian besar
tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa, sedangkan daerah lain yang
wilayahnya lebih luas masih ada yang kekurangan tenaga kerja. Jadi, ada
ketidakseimbangan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya.

Strategi untuk Mengatasi Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonesia

1. Meningkatkan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja sebelum memasuki


pasar tenaga kerja, seperti mengadakan pelatihan yang berbasis kompetensi.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan penempatan dan pemberdayaan tenaga
kerja.
3. Meningkatkan hubungan industrial yang harmonis.
4. Mewujudkan sistem pengupahan yang adil.
5. Meningkatkan perlindungan tenaga kerja, seperti penerapan norma kerja dan
jamsostek.

4. Pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia


Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu:
1) Pendayagunaan seluruh angkatan kerja nasional dalam proses pembangunan
nasional atau perekonomian;
2) Pemerataan kesempatan kerja di seluruh Indonesia;
3) Perlindungan tenaga kerja di seluruh Indonesia; dan
4) Kesejahteraan seluruh pekerja beserta keluarganya.
Keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia dinilai dari tercapainya 4
(empat) tujuan tersebut. Pencapaian 4 (empat) tujuan pembangunan ketenagakerjaan
tersebut harus selalu dimonitor dan dievaluasi secara berkesinambungan. Untuk itu,
diperlukan suatu alat ukur yang sistematis, komprehensif, obyektif, akurat, relevan, dan
andal untuk dapat dinilai seberapa dekat posisi Indonesia dengan 4 (empat) tujuan
pembangunan ketenagakerjaan dimaksud.
Angka indeks merupakan ukuran kuantitatif yang lazim digunakan di dunia untuk
mengukur keberhasilan suatu pembangunan. Melalui angka indeks dapat diketahui area
pembangunan mana saja yang sudah baik ataupun masih kurang baik. Untuk itu, angka
indeks sangat akurat digunakan dalam mengukur keberhasilan pencapaian 4 (empat) tujuan
pembangunan ketenagakerjaan.
Kementerian Ketenagakerjaan menggunakan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan
(IPK) untuk mengukur keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan nasional maupun di
setiap daerah provinsi. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan terdapat 9 (sembilan) indikator utama yang digunakan dalam
pengukuran keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan. Hasil indeks pada setiap
indikator utama memberikan informasi mengenai kinerja mesin-mesin pembangunan
ketenagakerjaan, termasuk informasi mengenai berbagai permasalahan dan tantangan
ketenagakerjaan yang harus segera diselesaikan sehingga dapat diformulasikan berbagai
kebijakan, strategi, dan program pembangunan ketenagakerjaan yang tepat guna
mendekatkan Indonesia pada 4 (empat) tujuan utama pembangunan ketenagakerjaan.

Indikator utama dan subindikator Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) tetap


fleksibel mengikuti dinamika konsep pembangunan dunia, maka Indeks Pembangunan
Ketenagakerjaan (IPK) perlu terintegrasi dengan agenda pembangunan dunia yang disebut
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs),
khususnya pada agenda SDGs mengenai pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak.
Dengan mengintegrasikan SDGs ke dalam Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK)
maka hasil pengukuran dalam Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) akan dapat
digunakan untuk mendukung pencapaian SDGs tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan
penyesuaian metodologi dalam Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) dengan
konsep SDGs dimaksud, dengan tidak mengganggu konsistensi keterbandingan dengan
hasil Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) di masa lalu, sehingga trend hasil
Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) tetap dapat diperbandingkan dari waktu ke
waktu.

Anda mungkin juga menyukai