Anda di halaman 1dari 2

Pada masa demokrasi liberal ini, terjadi sejumlah pemberontakan yang mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa. Pemberontakan tersebut antara lain sebagai berikut 1
Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TI)

di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Aceh Pemberontakan DITII di Kalimantan


Selatan terjadi pada 10 Oktober 1950 dipimpin Ibnu Hajar Ibnu Hajar dan pasukannya
menyerang pos-pos tentara di Kalimantan Selatan dan melakukan tindakan-tindakan
pengacauan TNI melakukan tindakan tegas dengan melancarkan operasi militer, Gerakan
DVT di Kalimatan Selatan berhasil dilumpuhkan dan Ibnu

Hayar berhasil ditangkap pada tahun 1959.

Pemberontakan DUTII di Sulawesi Selatan terjadi pada tahun 1951 dipimpin oleh Kahar
Muzakkar. Penyebab utamanya adalah Kahar Muzakkar sangat berambisi untuk menjadi
salah satu pimpinan APRIS serta tuntutan agar semua anggota pasukannya diangkat
menjadi anggota TNI. Setahun kemudian, Sulawesi Selatan dinyatakan sebagai bagian
dari Nil di bawah komando Kartosuwirjo. Gerakan DITII yang berlangsung di Sulawesi
Selatan ini baru berhasil ditumpas pada 3 Februari 1965 yang ditandai dengan ditembak
matinya Kahar Muzakkar
Pada 21 September 1953, Daud Beureuh mengeluarkan maklumat bahwa Aceh
merupakan bagian dari Nil di bawah Kartosuwirjo Hal ini disebabkan antara lain
kekecewaan atas penuruan status Aceh dari daerah istimewa menjadi karesidenan di
bawah Sumatera Utara. Daud Beureuh dan pasukannya berusaha menguasai kota-kota di
Aceh dan melakukan propaganda kepada rakyat Aceh untuk tidak mendukung
pemerintahan Republik Indonesia. Untuk menghadapi gerakan ini, pemerintah terpaksa
menggunakan kekuatan senjata Secara bertahap, Gerakan DI/Til di Aceh akhirnya dapat
diselesaikan dan situasi keamanan di Acen pulih kembali.
2) Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI/Perjuangan
Rakyat Semesta (Permesta)
Gerakan PRRV/Permesta terjadi karena hubungan tidak harmonis antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, terutama Sumatra dan Sulawesi. Kedua wilayah merasa
tidak puas dengan otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Ketidakpuasan tersebut didukung sejumlah perwira militer setempat. Di Sulawesi, Letnan
Kolonel Ventje Sumual memproklamasikan berdirinya Perjuangan Rakyat Semesta
(Permesta) pada 2 Maret 1957. Di Sumatra, diproklamasikan juga Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) oleh Achmad Husain pada 15 Februari 1958.
PRRI dan Pernesta sempat bergabung, tetapi berpisah kembali. Pemmerintah RI
kemudian mengambil tindakan tegas dengan melakukan operasi militer. PRRI dan
Permesta akhirnya berhasil dilumpuhkan, baik yang berada di wilayah Sumatera maupun
Sulawesi.

Anda mungkin juga menyukai