Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Korosi
Korosi adalah kerusakan spontan pada logam dan paduan yang disebabkan
oleh interaksi kimiawi, biokimiawi, dan elektrokimiawi antara logam dan paduan
dengan lingkungan. Kelembapan, oksigen, asam anorganik dan organik, tekanan
tinggi, suhu, dan klorida adalah semua komponen lingkungan korosif. Logam
cenderung mengalami transformasi menjadi senyawa yang lebih stabil secara
termodinamika seperti oksida, hidroksida, garam, atau karbonat selama proses
korosi. Korosi spontan, yang terjadi ketika energi bebas menurun, mengembalikan
senyawa logam asli, termasuk mineral dan melemahkan. Oleh karena itu, logam
yang dihasilkan dari pelepasan atau paduan mengeluarkan energi selama reaksi
korosi [1].
Proses korosi diklasifikasikan sebagai korosi kimiawi, biokimiawi, dan
elektrokimiawi. Untuk reaksi kimia berlanjut, partikel yang bereaksi harus
menyentuh satu sama lain agar elektron dapat ditransfer. Rasio energi internal
terhadap energi aktivasi mengatur reaksinya secara termodinamika. Penghancuran
logam terjadi secara spontan berkat hukum reaksi kimia heterogen . Interaksi logam
yang merusak dengan senyawa organik non-konduktif dan korosi suhu tinggi
dengan adanya gas yang agresif adalah dua contoh korosi kimia. Biokorosi dipicu
oleh aktivitas mikroba yang menghasilkan sulfida, asam organik, atau anorganik
yang mengoksidasi logam. Genangan udara, tanah, dan produk organik
meningkatkan korosi biokimia [1].
Sistem larutan logam yang terkorosi membentuk area anoda dan katoda, yang
ukurannya berkisar dari beberapa konstanta kisi hingga area makroskopis. Gambar
2.1 menunjukkan perbandingan antara sel galvanik dan sel korosi. Sel korosi,
seperti sel galvanik, hanya dapat muncul jika setidaknya ada dua proses elektroda
berlangsung, di mana satu menyediakan elektron dan yang lainnya mengambil
elektron. Hal ini dikarenakan komposisi sel galvanik yang terdiri dari setidaknya
4

dua setengah sel, yang membutuhkan dua proses elektroda untuk terjadi.
Penghancuran logam (pelarutan) terjadi di area material dengan potensi
elektronegatif (anoda) menyebabkan di area ion logam dari permukaan masuk ke
dalam larutan. Elektron yang dilepaskan dalam proses ini bermigrasi ke katoda
elektropositif dan dikonsumsi di sana pada batas fase oleh zat-zat yang dapat
direduksi dalam larutan, seperti oksigen terlarut [2].

A B

e-

H2O = H+ + OH-
H2O = H+ + OH-

M2+ 2H+ + 2e- → H2

M2+ 2H+ + 2e- → H2 a b

Gambar 2.1 Perbandingan Sel Galvanik dan Sel Korosi


A) Sel Galvanik dan B) Sel Korosi : a) Anoda dan b) Katoda [2]

Biasanya, anoda terkorosi dengan melepaskan elektron dari atom logam


netral untuk membentuk ion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap tinggal
dalam larutan atau bereaksi untuk membentuk hasil korosi yang tidak larut. Atom
logam di anoda kehilangan elektron dan membentuk ion positif selama proses
korosi. Anoda adalah bagian logam yang mengalami oksidasi. Anoda dapat berupa
jenis logam apa pun dengan nilai potensi yang lebih tinggi. Dengan demikian,
proses anodik (reaksi anoda) terdiri dari pelarutan logam (oksidasi), misalnya,
untuk logam dengan valensi dua [2]:
M → M2+ + 2e-…………….…………..……(2.1)
Dalam beberapa situasi, katoda dapat mengalami kerusakan karena korosi,
tetapi biasanya tidak. Katoda juga berfungsi sebagai tempat reduksi, yaitu
5

menerima elektron yang dilepaskan oleh anoda dan digunakan dalam reaksi kimia
lainnya. Reaksi reduksi sendiri adalah reaksi penurunan elektron, sehingga terjadi
penurunan bilangan oksidasi (pelepasan oksigen). Ada empat macam jenis reaksi
katodik, yaitu [2].
a. Hydrogen ion reduction
2 H+ + 2e- → H2 -………….…………..……(2.2)
b. Oxygen reduction
O2 + 2 H2O + 4e- → 4 OH-, pH > 7………….……(2.3)
O2 +4 H+ + 4e- → 2 H2O, pH <7…….…….……(2.4)
c. Deposisi metal
M → Mz+ + ze--…………….…………..…(2.5)
d. Reduction ion metal
Fe3+ + e- → Fe2+-…………….……….……(2.1)

2.2 Jenis-Jenis Korosi


Korosi diklasifikasikan berdasarkan sifat, komposisi kimia lingkungan dan
sifat elektrokimia, suhu, serangan korosi, serta laju serangan [1]. Kelebihan
klasifikasi korosi ini biasanya dapat dibuktikan melalui inspeksi visual, yang
memungkinkan identifikasi tindakan perbaikan yang mungkin dilakukan tanpa
analisis laboratorium [3]. Ada berbagai klasifikasi korosi, beberapanya sangat
umum dan dapat ditemukan setiap hari, sementara yang lain jarang terjadi kecuali
dalam kombinasi material dan lingkungan yang sangat spesifik. Untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik tentang korosi, perlu memahami berbagai lingkungan
yang memungkinkan berbagai klasifikasi korosi. Setelah itu, dapat ditemukan cara
yang tepat untuk mengurangi dan mengontrol korosi [4]. Klasifikasi korosi di
antaranya sebagai berikut:
a. Uniform Corrosion, yaitu korosi seragam adalah korosi yang
menghasilkan penurunan ketebalan yang seragam pada sebagian besar
area permukaan logam yang disebabkan tidak ada lokasi yang bersifat
korosif, baik katoda maupun anoda tidak berada di lokasi yang tetap,
logam yang terkorosi harus seragam secara komposisi [1].
6

b. Pitting Corrosion, yaitu korosi sumur yang menyebabkan lubang atau


bentuk serangan lokal yang ekstrim yang menyebabkan terjadinya lubang
di permukaan logam [5].
c. Intergranular Corrosion, yaitu korosi yang terjadi pada kristal butiran
yang dapat menyebabkan hilangnya sifat tarik secara tiba-tiba, walaupun
hanya sejumlah kecil logam di dalam atau di sekitar batas butir yang
terkorosi. [5].
d. Crevice Corrosion, yaitu korosi yang terbentuk celah di antara permukaan
logam dan katup, di mana korosi ini dimulai oleh volume kecil larutan
yang terperangkap di celah-celah di bawah baut paku atau endapan
permukaan [1].
e. Stress Corrosion, yaitu korosi yang terjadi akibat tegangan pada logam
pasif dalam rentang potensial kritis, media, dan tingkat pembebanan
mekanis mempengaruhi posisi dari potensi pembatas [6].
f. Corrosion Fatigue, yaitu korosi akibat tekanan siklus, semua material
logam mengalami pembentukan retak jauh di bawah kekuatan tarik
ultimitnya atau korosi ini terjadi ketika logam mengalami perubahan beban
yang berulang-ulang atau fluktuasi beban mekanis, seperti getaran atau
tekanan bergantian [6].
g. Erosion Corrosion, yaitu korosi yang terjadi ketika kecepatan cairan
cukup untuk menghapus lapisan pelindung dari permukaan logam dan
biasanya korosi ini terjadi di tempat yang aliran dan turbulensi berubah
karena diskontinuitas material [4].

2.3 Elektrokimia
Elektrokimia adalah bidang kimia yang mempelajari bagaimana elektron
bergerak melalui media pengantar listrik (elektroda). Elektroda positif dan negatif
merupakan komponen elektroda. Ini melibatkan reaksi kimia yang terjadi pada
antarmuka elektroda dan elektrolit, di mana terjadi proses perpindahan elektron
antara material elektroda dalam larutan elektrolit. Reaksi kimia tersebut ialah reaksi
reduksi-oksidasi atau dikenal sebagai reaksi redoks. Reaksi redoks adalah
7

kombinasi reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi secara bersamaan. Dalam reaksi
oksidasi, elektron dilepaskan dari media pengantar sel elektrokimia, sementara
dalam reaksi reduksi terjadi penangkapan elektron. Reaksi yang terjadi antara dua
elektroda disebut sel elektrokimia [7].
Terdapat dua jenis sel elektrokimia, yaitu sel volta dan sel elektrolisis. Sel
volta dapat mengubah reaksi kimia menjadi arus listrik secara spontan. Sel volta
memiliki katoda kutub positif dan anoda kutub negatif. Anoda dan katoda akan
dicelupkan ke dalam larutan elektrolit, dan jembatan garam akan menghubungkan
mereka. Jembatan garam berfungsi untuk memberikan suasana netral untuk kedua
larutan untuk menghasilkan listrik. Sel volta ini dapat dibagi menjadi tiga
berdasarkan apa yang digunakan, yaitu sel volta primer, sel volta sekunder, dan sel
volta bahan bakar. Sel volta primer adalah sel volta yang tidak dapat diperbarui atau
sekali pakai dan tidak dapat balik (irreversible), seperti baterai kering. Sebaliknya,
Sel volta sekunder adalah sel volta yang dapat diperbarui dan dapat balik ke kondisi
awal (reversible), contohnya baterai aki. Sel volta bahan bakar adalah salah satu
jenis sel volta yang mirip dengan baterai, tetapi berbeda dalam hal semua bahan
aktif yang masuk ke dalamnya dapat diisi ulang secara elektrik setelah digunakan,
contoh sel campuran bahan bakar pada pesawat luar angkasa [7].
Selain sel volta, adapun sel elektrolisis yang merupakan kebalikan dari sel
elektrolisis, jika sel volta akan mengubah reaksi kimia menjadi arus listrik, maka
dalam sel elektrolisis arus listrik akan diubah menjadi reaksi kimia yang
berlangsung secara tidak spontan. Reaksi kimia pada sel elektrolisis berlangsung
secara tidak spontan memerlukan energi eksternal untuk memaksa reaksi kimia
terjadi. Dalam sel elektrolisis, energi dari baterai atau sumber lain digunakan untuk
memaksa reaksi redoks, yang tidak akan terjadi secara alami tanpa energi eksternal.
Oleh karena itu, input energi dari sumber eksternal diperlukan untuk memaksa
reaksi ini terjadi, sehingga reaksi ini tidak spontan. Pada sel elektrolisis katoda
kutub negatif dan anoda kutub positif. Arus listrik dialirkan dari anoda kutub positif
ke katoda yang bermuatan negatif. Sama seperti sel volta, dalam sel elektrolisis juga
terdapat larutan elektrolit. Dalam larutan elektrolit kation di katoda akan mengalami
reduksi, sedangkan di anoda akan mengalami oksidasi. Adapun rangkaian sel
elektrolisis yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut [8].
8

Katoda Anoda

Larutan
elektrolit

Gambar 2.2 Rangkaian Sel Elektrolisis [8]

2.4 Electroplating
Salah satu cara pelapisan logam adalah dengan electroplating, yang
mengendapkan logam pada elektroda untuk mencegah korosi. Dalam proses
electroplating, lapisan fasa padat logam murni atau paduan dilapisi secara elektrik
oleh larutan. Proses elektrodeposisi terjadi selama proses elektrolisis di dalam
larutan yang mengandung garam logam atau ion logam, yang disebut degan
elektrolit. Prinsip elektrolisis digunakan dalam proses electroplating, di mana arus
akan keluar dan masuk melalui dua elektroda yang dihubungkan melalui katoda dan
anoda. Bergantung pada konsentrasi dan mobilitas yang terjadi di katoda selama
elektrolisis, seluruh larutan yang mengandung ion membawa arus. Pembentukan,
yang merupakan kelebihan kation positif dari anoda ke katoda, akan terjadi sebagai
hasilnya. Anion yang berada pada anoda dengan potensial bermuatan negatif akan
teroksidasi, sementara kation berkebalikannya. Besar muatan dari kedua aliran
tersebut biasanya besar yang dihasilkan sama. Larutan elektrolit memungkinkan
ion-ion bergerak dari anoda ke elektroda dengan potensial yang lebih rendah yang
bertindak sebagai katoda, selama proses elektrolisasi. Anion dengan muatan negatif
pada anoda akan teroksidasi, sementara ion dengan muatan positif pada katoda akan
mengalami reaksi reduksi yang akan membentuk lapisan logam pada permukaan
katoda. Penggunaan arus listrik searah dan larutan kimia (elektrolit) membentuk
lapisan logam pada elektroda katoda selama elektrolisis ini. Ion logam disuplai ke
elektroda melalui arus listrik searah, yang berfungsi sebagai media penyuplai.
Dengan bantuan arus listrik, ion logam bergerak melalui larutan elektrolit dan
9

mengendap pada benda kerja yang akan dilapisi. Ion logam baik berasal dari
elektrolit maupun diperoleh dari pelarutan anoda logam di dalam elektrolit. Benda
kerja yang berfungsi sebagai katoda akan mengalami proses pengendapan.
Nantinya pada bagian anoda akan mengalami pengurangan massa, sementara di
katoda akan terjadi penambahan massa akibat transfer ion-ion tersebut. Dengan
demikian pada bagian katoda akan terlapisi oleh tembaga [9].

2.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Electroplating


Proses electroplating adalah metode pelapisan logam yang melibatkan
transfer ion logam dari sebuah anoda ke katoda di dalam larutan elektrolit. Suhu,
kerapatan arus listrik, dan konduktivitas material logam adalah beberapa faktor.
Kerapatan arus listrik mempengaruhi proses pelapisan semakin tinggi suhu yang
digunakan, proses akan berjalan lebih cepat, dan semakin rendah suhu, proses akan
memperlambat pelapisan. Berikut adalah faktor-faktor yang dapat memengaruhi
electroplating. [10]:
1. Suhu berpengaruh untuk menemukan jalannya reaksi dan melindungi
pelapisan ketika proses electroplating sehingga suhu sangat penting
untuk menyeleksi cocoknya jalan reaksi dan melindungi lapisan. Suhu
pada larutan elektrolit juga dapat memengaruhi viskositas dan
konduktivitas, mempengaruhi laju deposisi logam.
2. Variasi selain untuk menambah nilai keragaman yang berbeda-beda
namun variasi juga harus disesuaikan, variasi yang dimaksud adalah
jarak katoda dan anoda. Jarak antara anoda dan katoda dalam teknik
electroplating seng juga mempengaruhi ketebalan dan kekerasan hasil
lapisan.
3. Konduktivitas, arus listrik dialirkan melalui larutan antara logam atau
material lain yang konduktif, sehingga konduktivitas larutan dapat
mempengaruhi efisiensi pelapisan dan reaksi reduksi-oksidasi
4. Nilai pH, nilai pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
menyebabkan terjadinya reaksi kimia yang tidak diinginkan dan
menghasilkan lapisan logam yang tidak merata atau tidak lengket
dengan baik.
10

5. Pasivitas, logam yang memiliki pasivitas tinggi cenderung membentuk


lapisan oksida yang kuat, yang dapat memengaruhi interaksi antara
logam anoda dan elektrolit, serta kualitas lapisan yang dihasilkan.
6. Waktu pelapisan, hubungan antara waktu dan massa tembaga yang
dilapisi adalah proporsi langsung, dan peningkatan arus yang diterapkan
pada sel electroplating meningkatkan jumlah logam yang dilapisi.

Anda mungkin juga menyukai