Anda di halaman 1dari 37

PENDAHULUAN

Korosi merupakan fenomena alam yang menyebabkan logam murni kembali menjadi
bentuk alaminya yang lebih stabil akibat terjadinya reaksi elektrokimia antara logam dengan
lingkungannya. Berikut ini merupakan beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu
terjadinya korosi yaitu tingkat kelembapan lingkungan, keberadaan ion agresif seperti Cl -,
kandungan H2S dan lain sebagainya. Adapun 4 syarat utama yang dapat menyebabkan
terjadinya fenomena korosi, yaitu:
1. Adanya Reduksi Pada Katoda
2. Adanya Oksidasi Pada Anoda
3. Adanya elektrolit
4. Adanya Metallic Pathway

Gambar 1.1 Mekanisme Korosi


Reaksi yang terjadi:
Anoda: Fe Fe2+ + 2e-
Katoda:
1. Evolusi H2 dari larutan asam atau netral
2H+ + 2e-  H2 (larutan asam)
2H2O + 2e-  H2 + 2OH- (larutan netral dan alkalin)
2. Reduksi oksigen terlarut dalam larutan asam atau netral
O2 + 4H+ + 4e-  2H2O (larutan asam)
O2+ 2H2O + 4e-  4OH- (larutan netral dan basa)
3. Reduksi oxidizer terlarut dalam reaksi redoks
Fe3+ + e-  Fe2+

1
Adanya perbedaan potensial elektrik suatu logam menjadi salah satu pemicu terjadinya
korosi yang dikarenakan timbulnya aliran elektron akibat perbedaan potensial tersebut.
Perbedaan potensial paad elektroad tersebut dapat diukur menggunakan voltmeter, dimana
hasilnya berupa potensial standar sel (Eosel).
Potensial standar reduksi masing-masing elektroda dapat ditentukan dengan
membandingkannya terhadap elektroda standar (reference electrode), misalnya elektroda
Ag/AgCl. Reference electrode digunakan untuk menentukan besarnya potensial standar
reduksi (E°red) dari logam lainnya. Reference Electrode Potential merupakan elektroda stabil
yang dibuat menjadi setengah reaksi (half cell) agar terbentuk reaksi elektrokimia
(electrochemical cell). Elektroda ini dibuat menjadi setengah reaksi agar dapat mengetahui
nilai potensial dari setengah reaksi (half cell) lainnya.

Tabel 1.1 Contoh-contoh reference electrode

Nama Half-Cell Reaction Potential V vs SHE


- 2-
Mercury-Mercurous Sulfate HgSO4 + 2e = Hg +SO4 +0.615
- 2-
Copper-Copper Sulfate CuSO4 + 2e = Cu + SO4 +0.318
- -
Saturated Calomel Hg2Cl2 +2e =2Hg + 2Cl +0.241
Silver-Silver Chloride AgCl + e- = Ag + Cl- +0.222
-
Standard Hydrogen 2H+ +2e = H2 +0.000

Jenis reference electrode potential tersebut memiliki daerah efektif saat digunakan.
Beberapa contoh seperti silver-silver chloride lebih efektif apabila digunakan pada kondisi
seperti air laut, lalu copper-copper sulfate lebih efektif apabila digunakan pada kondisi biasa
seperti pada tanah. Lalu untuk mercury-mercurous sulfate biasa digunakan di lingkungan
yang bebas dari klorida. Saturated calomel lebih baik digunakan dibawah suhu 50OC karena
apabila digunakan diatas suhu tersebut, elektroda menjadi tidak stabil.
Setiap logam memiliki kecenderungan korosi pada setiap tingkat keasaman lingkungan
(pH) yang berbeda untuk beda potensial tertentu. Diagram pourbaix adalah diagram yang
memetakan berbagai variasi kondisi kesetimbangan suatu elemen sebagai fungsi dari
potensial kesetimbangan dan pH. Dalam diagram pourbaix, terdapat tiga daerah
kesetimbangan, yaitu immune, corrosion, dan passive. Sebagai contoh untuk memahami
diagram pourbaix, digunakan diagram pourbaix Fe dibawah ini:

2
.
Gambar 1.2 Diagram Pourbaix Fe

Immune adalah daerah dimana Fe secara termodinamik bersifat stabil, tidak ada produk
oksidasi yang terbentuk yang berarti laju korosinya sangat rendah bahkan ampir tidak terjadi.
Corrosion merupakan daerah dimana Fe2+, Fe3+, FeO42-, HFeO2- secara termodinamik
bersifat stabil. Dikarenakan Fe telah teroksidasi menjadi bentuk-bentuk ion tersebut, maka
korosi akan terjadi. Sementara passive merupakan daerah dimana Fe2O3, Fe3O4, dan Fe(OH)2
secara termodinamik bersifat stabil. Lapisan oksida telah terbentuk pada kondisi tersebut
sehingga reaksi korosi akan berjalan dengan sangat lambat karena terhalang oleh lapisan ini,
itulah sebabnya pada kondisi tersebut disebut kondisi passive.
Lapisan passive akan menguntungkan jika sudah terbentuk. Sebagai contoh pada logam
Al, pada Al lapisan oksida terbentuk sangat cepat sehingga mampu melindungi Al dari
korosi.
Berikut ini merupakan beberapa contoh diagram pourbaix pada logam lainnya:

Gambar 1.3 Diagram Pourbaix Zn (kiri) dan Cu (kanan)

3
Korosi terjadi akibat adanya reaksi elektrokimia yang dimana melibatkan pergerakan
electron. Laju aliran elektron dapat diukur melalui laju reaksi yang terjadi. Pada reaksi
elektrokimia, aliran elektron diukur sebagai arus (I). Sehingga laju korosi dapat dihitung
melalui penurunan hukum Faraday sesuai persamaan dibawah ini:

dimana r merupakan laju korosi, i : rapat arus (I/A), F: konstanta Faraday.


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi ialah:
 Temperatur
 Konsentrasi Oksigen
 pH
 Resistivitas tanah
 dll

4
MODUL I
JENIS-JENIS KOROSI

1.1 Dasar Teori


Berbagai jenis korosi dapat ditemui pada lingkungan sekitar. Adpun beberapa faktor
yang mempengaruhi jenis korosi ialah lingkungan serta jenis serangan. Beberapa jenis korosi
yang umum ditemukan antara lain:

a. Korosi seragam (Uniform Corrosion)


Korosi seragam ditandai dengan adanya penipisan logam secara merata tanpa adanya
serangan terlokalisasi. Korosi seragam yang sering ditemui ialah perkaratan pada baja
yang terpapar udara. Salah satu contoh korosi seragam ialah aqueous corrosion yang
disebabkan karena lingkungan yang basah. Berikut ini merupakan mekanisme yang
terjadi pada besi yang terserang aqueous corrosion.

Gambar 1.4 Mekanisme aqueous corrosion

b. Korosi sumuran (Pitting Corrosion)


Korosi sumuran (pitting) merupakan bentuk terlokalisasi dari fenomena korosi yang
menghasilkan sebuah lubang atau pit pada material logam. Salah satu karakteristik
material yang mampu mengalami korosi semuran ialah keberadaan lapisan pasif hal
tersebut dikarenakan mampu menimbulkan potensial yang tinggi sehingga

5
menyebabkan arus dapat mengalir kedalam pits (sumuran). Sementara bila permukaan
luar adalah aktif maka draving force tidak aka nada. Maka dari itu, pada carbon steel
akan hanya terbentuk pit bila larutan cenderung untuk mempasivasikasikannya.
Korosi sumuran (pitting corrosion) terjadi akibat rusaknya lapisan pasif di
permukaan logam, umunya diakibatkan oleh ion agresif berupa Cl-, Br-, F-, sehingga
logam akan terekspos dan mengalami korosi secara terlokalisasi yaitu pada daerah yang
mengalami kerusakan daerah pasif. Karena korosi ini terjadi secara terkonsentrasi pada
suatu area yang tetap, maka korosi ini akan sangat berbahaya karena dapat
mengakibatkan kegagalan pada komponen logam. Selain itu, korosi sumuran juga
umumnya lebih sulit untuk dideteksi dibandingkan korosi lainnya. Adapun tahapan
korosi semuran diawali dengan pitting initiation, propagation dan termination.

Gambar 1.5 Tahap propagasi pada mekanisme pitting corrosion

c. Korosi galvanik
Korosi galvanik terjadi ketika adanya kontak antara dua jenis logam berbeda yang
memiliki potensial elektrokimia atau kecendrungan korosi yang berbeda yang terdapat
pada elektrolit korosif. Korosi Kecendrungan suatu logam untuk mengalami korosi
akibat adanya sel galvanik dipengaruhi oleh urutan suatu logam atau paduan pada
galvanic series. Ketika dua buah logam dengan potensial berbeda digabungkan, seperti
tembaga dan besi maka akan terbentuk sel galvanic. Tembaga akan bersifat sebagai
katoda dikarenakan memiliki potensial yang lebih positif dibandingkan besi, sementara

6
itu besi akan bertindak sebagai anoda. Korosi yang terbentuk akibat adanya sel galvanik
disebut sebagai korosi galvanik.

Gambar 1.6 Korosi galvanik

Adapun jenis korosi lainnya ialah crevice corrosion, intergranular corrosion, stress
corrosion cracking (SCC), hydrogen induced cracking (HIC) dan sebagainya.

1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini ialah:

1. Memperlihatkan adanya beda potensial antara dua logam yang berbeda.


2. Membedakan anoda dan katoda serta reaksi pada masing-masing elektroda.
3. Menjelaskan proses terjadinya korosi akibat sel galvanic.

1.3 Alat dan Bahan


1.3.1 Alat – alat percobaan

 Beaker Glass 1000 ml 2 buah


 Multiester 1 buah

1.3.2 Bahan – bahan percobaan

 Larutan NaCl 3 % 500 ml


 Logam Cu 1 buah
 Logam Fe 1 buah

7
 Logam Zn 1 buah

1.4 Prosedur Percobaan

1. Mengisi beaker glass dengan larutan NaCl 3% sebanyak 500 ml.


2. Menyusun rangkaian percobaan seperti Gambar 1.7.
3. Mencelupkan dua lempeng logam berbeda yang saling berhubungan (kabel
penghubung tidak boleh tercelup, luas permukaan yang tercelup pada kedua
elektroda harus sama).
4. Mengamati tegangan yang ditunjukan oleh multitester.
5. Mengulangi langkah 3-4 untuk pasangan logam lainnya.

Gambar 1.7 Skema pengukuran potensial dan korosi galvanik

8
MODUL II
KINETIKA KOROSI

Kinetika korosi pada suatu logam dapat dilakukan dengan pengujian berupa metode
polarisasi elektrokimia. Pada percobaan ini pengujian dilakakukan menggunakan alat berupa
potensiostat/galvanostat NOVA AUTOLAB.

2.1 Linear Polarization


2.1.1 Dasar Teori
Korosi yang terjadi pada logam dan paduan di dalam suatu larutan cair atau
medium penghantar ion lainnya disebabkan oleh adanya mekanisme elektrokimia. Pada
anoda, terjadi perpindahan ion-ion logam dari permukaan logam menuju ke larutan atau
dalam kata lain logam tersebut teroksidasi. Elektron yang terdapat pada daerah anodik
mengalir menuju daerah katodik melalui konduktor logam dan secara bersamaan terjadi
reaksi pada daerah katodik yang menghasilkan mekanisme elektrokimia. Terlepas dari
pengaruh aliran elektron pada antar muka (interface), deviasi potensial setengah sel pada
area interface dari nilai kesetimbangan dipengaruhi oleh fungsi densitas arus (current
density). Deviasi ini merefleksikan perilaku polarisasi dari suatu reaksi dan hal ini
merupakan suatu fenomena penting yang sangat mendasar dari semua proses
elektrokimia, termasuk korosi.
Polarisasi(), adalah perubahan atau perbedaan potensial elektroda antara
potensial setimbang (equilibrium) terhadap potensial operasi ketika arus mengalir.
Polarisasi mengacu pada pergeseran potensial dari keadaan open circuit potential pada
sistem korosi. Jika potensial bergeser ke arah negatif (di bawah Ecorr) maka disebut
polarisasi katodik (c). Pada polarisasi katodik, elektron bergerak menuju permukaan
logam dan tertinggal di dalamnya akibat reaksi yang berlangsung lambat sehingga c
bernilai negatif. Jika potensial bergeser kearah positif (diatas Ecorr), disebut polariasi
anodik (a). Pada polarisasi anodik, elektron ditransfer dari logam dan terjadi
pembebasan elektron secara lambat pada permukaan logam sehingga a bernilai positif.
Fenomena polarisasi digambarkan dalam suatu diagram yang menunjukkan
hubungan antara potensial elektrode dengan arus atau densitas arus pada suatu logam.
Diagram tersebut disebut dengan diagram Evans atau diagram mixed-potentials.

9
Gambar 2.1 Diagram Evans (mixed-potential diagram)

Polarisasi sebagai fenomena elektrokimia merupakan hal yang penting dalam


proses korosi. Untuk seluruh logam dan paduan dalam berbagai lingkungan aqueous,
laju korosi akan tereduksi akibat polarisasi katodik. Polarisasi katodik inilah yang
menjadi prinsip metode proteksi katodik yang diaplikasikan pada suatu sistem yang
terkorosi.

Polarisasi diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

a. Polarisasi Aktivasi
Polarisasi aktivasi terjadi saat reaksi setengah sel mengontrol laju dari aliran
elektron. Reaksi tersebut dikatakan berada di bawah aktivasi atau charge-transfer
control. Polarisasi aktivasi berhubungan dengan energi yang dibutuhkan untuk
terjadinya reaksi pada anoda dan katoda. Dapat dikatakan bahwa polarisasi aktivasi
merupakan polarisasi yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi elektrokimia pada laju
reaksi tertentu.

Contohnya pada evolusi hidrogen: 2H+ + 2e- → H2


yang dapat diuraikan menjadi:

1) H+ + e → Hadsorb
2) Hadsorb + Hadsorb →H2
3) Membentuk bubble dari molekul hydrogen

10
Gambar 2.2 Diagram Evans polarisasi aktivasi

Adapun bebera faktor yang mempengaruhi polarisasi aktivasi antara lain rapat arus,
material, kekasaran permukaan, suhu, tekanan, pH, agitasi serta tingkat adsorbsi ion.

b. Polarisasi Konsentrasi
Polarisasi konsentrasi berhubungan dengan perubahan komposisi dari elektrolit.
Polarisasi ini terjadi saat laju reaksi yang tinggi, dimana pada keadaan tersebut terjadi
penurunan konsentrasi dari reaktan pada permukaan elektroda. Saat konsentrasi
menurun, dibutuhkan polarisasi tambahan untuk membuat arus mengalir. Pada
akhirnya, tidak ada lagi arus yang mengalir karena tidak adanya reaktan yang dapat
mencapai permukaan logam dan limiting current dicapai.

Gambar 2.3 Diagram Evans polarisasi konsentrasi

11
Polarisasi konsentrasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini yaitu
agitasi, suhu, velocity, konsentrasi ion serta geometri.

Gambar 2.4 Kombinasi polarisasi konsentrasi dan polarisasi aktivasi

c. Polarisasi Resistansi
Arus akan mengalir dari anoda menuju katoda melalui ion yang berada pada
elektrolit dan metallic path. Dikarenakan konduktivitas logam yang tinggi, hampir tidak
ditemukannya hambatan pada aliran arus di metallic path. Akan tetapi hambatan dapat
ditemui bila jarak antara anoda dan katoda yang cukup besar. Pengaruh polarisasi akan
sangat signifikan bergantung pada resitansi yang dimiliki oleh elektrolit.

Gambar 2.5 Pengaruh polarisasi resistansi dan arus

Pengaruh polarisasi resistansi dan arus dapat diamati pada gambar 2.5. pada suatu
elektrolit (air laut) dengan resistansi rendah dan konduktivitas tinggi yang
direpresentasikan pada gambar 2.5 sebagai R1. Pada kondisi tersebut dimana air laut
sebagai elektrolit, kurva polarisasi anodik dan katodik akan memotong pada titik R 1

12
dimana anoda dan katoda akan terpolarisasi pada potensial yang sama. Namun jika
resistivitas larutan tinggi akan berakibat pada aliran arus dikarenakan adanya penurunan
potensial (potential drop, IR), sehingga akan adanya hambatan pada larutan dan
potesnsial anoda dan katoda akan berbeda. Hal ini dikarenakan potential drop akan
menurunkan driving force polarisasi aktivasi sehingga reaksi anodik dan katodik tidak
terpolarisasi pada potensial yang sama, pada gambar 2.5 direpresentasikan sebagai R2
dan R3.
Peningkatan resistansi larutan dimanfaatkan menjadi salah satu metode
pengendalian korosi yang seperti pengecatan (painting).

Metode polarisasi merupakan salah satu metode pengujian yang banyak digunakan
untuk menentukan laju reaksi atau kinetika reaksi korosi yang terjadi pada logam.
Beberapa keuntungan penggunaan metode polarisasi dibanding dengan metode
konvensional seperti weight loss adalah sebagai berikut:

- Waktu uji sebentar


- Untuk studi kinetika, monitoring corrosion process
- Sensitivitasnya tinggi
- Bisa dengan faktor-faktor dipercepat seperti temperatur
- Non-Destructive Test (NDT), semi kontinu

2.1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini ialah untuk mengetahui fenomena atau perilaku
logam/paduan di dalam lingkungan atau media tertentu secara elektrokimia yang
ditunjukkan dari kurva hubungan antara tegangan dan arus polarisasi serta mengetahui
cara perhitungan laju korosi melalui kurva tersebut.

2.1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:

a. Beaker Glass
b. Working Electrode (Baja)
c. Auxiliary Electrode (Pt)

13
d. Reference Electrode (SSC)
e. Potentiostat
f. Komputer teritegrasi software Nova Autolab
g. Larutan NaCl 3.5 %

Gambar 2.6 Skema Rangakain Alat Pengujian Pasivasi

2.1.4 Prosedur Percobaan

1. Siapkan larutan NaCl 3.5% pada beaker glass sebanyak 350 mL.
2. Siapkan WE berupa lembaran baja yang telah terhubung (solder) dengan kabel.
tembaga. Luas permukaan WE yang terpapar dengan elektrolit sebesar 1 cm2.
3. Rangkai alat dan bahan sesuai dengan skema percobaan pada Gambar 2.2.
Pastikan W, RE dan AE telah terpasang dengan benar.
4. Atur parameter pengujian pada aplikasi NOVA Autolab.
5. Tekan tombol cell on pada potensiostat kemudian jalankan aplikasi NOVA
Autolab untuk mempolarisasi WE dengan mengacu pada RE dengan mengklik
start pada aplikasi.

2.1.4.1 Panduan Pengaturan Parameter Uji pada NOVA Autolab

1. Klik ikon NOVA pada desktop.


2. Klik menu View pada toolbar kemudian pilih setup view.
3. Pada kolom procedures pilih pengujian yang akan dilakukan (pada bab ini
akan dilakukan pengujian Linear Polarization), kemudian klik 2 kali.

14
4. Pada kolom command, ubah nama file pada bagian remarks.
5. Pada OCP determination, ubah waktu penentuan OCP (Open Circuit
Potential) mennjadi 120 detik.
6. Pada bagian LSV Staicase, atur start potential menjadi -0.200 V sementara
stop potential menjadi 0.200 V.

2.2 Pasivitas
2.2.1 Dasar Teori
Pasivitas merupakan kondisi ketahanan korosi pada material karena terjadinya
pembentukan lapisan tipis di permukaan dapat di bawah kondisi telah teroksidasi dengan
polarisasi anodik yang tinggi. Berbagai jenis logam seperti alumunium, nikel, baja tahan
karat (stainless steel), titanium, silikon, niobium dan tantalum menunjukkan perilaku
pasivitas terhadap korosi. Terbentuknya lapisan film atau layer berperan sebagai barrier
(pelindung) permukaan logam terhadap lingkungan dan mengakibatkan laju difusi ion-ion
terjadi sangat lambat atau dengan kata lain laju korosi menurun. Namun, beberapa logam dan
paduan yang memiliki lapisan barrier sederhana yang mampu menghambat laju korosi pada
potensial aktif dengan polarisasi anodik yang kecil tidak dapat dikatakan sebagai keadaan
pasif. Keadaan suatu logam pada secara termodinamik dapat diprediksi melalui diagram
pourbaix (E-pH diagram) seperti berikut ini:

Gambar 2.7 Diagram pourbaix Fe

15
Terdapat tiga jenis keadaan yang dapat diketahui dari diagram pourbaix yaitu immune,
corrosion, dan passive.

 Immune adalah daerah dimana Fe secara termodinamik bersifat stabil, tidak ada
produk oksidasi yang terbentuk yang berarti laju korosinya sangat rendah bahkan
hampir tidak terjadi.
 Corrosion atau daerah aktif adalah daerah dimana Fe2+, Fe3+, FeO42-, HFeO2- secara
termodinamik bersifat stabil. Dengan terokisasinya Fe menjadi bentuk-bentuk ion
tersebut, maka korosi akan terjadi.
 Passive adalah daerah dimana Fe2O3, Fe3O4, dan Fe(OH)2 secara termodinamik
bersifat stabil. Pada kondisi ini, lapisan oksida telah terbentuk sehingga reaksi korosi
akan berjalan dengan sangat lambat karena terhalang oleh lapisan ini. Lapisan pasif
yang terbentuk memiliki ketebalan 1 – 10 nm dan bersifat fragile.

Logam Fe hanya mengalami pasivitas dalam lingkungan oksidasi tinggi, hal ini berkaitan
antara potensial dan derajat keasaman (pH) dimana besi oksida yang stabil secara
termodinamika dapat terbentuk. Berbeda dengan logam Fe, logam Cr dapat lebih mudah
terjadi pasivitas meskipun di dalam lingkungan yang rendah pengoksidasi. Tetapi Cr
memiliki sifat mekanik yang buruk, sehingga logam Cr lebih dimanfaatkan sebagai unsur
paduan yang kita kenal dengan baja tahan korosi (corrosion resistant steel) dengan kadar
kromium minimum 12% disertai kadar Nikel minimum 8% untuk meningkatkan sifat
mekaniknya.
Perilaku pasivasi juga dapat diamati melalui pengujian polarisasi yang menghasilkan
kurva hubungan antara potensial dan (logaritma) rapat arus. Logam-logam seperti Fe, Cr, Ni,
Al, dan Ti memiliki sifat atau karakteristik pasivasi dalam larutan cair dan logam tersebut
menunjukkan kurva polarisasi yang menyerupai huruf S sebagai berikut:

Gambar 2.8 Fenomena Pasivasi dalam Diagram Polarisasi

16
Berikut ini adalah definisi dari parameter-parameter yang ada:
 Epp (primary passive potential) : Potensial di mana terjadi transisi dari keadaan aktif ke
keadaan pasif.
 Etranspassive : Potensial yang berhubungan dengan ujung dari daerah pasif. Potensial
transpassive juga berhubungan dengan potensial terjadinya pitting.
 icrit (critical current-density) : Rapat arus maksimum yang terdapat pada daerah aktif
untuk logam atau paduan yang menunjukkan perilaku aktif-pasif.
 ipass (passive current-density) : Rapat arus minimum yang dibutuhkan untuk menjaga
ketebalan dari lapisan film dalam range pasif.

Di atas nilai Epp, lapisan pasif yang terbentuk menjadi stabil sehingga mengakibatkan laju
korosi yang terjadi menurun. Nilai rapat arus pasif (ipass) dapat mencapai 106 kali lebih rendah
dibandingkan rapat arus kritis (icrit). Pada nilai potensial yang lebih tinggi, terdapat transisi
dari daerah passive ke daerah transpassive. Pada kondisi ini lapisan pasif akan rusak dan laju
korosi meningkat kembali pada keadaan transpassive. Pada material stainless steel, potensial
ini berdekatan dengan potensial terjadinya evolusi oksigen di mana lapisan film yang kaya
akan Cr menjadi tidak stabil.

Adapun beberapa faktor yang mampu mempengaruhi lapisan pasif suatu logam ialah suhu,
konsentrasi oxidizer, velocity dan agitasi.

2.2.2 Tujuan Percobaan

Sub-modul ini dibuat agar mahasiswa/i dapat mengetahui dan mengerti fenomena
pasivasi dan depasivasi.

2.2.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:

Gambar 2.9 Skema


Rangakain Alat
a. Beaker Glass Pengujian Pasivasi
b. Working Electrode (Al/SS)
c. Auxiliary Electrode (Pt)
d. Reference Electrode (SSC)
e. Potentiostat

17
f. Komputer teritegrasi software Nova Autolab
g. Larutan HNO3 1M / NaOH 1M

2.2.4 Prosedur Percobaan

1. Siapkan larutan HCl 1M pada beaker glass sebanyak 350 mL.


2. Siapkan WE berupa lembaran baja yang telah terhubung (solder) dengan kabel
tembaga. Luas permukaan WE yang terpapar dengan elektrolit sebesar 1 cm2.
3. Rangkai alat dan bahan sesuai dengan skema percobaan pada Gambar 2.9.
Pastikan WE, RE dan AE telah terpasang dengan benar.
4. Atur parameter pengujian pada aplikasi NOVA Autolab
5. Tekan tombol cell on pada potensiostat kemudian jalankan aplikasi NOVA
Autolab untuk mem-polarisasi WE dengan mengacu pada RE dengan mengklik
start pada aplikasi. Hasil pengujian akan seperti gambar dibawah (ilustrasi).

Gambar 2.10 Ilustrasi hasil pengujian menggunakan NOVA Autolab

Panduan Pengaturan Parameter Uji pada NOVA Autolab

1. Klik ikon NOVA pada desktop


2. Klik menu View pada toolbar kemudian pilih setup view
3. Pada kolom procedures pilih pengujian yang akan dilakukan (pada bab ini akan
dilakukan pengujian Linear Polarization), kemudian klik 2 kali.
4. Pada kolom command, ubah nama file pada bagian remarks.
5. Pada OCP determination, ubah waktu penentuan OCP (Open Circuit Potential)
mennjadi 120 detik. Pada bagian LSV Staicase, atur start potensial menjadi -
0.200 V sementara stop potential menjadi 0.200 V.

18
2.3 Cyclic Potentiodynamic Polarization
2.3.1 Dasar Teori
Logam yang memiliki lapisan pasif cenderung akan mengalami depasivasi ketika
berada pada lingkungan yang memiliki kanduangan ion agresif berupa Cl -, Br- dan lain
sebagainya. Keberadaan ion agresif tersebut akan menyebabkan kerusakan lapisan pasif
secara terlokalisasi. Kerusakan lapisan pasif tersebut akan mengakselerasi korosi pada
bagian yang telah terdepasivasi. Kerusakan tersebut akan membentuk lubang lubang pada
permukaan logam. Jenis korosi yang umum ditemui akibat keberadaan ion agresif ialah
pitting corrosion.
Untuk mengamati penyerangan korosi yang terlokalisasi (pitting corrosion,
crevice corrosion, stress corrosion cracking) pada suatu material, dapat dilakukan dengan
menggunakan metode polarisasi. Metode polarisasi yang digunakan dikenal sebagai
cyclic potentiodynamic polarization (CPDP). Metode cyclic potentiodynamic
polarization umumnya digunakan untuk mengamati awal mula terjadinya fenomena
pasivitas, rusaknya lapisan oksida, kecenderungan terjadinya repasivasi, dan menghitung
laju pembentukan pitting corrosion. Melalui teknik ini, beberapa informasi quatitatif
dapat ditentukan seperti potensial proteksi (Epp), pitting atau breakdown potential (Epit)
serta passive current (ip). Pada metode ini, akan memperlihatkan perilaku berulang dari
polarisasi anodik dan katodik sehingga dapat menghasilkan grafik seperti dibawah ini:

Gambar 2.11 Grafik polarisasi siklik

19
2.3.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini ialah untuk mengetahui fenomena atau perilaku
logam/paduan di dalam lingkungan atau media korosif terhadap peristiwa pitting

2.3.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:

a. Beaker Glass
b. Working Electrode (SS)
c. Auxiliary Electrode (Pt)
d. Reference Electrode (SSC)
e. Potentiostat
f. Komputer dan software Nova Autolab
g. Larutan HCl 3M

2.3.4 Prosedur Percobaan

1. Siapkan larutan NaCl 3.5% pada beaker glass sebanyak 350 mL.
2. Siapkan WE berupa lembaran baja yang telah terhubung (solder) dengan kabel
tembaga. Luas permukaan WE yang terpapar dengan elektrolit sebesar 1 cm2.
3. Rangkai alat dan bahan sesuai dengan skema percobaan pada Gambar 2.2.
Pastikan W, RE dan AE telah terpasang dengan benar.
4. Atur parameter pengujian pada aplikasi NOVA Autolab
5. Tekan tombol cell on pada potensiostat kemudian jalankan aplikasi NOVA
Autolab untuk mempolarisasi WE dengan mengacu pada RE dengan mengklik
start pada aplikasi.

2.3.4.1 Panduan Pengaturan Parameter Uji pada NOVA Autolab

1. Klik ikon NOVA pada desktop


2. Klik menu View pada toolbar kemudian pilih setup view
3. Pada kolom procedures pilih pengujian yang akan dilakukan (pada bab ini
akan dilakukan pengujian Linear Polarization), kemudian klik 2 kali.
4. Pada kolom command, ubah nama file pada bagian remarks.

20
5. Pada OCP determination, ubah waktu penentuan OCP (Open Circuit
Potential) mennjadi 120 detik.
6. Pada bagian LSV Staicase, atur start potential menjadi -0.200 V sementara
stop potential menjadi 0.200 V.

2.4 Electrochemical Impedance spectroscopy (EIS)


2.4.1 Dasar Teori
Electrochemical impedance spectroscopy (EIS) merupakan salah satu teknik
pengukuran elektrokimia yang umumnya digunakan pada bidang korosi dan perlindungan
logam. Metode ini juga digunakan untuk memprediksi perilaku korosi secara akurat melalui
rangkaian listrik. EIS merupakan metode dimana impedansi dari suatu sistem dipelajari
sebagai fungsi gelombang frekuensi AC. Impedansi merupakan kemampuan suatu elemen
sirkuit untuk dapat bertahan dari aliran arus listrik.
Penentuan nilai korosi dilakukan dengan memberikan gangguan pontensial sinusoisal
dengan amplitudo kecil yang diaplikasikan pada sampel pada frekuensi yang bervariasi.
Dengan menggunakan prinsip ini, akan didapatkan nilai impedansi sebagai fungsi frekuensi.
Hasil yang didapat berupa grafik Nyquist atau sering disebut sebagai kurva semi-circle yang
menunjukkan hubungan antara impedansi real (Z’) terhadap impedansi imajiner (-Z”). Selain
itu, melalui pengujian EIS juga didapatkan hasil yaitu nilai absolut dari impedansi (|Z|)
sebagai fungsi dari frekuensi yang disebut grafik Bode modulus. Serta pergeseran fase
sebagai fungsi dari frekuensi menghasilkan grafik Bode phase. Grafik Nyquist, Bode
modulus, dan Bode phase merupakan grafik yang terintegrasi dari hasil pengujian EIS.

Gambar 2.12 Kurva Nyquist

21
Kurva Nyquist (impedansi real vs impedansi imajiner), menunjukkan nilai impedansi
yang direpresentasikan sebagai vektor panjang | |, sementara sudut yang terbentuk antara
vektor dan sumbu x disebut sebagai phase angle. Pada grafik ini nilai frekuensi yang
digunakan tidak dapat diketahui secara pasti namun dapat diketahui bahwa frekuensi rendah
berada pada , sementara frekuensi tertinggi berada pada yang dapat dilihat pada
Gambar 2.12.

Intrepetasi hasil pengukuran EIS dilakukan dengan cara fitting data impedansi terhadap
circuit equivalent. Rangkaian sirkuit tersebut umumnya dikenal sebagai sel rendles. Adapun
elemen-elemen yang terdapat pada rangkaian sirkuit listrik EIS antara lain:
 Tahanan Larutan (Rs)
Tahanan larutan merupakan potensial antara sampel (counter electrode) dan
elektroda acuan dan seringkali menjadi faktor yang signifikan dalam suatu sel
elektrokimia. Tahanan dari suatu larutan ionik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi
ion, jenis ion, temperatur, dan area geometri di mana arus dihantarkan. Pada sistem
Nova AUTOLAB, simbol tahanan diwakili oleh simbol berikut:

Gambar 2.13 Simbol tahanan


 Tahanan Transfer Muatan (Rct)
Tahanan transfer muatan merupakan tahanan yang menghambat terjadinya proses
transfer muatan dalam reaksi elektrokimia. Hal ini menunjukkan terjadinya
transfer/perpindahan muatan di mana fenomena tersebut memiliki kecepatan tertentu.
Kecepatan dari transfer muatan tersebut dipengaruhi oleh jenis reaksi, temperatur,
serta konsentrasi dari produk reaksi dan potensial. Nilai Rct juga dapat diamati
secara langsung dari diameter kurva semi-circle pada grafik Nyquist.
 Constant Phase Element (CPE)
CPE dapat merepresentasikan beberapa elemen jika menunjukkan nilai tertentu. CPE
juga dapat dilambangkan sebagai Q. CPE merepresentasikan kapasitor murni (C)
jika nilai N = 1, hambatan murni (R) jika nilai N = 0, dan induktansi (L) jika nilai N
= -1. Selain itu, CPE juga dapat digunakan sebagai kapasitansi double layer (Cdl) jika
nilai N = 0,9 – 1 untuk mengkompensasi ketidakhomogenan permukaan. Nilai N
tersebut merepresentasikan kehomogenan permukaan dimana jika nilai N = 1 maka

22
permukaan tersebut homogen dan datar. Pada sistem Nova AUTOLAB, simbol CPE
diwakili oleh simbol berikut:

Gambar 2.14 Simbol Constant Phase Element (CPE)


 Kapasitansi Lapis Ganda (Cdl)
Lapisan listrik ganda terdapat pada antar muka antara elektroda danlarutan elektrolit.
Lapisan tersebut terbentuk pada saat ion-ion dari larutan elektrolit berhasil melewati
tahanan elektrolit dan bergerak mendekat menuju permukaan elektroda. Nilai dari
kapasitansi double layer ini menjelaskan tingkat adsorbsi molekul inhibitor pada
permukaan logam. Nilai kapasitansi double layer akan berbanding terbalik dengan
nilai adsorbsi molekul pada elektrolit. Semakin rendah nilai kapasitansi double layer
maka molekul inhibitor pada antar muka logam atau elektrolit semakin banyak.
Selain elemen-elemen tersebut, masih terdapat beberapa elemen pada sirkuit
listrik pada rangkaian listrik EIS yaitu induktansi (L), Warburg diffusion (W).

2.4.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini ialah:

a. Mengetahui prinsip pengujian EIS.


b. Mampu mengintrepetasikan data EIS pada beberapa aplikasi.

2.4.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:

a. Beaker Glass
b. Working Electrode (Baja atau Baja dengan inhibitor/SC pada modul 3)
c. Auxiliary Electrode (Pt)
d. Reference Electrode (SSC)
e. Potentiostat
f. Komputer dan software Nova Autolab
g. Larutan NaCl 3.5 %

23
2.4.4 Prosedur Percobaan

1. Siapkan larutan NaCl 3.5% pada beaker glass sebanyak 350 mL.
2. Siapkan WE berupa lembaran baja yang telah terhubung (solder) dengan kabel
tembaga. Luas permukaan WE yang terpapar dengan elektrolit sebesar 1 cm2.
3. Rangkai alat dan bahan sesuai dengan skema percobaan pada Gambar 2.9.
Pastikan W, RE dan AE telah terpasang dengan benar.
4. Atur parameter pengujian pada aplikasi NOVA Autolab.
5. Tekan tombol cell on pada potensiostat kemudian jalankan aplikasi NOVA
Autolab dengan mengklik start pada aplikasi NOVA Autolab.

2.4.4.1 Panduan Pengaturan Parameter Uji pada NOVA Autolab

1. Klik ikon NOVA pada desktop


2. Klik menu View pada toolbar kemudian pilih setup view
3. Pada kolom procedures pilih pengujian yang akan dilakukan (pada bab ini akan
dilakukan pengujian EIS maka pilih FRA Impedance potensiostatic), kemudian
klik 2 kali.
4. Pada kolom command, ubah nama file pada bagian remarks.
5. Pada OCP determination, ubah waktu penentuan OCP (Open Circuit Potential)
menjadi 360 detik.
6. Pada bagian FRA Measurement Potensiostatic, atur first applied frequency
menjadi 100kHz, sementara last applied frequency 0.01 Hz dengan number of
frequency sebanyak 50.

24
MODUL III
PROTEKSI KOROSI

Korosi merupakan salah satu permasalahan umum yang sering kita temui pada
penggunaan peralatan yang berbahan baja. Permasalah ini akan menimbulkan kerugian
materil yang cukup besar pada suatu industri sehingga dibutuhkan langkah preventif untuk
menanggulangi permasalahan tersebut. Berikut ini meerupakan beberapa metode pencegahan
korosi yang umum dilakukan.

3.1 Coating
3.1.1 Dasar Teori
Coating adalah proses pelapisan permukaan logam atau material tertentu dengan
tujuan untuk melindungi permukaan logam dari lingkungan sekitar. Proses Coating pada
logam bertujuan untuk melindungi permukaan logam dari lingkungan yang korosif
(protective coating) dan juga sebagai dekorasi (decorative coating). Protective coating
merupakan metode proteksi korosi yang paling banyak digunakan di industri. Komponen-
komponen yang terdapat pada organic coating:

 Binder : merupakan pembentuk lapisan dan berkontribusi untuk ketahanan


dari cat coating dan menyuplai sifat mekanis, fisik, kohesi serta
fleksibilitas.
 Solvent : digunakan untuk menurunkan viskositas, pelarut ini akan menguap
seketika dan tidak ada pada saat lapisan cat kering.
 Pigment : merupakan pembentuk warna dan sifat opaque dari lapisan cat yang
kering. Menyuplai kekerasan, ketahanan abrasi, mengurangi
degradasi dari primer coat dari paparan sinar matahari.
 Aditif &filler : untuk tujuan khusus pada coating.
 Ekstender : serupa dengan pigmen atau terkadang terlarut di dalam binder,
biasanya hanya untuk modifikasi sifat dari cat.

Sistem proteksi dari coating antara lain:

 Primer Coat
 Intermediate coat

25
 Top coat (finish coat)

Gambar 3.1 Skema Proteksi coating

Mekanisme coating dalam melindungi logam dari korosi, diantaranya:

 Sebagai barrier: menciptakan barrier yang kuat untuk memisahkan permukaan logam
dengan lingkungan seperti kelembaban, air atau lingkungan korosif lain seperti gas, ion
atau elektron
 Sebagai lapisan inhibitive: terdapat penambahan suatu zat tertentu yang berfungsi
sebagai inhibitor korosi. Mekanisme ini menyebabkan terserapnya air pada cat yang
dapat melarutkan inhibitor yang terdapat pada pigment sehingga bereaksi membentuk
lapisan.
 Sebagai anoda korban/galvanik: terdapat penambahan aditif pada cat. Aditif memiliki
potensial yang lebih rendah sehingga berfungsi sebagai anoda korban yang menyebabkan
permukaan logam menjadi katoda.

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi coating adalah preparasi permukaan sampel.
Surface preparation merupakan langkah awal untuk melakukan coating, dimana hasil dari
surface preparation sangat mempengaruhi kualitas coating. Tak jarang, kualitas coating 60%
nya ditentukan oleh surface preparation yang baik. Tahap preparasi permukaan yang
dilakukan meliputi :

 Membersihkan kotoran seperti, oli, grease, karat, yang terdapat pada baja karena
dapat menurunkan ikatan adhesif coating.
 Membuat permukaan logam menjadi kasar dengan derajat kekasaran tertentu.
 Melacak cacat pada permukaan logam, dan meminimalisir adanya sharp edge.

26
Surface preparation secara umum dibagi menjadi dua cara, yaitu cara kimia, dan cara
mekanik.

 Cara Kimia
Asam (H2SO4, HCl), alkali (NaOH, Na3PO4, Na2CO3, borax), dan pelarut-pelarut
organik (alkohol, aseton, eter) yang digunakan untuk membersihkan permukaan logam baja
sebelum pengecatan. Pemakaian dari zat-zat kimia ini harus sesuai dengan kondisi
permukaan dan jenis logam yang akan dibersihkan. Contoh nya adalah degreasing, dan
pickling.
 Cara Mekanik
Persiapan permukaan secara mekanik digunakan untuk menghilangkan kontaminan-
kontaminan seperti karat, kerak logam dan cat lama pada permukan substrat dengan energi
mekanik melalui penyemprotan/penggosokan bahan abrasif. Banyak jenis peralatan/metoda
mekanik yang tersedia untuk persiapan permukaan logam sebelum proses coating, yang mana
aplikasinya harus disesuaikan dengan jenis cat, kondisi lingkungan, bentuk dan kondisi
konstruksi. Contoh cara mekanik adalah dengan hand tool cleaning, power tool cleaning,
dan abrasive blast cleaning.
Hasil surface preparation harus mengikuti tingkat kebersihan yang telah ditetapkan,
dan mengacu pada standar yang digunakan, seperti ISO 8501, NACE, SSPC, ASTM D 2200.

3.2 Inhibitor

3.2.1 Dasar Teori

Inhibitor adalah komponen kimia yang ditambahkan dalam jumlah sedikit dengan
tujuan menghalangi terpaparnya permukaan logam dari lingkungan yang korosif sehingga
menghambat laju korosi. Inhibitor dapat terbentuk seperti lapisan yang tidak seragam, yang
menyerupai coating, yang bertindak sebagai penghalang secara fisis. Penggunaan inhibitor
pada konsentrasi yang kecil untuk lingkungan tertentu, dapat mengurangi laju korosi,
sehingga inhibitor dapat juga disebut sebagai katalis penghambat laju korosi. Inhibitor
merupakan metoda perlindungan yang fleksibel, yaitu mampu memberikan perlindungan dari
lingkungan yang kurang agresif sampai pada lingkungan yang tingkat korosifitasnya sangat
tinggi, mudah diaplikasikan dan tingkat keefektifan biayanya paling tinggi karena lapisan
yang terbentuk sangat tipis sehingga dalam jumlah kecil mampu memberikan perlindungan

27
yang luas. Pada umumnya inhibitor digunakan pada system perpipaan serta vessel-vessel
yang tersusun dari material yang bersifat korosi.

Secara umum mekanisme kerja dari inhibitor dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan tipis
dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat dilihat oleh
mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan terhadap logamnya.
2. Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat mengendap
dan selanjutnya teradsopsi pada permukaan logam serta melindunginya terhadap
korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga lapisan yang terjadi dapat
teramati oleh mata.
3. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat kimia yang
kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut membentuk suatu
lapisan pasif pada permukaan logam.
4. Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya.
Efisiensi dari inhibitor yang digunakan dapat dilihat dengan menggunakan
perhitungan sebagai berikut:

( )
( )

dimana:
CRuninhibited = laju korosi sistem yang tidak diinbisi
CRinhibited = laju korosi sistem yang diinhibisi

Selain itu, kita dapat memperkirakan jumlah inhibitor yang digunakan dalam suatu
aliran fluida, caranya dengan menggunakan rumus :

Qinh = x Cinh

Inhibitor dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis senyawa kimia (organik dan


anorganik), dan jenis reaksi serta mekanisme penginhibisiannya. Berikut adalah
klasifikasi inhibitor yang umum digunakan :

28
 Berdasarkan Jenis Senyawa Kimia
Berdasarkan jenis senyawa kimia, inhibitor dibedakan menjadi dua, yaitu
inhibitor organik dan inhibitor anorganik.

a. Inhibitor organik biasanya merupakan inhibitor yang mengandung gugus


polar, seperti atom N, S, dan O, serta senyawa heterosiklik dengan gugus
polar. Inhibitor jenis ini memproteksi logam dengan membentuk lapisan
hidrofobik pada permukaan logam.
b. Inhibitor anorganik merupakan inhibitor dengan senyawa garam kristalin
seperti kromat, fosfat, dan molibdat. Pada inhibitor ini, senyawa anion dari
inhibitor berperan dalam mengurangi laju korosi, dimana anion tersebut akan
membentuk ikatan ionik pada permukaan logam.

 Berdasarkan Jenis Reaksi dan Mekanisme Inhibisi


Berdasarkan jenis reaksi dan mekanisme inhibisi, inhibitor diklasifikasikan
menjadi scavenger inhibitor dan interface inhibitor.

a. Scavenger inhibitor umumnya merupakan inhibitor dengan mekanisme


mengurangi konsentrasi oksigen terlarut di dalam larutan ruah atau biasa
disebut sebagai oxygen scavenger. Oksigen didalam larutan akan bereaksi
dengan senyawa inhibitor dan membentuk senyawa baru. Dengan
berkurangnya oksigen didalam larutan, maka laju korosi dapat diminimalisir.
b. Interface inhibitor merupakan inhibitor yang bekerja pada antar muka logam
dengan elektrolit dengan membentuk lapisan pada antar muka tersebut.
Interface inhibitor ini dibedakan menjadi liquid dan vapor phase inhibitor.

Ada beberapa hal yang diperlukan untuk memilih jenis inhibitor yang digunakan :

 Melakukan review terhadap sistem, layout fisik, pertimbangan mekanik, fluida yang
akan di evaluasi dan lokasi sistem.
 Memilih metoda yang akan digunakan, jaminan inhibitor efektif untuk material.
Langkah ini sangat penting karena banyak kegagalan pemakaian inhibitor
karena metodenya tidak cocok.
 Mengevaluasi sifat inhibitor yang diperlukan. Sifat inhibitor yang perlu
dipertimbangkan antara lain; kelarutan, dispersabilitas, viskositas, titik beku,

29
kestabilan termal, korosifitas, kecocokan dengan senyawa kimia lainnya dan
pertimbangan lingkungan.

Penggunaan inhibitor dalam industri, misalnya industri minyak dan gas untuk pipa, biasanya
menggunakan suatu tanki injeksi. Inhibitor diinjeksikan ke dalam fluida yang mengalir di
dalam pipa melalui tanki injeksi dalam dosis tertentu. Teknik pengalikasian inhibitor secara
umum dibagi menjadi 3, yaitu :

1) Continuous injection
Menggunakan pompa kimia yang dibantu dengan gas atau aliran listrik yang
digunakan untuk menyuntikkan inhibitor di area yang mempunyai titik turbulensi
tertinggi dalam alirannya agar inhibitor yang disuntikkan tercampur dengan
merata. Pengontrolan laju pemompaan menjadi hal penting karena laju
pemompaan yang konstan akan menjadi parameter keberhasilan dari supply
inhibitor tersebut. Alat ini juga dihubungkan dengan monitor untuk mengecek
performance dari penyutikkan inhibitor. Banyak digunakan dalam persediaan air
dalam kota, Menara pendingin dan aliran minyak oil and gas.
2) Batch treatment
Dilakukan dalam periode waktu tertentu karena aliran fluida harus dihentikan
terlebih dahulu pengoperasiaannya, sering digunakan dalam sumur minyak.
Metodenya digunakan dengan cara mengambil tabung yang ingin disuntikkan
inhibitor lalu tabungnya diletakkan pada bagian teratas aliran fluida kemudian
inhibitor akan dibawa oleh aliran minyaknya hingga ke bagian bawah tabung atau
pipa. Oleh sebab itu, cara ini kurang efisien dan ekonomis.
3) Squeeze Treatment
Hanya diaplikasikan dalam industri oil and gas, karena prosesnya dilakukan
dengan cara memompa inhibitor ke dalam aliran awal minyak diambil saat
tekanannya lagi berkurang kemudian pemompaan dilakukan secara perlahan dan
berkelanjutan hingga tekanan aliran naik lagi.

3.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini ialah:

a. Mengetahui prinsip dasar proteksi korosi menggunakan inhibitor

30
b. Menghitung efesiensi penggunaan inhibitor

3.2.3 Alat dan Bahan

a. Logam Fe/baja struktur


b. Larutan NaCl 5%
c. Dua buah beaker Glass 1000ml
d. Inhibitor
e. Reference Electrode Gambar 3.2 Skema inhibitor
f. Timbangan Digital

3.2.4 Prosedur Percobaan

1. Susun rangkaian percobaan seperti gambar 4.3 diatas pada dua beaker.
2. Hitung berat, potensial awal logam Fe dan pH larutan sebelum dimasukan
kedalam larutan HCl pada beaker pertama.
3. Hitung berat, potensial awal logam Fe dan pH larutan sebelum dimasukan ke
dalam larutan HCl+inibitor pada beaker kedua.
4. Diamkan logam Fe pada kedua beaker selama 1 hari.
5. Hitung berat akhir, potensial akhir logam Fe dan pH larutan pada kedua beaker
glass.
Note: Selain melakukan uji weight loss, pada subbab ini akan dilakukan pengujian
kinetika menggunakan pengujian EIS. Persiapan sampel yang dilakukan ialah
dengan menyolder dan memounting baja dengan luasan expose 1cm2, kemudian di
immerse selama 20 menit pada larutan inhibitor.

3.3 Proteksi Katodik


3.3.1 Dasar Teori
Proteksi katodik merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya korosi
pada logam. Prinsip kerjanya adalah dengan mengubah benda kerja (logam) menjadi
katoda dengan mengalirkan elektron tambahan ke dalam material. Terdapat dua jenis
proteksi katodik, yaitu metode sacrificial anode (anoda korban) dan impressed
current (arus paksa). Adapun beberapa contoh faktor yang memicu korosi antara lain
ialah temperatur, kelembapan serta kadar oksigen pada lingkungan. Dalam
mencegah korosi melalui proteksi katodik, terdapat dua metode, yaitu:

31
a. Proteksi Katodik Anoda Korban
Prinsip dasar dari proteksi katodik anoda korban ialah memproteksi korosi dengan
menghubungkan material yang lebih elektronegatif terhadap struktur dalam sirkuit
tertutup. Sehingga struktur akan terpolarisasi secara katodik, dan material yang lebih
elektronegatif akan mengalami polarisasi secara anodik (terkorosi).
Syarat anoda korban adalah sebagai berikut :
1. Perbedaan potensial antara anoda dengan struktur harus besar sehingga mencegah
struktur untuk terkorosi.
2. Anoda harus mempunyai efisiensi pemakaian yang tinggi.

Umumnya Magnesium dan Zinc merupakan anoda yang paling sering


digunakan untuk sistem proteksi katodik. Aluminium juga termasuk anoda
korban yang baik, tetapi aluminium mudah mengalami pasivasi yang berakibat
akan menurunkan arus keluarannya. Oleh karena itu umumnya aluminium akan
dipadukan dengan unsur lain, seperti tin, indium, merkuri atau gallium. Berbagai
jenis anoda untuk sistem proteksi katodik anoda korban dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 3.1 Karakteristik Anoda Korban

Mg Zn Al
Cocok digunakan untuk Lebih cocok digunakan Cocok digunakan untuk
pipa on-shore karena untuk lingkungan air laut dibawah laut, namun
resistivity yang tinggi karena resistivity rendah kurang cocok digunakan
(~15000 Ω.cm). Tidak (~3000 Ω.cm), namun juga pada fresh water dan
direkomendasikan untuk dapat digunakan untuk tanah.
air laut karena akan dibawah tanah.
overproteksi, inefisien,
dan consumption rate
besar.
Driving Voltage sebesar Driving Voltage sebesar 1.1 Driving Voltage sebesar
1.6 V vs CSE (in V vs CSE (in seawater). 1.05 V vs CSE (in
seawater). seawater).
Efisiensi sekitar 65%. Efisiensi dapat mencapai Efisiensi diantara 87 –
Untuk mencapai efisiensi 95% 95%.
maksimum, anoda
dikelilingi dengan backfill.

32
- Memiliki electrochemical Memiliki electrochemical
efficiency sebesar 700 efficiency sebesar 2000
Ah/Kg Ah/Kg

Waktu umur pakai anoda ditentukan oleh arus yang dikeluarkan untuk
memproteksi suatu struktur. Persamaan yang digunakan untuk menghitung life
design dari sebuah anoda korban, yaitu:
Magnesium Anode
( )
( )
( )
Zinc Anode
( )
( )
( )

Adapun kelebihan dan kekurangan dari anoda korban dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Kelebihan dan Kekurangan Anoda Korban

Contoh Aplikasi Anoda korban antara lain:

 Lambung kapal dan badan kapal,


 Pipa off-shore dan platforms
 Mesin armada laut

33
 Baling – baling kapal
 Permukaan dalam pada tangki penyimpanan

Gambar 3.3 Skema proteksi anoda korban

b. Proteksi Katodik Arus Tanding


Metode impressed current atau metode arus tanding merupakan metode
perlindungan katodik untuk mencegah korosi pada logam dengan memanfaatkan
sumber arus eksternal searah (DC) yang dihasilkan dari rectifier. Pengaliran arus
dari rectifier ini berfungsi untuk menghantarkan elektron menuju katoda sehingga
dapat memberikan suplai elektron ke katoda, sehingga mencegah terlarutnya logam
katoda menjadi ionnya.
Anoda pada proteksi katodik arus tanding tidak mempunyai fungsi utama
untuk menghasilkan arus dan terkonsumsi dalam rate yang sangat rendah. Anoda
ditujukan sebagai konduktor penghantar arus dari rectifier dan pelengkap komponen
closed-circuit.
Pada sistem arus AC/DC, umumnya digunakan rectifier yang berfungsi untuk
mengubah AC menjadi DC. Terdapat dua jenis rectifier, yaitu:

a. Selenium Rectifier
Selenium rectifier berbasis air cooled memliki biaya yang murah jika
dibandingkan dengan selenium berbasis oil, namun memiliki ventilasi

34
yang buruk. Pada selenium berbasis oil memiliki ketahanan yang lebih
baik terhadap debu dan udara.

b. Silicon Rectifier
Silicon rectifier berbasil oil dan water cold memiliki masa pakai yang
lebih lama dan efisiensi tinggi jika dibandingkan dengan selenium
rectifier.

Tabel 3.3 Keuntungan dan kekurangan dari metode ICCP

Keuntungan Kekurangan

 Satu instalasi dapat melindungi  Kemungkinan dapat berinteraksi


logam dengan luas yang besar dengan struktur lain
 Sistem dapat digunakan untuk range  Membutuhkan sumber arus luar
tegangan dan arus yang beragam  Butuh maintenance dan inspeksi yang
 Dapat di-desain hingga umur pakai rutin dan rumit
melebihi 20 tahun  Gangguan pada anoda akan
 Memiliki driving voltage yang besar mempengaruhi kinerja sistem
sehingga efektif digunakan pada
struktur besar.
 Kontrol tegangan dan arus lebih
fleksibel.
 Dapat diterapkan pada struktur
tanpa coating dan lingkungan
dengan resisvitas tinggi.

Gambar 3.4 Skema proteksi katodik arus paksa

35
Fenomena stray current merupakan fenomena yang sering terjadi dalam ICCP.
Stray current merupakan arus liar dan tidak terkendali yang mengalir pada sekitar
struktur yang terproteksi sehingga mempengaruhi potensial struktur yang tidak
terproteksi di sekitarnya, biasanya arus ini dihasilkan oleh sistem arus DC. Arus liar
dapat memicu perbedaan potensial pada struktur yang dilaluinya dan menimbulkan
korosi. Jenis korosi ini dapat sangat berbahaya karena adanya tegangan yang sangat
tinggi dipaksa masuk ke dalam struktur oleh berbagai sumber. Korosi arus liar
berbeda dari korosi alami karena disebabkan oleh arus listrik yang diinduksi secara
eksternal dan pada dasarnya tidak tergantung pada faktor lingkungan seperti
resistivitas, pH, dan sel galvanik.

36

Anda mungkin juga menyukai