Anda di halaman 1dari 9

NASKAH UAS-THE

UJIAN AKHIR SEMESTER-TAKE HOME EXAM (THE)

UNIVERSITAS TERBUKA

SEMESTER: 2022/23.2 (2023.1)

Pengantar Ilmu Politik ISIP4212

No. Soal Skor

1. Pada bulan Januari 2022, Indonesia dihebohkan dengan kasus penjara atau kerangkeng manusia 20
di rumah Bupati Langkat, Sumatera Utara.Berdasarkan penelitian Komnas HAM ditemukan ada
26 bentuk penyiksaan pada penghuni kerangkeng dan korban meninggal sebanyak 6 orang.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/22/01000001/kasus-pelanggaran-ham-di-
indonesia2022

Pertanyaan

a. Berdasrkan artikel diatas, jelaskan pasal dalam UUD 1945 yang menaungi hak asasi manusia
sesuai artikel diatas dan jelaskan alasan anda memilih pasal tersebut!

Catatan petunjuk pengerjaan soal:

Dalam melakukan analisis, mahasiswa diharuskan menyusun argumentasi dengan bahasa sendiri
Cantumkan sumber referensi yang rujukan dalam penguatan argumentasi tersebut.

Hindari copy-paste dan tindakan plagiarsi, karena hal tersebut adalah pelanggaran terhadap kode
etik akademik.
2. Di era demokrasi, dimulai pemilu 2004 hingga 2019 masyarakat Indonesia semakin aktif dalam 30
aktifitas politik seperti partisipasi pemilu, demonstrasi, dan aksi-aksi politik lainnya. Kebijakan
publik yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat dapat berubah dan dipengaruhi oleh aksi
politik masyarakat seperti demonstrasi. Hal ini sangat kontras dengan kehidupan politik
masyrakat Indonesia di era pemerintahan rezim Orde Baru.

Pertanyaan:

a. Jika menggunakan kategori budaya politik Almond dan Powell, selama kurun waktu
tahun 2004 hingga 2019 , Indonesia berada pada kategori budaya politik yang mana?
Jelaskan tentang budaya politik tersebut?

b. Analisis mengapa aktifitas politik dalam mempengaruhi dan merubah kebijakan publik di
era rezim orde baru tidak dapat terlaksana?

Catatan petunjuk pengerjaan soal:

Dalam melakukan analisis, mahasiswa diharuskan menyusun argumentasi dengan bahasa sendiri
Cantumkan sumber referensi yang rujukan dalam penguatan argumentasi tersebut.

Hindari copy-paste dan tindakan plagiarsi, karena hal tersebut adalah pelanggaran terhadap kode
etik akademik.

3. a. Jelaskan mengapa partisipasi politik itu penting dalam suatu negara yang menganut 10
sistem demokrasi

b. Berikan contoh konkret dari partisipasi politik masyarakat dalam mendorong perubahan
20
kebijakan politik di Indonesia

Catatan petunjuk pengerjaan soal:

Dalam melakukan analisis, mahasiswa diharuskan menyusun argumentasi dengan bahasa sendiri
Cantumkan sumber referensi yang rujukan dalam penguatan argumentasi tersebut.

Hindari copy-paste dan tindakan plagiarsi, karena hal tersebut adalah pelanggaran terhadap kode
etik akademik.

1 dari 2
ISIP4212

4. Jelaskan bagaimana pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam sistem 20
demokrasi dapat mempengaruhi kebijakan politik yang diambil di Indonesia?

Catatan petunjuk pengerjaan soal:

Dalam melakukan analisis, mahasiswa diharuskan menyusun argumentasi dengan bahasa sendiri
Cantumkan sumber referensi yang rujukan dalam penguatan argumentasi tersebut. Hindari copy-
paste dan tindakan plagiarsi, karena hal tersebut adalah pelanggaran terhadap kode etik
akademik.

Skor Total 100

Nama : Rohmat Suhardin

Nim : 043957795

Tugas : Pengantar ilmu politik

Jawaban!

1.

2. A. Berdasarkan kategori budaya politik yang dikemukakan oleh Gabriel Almond dan Sidney Verba
dalam buku "The Civic Culture: Political Attitudes and Democracy in Five Nations" pada tahun 1963,
terdapat lima tipe budaya politik, yaitu:

Budaya Politik Parokial (Parochial Political Culture):

Di dalam budaya politik ini, masyarakat kurang berpartisipasi dalam urusan politik dan cenderung pasif.
Mereka memiliki ketergantungan tinggi pada pemerintah untuk memecahkan masalah dan keputusan
politik. Partisipasi politik dalam masyarakat yang memiliki budaya politik parokial biasanya rendah.

Budaya Politik Subyektif (Subject Political Culture):

Budaya politik ini dicirikan oleh partisipasi individu dalam urusan politik yang lebih besar daripada yang
ditemukan dalam budaya politik parokial. Meskipun demikian, partisipasi masih bersifat individualistis
dan kurang ada komitmen untuk tujuan bersama. Masyarakat dengan budaya politik subyektif
cenderung lebih memilih kepentingan pribadi atau kelompok kecil daripada kepentingan publik secara
umum.

Budaya Politik Kewarganegaraan (Participant Political Culture):

Budaya politik ini melibatkan tingkat partisipasi politik yang tinggi dari masyarakat. Individu-individu
yang memiliki budaya politik kewarganegaraan aktif terlibat dalam proses politik dan memiliki komitmen
yang kuat terhadap tujuan bersama. Mereka cenderung berpartisipasi dalam pemilihan umum, gerakan
sosial, dan kegiatan politik lainnya.

Budaya Politik Subjek-Parokial (Subject-Parochial Political Culture):

Budaya politik ini merupakan perpaduan dari ciri-ciri budaya politik subyektif dan budaya politik
parokial. Masyarakat dengan budaya politik subjek-parokial memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi
daripada budaya politik parokial, tetapi mereka cenderung lebih mengikuti pemimpin otoriter atau
mengandalkan pemerintah dalam mengambil keputusan politik.

Budaya Politik Partisipan (Participant Political Culture):

Budaya politik partisipan mencirikan masyarakat yang memiliki partisipasi politik yang aktif dan
komitmen terhadap proses politik. Individu-individu dengan budaya politik partisipan cenderung
berpartisipasi dalam kegiatan politik, memiliki keterampilan politik, dan percaya pada pentingnya
partisipasi publik dalam pengambilan keputusan politik. Meskipun tidak ada penelitian langsung yang
mengklasifikasikan Indonesia pada kategori budaya politik Almond dan Powell, namun berdasarkan
perkembangan politik di Indonesia antara tahun 2004 hingga 2019, Indonesia dapat dianggap berada
dalam kategori budaya politik kewarganegaraan atau partisipan. Selama periode ini, Indonesia
mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam partisipasi politik, termasuk pemilihan umum yang
diikuti oleh mayoritas warga, serta munculnya gerakan sosial dan aktivisme politik yang kuat.
Masyarakat Indonesia juga terlibat dalam berbagai kegiatan politik seperti demonstrasi, kampanye, dan
pemilihan umum dengan tingkat partisipasi yang relatif tinggi. Namun, penting untuk diingat bahwa
kategori budaya politik bukanlah konsep yang tetap dan dapat berubah seiring waktu. Selain itu, setiap
negara atau masyarakat dapat memiliki kombinasi budaya politik yang berbeda dalam berbagai
kelompok atau wilayahnya.

B. Pada era rezim Orde Baru di Indonesia, kegiatan politik memiliki batasan yang ketat dan diatur secara
otoriter oleh pemerintah. Ada beberapa faktor yang menjelaskan mengapa aktifitas politik dalam
mempengaruhi dan merubah kebijakan publik sulit dilaksanakan pada masa tersebut:

Otoritarianisme dan kekuasaan yang terkonsentrasi:

Pada masa Orde Baru, kekuasaan politik terpusat pada Presiden dan lingkungan pemerintahannya.
Presiden memiliki otoritas yang kuat dan terkadang tindakan otoriter dilakukan untuk menekan oposisi
politik. Ini mengakibatkan kurangnya ruang untuk partisipasi politik yang bebas dan adanya kendala
dalam mengubah kebijakan publik.

Pembatasan kebebasan berpendapat dan berorganisasi:


Rezim Orde Baru menerapkan berbagai undang-undang dan peraturan yang membatasi kebebasan
berpendapat dan berorganisasi. Partai politik yang ada saat itu, seperti Golkar, didominasi oleh
pemerintah dan tidak memiliki oposisi yang kuat. Kebebasan berekspresi dan berorganisasi menjadi
terbatas, sehingga sulit bagi kelompok-kelompok masyarakat untuk mengorganisir dan mengungkapkan
kepentingan mereka secara terbuka.

Sistem politik yang tertutup:

Pada masa Orde Baru, sistem politik di Indonesia bersifat tertutup dan tidak transparan. Keputusan
politik dibuat oleh elit politik yang terbatas, seperti Presiden, menteri, dan birokrat yang dekat dengan
rezim. Mekanisme partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan sangat terbatas, sehingga sulit
bagi masyarakat umum untuk berpengaruh dalam merumuskan kebijakan publik.

Ketergantungan pada kekuasaan militer:

Pada masa Orde Baru, militer memiliki peran yang kuat dalam politik dan pemerintahan. Keterlibatan
militer dalam politik mengakibatkan dominasi kekuatan militer atas keputusan politik, yang bisa
menghambat partisipasi politik dan pengaruh masyarakat sipil dalam merumuskan kebijakan publik.

Kendali terhadap media dan informasi:

Pemerintah Orde Baru memiliki kendali yang ketat terhadap media massa dan informasi yang
disampaikan kepada masyarakat. Media diperintah oleh pemerintah atau kelompok-kelompok yang
setia pada rezim, sehingga sulit bagi kelompok oposisi atau masyarakat umum untuk menyuarakan
kepentingan mereka dengan bebas. Kendali atas media juga membatasi akses informasi yang objektif
dan beragam bagi masyarakat. Kombinasi dari faktor-faktor ini menjelaskan mengapa aktifitas politik
yang dapat mempengaruhi dan merubah kebijakan publik sulit dilaksanakan pada masa rezim Orde
Baru. Namun, setelah era Orde Baru berakhir pada tahun 1998, Indonesia mengalami reformasi politik
yang membawa perubahan signifikan dalam sistem politik dan membuka ruang yang lebih besar bagi
partisipasi politik dan pengaruh masyarakat sipil dalam proses pembuatan kebijakan public.

3. A. Partisipasi politik adalah proses dimana warga negara terlibat dalam kehidupan politik negara
mereka. Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, partisipasi politik sangat penting karena
alasan berikut:

Penguatan Demokrasi:

Partisipasi politik merupakan salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi. Dalam demokrasi,
kekuasaan politik berasal dari rakyat. Dengan partisipasi politik yang aktif, warga negara memiliki
kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan publik, memilih para pemimpin, dan mengawasi jalannya
pemerintahan. Partisipasi politik yang luas akan memperkuat legitimasi demokrasi dan menjaga
keseimbangan kekuasaan di antara berbagai kepentingan.

Representasi yang Inklusif:

Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga negara memastikan bahwa beragam suara
dan perspektif diwakili dalam proses pengambilan keputusan. Semakin banyak partisipasi politik,
semakin mungkin adanya representasi yang inklusif dari berbagai kelompok masyarakat seperti gender,
etnis, agama, dan latar belakang sosial-ekonomi. Ini penting agar kepentingan dan kebutuhan semua
warga negara dapat diperhatikan dan diberdayakan.

Akuntabilitas Pemerintah:

Partisipasi politik mendorong pemerintah untuk bertanggung jawab kepada rakyat. Dengan melibatkan
diri dalam proses politik, warga negara dapat memantau dan mengevaluasi kinerja para pemimpin
terpilih. Mereka dapat mengajukan pertanyaan, mengkritik kebijakan yang tidak sesuai, dan mengawasi
tindakan pemerintah. Partisipasi politik yang aktif menciptakan mekanisme akuntabilitas yang kuat,
sehingga mendorong transparansi, integritas, dan responsivitas dari pemerintahan yang berkuasa.

Pembangunan Masyarakat yang Berkelanjutan:

Partisipasi politik yang melibatkan warga negara dalam proses pembuatan kebijakan dapat mendorong
pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Dalam partisipasi politik, masalah sosial, ekonomi, dan
lingkungan dapat diangkat dan ditangani secara efektif. Warga negara dapat mengusulkan solusi,
memperjuangkan perubahan, dan berkontribusi pada pembangunan yang adil dan berkelanjutan.

Pemeliharaan Kebebasan dan Hak Asasi Manusia:

Partisipasi politik adalah sarana untuk melindungi dan mempertahankan kebebasan dan hak asasi
manusia. Dalam suatu negara demokrasi, partisipasi politik memberikan warga negara hak untuk
menyuarakan pendapat, berkumpul secara damai, dan mempengaruhi kebijakan publik. Melalui
partisipasi politik yang aktif, warga negara dapat melawan diskriminasi, memperjuangkan keadilan, dan
membela hak-hak mereka. Dalam kesimpulannya, partisipasi politik sangat penting dalam suatu negara
yang menganut sistem demokrasi karena menguatkan demokrasi itu sendiri, memastikan representasi
yang inklusif, meningkatkan akuntabilitas pemerintah, mendorong pembangunan masyarakat yang
berkelanjutan, dan melindungi kebebasan serta hak asasi manusia.

B. Salah satu contoh konkret dari partisipasi politik masyarakat dalam mendorong perubahan kebijakan
politik di Indonesia adalah Gerakan Reformasi pada tahun 1998.

Gerakan ini dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap rezim Orde Baru yang dikenal otoriter dan
korup. Berbagai tindakan protes dan unjuk rasa massal dilakukan oleh masyarakat, termasuk
mahasiswa, aktivis, dan berbagai elemen masyarakat lainnya. Gerakan Reformasi menghasilkan
perubahan besar dalam politik Indonesia, termasuk penggulingan Presiden Soeharto yang telah
berkuasa selama lebih dari 30 tahun. Partisipasi politik masyarakat melalui demonstrasi, pemogokan,
dan aksi-aksi lainnya membawa tekanan yang kuat kepada pemerintah dan mempercepat proses
reformasi politik di negara tersebut.

Gerakan Reformasi juga membawa perubahan kebijakan politik yang signifikan. Proses reformasi politik
diikuti dengan reformasi konstitusi, pembentukan lembaga-lembaga baru yang lebih transparan dan
akuntabel, serta pelaksanaan pemilihan umum yang lebih demokratis. Masyarakat turut berperan dalam
mempengaruhi agenda kebijakan dan memastikan perubahan yang diinginkan mereka tercermin dalam
kebijakan publik yang baru. Selain Gerakan Reformasi, partisipasi politik masyarakat dalam bentuk
demonstrasi dan aksi massa juga telah mempengaruhi perubahan kebijakan politik di Indonesia.
Contohnya adalah aksi-aksi massa yang mendesak pemerintah untuk mengesahkan berbagai undang-
undang seperti Undang-Undang Pemberantasan Korupsi (UU No. 30 Tahun 2002) dan Undang-Undang
Perlindungan Tenaga Kerja (UU No. 13 Tahun 2003).

Partisipasi politik masyarakat dalam bentuk pemilihan umum juga memiliki dampak signifikan terhadap
perubahan kebijakan politik. Suara masyarakat dalam pemilu dapat memengaruhi kekuasaan politik dan
komposisi parlemen, sehingga memberikan mandat kepada pemimpin dan partai politik untuk
mengimplementasikan program-program yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan demikian,
partisipasi politik masyarakat melalui berbagai bentuk aksi politik telah membawa perubahan kebijakan
politik di Indonesia, baik melalui perubahan sistem politik maupun pengesahan undang-undang yang
mendorong reformasi dan perbaikan.

Selain contoh-contoh yang telah disebutkan sebelumnya, masih ada banyak contoh konkret partisipasi
politik masyarakat dalam mendorong perubahan kebijakan politik di Indonesia.

Beberapa contoh lainnya termasuk:

1. Gerakan Tolak Reklamasi Teluk Jakarta:

Masyarakat secara massal turun ke jalan dalam demonstrasi dan aksi-aksi lainnya untuk menolak proyek
reklamasi Teluk Jakarta yang dianggap merusak lingkungan dan mengancam keberlanjutan ekosistem
pesisir. Tekanan dari masyarakat akhirnya mempengaruhi kebijakan pemerintah, dan proyek reklamasi
mengalami penundaan dan perubahan.

2. Aksi-aksi penolakan UU Cipta Kerja:

Pengesahan UU Cipta Kerja pada tahun 2020 memicu aksi-aksi protes dan unjuk rasa massal di berbagai
wilayah Indonesia. Masyarakat mengkritik berbagai ketentuan dalam undang-undang tersebut yang
dianggap merugikan pekerja dan lingkungan. Partisipasi politik masyarakat dalam bentuk demonstrasi,
pemogokan, dan kampanye publik berkontribusi dalam perubahan beberapa ketentuan UU tersebut
melalui putusan Mahkamah Konstitusi dan revisi oleh pemerintah.

3. Gerakan Lingkungan Hidup:

Masyarakat Indonesia semakin aktif dalam gerakan lingkungan hidup untuk melawan degradasi
lingkungan dan perubahan iklim. Mereka berpartisipasi dalam aksi-aksi protes, kampanye, dan gerakan
penyadartahuan lingkungan. Tekanan dari gerakan lingkungan telah membawa perubahan dalam
kebijakan pemerintah terkait perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam.

4. Partisipasi pemilih dalam pemilihan umum:

Partisipasi politik masyarakat dalam bentuk pemilihan umum memberikan mandat kepada pemimpin
dan partai politik untuk mengimplementasikan program-program yang diharapkan oleh masyarakat.
Suara masyarakat memengaruhi komposisi parlemen dan pemilihan kepala daerah, sehingga
berpengaruh pada kebijakan yang dibuat oleh mereka. Dalam keseluruhan, partisipasi politik masyarakat
memiliki peran penting dalam mendorong perubahan kebijakan politik di Indonesia. Aksi politik seperti
demonstrasi, kampanye, pemilihan umum, dan gerakan sosial telah mempengaruhi agenda kebijakan,
merubah kebijakan yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, serta mendorong perubahan yang
diharapkan dalam sistem politik dan kehidupan sosial di Indonesia.
4. Indonesia adalah sebuah negara demokrasi, di mana kekuasaan pemerintahan dibagi antara tiga
cabang utama, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pembagian kekuasaan ini memiliki peran penting
dalam menentukan kebijakan politik yang diambil di negara kita.

Berikut adalah penjelasan bagaimana pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif
dalam sistem demokrasi dapat mempengaruhi kebijakan politik yang diambil di indonesia

1. Kekuasaan Eksekutif

Cabang eksekutif terdiri dari presiden, wakil presiden, dan jajaran pemerintahan. Mereka bertanggung
jawab atas pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan pemerintahan sehari-hari. Presiden sebagai kepala
negara dan pemerintahan memiliki peran penting dalam menetapkan kebijakan politik. Presiden
memimpin pemerintah dalam merumuskan undang-undang, kebijakan, dan program-program yang
diperlukan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pengaruh kebijakan politik yang diambil
oleh pemerintah sangat tergantung pada kekuatan dan legitimasi yang dimiliki oleh presiden dan partai
politik yang mendukungnya. Jika partai politik yang berkuasa memiliki mayoritas di legislatif, maka
pemerintah akan lebih mudah mendorong kebijakan politiknya. Namun, jika ada perbedaan pendapat
antara eksekutif dan legislatif, proses pembuatan kebijakan bisa menjadi lebih rumit dan membutuhkan
negosiasi antara kedua pihak.

2. Kekuasaan Legislatif

Cabang legislatif diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan bertanggung jawab untuk membuat
undang-undang serta mengawasi kebijakan pemerintah. DPR memiliki peran penting dalam
menjalankan fungsi legislasi, yaitu merumuskan, membahas, dan mengesahkan undang-undang.
Pengaruh kebijakan politik yang diambil oleh legislatif juga signifikan. DPR adalah tempat di mana
berbagai partai politik saling berdiskusi, berdebat, dan mencapai kesepakatan dalam menyusun
kebijakan yang terbaik untuk masyarakat. Selain itu, DPR juga memiliki kekuatan pengawasan terhadap
pemerintah, sehingga dapat memastikan bahwa kebijakan yang diambil sesuai dengan kepentingan
rakyat.

3. Kekuasaan Yudikatif

Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Mereka bertugas
menafsirkan undang-undang dan menegakkan keadilan. Kekuasaan yudikatif sangat penting dalam
memastikan pematuhan terhadap konstitusi dan melindungi hak-hak rakyat. Pengaruh kebijakan politik
pada cabang yudikatif terkait dengan keputusan hukum yang diambil oleh pengadilan. Jika ada
perselisihan mengenai kebijakan pemerintah, pihak yang merasa dirugikan dapat membawa masalah
tersebut ke pengadilan. Keputusan yang diambil oleh pengadilan dapat mempengaruhi kebijakan politik
dengan menentukan apakah kebijakan tersebut sesuai dengan hukum dan konstitusi. Demikianlah
penjelasan bagaimana pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam sistem
demokrasi dapat mempengaruhi kebijakan politik yang diambil di indonesia. Pembagian kekuasaan
antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam sistem demokrasi Indonesia adalah landasan penting bagi
pengambilan kebijakan politik. Setiap cabang memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-
masing.Meskipun terkadang terdapat perbedaan pendapat dan tantangan dalam proses pembuatan
kebijakan, adanya pembagian kekuasaan ini juga menjadi jaminan agar kebijakan yang diambil lebih
representatif dan sesuai dengan kepentingan rakyat. Dalam praktiknya, interaksi antara ketiga cabang
kekuasaan ini sangat penting. Mereka saling berhubungan dan saling mengawasi agar kebijakan politik
yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sinergi yang baik antara ketiga
cabang ini akan mendorong terwujudnya kebijakan politik yang lebih efektif, demokratis, dan
berkeadilan. Dalam sistem demokrasi, partisipasi aktif dari masyarakat juga sangat penting. Dengan
berperan sebagai pemilih yang cerdas, masyarakat dapat mengawasi jalannya pemerintahan dan turut
serta dalam proses pengambilan kebijakan politik melalui pemilihan umum dan mekanisme partisipatif
lainnya. Semakin kuat partisipasi masyarakat, semakin baik pula kualitas kebijakan politik yang dapat
dihasilkan untuk kemajuan Indonesia. Dengan memahami pembagian kekuasaan antara eksekutif,
legislatif, dan yudikatif dalam sistem demokrasi, kita dapat melihat betapa pentingnya peran setiap
cabang kekuasaan tersebut dalam menentukan kebijakan politik di Indonesia. Keberadaan mekanisme
pembagian kekuasaan ini memberikan jaminan bahwa kebijakan yang diambil lebih demokratis,
akuntabel, dan berpihak kepada kepentingan rakyat.

Anda mungkin juga menyukai