Anda di halaman 1dari 9

Beban kerja merupakan usaha yang harus dikeluarkan seseorang untuk memenuhi

‘tujuan’ dari pekerjaan tersebut (Arasyandi & Bakhtiar, 2016). Beban kerja yang dialami
manusia digolongkan menjadi dua yaitu

1. Beban kerja fisik. Merupakan beban kerja karena aktivitas penggunaan otot
manusia.

2. Beban kerja mental. Merupakan beban kerja karena aktivitas penggunaan otak atau
pikiran manusia.

Untuk mengetahui kapasitas beban kerja yang dirasakan manusia maka perlu
dilakukan pengukuran beban kerja. Pengukuran beban kerja dapat dibagi menjadi dua yaitu

1. Pengukuran beban kerja fisik -> Output yang dihasilkan dapat dilihat dari hasil
pekerjaan.

2. Pengukuran beban kerja mental -> Dapat dilakukan dengan menggunakan metode-
metode yang mempertimbangkan aspek-aspek dalam pengukuran beban kerja mental.

Pengukuran Beban Kerja Fisik

Menurut Astrand dan Rodahl (1977), penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu:

1. Penilaian Beban Kerja Secara Langsung


Salah satu kebutuhan umum dalam pergerakan otot adalah oksigen yang dibawa oleh
darah ke otot untuk pembakaran zat dalam menghasilkan energi. Menteri Tenaga Kerja
melalui Kep. No. 51 Tahun 1999 menetapkan kategori beban kerja menurut kebutuhan
kalori sebagai berikut:
a. Beban Kerja Ringan : 100 – 200 kilo kalori/jam
b. Beban Kerja Sedang : > 200 – 350 kilo kalori/jam
c. Beban Kerja Berat : > 350 – 500 kilo kalori/jam
2. Penilaian Beban Kerja Secara Tidak Langsung
Pada tahap ini, perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan denyut nadi.
Denyut nadi merupakan respon fisiologis yang bisa dihitung secara praktis ketika ingin
mengetahui beban kerja seseorang. Salah satu peralatan yang bisa digunakan untuk
mengukur denyut nadi adalah Pulsemeter. Jika tidak tersedia, bisa dihitung secara
manual dengan stopwatch.
Penghitungan dengan nadi kerja untuk mengukur berat ringannya beban kerja
memiliki keuntungan seperti mudah, cepat, murah, serta tidak memerlukan peralatan
mahal dan juga hasilnya yang cukup reliable tanpa harus melibatkan rasa sakit pada
pekerja dan menganggu proses bekerja. Salah satu cara sederhana menghitung denyut
nadi adalah dengan merasakan denyutan pada arteri radialis pada pergelangan tangan.
Adapaun penentuan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi
kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksium dinyatakan dalam beban
Cardiovasculer Load (CVL). Beban %CVL ini dihitung dengan rumus:
100 x (Denyut Nadi Kerja − Denyut Nadi Istirahat)
%CVL =
(Denyut Nadi Maksimal − Denyut Nadi Istirahat)
Beberapa jenis denyut nadi, yaitu:
a. Denyut nadi istirahat  Rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai
b. Denyut nadi kerja  Rerata denyut nadi selama bekerja
c. Nadi kerja  Selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja
d. Denyut nadi maksimal Penentuan untuk laki-laki yakni 220/ menit – umur,
sedangkan untuk perempuan yakni 200/ menit – umur.

Dari hasil perhitungan CVL itu kemudian dapat dibandingkan dengan klasifikasi yang
telah ditetapkan sebagai berikut:

%CVL Klasifikasi %CVL


≤ 30% Tidak terjadi kelelahan pada pekerja
30% < %CVL ≤ 60% Diperlukan perbaikan tetapi tidak mendesak
60% < %CVL ≤ 80% Diperbolehkan kerja dalam waktu singkat
80% < %CVL ≤ 100% Diperlukan tindakan perbaikan segera
%CVL > 100% Aktivitas kerja tidak boleh dilakukan

Contoh perhitungan CVL salah satu pekerja operator loading ramp di PT. Sentosa Bahagia
Bersama (Gunawan, 2020)

No Responden Usia (tahun) Denyut Nadi Istirahat atau Denyut Nadi Bekerja
DNI (denyut/ menit) atau DNK (denyut/
menit)
1 Syaifullah 35 60 72
62 74
Rata-rata 61 73
Denyut Nadi Maks (DN Maks) 220/ menit – 35 = 185

100 x (DNK − DNI)


%CVL =
(DN Maks − DNI)

100 x (73 − 61) 1.200


%CVL = = = 9,67
(185 − 61) 124

%CVL = 9,67 ≤ 30 %, 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑒𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛

Pengukuran Beban Kerja Mental

Aspek psikologi seseorang dalam pekerjaan pasti akan berubah setiap saat. Banyak
faktor yang memengaruhi perubahan psikologi tersebut, bisa berasal dari dalam diri pekerja
(internal) atau dari luar (eksternal). Baik internal maupun eksternal, kedua faktor sulit untuk
dilihat dengan kasat mata, sehingga pengamatan hanya bisa dilihat melalui hasil pekerjaan
atau faktor-faktor yang dapat diukur secara objektif, tingkah laku, dan penuturan pekerja
yang bisa diidentifikasikan.

Pengukuran beban kerja mental bisa dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu
pengukuran beban kerja secara objektif dan subjektif.

Pengukuran beban mental secara objektif dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu:

a. Pengukuran denyut jantung. Secara umum, peningkatan denyut jantung berkaitan


dengan meningkatnya level pembebanan kerja.
b. Pengukuran waktu kedipan mata. Secara umum, pekerjaan yang membutuhkan
atensi visual berasosiasi dengan kedipan mata yang lebih sedikit dan durasi
kedipan lebih pendek.
c. Pengukuran dengan metode lain. Pengukuran ini bida dilakukan dengan alat
flicker, yaitu alat dengan sumber cahaya yang berkedip makin lama makin cepat
sehingga pada suatu saat sukar untuk diikuti oleh mata biasa.
Sedangkan pengukuran beban kerja mental secara subjektif yaitu pengukuran beban
kerja di mana sumber data yang diolah adalah data yang bersifat kualitatif. Pengukuran ini
merupakan salah satu pendekatan psikologi dengan cara membuat skala psikometri untuk
mengukur beban kerja mental seseorang. Skala ini dapat dilakukan secara langsung (spontan)
maupun tidak langsung (berasal dari respon eksperimen).

Adapaun tahap pengukuran beban kerja secara subjektif ialah sebagai berikut:

a. Menentukan faktor-faktor beban kerja mental pekerja yang diamati


b. Menentukan range dan nilai interval
c. Memilih bagian faktor beban kerja yang signifikan untuk tugas-tugas yang
spesifik
d. Menentukan kesalahan subjektif yang diperhitungkan berpengaruh dalam
memperkirakan dan mempelajari beban kerja

Pengukuran beban kerja psikologis secara subjektif dapat dilakukan dengan beberapa
metode, yaitu:

a. NASA-Task Load Index (TLX)


b. Subjective Workload Assesment Technique (SWAT)
c. Harper Qoorper Rating (HQR)
d. Task Difficulty Scale

NASA-TASK LOAD INDEX (TLX)

NASA-TLX ialah metode subjektif yang sering digunakan dalam pengukuran beban
kerja mental pada individu di berbagai industri. NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra G.
Hart dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari san Jose State
University pada tahun 1981. Metode ini berupa kuesioner yang dikembangkan berdasarkan
munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang lebih mudah maupun lebih sensitif pada
pengukuran beban kerja.

Pada metode NASA-TLX, ada enam komponen yang akan diukur dari setiap individu.
Enam komponen tersebut meliputi kebutuhan mental (mental demand), kebutuhan fisik
(physical demand), kebutuhan waktu (temporal demand), performasi (own performance),
usaha (effort), dan tingkat stres (frustration). Dari keenam komponen ini, ada skala yang
perlu diisikan oleh setiap responden. Hal ini merupakan langkah awal dalam pengukuran
beban kerja mental. Skala yang terdapat pada komponen tersebut adalah rendah sampai
tinggi, sedangkan untuk pengukuran performansi digunakan skala baik hingga buruk.

Langkah pengukuran dengan menggunakan metode NASA-TLX adalah sebagai


berikut:

a. Pemberian rating.
Responden diminta memberikan penilaian/rating terhadap keenam dimensi beban
mental. Angka penilaian dari 0 sampai dengan 100.
Contoh hasil peratingan beban kerja mental pada pekerja PT. Sentosa Bahagia
Bersama (Gunawan, 2020).

Keterangan :
KM = Kebutuhan Mental
KF = Kebutuhan Fisik
KW = Kebutuhan Waktu
PF = Performansi
TU = Tingkat Usaha
TF = Tingkat Frustasi

b. Pembobotan.
Responden membandingkan dua dimensi yang berbeda dengan metode
perbandingan berpasangan. Ada 15 total perbandingan dari keseluruhan dimensi
(6 dimensi). Lalu, dihitung jumlah untuk masing-masing indicator. Hasil inilah
yang digunakan sebagai bobot dimensi. (Gunawan, 2020).

Contoh hasil pembobotan beban kerja mental pada pekerja PT. Sentosa Bahagia
Bersama (Gunawan, 2020).
c. Perhitungan skor NASA – TLX
Cara menghitung skor, antara lain
1. Menghitung nilai produk dengan mengkalikan rating dan bobot pada setiap
indicator.
2. Menghitung WWL (Weighted Workload) dengan cara menjumlahkan nilai
produk pada setiap indikator.
WWL = ∑ 𝑁𝑃
3. Menghitung skor NASA-TLX dengan rumus
𝑊𝑊𝐿
𝑆𝑘𝑜𝑟 =
15
4. Menginterpretasikan hasil skor ke dalam klasifikasi beban kerja mental
Dengan skor 83 artinya masuk ke dalam klasifikasi beban kerja mental yang
sangat tinggi.
Contoh hasil perhitungan pada salah satu pekerja PT. Sentosa Bahagia Bersama
(Gunawan, 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Arasyandi, M., & Bakhtiar, A. (2016). Analisa beban kerja mental dengan metode NASA
TLX pada operator kargo di PT. Dharma Bandar Mandala (PT. DBM). Industrial
Engineering Online Journal, 5(4), 1–6.

Gunawan, I. (2020). Analisis Beban Kerja Fisik Dan Mental Pada Pekerja Menggunakan
Metode CVL Dan NASA TLX (Studi Kasus PMKS PT. Sentosa Bahagia Bersama). 8–45.

Anda mungkin juga menyukai