Anda di halaman 1dari 5

Nama : Delfiera Khalisia Putri

NIM : 2108016201

Kelas :E

KESIMPULAN EKSAMINASI PUBLIK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Menyoal Pengujian Undang - Undang Cipta Kerja 2.0 dan Undang - Undang Pemilu
tentang Usia Calon Presiden/Wakil Presiden

EKSAMINATOR 1

Prof. Dr. Aswanto, S.H., SI., D.F.M.

Bahwa sebenarnya kita sama sama paham perpu adalah Hak Presiden memenuhi syarat
perpu nomor 2 tahun 2022. karena permohonan uji formil dikabulkan walau konstitusi
bersyarat dab mahkamah dalam purusan tenggat waktu perbaikan 2 tahun. Putusannya
menjadi 54 menimbulkan perdebatan, point yang pentung UU Nomor 11 tahun 2022
sudah banyak kegiatan yang mendasar. Alasan kedaruratan mahkamah memberikan
waktu 2 tahun untuk pernaikan melakukan tindak lanjut meminta pemerintah
memperbaiki putusan 91 dan mahkamah mencoba untuk menafsirkan bahwa
masyarakat terlibat secara nyata di dalam sana tetapi amanat 91 tidak dilakukan oleh
pemerintah sebenernya kebijaka pemerintah dalam membuat perpu nomor 2 tahun
2022 tidak mematuhi atau menghindar dari apa yang di amanatkan dan membuat jalan
pintas sehingga membuat pemerintah tidak patuh dan merendahkan harkat martabat
mahkamah konstitusi merusak marwah mahkamah atau Mekanisme yang terjadi di DPR
Perpu Nomor 2 Tahun 2022 dan disetujui oleh DPR ada yg menarik design opinion,
melihat banyak kerusakan dan hal hal yang terjadi, banyak hal yang tidak boleh
dilakukan tetapi sudah terjadi disana. Putusan Kuantitatif karena hanya terjadi
pergereseran, sehingga putusan mahkamah konstitusi ini merupakan putusan
kuantitatif tidak kualitatif.
EKSAMINATOR 2

Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

1. Duduk perkara kita sama sama paham bahwa ada putusan mk yang ber
inskunsitutional pemecatan hakim pak aswanto karena terkait putusan 91. melanggar
putusan 91 sendiri dan pengesahan kami awalnya menguji lerpunya dan sepakat tidak
menarik permohonan kami maka kemudianmk sedniri yang memberikan permohonan
baru terkait UU Nomor 6 tahun 2023. lebih fokus ke persoalan perosalan dari presiden
yang mengeluarkan perpu ini. apa yang kami ajukan yaitu argumenatasi di persidangan
dan permohonan.

2. Proses UU Cipta Kerja harus batal : cacat formil kenapa karena tentu saja tidak sulit
sampai pada argumen bahan perpu menjadi uu bahwa tidak boleh, masa sidang DPR
setelah Perpu di Putuskan kemudian Putusan MK 43 Peraturan DPR secara tidak clear
namun menjelaskan persetujuan atau tidak persetujuan jika tidak ada jawaban maka
dpr tidak menyetujui harusnya menurut kami dan ini menjadi problematik. tidak ada
kegentingan yang menjasa karena tidak ada kepentingan hukum yang mendasar tidak
ada kekosongan hukum yang terjadi disana. Putusan Perpu adalah bentuk contren MK
dari Presiden semacam pelecehan pada lembaga mk seharusnya MK menolak karena
memberikan signal ketidakhormatan pada Putusan 91, melihat MK sebagai satu
lembaga yang sayangnya kehilangan marwahnya karena berbagai faktor bagaiamana
etika kenegarawannya luntur, terjadi pelanggaran indeoedensi hakim aswanto dan
sekarang dilanjutkan putusan 90 seharusnya kita melakukan langkah langkah
penyelematan eksaminasi dan advokasi sudah mengajukan pengaduan merupakan
bentuk langkah cinta kepada kelembagaan mahkamah konstitusi.

EKSAMINATOR 3

Dr. Fitriani Ahlan Sjarif, S.H.,M.H

Putusan MK terkait Penatapan Formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan


Perpu Cipta Kerja
 Perkara Nomor 54/PUU-X/2023
 Perkara Nomor 40/PUU-XX1/2023
 Perkara Nomor 41/PUU-XXU2023
 Perkara Nomor 46/PUU-XXI/2023
 Périkara Nomor 50/PUU-X/2023

dissenting opinion

Hakim Konsttusi Wahiduddin Adam, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstlusi Enny
Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Suhartoyo Putusan Mahkamah Konsttusi Nomor
SAPUL.XX0/2023.

Karakteristik UU Penetapan Perpu Menjadi UU

Undang- undang terdiri dari 2 pasal, subtansinya dalam laporannya. UU yang


menetapkan Perpu istilah “demokrasi” melakukan tugasnya terhadap UU tersebut
Memenuhi Putuson Nomor 91/PUU-XVII/20207

Dalam pertimbangan Putusan 54: kedua hail yang diamanafian oleh Mahkamah dalam
Putusan Mahikamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVI2020 selah dilaksanakan oleh
pembentuk undang-undang sebagai adressaf putusan a quo, yaitu membentuk:
landasan hukum metode omnibus dan memperbaiki tata cara pembentukan UU
11/2020 sebelum jangka waktu 2 (dua) tahun berakhir.

Mahkamah berpendapat bahwa norma konstitusi memberikan pilihan kebijakan hukum


kepada presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi - namun tidak
dijelaskan secara dasar pasal pemberian kewenangannya.

EKSAMINATOR 4

Dr. Zainal Arifin Mochtar,S.H., LL.M.

Perihal Di sidangkan masa sidang berikutnya Alasan utama Mahkamah ada di halaman
413; Bahwar ada good faith Presiden untuk mendapatkan kepastioan hukum Perpu. dan
tidak terdapat adanya upaya untuk membuang waktu (wasting time) bagi DPR dalam
menyidangkan Perpu. Alasan yang mengada-ada:

 Pertama, MK berarti gagal menerjemahkan ihwal kegentingan memaksa. Karena


yang paling membenarkan adalah kegentingan memaksanya bukan soal buang
waktu.
 Kedua, menjadi menarik melihat MK menilai "sikap batin' pembentuk UU. Yang
sangat jaramng dilakukan.
 Ketiga, masalah penerjemahan masa sidang berikutnya
 Ihwal Kegentingan
Memaksa Alasan Mahkamah hal 414-415), UU No. 11 Tahun 2020 telah diganti
dengan Perpu. Dan Perpu sudah obyektif pasca disidangkan oleh DPR dan
mendapatkan persetujuan
 Gagal Paham
Gagal memahami hal ihwal kegentingan memaksa yang menyebabkan menjadi
Perpu dan prosesnya menjadi UU.
 inkonsisten
Ketika memasuki dalil pertama di atas MK malah menilai sikap batin DPR dan
Pemerintah, mengapa di sini MK tidak menilai juga konfigurasi politik dan sikap
batin yang ada bahwa oligarki partai yang hendaki.

Pada saat putusan no. 91 meaningfull participation sebenarnya cuma 3 elemen


(yang dijelaskan dalam putusan itu) tetapi dalam 3 elemen tersebut belum
masuk dalam klasifikasi participation (menurut pemaparan eksaminator).
sehingga ada potensi untuk disalahgunakan karena model baru memanipulasi
partisipasi itu dengan cara ; mistifikasi, selected participation (ada persoalan
dasar yang tidak hendak diungkap didalam kebijakan atau peraturan
perundangan-undangannya)
Penanda sederhana dalam autocratic megalism :
• Karakter membuat hukumnya ugal-ugalan
• Karakter pembentukan hukumnya itu ilegeliti atau bertentangan dengan hukum
(tetap dipaksa menjadi hukum)
• Tidak dibuat partisipasi dalam bentuk bermakna
meaningfull participation harusnya diwujudkan karena uji formal yang terjadi di
putusan no. 91 harusnya diwujudkan di pembentukan yang baru (karena konteks
itu kemudian tidak pernah dibaca konteks politik hukum tidak pernah menjadi
pilihan penting dalam nalar berpikirnya putusan MK).

Anda mungkin juga menyukai