Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MALPRAKTIK KELALAIAN DOKTER TIDAK MELAKUKAN

TINDAKAN/ASUHAN MEDIS YANG MEMADAI PADA PADA PASIEN

DOSEN PENGAMPU: drg. Sri Rezki, MSc


MATKUL: ETIKA PROFESI dan HUKUM KESEHATAN

NAMA: LALA ANGELA (231051052)

PRODI D-3 JURUSAN KESEHATAN GIGI TINGKAT 1


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “malpraktik
yang dilakukan oleh pada rumah sakit swasta” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Etika Profesi
dan Kesehatan Hukum. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang betapa pentingnya mengetahui Tindakan malpraktik yang di lakukan oleh perawat di
rumah sakit swasta untuk para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Etika Profesi dan
Kesehatan Gigi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelasaikan makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 13 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Malpraktek kedokteran adalah sebuah masalah yang menyebabkan banyak

sekali penafsiran yang berbeda, menurut dokter, malpraktek artinya risiko medik,

sedangkan menurut pasien atau korban adalah tindakan malpraktek kedokteran yang

menyebabkan kegagalan fungsi organ tubuh atau rusaknya organ tubuh bahkan hingga

menyebabkan kematian akibatnya menyebabkan kerugian bagi pasien dan keluarga

korban, oleh sebab itu perlu adanya penegakan hukum untuk menengahi konflik atau

sengketa hukum antara pihak dokter dan pasien atau keluarga pasien. Secara medis

malpraktek sendiri ialah kelalaian seorang dokter yang menggunakan kemampuan

serta ilmu pengetahuannya sesuai dengan ukuran yang lazim di orang lain dalam

mengobati pasien dengan memakai ukuran standar dilingkungan yang sama. Kelalaian

diartikan juga dengan melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan

medik. Bagi seorang dokter dalam menjalankan profesinya yaitu pada memberikan

pelayanan kesehatan tentu harus berpedoman pada aturan yang berlaku, baik

peraturan perundang-undangan juga kode etik yang disusun oleh organisasi profesi

kedokteran. Pengaturan hukum sangat penting dalam memberikan pelayanan

kesehatan, hal tersebut bertujuan untuk menjamin kualitas dan kepastian hukum dari

pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Norma yang ada dalam aturan

hukum kesehatan ialah kaidah yang mengatur semua aspek yang berkaitan dengan

upaya dan pemeliharaan di bidang kesehatan. Cara bekerja seorang dokter dalam

menangani seorang pasien merupakan antara “kemungkinan” serta “ketidakpastian”

sebab dalam tubuh manusia sifatnya kompleks dan tidak dapat dimengerti

sepenuhnya. Belum diperhitungkan variasi yang ada di setiap pasien: usia, tingkat

penyakit, sifat penyakit, komplikasi serta hal-hal lain yang mampu diberikan seorang
dokter. Oleh karena sifat “kemungkinan” dan “ketidakpastian” dari pengobatan itulah

maka seorang dokter kurang berhati-hati dan tidak kompeten di bidangnya bisa

menjadi berbahaya bagi pasien seperti yang terjadi pada kasus Siti Chomsatun korban

malpraktek yang di lakukan oleh Rs Kramat 128 pada bulan februari 2010.

B. Rumusan Masalah

A. Bagaimana kronologi kasus Korban Malpraktik Siti Chomsatun?

B. Apa yang menjadi masalah dalam kasus malpraktek tepatnya pada kasus Siti

Chomsatun?

C. Apa hukum terkait kasus tersebut?

D. Apa solusi atau upaya untuk kasus tersebut agar tidak terjadi kembali?

C. Tujuan

A. Untuk menelaah kronologi kasus malpraktik

B. Untuk mengetahui masalah dalam kasus malpraktek tepatnya pada kasus Siti

Chomsatun

C. Untuk mengetahui dan membahas hukum terkait kasus tersebut

D. Untuk mengetahui solusi atau upaya untuk kasus tersebut agar tidak terjadi

Kembali
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kronologi kasus Korban Malpraktik Siti Chomsatun

Kasus ini bermula pada bulan April 2009, Siti Chomsatun menjadi pasien di

Rumah Sakit Kramat 128 karena mengalami penyakit berupa pembengkakan

kelenjar tiroid (gondok). Dan pada tanggal 13 April 2009, Siti menjalani

Operasi Tiroidektomi (Pengangkatan Tiroid) di Rumah Sakit tersebut dengan dr.

Taslim Mansur Sp.B (Onk) salah satu dokter spesialis pada Rumah Sakit Kramat 128

sebagai dokter yang bertugas melakukan operasi. Setelah melalui proses operasi

tersebut, Siti kemudian menjalani masa rawat jalan di bawah penanganan RS Kramat

128, dimana salah satu dokter yang menangani Siti Chomsatun pada masa rawat

jalan tersebut adalah Alm. dr. Rusmaryono, Sp. THT.

Pada tanggal 14 Februari Siti mengalami sesak nafas hingga tidak bisa tidur

semalaman, keesokan harinya, yakni 15 Februari 2010, kondisi Siti semakin

memburuk hingga keluarga memutuskan untuk membawanya ke RS Kramat 128.

Hari itu, pada Pukul 20.20 WIB Siti Chomsatun dilarikan ke IGD RS Kramat 128

karena keluhan sesak nafas yang dideritanya. Siti Chomsatun kemudian kembali

masuk RS Kramat 128 sebagai pasien rawat inap tertanggal 15 Februari 2010.

Setelah menerima penanganan dari pihak RS Kramat 128, Siti Chomsatun

memilih menunggu untuk bertemu dengan Alm. dr. Rusmaryono, sore itu. dr.

Rusmaryono memiliki jadwal praktik pada 15 Februari pukul 18.30 sehingga Siti

berharap dapat bertemu dengannya pada saat jam praktik. Setelah menyelesaikan

administrasi untuk kepentingan rawat inap, Leila Zenastri (anak Siti Chomsatun),
hendak kembali menemani Siti, akan tetapi, sesampainya di ruang inap, pihak

Rumah Sakit meminta Leila Zenastri untuk menunggu di luar. Kira-kira 10 menit

kemudian Leila Zemnastri dipanggil kembali oleh dr. Tantiyo Setiyowati., M.H.,

Kes, yang menjelaskan bahwa ia telah memberikan suntikan anti radang

(kortikosteroid) pada Siti Chomsatun.

Setelah dokter memberikan penanganan, Leila Zenastri kembali memasuki

kamar inap dan mendapati Siti Chomsatun sudah dapat bernafas sedikit lega.

Namun, Siti Chomsatun tidak dapat merebahkan tubuhnya karena nafasnya akan

terasa lebih sesak jika Ia berbaring, sehingga tempat tidur Siti Chomsatun harus

disetel 45 derajat agar tubuhnya dapat sedikit beristirahat dengan bersandar pada

tempat tidur.

Tanggal 15 Februari, sekitar Pukul 17.30 WIB, Leila Zenastri bertanya

kepada perawat jaga rawat inap di RS Kramat 128 apakah dr. Rusmaryono telah

diberitahukan tentang Siti Chomsatun yang telah menunggunya di Ruang 210 RS

Kramat 128. Perawat yang ada pada saat itu menjanjikan dr. Rusmaryono akan

datang melihat keadaan Siti. Sekitar Pukul 19.00 WIB, dikarenakan dr. Rusmaryono

belum juga datang melihat kondisi Siti Chomsatun, Leila Zenastri kembali

berinisiatif dengan kembali bertanya kepada perawat jaga ruang rawat inap RS

Kramat 128. Pada saat itu, perawat jaga yang Leila Zenastri mengatakan bahwa dr.

Rusmaryono telah pulang. Pada saat itu pula, untuk memastikan dr. Rusmaryono

akan menemui Siti Chomsatun, Leila Zenastri meminta perawat jaga untuk

menghubungi dr. Rusmaryono.

Pukul 21.00 WIB dr. Rusmaryono dipastikan tidak akan datang sehingga

Leila Zenastri meminta kepada perawat jaga rawat inap saat itu agar dokter THT
yang lain atau dokter jaga IGD saat itu untuk datang melihat kondisi Siti. Sekitar

Pukul 23.30 WIB, Siti Chomsatun kembali mengeluh sesak nafas. Mendengar

keluhan tersebut, Leila Zenastri kemudian meminta agar perawat jaga memanggil

dokter jaga IGD saat itu.

Dokter jaga IGD saat itu, dr. Fredy Merle Komalig., M.K.M, kemudian

datang untuk melakukan pemeriksaan terhadap Siti Chomsatun. Berdasarkan

pemeriksaan a quo diketahui bahwa tensi Siti Chomsatun pada saat itu berada pada

angka yang mengkhawatirkan, yakni 170/130. Oleh karenanya dr. Ferdy Merle

Komalig memberikan terapi tambahan berupa injeksi stesolid, dan memberikan

resep obat anti-hipertensi (Captopril) kepada perawat jaga agar obat tersebut ditebus

terlebih dahulu Leila Zenastri.

Pada 16 Februari 2010, sekitar Pukul 01.45 WIB, Siti kembali mengeluh

sesak nafas, dr. Fredy Merle Komalig datang kembali ke ruangan Siti. Pada

kedatangannya kali in, dr. Fredy Merle Komalig memberikan terapi inhalasi,

injeksi oradexon dan injeksi rantin. Paska ditangani, sesak nafas yang Siti

Chomsatun alami sempat berkurang, namun pada pukul 05.00 WIB Siti Chomsatun

kembali mengalami sesak nafas.

Dokter lain dari RS Kramat 128, dr. Fauzan datang melihat kondisi Siti

Chomsatun, pada 16 Februari Pukul 10.30 WIB. Hasil diagnosa dr. Fauzan, Sp.

T.H.T., menyatakan bahwa Siti Chomsatun harus segera dibuatkan lubang di leher

untuk jalan pernafasan (tracheostomy). dr. Fauzan menjelaskan bahwa hal ini harus

dilakukan karena Siti Chomsatun menderita lumpuh pita suara (parese abductor

bilateral) yang disebabkan cidera syaraf di sekitar pita suara akibat

operasi tiroidektomi pada Maret 2009 silam. Selain itu, dr. Fauzan juga mendiagnosa
bahwa Siti Chomsatun mengalami sesak nafas Grade II. dr. Fauzan kemudian

merujuk Siti Chomsatun ke Poliklinik Laring Faring Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM).

Setelahnya, pihak Rumah Sakit Kramat 128 meminta keluarga Siti

Chomsatun untuk menandatangani persetujuan operasi dengan biaya operasi sebesar

Rp. 8.000.000. Melalui anak yang lain, Chairul Hanifah memberikan deposit yakni

sebesar Rp. 1.000.000 guna memberangkatkan Siti Chomsatun ke RSCM sebagai

biaya ganti ambulan. Siti yang pada saat itu diketahui berada dalam kondisi sesak

nafas grade II baru diberangkatkan ke RSCM menggunakan ambulans setelah

menunggu selama 2,5 jam. Hal tersebut dikarenakan menunggu proses persyaratan

administraif diselesaikan serta menunggu ambulan.

Sampai di Poliklinik THT Laring Faring RSCM, Siti Chomsatun ditolak

karena Ia tiba sudah melalui jam pendaftaran yang ditentukan oleh RSCM. Di

RSCM itu pula, Siti Chomsatun mengalami hilang kesadaran hingga akhirnya Ia

dilarikan ke IGD RSCM. Sekitar pukul 15.34 WIB Siti Chomsatun akhirnya

mendapatkan pelayanan medis di ruang resusitasi IGD RSCM oleh dr. Fauziah

Fardizza. Operasi tracheostomi pun segera dilakukan karena sesak nafas yang

diderita Siti Chomsatun sudah mencapai grade IV sehingga Siti tidak sadarkan diri.

B. Masalah dalam kasus malpraktek tepatnya pada kasus Siti Chomsatun

Siti yang pada saat itu diketahui berada dalam kondisi sesak nafas grade II

baru diberangkatkan ke RSCM menggunakan ambulans setelah menunggu selama 2,5

jam. Hal tersebut dikarenakan menunggu proses persyaratan administraif diselesaikan

serta menunggu ambulan.


Sampai di Poliklinik THT Laring Faring RSCM, Siti Chomsatun ditolak

karena Ia tiba sudah melalui jam pendaftaran yang ditentukan oleh RSCM. Di RSCM

itu pula, Siti Chomsatun mengalami hilang kesadaran hingga akhirnya Ia dilarikan ke

IGD RSCM. Sekitar pukul 15.34 WIB Siti Chomsatun akhirnya mendapatkan

pelayanan medis di ruang resusitasi IGD RSCM oleh dr. Fauziah Fardizza. Operasi

tracheostomi pun segera dilakukan karena sesak nafas yang diderita Siti Chomsatun

sudah mencapai grade IV sehingga Siti tidak sadarkan diri.

Pada keputusan MKDKI, dr. Tantiyo Setiyowati., M.H., Kes dan dr. Fredy

Melke Komalig., M.K.M. dinyatakan telah melanggar disiplin kedokteran karena

“tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang

dapat membahayakan pasien”. Hal tersebut merujuk pada Pasal 3 ayat (2) huruf f

Perkonsil 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi dengan

rincian tindakan sebagai berikut:

a). dr. Tantoyo Setiyowati M.H., Kes. memberikan kortikosteroid pada pasien

sesak nafas yang disebabkan oleh kelumpuhan pita suara. Dalam putusan

MKDKI a quo, diketahui bahwa pemberian kortikosteroid tidak lazim

diberikan pada pasien sesak nafas yang disebabkan oleh kelumpuhan pita

suara. Dimana seharusnya penanganan terhadap Siti Chomsatun adalah

melakukan tindakan observasi ketat.

b). Fredy Melke Komalig., M.K.M. telah menulis resep untuk obat

antihipertensi (capritopril) diatas kertas resep yang bukan miliknya sendiri.

C. Hukum terkait kasus Korban Malpraktik Siti Chomsatun

Awalnya, oleh LBH Jakarta, kasus yang menimpa Siti Chomsatun ini

diupayakan selesai melalui jalur mediasi di luar pengadilan. Namun, proses mediasi
tersebut tidak membuahkan hasil sehingga kasus ini digugat oleh Siti Chomsatun ke

PN Jakarta Pusat.

Sebelum kasus tersebut masuk ke pengadilan, melalui Leila Zenastri anak Siti

Chomsatun, RS. Kramat 128 diadukan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia (MKDKI) pada 10 Agustus 2010. Kepada MKDKI, Siti Chomsatun

mengadukan 2 orang tenaga kesehatan RS Kramat 128, yaitu dr. Tantiyo Setiyowati

dan dr. Fredy Melke Komalig. Setelah 23 bulan pemeriksaan perkara, pada 26 Juni

2012, MKDKI mengeluarkan keputusan pada pengaduan Siti Chomsatun yang

bernomor: No. 43/P/MKDKI/VIII/2010.

Pada keputusan MKDKI, dr. Tantiyo Setiyowati., M.H., Kes dan dr. Fredy Melke

Komalig., M.K.M. dinyatakan telah melanggar disiplin kedokteran karena “tidak

melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat

membahayakan pasien”. Hal tersebut merujuk pada Pasal 3 ayat (2) huruf f Perkonsil

4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi dengan rincian

tindakan sebagai berikut:

a) dr. Tantoyo Setiyowati M.H., Kes. memberikan kortikosteroid pada pasien sesak

nafas yang disebabkan oleh kelumpuhan pita suara. Dalam putusan MKDKI a quo,

diketahui bahwa pemberian kortikosteroid tidak lazim diberikan pada pasien sesak

nafas yang disebabkan oleh kelumpuhan pita suara. Dimana seharusnya penanganan

terhadap Siti Chomsatun adalah melakukan tindakan observasi ketat.

b) Fredy Melke Komalig., M.K.M. telah menulis resep untuk obat antihipertensi

(capritopril) diatas kertas resep yang bukan miliknya sendiri.

Berbekal keputusan MKDKI, Siti Chomsatun akhirnya melakukan Gugatan Perbuatan

Melawan Hukum kepada pihak Rumah Sakit Kramat 128 ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Gugatan yang diajukan oleh kuasa hukum Siti tersebut pada bulan April

tahun 2017, putusan pengadilan atas perkara nomor 287/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst

tersebut pada bulan November 2018. Artinya mulai masuknya gugatan sampai

putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah lebih dari satu tahun.

Tuntutan yang diajukan oleh kuasa hukum Siti kepada (Majelis Hakim) Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini bukan hanya soal

kerugian materil tetapi juga menuntut kerugian imateril. Akan tetapi, hakim melalui

putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara:

287//Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst. hanya mengabulkan dan memutuskan untuk memberikan

ganti rugi kepada Siti secara materil yaitu sebesar Rp. 17.620.933 yang harus dibayar

oleh pihak tergugat.

Kasus Siti Chomsatun termasuk dalam kasus perdata karena adanya sanski

harus membayar denda secara materil yaitu sebesar Rp. 17.620.933 , majelis hakim

menghukum salah satu pihak untuk membayar ganti kerugian dan biaya perkara

terhadap pihak tergugat atau dokter yang melakukan Tindakan malpraltik.

D. Solusi atau Upaya untuk kasus Malpraktik

1. Jangan menjanjikan sesuatu tanpa kepastian yang jelas seperti waktu memeriksa

pasien tidak sesuai dengan prosedur yang telah di sepakati antara pasien dan

dokter.

2. Mengambil langkah hati-hati untuk menghilangkan faktor resiko di tempat

praktik.

3. Memeriksa secara periodik peralatan yang tersedia di tempat praktik.

4. Jangan meresepkan obat tanpa memeriksa pasien terlebih dahulu

5. Jangan menjamin keberhasilan pengobatan atau prosedur operasi yang ada


6. Jangan melakukan Tindakan sebelum dapat persetujuan dari pasien maupun

keluarga pasien

7. Melakukan pemeriksaan sebelum melakukan Tindakan terhadap pasien

Sistem perencanaan nasional dirancang untuk menjangkau seluruh wilayah

Indonesia dan mengikat semua tingkatan pemerintahan. Namun, masing-masing

rencana memiliki cakupan dan berbeda-beda. Dilihat dari tingkatan pemerintah,

sistem perencanaan pembangunan nasional memuat perencanaan pusat dan


perencanaan daerah. Di dalam era otonomi, campur tangan pemerintah pusat semakin

berkurang dan daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola

pembangunan di daerahnya masing-masing, maka sistem perencanaan pembangunan

daerah yang semua lebih bersifat sektoral berubah menjadi lebih bersifat regional.

Salah satu pelaksanaan dari pembangunan hukum nasional tersebut ialah lahirnya

peraturan-peraturan mengenai jasa pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Di

samping itu, kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk hidup yang layak

dan produktif dalam menjalani kehidupan bermasyarakat di suatu negara. Karenanya

masyarakat perlu mendapat pelayanan kesehatan yang optimal tanpa diskriminasi,

yang tidak boleh memandang status sosial masyarakat. Oleh sebab itu, setiap orang

berhak untuk memperoleh perlindungan kesehatan, dan negara bertanggung jawab

atas terpenuhinya kesehatan bagi masyarakat. Sebagai salah satu pelayanan yang

paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat dewasa ini pemerintah telah mendirikan

tempat-tempat bagi fasilitas pelayanan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan

bagi. Salah satu fasilitas tersebut adalah rumah sakit. Kesehatan merupakan hak asasi

manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan

cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Kesehatan juga merupakan kebutuhan dasar setiap

manusia dan merupakan modal setiap warga negara setiap bangsa dalam mencapai

kemakmuran. Seseorang tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya jika dia

tidak berada dalam kondisi tidak sehat. Sehingga kesehatan merupakan modal setiap

individu untuk meneruskan kehidupannya secara layak. Pemerintah mempunyai

tanggung jawab untuk menjamin setiap warga negara memperoleh pelayanan

kesehatan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan. Sebagai sesuatu kebutuhan

dasar, setiap individu bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan
orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga pada dasarnya pemenuhan

kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan adalah tanggung jawab warga negara.

Kesehatan tidak kalah penting dengan kebutuhan manusia akan sandang, pangan

maupun papan, karena tidak ada satupun manusia yang tidak menginginkan hidup

sehat.
Kesehatan merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan

kehidupan bangsa dan mempunyai peranan penting dalam pembentukan masyarakat

adil, makmur, dan sejahtera, hal ini menunjukan bahwa status kesehatan seseorang

tidak hanya diukur dari aspek fisik dan mental semata, namun juga dinilai

berdasarkan produktivitas sosial atau ekonomi. peningkatan kesehatan masyarakat

Indonesia tidak luput dari pengaruh ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan

yang baik yaitu segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi,

dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang

dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat. Tenaga kesehatan yang salah

satunya terdiri dari tenaga medis merupakan kelompok yang penting dalam dunia

kesehetan karena merekalah yang berhubungan langsung untuk menangani pasien

sehingga tenaga medis memiliki kedudukan untuk bertanggung jawab atas segala

tindakan yang dilakukan terhadap pasiennya. Dokter pada umumnya mempunyai satu

tujuan yang mulia yaitu berusaha mempertahankan supaya tubuh pasien tetap sehat

atau berusaha menyeharkan tubuh pasien atau setidaknya mengurai penderitaan

pasien, namun pelayanan kesehatan seorang dokter tidak selamanya bisa berhasil

dengan baik dan mengakibatkan kerugian terhadap pasien, kasus tersebut bisa terjadi
pada tenaga medis manapun maka dalam hal ini tidak luput pula kegagalan dalam

pelayanan kesehatan bisa terjadi khususnya pada penyelenggaraan pada perawat dan

mengakibatkan kerugian kepada pasiennya.

Rumusan Masalah:

A. Bagaimana kasus Pidana Dokter Gigi atas Pasien Korban Malpraktik?


B. Apa yang menjadi masalah dalam kasus pidana Dokter Gigi atas Pasien Korban
Malpraktik?
C. Apa hukum terkait kasus tersebut?

D. Apa solusi untuk kasus tersebut agar tidak terjadi kembali?

Tujuan:

A. Untuk menelaah kasus Pidana Dokter Gigi atas Pasien Korban Malpraktik.

B. Untuk mengetahui apa yang menjadi masalah dalam kasus pidana Dokter Gigi atas
Pasien Korban Malpraktik.
C. Untuk mengetahui hukum yang terkait dengan kasus pidana Dokter Gigi atas Pasien
Korban Malpraktik.
D. Untuk mengetahui solusi untuk kasus tersebut agar tidak terulang kembali.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kasus malpraktik yang di lakukan oleh perawat di rumah sakit swasta

Kasus putusan Nomor 257/PID.B/2015/PN.DPS merupakan kasus kealpaan

yang menyebabkan orang lain luka-luka yang pelakunya didakwa dengan dakwaan

tunggal. Kronologi kejadiannya adalah pada tahun 2015 seorang pria berumur 33

tahun bernama Drg. I Nyoman Sudarnata melakukan praktek dokter gigi berupa

pencabutan gigi impaksi dalam tulang yang mengakibatkan seorang pasien

mengalami luka-luka (gangguan di dalam mulut) yang berdasarkan hasil visum et


repertum ditemukan sisa akar yang menjadi penyebab sub mentalis abses yaitu

timbunan nanah pada rahang bawah kiri akibat dari adanya infeksi. Timbulnya

penyakit menyebabkan pasien tersebut memiliki kendala dalam menjalankan aktifitas

pekerjaannya. Deny 5 Azhari Iradat adalah pasien yang pada awal nya ditawarkan

untuk dibuatkan gigi palsu full atas dan bawah dan setelah pembuatan gigi palsu

tersebut telah selesai dan langsung dicoba oleh pasien, Pada saat pertama kali pasien

memaka gigi palsu tersebut pasien masih merasa nyaman sampai setelah pemakaian

pasien malah merasa tidak nyaman dan timbul adanya sariawan di beberapa gusi

pasien karena adanya penonjolan tulang pada bagian rahang depan dan rahang bawah

di bagian kiri belakang sehinggu gigi palsu tersebut tidak nyaman untuk digunakan. I

Nyoman Sudarnata sebagai Dokter Gigi baru menyadari ada kesalahan fatal ketika

melihat foto awal sebelum ke 12 (kedua belas) gigi fital yang dicabut adalah gigi

impaksi yang merupakan gigi yang tidak tumbuh akrena eropsinya terhalang oleh gigi

sebelahnya atau tulang yang keras sehingga tumbuh nya tidak sempurna. Dalam

kejadian ini, Terdakwa I Nyoman Sudarnata didakwa dengan Pasal 360 (2) KUHP dan

dalam putusannya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan tindakan pidana “karena kealpaannya menyebabkan orang

lain luka-luka”

B. Masalah dalam Kasus Pidana Dokter Gigi atas Pasien Korban Malpraktik

Peraturan perundang-undangan yang ada belum secara maksimal melindungi

pasien sebagai korban khususnya dalam kasus malapraktik yang dilakukan oleh

dokter asing, meskipun UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan UU Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan, dibuat dengan berlandaskan UUD 1945 yang

mengamanahkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia; Perlindungan


hukum disebutkan sebagai segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan

untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan

oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang disingkat LPSK atau lembaga

lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomer 31 Tahun 2014 tentang

perlindungan saksi dan korban. Diberikannya perlindungan terhadap saksi dan korban

ini bertujuan untuk memberi rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam

memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana. Meskipun sudah terdapat

undang-undang yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pasien maupun dokter,

dan bila hak pasien dilanggar, maka terdapat sanksi pidana yang cukup berat yang

akan dikenakan baik itu pada dokter dalam negeri maupun dokter asing yang bekerja

di Indonesia. Namun, dari kasus yang 12 ada, sanksi tersebut tidak pernah

dilaksanakan bahkan pada kasus yang memakan korban jiwa sekalipun; Pada saat ini

belum ada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai

pengawasan terhadap dokter asing yang melakukan praktik di Indonesia, yang ada

hanya pengaturan pengawasan secara umum mengenai penyelenggaraan kesehatan

atau pengawasan terhadap tenaga kerja asing, yaitu pada UU Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor

44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,

dan Peraturan Daerah. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penyempurnaan dan

pembaruan aturan-aturan hukum di bidang praktik kedokteran dalam hal ini

khususnya terhadap praktik kedokteran yang dilakukan oleh dokter Asing yang

melakukan praktik di Indonesia dan peraturan terkait perlindungan terhadap pasien

korban malapraktik untuk dibuat aturan khusus terkait hal tersebut.

C. Hukum terkait kasus Pidana Dokter Gigi atas Pasien Korban Malpraktik
D.

Luangkan waktu untuk menjelaskan persetujuan dan pemrosesan data pasien

a.SUATU TINDAKAN DOKTER DAPAT DI KATAKAN SEBAGAI MALPRAKTIK

Untuk dapat menilai dan membuktikan suatu perbuatan (tindakan medis) termasuk kategori

malpraktik atau tidak, Menurut Hubert W. Smith tindakan malpraktik meliputi 4 yaitu:
a. adanya kewajiban (duty), dalam unsur ini tidak ada kelalaian jika tidak terdapat

kewajiban, oleh karena itu unsur yang pertama ini menyatakan harus ada hubungan hukum

antara pasien dengan dokter/rumah sakit.

b. adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas (dereliction), yaitu dokter dalam

melakukan kewajiban terhadap pasien melakukan tindakan penyimpangan dari standar

profesi tersebut.

c. penyimpangan akan mengakibatkan kerusakan (direct caution), dalam unsur ini terdapat

hubungan kausal yang jelas antara tindakan medik yang dilakukan dokter dengan kerugian

yang dialami pasien.

d. sang dokter akan menyebabkan kerusakan (damage), yaitu bahwa tindakan medik yang

dilakukan dokter merupakan penyebab langsung timbulnya kerugian terhadap pasien. Yang

termasuk kriteria tindakan medis yang bersifat malpraktik, yaitu:

1. Adanya pengaturan terhadap hukum

2. Adanya hubungan hukum para pihak

3. Adanya pelanggaran hak dan kewajiban

4. Adanya akibat hukum yang ditimbulkan

b. ASUMSI MASYARAKAT TERHADAP MALPRAKTIK

Maraknya malpraktik di Indonesia membuat masyarakat tidak percaya lagi pada pelayanan

kesehatan di Indonesia. Ironisnya lagi, pihak kesehatan pun khawatir kalau para tenaga medis

Indonesia tidak berani lagi melakukan tindakan medis karena takut berhadapan dengan

hukum. Lagi-lagi hal ini disebabkan karena kurangnya komunikasi yang baik antara tenaga

medis dan pasien. Tidak jarang seorang tenaga medis tidak memberitahukan sebab dan akibat

suatu tindakan medis. Pasien pun enggan berkomunikasi dengan tenaga medis mengenai
penyakitnya. Departemen Kesehatan perlu mengadakan penyuluhan atau sosialisasi kepada

masyarakat tentang bagaimana kinerja seorang tenaga medis. Sekarang ini tuntutan

professional terhadap profesi ini makin tinggi. Berita yang menyudutkan serta tudingan

bahwa dokter telah melakukan kesalahan dibidang medis bermunculan. Di negara-negara

maju yang lebih dulu mengenal istilah malpraktik medis ini ternyata tuntutan terhadap tenaga

medis yang melakukan ketidaklayakan dalam praktik juga tidak surut. Biasanya yang menjadi

sasaran terbesar adalah dokter spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), spesialis anestesi

serta spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Di Indonesia, fenomena ketidakpuasan

pasien pada kinerja tenaga medis juga berkembang. Pada awal Januari tahun 2007 publik

dikejutkan oleh demontrasi yang dilakukan oleh para korban dugaan malpraktik medis ke

Polda Metro Jaya dengan tuntutan agar polisi dapat mengusut terus sampai tuntas setiap

kasus dugaan malpraktik yang pernah dilaporkan Masyarakat

c.PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAKAN MALPRAKTIK DI BIDANG

PELAYANAN KESEHATAN

Penegakan hukum terhadap tindakan malpraktek di bidang pelayanan Kesehatan memiliki

prosedur yang sama dengan tindak pidana pada umumnya, dapat dikenakan tuntutan pidana

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Peraturan perundang-

undangan yang bersifat umum, yaitu KUHP dan yang bersifat khusus, yaitu seperti Undang-

Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit.

Anda mungkin juga menyukai