Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sekali penafsiran yang berbeda, menurut dokter, malpraktek artinya risiko medik,
sedangkan menurut pasien atau korban adalah tindakan malpraktek kedokteran yang
menyebabkan kegagalan fungsi organ tubuh atau rusaknya organ tubuh bahkan hingga
korban, oleh sebab itu perlu adanya penegakan hukum untuk menengahi konflik atau
sengketa hukum antara pihak dokter dan pasien atau keluarga pasien. Secara medis
serta ilmu pengetahuannya sesuai dengan ukuran yang lazim di orang lain dalam
mengobati pasien dengan memakai ukuran standar dilingkungan yang sama. Kelalaian
medik. Bagi seorang dokter dalam menjalankan profesinya yaitu pada memberikan
pelayanan kesehatan tentu harus berpedoman pada aturan yang berlaku, baik
peraturan perundang-undangan juga kode etik yang disusun oleh organisasi profesi
kesehatan, hal tersebut bertujuan untuk menjamin kualitas dan kepastian hukum dari
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Norma yang ada dalam aturan
hukum kesehatan ialah kaidah yang mengatur semua aspek yang berkaitan dengan
upaya dan pemeliharaan di bidang kesehatan. Cara bekerja seorang dokter dalam
sebab dalam tubuh manusia sifatnya kompleks dan tidak dapat dimengerti
sepenuhnya. Belum diperhitungkan variasi yang ada di setiap pasien: usia, tingkat
penyakit, sifat penyakit, komplikasi serta hal-hal lain yang mampu diberikan seorang
dokter. Oleh karena sifat “kemungkinan” dan “ketidakpastian” dari pengobatan itulah
maka seorang dokter kurang berhati-hati dan tidak kompeten di bidangnya bisa
menjadi berbahaya bagi pasien seperti yang terjadi pada kasus Siti Chomsatun korban
malpraktek yang di lakukan oleh Rs Kramat 128 pada bulan februari 2010.
B. Rumusan Masalah
B. Apa yang menjadi masalah dalam kasus malpraktek tepatnya pada kasus Siti
Chomsatun?
D. Apa solusi atau upaya untuk kasus tersebut agar tidak terjadi kembali?
C. Tujuan
B. Untuk mengetahui masalah dalam kasus malpraktek tepatnya pada kasus Siti
Chomsatun
D. Untuk mengetahui solusi atau upaya untuk kasus tersebut agar tidak terjadi
Kembali
BAB II
PEMBAHASAN
Kasus ini bermula pada bulan April 2009, Siti Chomsatun menjadi pasien di
kelenjar tiroid (gondok). Dan pada tanggal 13 April 2009, Siti menjalani
Taslim Mansur Sp.B (Onk) salah satu dokter spesialis pada Rumah Sakit Kramat 128
sebagai dokter yang bertugas melakukan operasi. Setelah melalui proses operasi
tersebut, Siti kemudian menjalani masa rawat jalan di bawah penanganan RS Kramat
128, dimana salah satu dokter yang menangani Siti Chomsatun pada masa rawat
Pada tanggal 14 Februari Siti mengalami sesak nafas hingga tidak bisa tidur
Hari itu, pada Pukul 20.20 WIB Siti Chomsatun dilarikan ke IGD RS Kramat 128
karena keluhan sesak nafas yang dideritanya. Siti Chomsatun kemudian kembali
masuk RS Kramat 128 sebagai pasien rawat inap tertanggal 15 Februari 2010.
memilih menunggu untuk bertemu dengan Alm. dr. Rusmaryono, sore itu. dr.
Rusmaryono memiliki jadwal praktik pada 15 Februari pukul 18.30 sehingga Siti
berharap dapat bertemu dengannya pada saat jam praktik. Setelah menyelesaikan
administrasi untuk kepentingan rawat inap, Leila Zenastri (anak Siti Chomsatun),
hendak kembali menemani Siti, akan tetapi, sesampainya di ruang inap, pihak
Rumah Sakit meminta Leila Zenastri untuk menunggu di luar. Kira-kira 10 menit
kemudian Leila Zemnastri dipanggil kembali oleh dr. Tantiyo Setiyowati., M.H.,
kamar inap dan mendapati Siti Chomsatun sudah dapat bernafas sedikit lega.
Namun, Siti Chomsatun tidak dapat merebahkan tubuhnya karena nafasnya akan
terasa lebih sesak jika Ia berbaring, sehingga tempat tidur Siti Chomsatun harus
disetel 45 derajat agar tubuhnya dapat sedikit beristirahat dengan bersandar pada
tempat tidur.
kepada perawat jaga rawat inap di RS Kramat 128 apakah dr. Rusmaryono telah
Kramat 128. Perawat yang ada pada saat itu menjanjikan dr. Rusmaryono akan
datang melihat keadaan Siti. Sekitar Pukul 19.00 WIB, dikarenakan dr. Rusmaryono
belum juga datang melihat kondisi Siti Chomsatun, Leila Zenastri kembali
berinisiatif dengan kembali bertanya kepada perawat jaga ruang rawat inap RS
Kramat 128. Pada saat itu, perawat jaga yang Leila Zenastri mengatakan bahwa dr.
Rusmaryono telah pulang. Pada saat itu pula, untuk memastikan dr. Rusmaryono
akan menemui Siti Chomsatun, Leila Zenastri meminta perawat jaga untuk
Pukul 21.00 WIB dr. Rusmaryono dipastikan tidak akan datang sehingga
Leila Zenastri meminta kepada perawat jaga rawat inap saat itu agar dokter THT
yang lain atau dokter jaga IGD saat itu untuk datang melihat kondisi Siti. Sekitar
Pukul 23.30 WIB, Siti Chomsatun kembali mengeluh sesak nafas. Mendengar
keluhan tersebut, Leila Zenastri kemudian meminta agar perawat jaga memanggil
Dokter jaga IGD saat itu, dr. Fredy Merle Komalig., M.K.M, kemudian
pemeriksaan a quo diketahui bahwa tensi Siti Chomsatun pada saat itu berada pada
angka yang mengkhawatirkan, yakni 170/130. Oleh karenanya dr. Ferdy Merle
resep obat anti-hipertensi (Captopril) kepada perawat jaga agar obat tersebut ditebus
Pada 16 Februari 2010, sekitar Pukul 01.45 WIB, Siti kembali mengeluh
sesak nafas, dr. Fredy Merle Komalig datang kembali ke ruangan Siti. Pada
kedatangannya kali in, dr. Fredy Merle Komalig memberikan terapi inhalasi,
injeksi oradexon dan injeksi rantin. Paska ditangani, sesak nafas yang Siti
Chomsatun alami sempat berkurang, namun pada pukul 05.00 WIB Siti Chomsatun
Dokter lain dari RS Kramat 128, dr. Fauzan datang melihat kondisi Siti
Chomsatun, pada 16 Februari Pukul 10.30 WIB. Hasil diagnosa dr. Fauzan, Sp.
T.H.T., menyatakan bahwa Siti Chomsatun harus segera dibuatkan lubang di leher
untuk jalan pernafasan (tracheostomy). dr. Fauzan menjelaskan bahwa hal ini harus
dilakukan karena Siti Chomsatun menderita lumpuh pita suara (parese abductor
operasi tiroidektomi pada Maret 2009 silam. Selain itu, dr. Fauzan juga mendiagnosa
bahwa Siti Chomsatun mengalami sesak nafas Grade II. dr. Fauzan kemudian
Mangunkusumo (RSCM).
Rp. 8.000.000. Melalui anak yang lain, Chairul Hanifah memberikan deposit yakni
biaya ganti ambulan. Siti yang pada saat itu diketahui berada dalam kondisi sesak
menunggu selama 2,5 jam. Hal tersebut dikarenakan menunggu proses persyaratan
karena Ia tiba sudah melalui jam pendaftaran yang ditentukan oleh RSCM. Di
RSCM itu pula, Siti Chomsatun mengalami hilang kesadaran hingga akhirnya Ia
dilarikan ke IGD RSCM. Sekitar pukul 15.34 WIB Siti Chomsatun akhirnya
mendapatkan pelayanan medis di ruang resusitasi IGD RSCM oleh dr. Fauziah
Fardizza. Operasi tracheostomi pun segera dilakukan karena sesak nafas yang
diderita Siti Chomsatun sudah mencapai grade IV sehingga Siti tidak sadarkan diri.
Siti yang pada saat itu diketahui berada dalam kondisi sesak nafas grade II
karena Ia tiba sudah melalui jam pendaftaran yang ditentukan oleh RSCM. Di RSCM
itu pula, Siti Chomsatun mengalami hilang kesadaran hingga akhirnya Ia dilarikan ke
IGD RSCM. Sekitar pukul 15.34 WIB Siti Chomsatun akhirnya mendapatkan
pelayanan medis di ruang resusitasi IGD RSCM oleh dr. Fauziah Fardizza. Operasi
tracheostomi pun segera dilakukan karena sesak nafas yang diderita Siti Chomsatun
Pada keputusan MKDKI, dr. Tantiyo Setiyowati., M.H., Kes dan dr. Fredy
“tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang
dapat membahayakan pasien”. Hal tersebut merujuk pada Pasal 3 ayat (2) huruf f
Perkonsil 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi dengan
a). dr. Tantoyo Setiyowati M.H., Kes. memberikan kortikosteroid pada pasien
sesak nafas yang disebabkan oleh kelumpuhan pita suara. Dalam putusan
diberikan pada pasien sesak nafas yang disebabkan oleh kelumpuhan pita
b). Fredy Melke Komalig., M.K.M. telah menulis resep untuk obat
Awalnya, oleh LBH Jakarta, kasus yang menimpa Siti Chomsatun ini
diupayakan selesai melalui jalur mediasi di luar pengadilan. Namun, proses mediasi
tersebut tidak membuahkan hasil sehingga kasus ini digugat oleh Siti Chomsatun ke
PN Jakarta Pusat.
Sebelum kasus tersebut masuk ke pengadilan, melalui Leila Zenastri anak Siti
mengadukan 2 orang tenaga kesehatan RS Kramat 128, yaitu dr. Tantiyo Setiyowati
dan dr. Fredy Melke Komalig. Setelah 23 bulan pemeriksaan perkara, pada 26 Juni
Pada keputusan MKDKI, dr. Tantiyo Setiyowati., M.H., Kes dan dr. Fredy Melke
melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat
membahayakan pasien”. Hal tersebut merujuk pada Pasal 3 ayat (2) huruf f Perkonsil
4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi dengan rincian
a) dr. Tantoyo Setiyowati M.H., Kes. memberikan kortikosteroid pada pasien sesak
nafas yang disebabkan oleh kelumpuhan pita suara. Dalam putusan MKDKI a quo,
diketahui bahwa pemberian kortikosteroid tidak lazim diberikan pada pasien sesak
nafas yang disebabkan oleh kelumpuhan pita suara. Dimana seharusnya penanganan
b) Fredy Melke Komalig., M.K.M. telah menulis resep untuk obat antihipertensi
Melawan Hukum kepada pihak Rumah Sakit Kramat 128 ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Gugatan yang diajukan oleh kuasa hukum Siti tersebut pada bulan April
tersebut pada bulan November 2018. Artinya mulai masuknya gugatan sampai
putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah lebih dari satu tahun.
Tuntutan yang diajukan oleh kuasa hukum Siti kepada (Majelis Hakim) Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini bukan hanya soal
kerugian materil tetapi juga menuntut kerugian imateril. Akan tetapi, hakim melalui
ganti rugi kepada Siti secara materil yaitu sebesar Rp. 17.620.933 yang harus dibayar
Kasus Siti Chomsatun termasuk dalam kasus perdata karena adanya sanski
harus membayar denda secara materil yaitu sebesar Rp. 17.620.933 , majelis hakim
menghukum salah satu pihak untuk membayar ganti kerugian dan biaya perkara
1. Jangan menjanjikan sesuatu tanpa kepastian yang jelas seperti waktu memeriksa
pasien tidak sesuai dengan prosedur yang telah di sepakati antara pasien dan
dokter.
praktik.
keluarga pasien
berkurang dan daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola
daerah yang semua lebih bersifat sektoral berubah menjadi lebih bersifat regional.
Salah satu pelaksanaan dari pembangunan hukum nasional tersebut ialah lahirnya
samping itu, kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk hidup yang layak
yang tidak boleh memandang status sosial masyarakat. Oleh sebab itu, setiap orang
atas terpenuhinya kesehatan bagi masyarakat. Sebagai salah satu pelayanan yang
paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat dewasa ini pemerintah telah mendirikan
bagi. Salah satu fasilitas tersebut adalah rumah sakit. Kesehatan merupakan hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan
manusia dan merupakan modal setiap warga negara setiap bangsa dalam mencapai
kemakmuran. Seseorang tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya jika dia
tidak berada dalam kondisi tidak sehat. Sehingga kesehatan merupakan modal setiap
dasar, setiap individu bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan
orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga pada dasarnya pemenuhan
Kesehatan tidak kalah penting dengan kebutuhan manusia akan sandang, pangan
maupun papan, karena tidak ada satupun manusia yang tidak menginginkan hidup
sehat.
Kesehatan merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan
adil, makmur, dan sejahtera, hal ini menunjukan bahwa status kesehatan seseorang
tidak hanya diukur dari aspek fisik dan mental semata, namun juga dinilai
Indonesia tidak luput dari pengaruh ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan
yang baik yaitu segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi,
dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang
pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat. Tenaga kesehatan yang salah
satunya terdiri dari tenaga medis merupakan kelompok yang penting dalam dunia
sehingga tenaga medis memiliki kedudukan untuk bertanggung jawab atas segala
tindakan yang dilakukan terhadap pasiennya. Dokter pada umumnya mempunyai satu
tujuan yang mulia yaitu berusaha mempertahankan supaya tubuh pasien tetap sehat
pasien, namun pelayanan kesehatan seorang dokter tidak selamanya bisa berhasil
dengan baik dan mengakibatkan kerugian terhadap pasien, kasus tersebut bisa terjadi
pada tenaga medis manapun maka dalam hal ini tidak luput pula kegagalan dalam
pelayanan kesehatan bisa terjadi khususnya pada penyelenggaraan pada perawat dan
Rumusan Masalah:
Tujuan:
A. Untuk menelaah kasus Pidana Dokter Gigi atas Pasien Korban Malpraktik.
B. Untuk mengetahui apa yang menjadi masalah dalam kasus pidana Dokter Gigi atas
Pasien Korban Malpraktik.
C. Untuk mengetahui hukum yang terkait dengan kasus pidana Dokter Gigi atas Pasien
Korban Malpraktik.
D. Untuk mengetahui solusi untuk kasus tersebut agar tidak terulang kembali.
BAB II
PEMBAHASAN
yang menyebabkan orang lain luka-luka yang pelakunya didakwa dengan dakwaan
tunggal. Kronologi kejadiannya adalah pada tahun 2015 seorang pria berumur 33
tahun bernama Drg. I Nyoman Sudarnata melakukan praktek dokter gigi berupa
timbunan nanah pada rahang bawah kiri akibat dari adanya infeksi. Timbulnya
pekerjaannya. Deny 5 Azhari Iradat adalah pasien yang pada awal nya ditawarkan
untuk dibuatkan gigi palsu full atas dan bawah dan setelah pembuatan gigi palsu
tersebut telah selesai dan langsung dicoba oleh pasien, Pada saat pertama kali pasien
memaka gigi palsu tersebut pasien masih merasa nyaman sampai setelah pemakaian
pasien malah merasa tidak nyaman dan timbul adanya sariawan di beberapa gusi
pasien karena adanya penonjolan tulang pada bagian rahang depan dan rahang bawah
di bagian kiri belakang sehinggu gigi palsu tersebut tidak nyaman untuk digunakan. I
Nyoman Sudarnata sebagai Dokter Gigi baru menyadari ada kesalahan fatal ketika
melihat foto awal sebelum ke 12 (kedua belas) gigi fital yang dicabut adalah gigi
impaksi yang merupakan gigi yang tidak tumbuh akrena eropsinya terhalang oleh gigi
sebelahnya atau tulang yang keras sehingga tumbuh nya tidak sempurna. Dalam
kejadian ini, Terdakwa I Nyoman Sudarnata didakwa dengan Pasal 360 (2) KUHP dan
dalam putusannya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan
lain luka-luka”
B. Masalah dalam Kasus Pidana Dokter Gigi atas Pasien Korban Malpraktik
pasien sebagai korban khususnya dalam kasus malapraktik yang dilakukan oleh
untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan
oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang disingkat LPSK atau lembaga
perlindungan saksi dan korban. Diberikannya perlindungan terhadap saksi dan korban
ini bertujuan untuk memberi rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam
memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana. Meskipun sudah terdapat
undang-undang yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pasien maupun dokter,
dan bila hak pasien dilanggar, maka terdapat sanksi pidana yang cukup berat yang
akan dikenakan baik itu pada dokter dalam negeri maupun dokter asing yang bekerja
di Indonesia. Namun, dari kasus yang 12 ada, sanksi tersebut tidak pernah
dilaksanakan bahkan pada kasus yang memakan korban jiwa sekalipun; Pada saat ini
pengawasan terhadap dokter asing yang melakukan praktik di Indonesia, yang ada
atau pengawasan terhadap tenaga kerja asing, yaitu pada UU Nomor 8 Tahun 1999
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,
khususnya terhadap praktik kedokteran yang dilakukan oleh dokter Asing yang
C. Hukum terkait kasus Pidana Dokter Gigi atas Pasien Korban Malpraktik
D.
Untuk dapat menilai dan membuktikan suatu perbuatan (tindakan medis) termasuk kategori
malpraktik atau tidak, Menurut Hubert W. Smith tindakan malpraktik meliputi 4 yaitu:
a. adanya kewajiban (duty), dalam unsur ini tidak ada kelalaian jika tidak terdapat
kewajiban, oleh karena itu unsur yang pertama ini menyatakan harus ada hubungan hukum
profesi tersebut.
c. penyimpangan akan mengakibatkan kerusakan (direct caution), dalam unsur ini terdapat
hubungan kausal yang jelas antara tindakan medik yang dilakukan dokter dengan kerugian
d. sang dokter akan menyebabkan kerusakan (damage), yaitu bahwa tindakan medik yang
dilakukan dokter merupakan penyebab langsung timbulnya kerugian terhadap pasien. Yang
Maraknya malpraktik di Indonesia membuat masyarakat tidak percaya lagi pada pelayanan
kesehatan di Indonesia. Ironisnya lagi, pihak kesehatan pun khawatir kalau para tenaga medis
Indonesia tidak berani lagi melakukan tindakan medis karena takut berhadapan dengan
hukum. Lagi-lagi hal ini disebabkan karena kurangnya komunikasi yang baik antara tenaga
medis dan pasien. Tidak jarang seorang tenaga medis tidak memberitahukan sebab dan akibat
suatu tindakan medis. Pasien pun enggan berkomunikasi dengan tenaga medis mengenai
penyakitnya. Departemen Kesehatan perlu mengadakan penyuluhan atau sosialisasi kepada
masyarakat tentang bagaimana kinerja seorang tenaga medis. Sekarang ini tuntutan
professional terhadap profesi ini makin tinggi. Berita yang menyudutkan serta tudingan
maju yang lebih dulu mengenal istilah malpraktik medis ini ternyata tuntutan terhadap tenaga
medis yang melakukan ketidaklayakan dalam praktik juga tidak surut. Biasanya yang menjadi
sasaran terbesar adalah dokter spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), spesialis anestesi
pasien pada kinerja tenaga medis juga berkembang. Pada awal Januari tahun 2007 publik
dikejutkan oleh demontrasi yang dilakukan oleh para korban dugaan malpraktik medis ke
Polda Metro Jaya dengan tuntutan agar polisi dapat mengusut terus sampai tuntas setiap
PELAYANAN KESEHATAN
prosedur yang sama dengan tindak pidana pada umumnya, dapat dikenakan tuntutan pidana
undangan yang bersifat umum, yaitu KUHP dan yang bersifat khusus, yaitu seperti Undang-
Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit.