Anda di halaman 1dari 10

PELANGGARAN KODE ETIK DAN HUKUM KESEHATAN

Tugas pada Mata Kuliah Etika dan Hukum Kesehatan


Program Studi Ilmu Keperawatan Kelas Reg A2 Semester 2

Dosen Pengampu :
1. Mardalena R, SH, M.Hum, M.Kn.
2. Putinah, S.Kep, Ners,M.Kes.
3. Lukmawati, MA.
4. Mahendra Kusuma, SH,M.Hum.

Disusun oleh :
1. Dewi Purnama Sari NPM 15.14201.31.02
2. Juhairia NPM 15.14201.31.07
3. Meilissa NPM 15.14201.31
4. Lara Willa Saputri NPM 15.14201.31.20
5. Nailatul Hifdziyati C NPM 15.14201.31.21
6. Mita Hastuti NPM 15.14201.31.22
7. Lily Safitri NPM 15.14201.31.
8. Dwita Ardianti NPM 15.14201.31
9. Lidia Cempaka NPM 15.14201.31
10. Jefri Lubis NPM 15.14201.31
11. Al-Fajri Nopriansyah NPM 15.14201.31

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA


PALEMBANG 2016
KASUS PELANGGARAN KODE ETIK KESEHATAN

Abaikan Pasien, Dokter RSUD Syekh Yusuf Diberhentikan


Rabu, 17 Februari 2016 | 23:01 WIB

Ilustrasi - Spesialis Dokter Layanan Primer. Doc KOMUNIKA ONLINE

TEMPO.CO, Gowa - Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf,


Kabupaten Gowa akhirnya menindak tegas dokter jaga di Instalasi Gawat Darurat yang
menolak pasien Demam Berdarah Dengue beberapa waktu lalu. Manajemen rumah sakit
memutuskan untuk menonaktifkan dokter tersebut, yang diketahui bernama Febriani Hamzah
untuk sementara waktu.

Direktur RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa, Salahuddin, mengatakan pasca


insiden itu pihak rumah sakit langsung bergerak melakukan penyelidikan. Manajemen rumah
sakit meminta tim pengawas internal dan tim etik dokter untuk mengevaluasi dokter yang
menolak merawat Syamsuddin Daeng Ngawing (65) hingga akhirnya pasien meninggal dunia
karena terlambat mendapatkan perawatan

"Dokternya juga kami mintai laporan tertulis," kata Salahuddin, Rabu 17 Februari 2016.

Dari hasil evaluasi, tim pengawas dan tim etik menilai Febriani telah melanggar Standar
Operasional Prosedur saat menangani pasien. Saat bertugas, dokter tidak melakukan
pemeriksaan fisik secara menyeluruh
Pemeriksaan yang dilakukan hanya sebatas anamnesis atau wawancara pasien. Dokter juga
tidak cepat mengambil keputusan untuk merujuk pasien ke rumah sakit lainnya. "Dokternya
kami nonaktifkan dan diberikan pembinaan," kata Salahudin

Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Gowa, Asriady Arasy, mengecam tindakan oknum
dokter RSUD Syekh Yusuf yang menolak pasien. Menurut dia, manajemen rumah sakit
seharusnya menjatuhkan sanksi tegas bagi dokter yang terbukti melanggar kode etik itu.
"Kami prihatin dan harus diberikan sanksi yang bersangkutan," katanya.

Selain itu, Asriady juga menganggap pimpinan manajemen RSUD Syekh Yusuf juga mesti
bertanggungjawab atas kelalaian ini. Sebab, keluhan akan buruknya pelayanan kesehatan di
rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Gowa itu bukan kali ini saja. "Kami akan pelajari
dulu kasusnya dan memanggil manajemen rumah sakit. Jika perlu, direktur rumah sakit mesti
dicopot," katanya.

Dewan sendiri telah berencana untuk memanggil manajemen rumah sakit dan oknum dokter
yang menolak pasien itu. Dewan akan meminta penjelasan terkait meninggalnya warga
Kelurahan Batangkaluku, Kecamatan Somba Opu, Syamsuddin Daeng Ngawing, yang
sempat ditolak oleh RSUD Syekh Yusuf. "Rencananya Kamis nanti kami mintai penjelasan,"
kata Sekretaris Komisi IV DPRD Gowa, Muhammad Fitriady.

MENURUT PENDAPAT KELOMPOK KAMI :


Menurut kelompok kami Seorang dokter harus dapat siap sedia bisa ada pasien bukan
mengabaikannya karena hal tersebut melanggar kode etik sebagai dokter yang profesional
sudah selayaknya ia dapat bertanggung jawab dengan profesi yang digelutinya.kode etik
dalam kesehatan semakin maju semakin buruk,banyak perawat/dokter yang tidak menjaga
sopan santun kepada klien yang derajat ekonominya rendah.seharusnya perawat/dokter yang
melanggar kode etik dan mengabaikan pasien harus diberikan pembinaan dan pimpinan dari
RSUD harus lebih tegas serta harus memprioritaskan kenyamanan klien dengan tidak
pandang bulu
Kasus di atas sangat tidak baik untuk pelayan atau tenaga kesehatan karena
masyarakat telah percaya kepada tenaga kesehatan tapi tenaga kesehatan telah
menghilangkan kepercayaannya sehingga mereka dianggap buruk oleh masyarakat dan juga
dalam melakukan pelayananya tenaga kesehatan harus mendahulukan pasien yang benar-
benar membutuhkan perawatan dalam arti si pasien sekarat atau kritis dan juga tenaga
kesehatan dalam melakukan pelayananya jangan memandang ekonomi atau sosial nya jangan
memberikan pelayanan yang terbaik hanya kepada orang-orang tertentu karena disini tugas
seorang tenaga kesehatan adalah membantu semua orang tanpa memandang siapa dia, yang
harus kita lakukan adalah si pasien yang datang ke kita harus sembuh ketika dia pulang nanti
dan memberikan pelayanan yang sebaik-baik nya agar si pasien tadi senang kepada
kita.pelanggaran diatas sang doketer melanggar kode etik dia sebagai dokter,yang mana
dokter itu mendapat tugas atau tanggung jawab untuk membantu,menolong dan
menyembuhkan pasiennya dengan sepenuh hati dan ikhlas,tapi yang dilakukan dokter diatas
dia membantu pasien seperti tidak ingin membantu(tidak ikhlas) sehingga yang terjadi si
pasien bukan mendapat kan kesembuhan dan pelayanan yang baik tapi kematian.memang ajal
itu ditangan tuhan tapi setidaknya kita berusaha dulu siapa tau allah menurunkan mukjizat
nya.

KASUS PELANGGARAN ETIKA KEPERAWATAN

Perawat yang Membantu Aborsi Terancam Hukuman 5,5 Tahun Penjara

Wednesday, 19 September 2007

SAWAHAN

Mudjiati, pegawai Puskesmas Peneleh Surabaya yang menjadi terdakwa kasus aborsi
ilegal terancam hukuman penjara 5,5 tahun. Mudjiati yang dalam kasus ini didakwa
membantu dr Suliantoro Halim (terdakwa lain) melakukan aborsi janin dijerat Pasal 348 (1)
KUHP Jo Pasal 56ke 1 KUHP jo Pasal 65 (1) KUHP. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa
Penuntut Umum (JPU)Mulyono SH, terungkap bahwa tindakan yang dilakukan Mudjiati
telah menyalahi praktek kesehatan Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan.

Menurut Mulyono, praktek aborsi itu dilakukan terhadap tiga pasien, yakni Ade Tin
Suertini,Indriwati Winoto dan Yuni Kristanti. Aborsi terhadap Tin terjadi pada 16 Juni 2007
pukul 17.00WIB sampai dengan 19.30 WIB di lokasi praktek dr Halim, Jl Kapasari Nomor 4
Surabaya.Dalam praktek ini, dr Halim meminta pasien membayar Rp 2 juta, namun oleh Tin
baru dibayar Rp 100 ribu.

Peranan Mudjiati dalam kasus ini adalah membantu memersiapkan peralatan untuk
operasiaborsi dengan cara suction (dihisap) menggunakan alat spet 50 cc. & ldquo; Adanya
aborsi ini diperkuat dengan visum et repertum Nomor 171/VI/2007 atas nama Ade dari RS
Bhayangkara. Samsoeri Mertojoso, kata Mulyono. st19
PENDAPAT MENURUT KELOMPOK KAMI YAITU :

Menurut kelompok kami perilaku perawat diatas tidak mempunyai etika karena
seorang perawat seharusnya bisa bertanggung jawab atas sumpah profesi yang telah
diucapkan,tidak seharusnya seorang perawat mencari nafkah dengan membantu dokter dalam
mengaborsi nyawa bayi yang tak berdosa sudah sewajarnya jika dokter dan perawat
mendapatkan hukuman karena melakukan malpraktek dan secara pribadi perbuatan perawat
tersebut telah melanggar kode etik dalam keperawatan.
yang mana seharusnya perawat itu membantu pasiennya dalam hal kebaikan seperti
membantu merawat pasien memberi kan semangat, tapi tidak untuk perawat mudjiatai dia
membantu dalam hal keburukan seharusnya dia menolak untuk membantu mengaborsi karena
hal itu dilarang dan bisa membahayakan nyawa seseorang tetapi mudjiati tidak memikirkan
hal itu dan mudjiatai melanggar kode etik keperawatan yang mana seharusnya mudjiati
berhak mendapat kan hukuman oleh yang berwenang.sebagai perawat yang dipercaya untuk
membantu pasien kita harus bisa membentuk diri kita agar tidak mudah menyimpang dari
kode etik yang mana kode etik itu sendiri adalah sebagai landasan kita dalam melaksanakan
tugas, peranan kita sudah tertulis di dalam kode etik itu jadi kita harus menjadi perawat yang
bertanggung jawab yang melaksanakan tugasnya dengan baik yang membantu pasien tanpa
pilih kasih dan sepenuh hati.dan kita harus mengetahui bahwa Aborsi ilegal merupakan
tindakan pidana, dan secara langsung perawat tersebut membantu dalam kejahatan dan dapat
membahayakan pasien karena Willke(2011) menyatakan bahwa aborsi dapat menyebabkan
kematian karena infeksi, perdarahan dan perforasi uterus karena alat alat yang digunakan
untuk tindakan aborsi. Menurut Ascension Health (2011) prinsip beneficence adalah prinsip
yg pertama dalam prinsip moral yaitu melakukan kebaikan dan mencegah atau
menghilangkan kejahatan atau bahaya. Dalam kasus ini perawat yang ikut serta dalam
pelaksanaan aborsi sudah jelas bahwa perawat tersebut telah melanggar prinsip beneficence
yaitu tidak mencegah dokter maupun pasien untuk melakukan aborsi.
KASUS PELANGGARAN HUKUM KESEHATAN.

Bayi Tewas Akibat Malpraktek, Orang Tua


Lapor Polisi
Jum'at, 13 November 2015 | 04:49 WIB

Ilustrasi kesehatan/Berobat/Dokter/Perawat. triarc.co.za

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang dokter yang bertugas di Rumah Sakit Awal Bros Bekasi
dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan malpraktek. Laporan itu dibuat oleh Ibrahim
Blegur, orang tua dari balita bernama Falya Raafan Blegur yang meninggal saat dirawat di
rumah sakit itu pada 1 November lalu. "Laporan ini terkait dugaan kelalaian yang
mengakibatkan orang lain meninggal," kata Mohammad Ihsan, pengacara Ibrahim, Kamis, 12
November 2015.

Falya dibawa ke RS Awal Bros karena mengalami gangguan pencernaan. Setelah mendapat
perawatan, kondisinya membaik. Namun, sehari kemudian, setelah mendapat suntikan
antibiotik, kesehatannya menurun drastis. "Badannya dingin dan bengkak," kata Ibrahim.
Selain itu, perut bocah itu terlihat buncit dan terdapat bercak merah. "Mulutnya keluar busa."

Pada 1 November kondisi Falya bertambah parah sampai akhirnya meninggal. "Sampai
sekarang kami belum mendapat penjelasan penyebab meninggalnya Falya," ujar Ibrahim.

Ibrahim sudah melayangkan somasi kepada manajemen rumah sakit. Dalam somasi itu
Ibrahim menuntut kepada manajemen untuk memberi penjelasan kepada keluarga. "Karena
tidak mendapat tanggapan, kami laporkan ke polisi," katanya.

Ihsan mengatakan, karena masalah ini sudah dilaporkan ke polisi, keluarga menyerahkan
sepenuhnya kepada kepolisian untuk menyelidiki. "Kami hanya melaporkan dan memberikan
bukti-bukti yang ada, nanti polisi yang meneruskan," ujar Ihsan.
MENURUT PENDAPAT KELOMPOK KAMI YAITU :
Menururt kelompok kami saat ini sudah semakin banyak dokter yang melakukan
mallpraktek bahkan dimana-mana malpraktek telah tersebar,seharusnya lulusan dokter
menjadi dokter sebenarnya bukan menjadi dokter abal-abal karena dapat membahayakan
banyaka nyawa orang yang tak berdosa apalagi sampai membuat nyawa orang yang tak
berdosa hilang.
Kasus diatas menceritakan tentang kelalaian sehingga terjadinya kematian yang
mungkin disebabkan salah memberi obat kepada bayi falya, disini seharusnya sang dokter
harus berhati hati dan sang dokter dituntut untuk selalu fokus karena salah mengambil
tindakan nyawa yang akan hilang, seharusnya dokter tahu akan apa peran dan tugasnya,tahu
bagaimana jika apa yang di lakukannya akan membahayakan, yang mana dokter itu dianggap
sebagai pribadi yang akan dapat menolong karena kemampuannya secara ilmiah sehingga
peranan dokter dalam melakukan tindakan medis seolah-olah mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi dari pada pasien. maka dari itu janganlah dokter menghilangkan anggapan baik
dari pasien kepadanya atau kepercayaan pasien kepadanya karena satu dokter yang berbuat
kesalahan atau lalai maka masyarakat menganggap bahwa dokter itu sama,sehingga buruk di
mata masyarakat padahal tidak semua dokter lalai atau berbuat kesalahan dalam
tugasnya.dokter itu mendapat tanggung jawab yang sangat berat karena sehat sakitnya pasien
ada padanya.jadi sebagai dokter yang baik harus melakukan tindakan dan pelayanannya yang
baik dan benar dan fokus akan kerjanya.
Ayu Meninggal Saat Ada Syuting Film di
RS
Kamis, 27 Desember 2012 | 16:17 WIB

Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. DOK/TEMPO/Novi Kartika

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Keuangan Personalia dan Umum KBR68H, Teddy


Wibisana, mengungkapkan kronologi wafatnya Ayu Tria Destiani. Anak dari Staff
Maintanance dan IT KBR68H, Kurnianto, yang menderita Leukimia ini saat dirawat di ICCU
Rumah Sakit Harapan Kita itu meninggal bersamaan dengan adanya syuting sinetron Love in
Paris di ruang ICCU rumah sakit itu.

Teddy mengungkapan, Ayu Tria Desiani, Rabu, 26 Desember 2012, mulai dirawat di Unit
Gawat darurat Rumah Sakit Harapan Kita pukul 18.30 WIB. Saat itu dinyatakan pembuluh
darah Ayu sudah pecah sehingga harus masuk ke ruang ICCU pada pukul 20.00 WIB. Pada
saat itu, keluarga Kurninto tidak diberi tahu di ICCU sedang berlangsung syuting
sinetron.(baca:Kata Sutradara Love In Paris Soal Ayu)

Di ruang ICCU sudah berlangsung syuting, ujar Teddy kepada Tempo melalui pesan
elektronik.

Teddy menambahkan, kru sinetron Love in Paris bebas keluar-masuk ruangan yang
seharusnya steril. Peralatan yang digunakan untuk syuting ada dari UGD, kasir, ruang rawat,
sampai ICCU, sehingga keluarga pasien terhalang masuk. Harus dari pintu samping, kata
Teddy.
Esok harinya, Kamis, 27 Desember 2012, pukul 02.00 WIB, Ayu mengalami koma,
Jantungnya berhenti, kemudian dipompa, ujar Teddy. Setengah jam kemudian, Ayu
dinyatakan meninggal dunia. Kemudian pukul 04.00 WIB, Kurnianto membawa Ayu keluar
dari Rumah Sakit Harapan Kita.

Saat itu, Teddy mengungkapkan, kru sinetron beserta peralatan syuting masih terdapat di
rumah sakit. Bahkan beberapa kru ada yang tidur di ruang tunggu, katanya.

Soal sakitnya Ayu, menurut Teddy, Ayu sudah menjalani kemoterapi sejak usia 2,7 tahun.
Kurnianto yang biasa disapa Kang Kur menggunakan beberapa layanan untuk orang tidak
mampu selama Ayu menjalani perawatan. Antara lain, baru 6 bulan terakhir ini Kurnianto
menggunakan Jamkesda untuk tindakan di rumah sakit. Sebelumnya, ia menggunakan surat
keterangan tidak mampu.

Kurnianto juga pernah menerima bantuan dari Cek dan Ricek sebesar Rp 5 juta, namun
dipotong Rp 1,5 juta untuk administrasi. Yayasan Kanker Indonesia juga memberi bantuan
untuk obat-obatan, dari awal mendaftar di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Yayasan
Onkologi Anak Indonesia juga memberi santunan dana obat kemoterapi Leonase seharga Rp
1,7 juta per ampul. Ayu per minggu membutuhkan empat ampul. Klaimnya di YOAI, kata
Teddy.

MENURUT PENDAPAT KELOMPOK KAMI :

Seharusnya rumah sakit mengutamakan keselamatan ayu dari pada syuting film,disitu
sudah jelas bahwa ayu sangat membutuhkan ruangan ICCU dan pertolongan tapi pihak rumah
sakit lebih mementingkan untuk pembuatan film disini bisa dilihat bahwa tindakan atau
pelayanan di rumah sakit tersebut tidak adil. Dan juga rumah sakit lebih mengutamakan
syuting film love in paris yang mungkin rumah sakit akan mendapatkan keuntungan yang
banyak daru pembuatan film tersebut tanpa memandang pasien yang sangat membutuhkan
pertolongan dan sedang mempertaruhkan nyawanya Padahal pembuatan film itu sendiri bisa
di tunda dan ayu bisa memakai ruangan ICCU mungkin ayu masih bisa diselamatkan jika
pertolongan cepat dilakukan. Dan pihak rumah sakit seharusnya mendapatkan hukuman
karena telah melakukan pelanggaran yang mana pihak rumah sakit melalaikan pasiennya
yang datang dan lebih mengutamakan kepentingan orang-orang tertentu. Yang banyak kita
ketahui bahwa rumah sakit itu tempat orang berobat tempat orang konsultasikan penyakitnya
bukan tempat untuk syuting atau pembuatan film. Seharusnya rumah sakit sebelum
melakukan persetujuan untuk menerima tawaran pmbuatan film dia harus melihat situasi dan
kondisi rumah sakitnya saat itu.menganggu pengobatan pasien atau tidak jika menganggu
sebaiknya pihak rumah sakit menolaknya sehingga tidak membahayakan nyawa seseorang.

Anda mungkin juga menyukai