Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

DOKTER DISPENSING
Di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
UU Kesehatan dan Etika Keprofesian
Dosen Pembimbing:
Choirul Huda, S.Farm.Apt

Disusun oleh :

Himatul Mukaromah (1513206002)


Luk Luil Maknun (1513206003)
Muhammad Dian Ilhamto (1513206010 )
Sri Wahyuni (1513206014 )
Voni Intan Prasasti (1513206009)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


KARYA PUTRA BANGSA TULUNGAGUNG
2015

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SAW telah melimpahkan syafaatnya dan
selalu melimpahkan hidayahnya.
Dengan ini kami membuat makalah yang isinya tidak luput dari
kesalahan dan yang tidak berkenan di hati bapak. Mohon kritik dan
sarannya dan mohon maaf atas segala kesalahan dan harap maklum.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah meridlai saya
dalam menyelesaikan tugas untuk mata kuliah UU Kesehatan dan Etika
Keprofesian, dengan judul Dokter Dispensing.
Semoga makalah ini dapat membantu semua teman mahasiswa/i
dalam mempelajari dan memahami mata kuliah UU Kesehatan dan Etika
Keprofesian, yang khususnya mengenai pembahasan tentang Dokter
Dispending dengan baik.

Tulungagung , 03 Oktober 2015

Daftar Isi

Kata Pengantar

Datar isi

BAB I : Pendahuluan

1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Tujuan

4
5
5

BAB II : Pembahasan

1. Pengertian

6
2. Boleh atau tidaknya praktek dokter dispensing

6
3. Dokter Dispensing dipandang dari segi hukum dan kode etik
6
BAB III : Penutup

1. Kesimpulan
7
2. Saran

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dokter melakukan praktek dispensing merupakan fenomena
yang menarik . Dokter yang merupakan produk dari pendidikan
tinggi sebenarnya mempunyai pengetahuasssssn yang cukup bahwa
dispensing itu tidak diperkenankan dalam batas batas tertentu.
Mengapa mereka tetap menjalankan praktek tersebut tidak terlepas
dari faktor masyarakat , komunitas dimana mereka harus
mengamalkan ilmu yang dipelajarinya. Ujian seorang dokter bukan
hanya di bangku kuliah atau di depan profesor di rumah sakit namun
yang lebih berat adalah bagaimana mereka dengan ilmu dan
kepandaiannya bisa diterima di masyarakat. Indeks prestasi tinggi
tidak menjamin seorang dokter bisa diterima oleh masyarakat. Ujian
yang ada di masyarakat adalah memenuhi apa yang dibutuhkan
masyarakat yaitu pelayanan yang mudah , cepat dan murah.
Prosedur pemeriksaan yang berbelit belit hanya akan membuat
mereka
kesal
dan
akhirnya
meninggalkan
dokter
yang
bersangkutan. Hal ini sudah menjadi fenomena umum dimana mana
baik di kota besar, kota kecil, semi perkotaan apalagi di pedesaan.
50 20 tahun yang lalu dimana jumlah dokter dan apoteker belum
banyak, konflik kepentingan ini belum terasakan. Saat itu untuk
mencari materi bagi dokter / apoteker sangat mudah karena supply
and demand masih besar di demand. Dengan karakter / model
apapun dokter pasti laku, begitu juga dengan apoteker. Dokter
dengan karakter otoriter , galak, masih tetap dicari karena
masyarakat membutuhkan dan pesaingnya tidak banyak.Sehinga
untuk dokter di kota kota mereka bisa praktek tanpa dispensing
karena apapun perintah dokter pasti dituruti walaupun untuk itu
harus mondar mandir ke apotik dan menghabiskan biaya cukup
besar. Namun saat ini dimana jumlah dokter sudah banyak maka
peran dokter tidak bisa seperti dulu lagi. Dokter yang tidak bisa
melayani keinginan masyarakat pasti akan ditinggalkan. Hal ini
diperparah dengan kebijakan pemerintah yang mendegradasikan
fungsi dokter kepada profesi lain dengan legal seperti paramedis
dsb. Akibatnya di masyarakat fungsi dokter dikerjakan oleh banyak
pelaku antara lain mantri, perawat, bidan , fisioterapis , paranormal,
dukun dsb. Akhirnya masyarakat pun terjebak dalam pasar
kesehatan yang sangat liberal. Begitu liberal karena pemerintah
sendiri ikut berperan di dalamnya dengan memberikan propaganda
yang menyesatkan, ditambah lagi dengan ditetapkannya PerPres
Nomor 77 tahun2007 yang mendukung liberalisasi pelayanan
kesehatan oleh pihak asing .Sesuai hukum pasar bebas yang bisa
menjadi pemenang adalah siapa yang mampu berkompetisi. Dokter
4

yang tidak mampu membaca situasi pasar tidak akan memenangkan


kompetisi. Dan akhirnya ditinggalkan masyarakat atau tidak laku.
Hal ini tentu sangat memberatkan karena di satu sisi dokter punya
kewajiban mengamalkan dan menerapkan ilmunya namun sebagai
manusia biasa dokter juga perlu materi untuk menghidupi diri dan
keluarganya.Apalagi tuntutan kebutuhan untuk dokter cukup tinggi
karena untuk mengembangkan ilmunya ( mengikuti seminar dsb )
perlu biaya yang cukup tinggi juga. Hal ini sekarang menjadi
kewajiban dengan adanya Konsil Kedokteran yang mengharuskan
adanya standar kompetensi. Pemerintah sendiri sejak 15 tahun
terakhir sudah mulai angkat tangan dalam mengurus kesejahteraan
dokter. Pemerintah hanya mampu mengangkat dokter sebagai PTT
dan tidak mampu lagi mengurus dan mengatur kesejahteraan
mereka untuk menjadi PNS sehingga untuk kesejahteraan dokter
harus berjuang sendiri.

2. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan dokter dispensing?
2) Apakah praktek dokter dispensing boleh dilakukan?
3) Bagaimana dokter dispensing dipandang dari segi hukum dan
kode etik?
3. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian dari self dispensing dan hubunganya dalam
etika kedokteran yang berlaku di Indonesia.
2) Untuk mengetahui beberapa landasan hukum yang mengatur dibidang
kedokteran serta hubunganya terhadap self dispensing.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Dispensing berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu to dispense,
yang secara harfiah berarti membagikan. Jadi, Dispensing Dokter adalah
salah satu bentuk layanan yang diberikan oleh dokter setelah dilakukan diagnosis
setelah itu dokter memberikan beberapa obat langsung ke pasien. Memberikan obat
injeksi, bukanlah bentuk dispensing. Memberikan obat yang digunakan dalam praktek
dispensing termasuk: obat padat, obat cair, dan obat-obatan semi padat. Obatobatan
padat adalah tablet, pil, dan kapsul.Obat-obatan cair sirup dan obat-obatan semi padat
adalah salep dan krim. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dokter melakukan
dispensing disebabkan ingin mendapatkan penghasilan tambahan untuk diri mereka.
Dalam praktek dispensing tidak hanya dokter yang dapat digugat, tetapi ada banyak
faktor yang mendukung praktik dispensing. Dalam praktek dispensing dapat
menyebabkan malpraktek maka dapat di dengan hukum perdata pasal 1365 dan 1366
KUHPerdata.

2. Boleh atau tidaknya praktek dokter dispensing


Adanya self dispensing sebetulnya dilarang oleh pemerintah.
Hal tersebut tidak hanya merugikan pihak apotek karena lapangan
pekerjaannya diambil oleh dokter, Namun juga pasien tidak
mendapatkan resep yang bisa dijadikan pembanding atau
pengendali apabila membeli obat ke apotek,mengingat tugas apotek
adalah pembanding atau pengendali sediaan farmasi sehingga tidak
digunakan secara berlebihan.Akan tetapi dokter dispensing ini
diperbolehkan jika seorang pasien mengalami situasi yang gawat
darurat. Dan kegiatan self dispensing ini menurut sebagian khalayak
umum sangat menguntungkan karena dokter sudah menyediakan
obat di tempat praktiknya sehingga mereka tidak perlu bersusah
6

payah ke apotek untuk mendapatkan obat dan harga obat di dokter


juga lebih murah.
3. Dokter Dispensing dipandang dari segi hukum dan kode etik
Dalam Undang-undang praktik kedokteran Nomor 29 Tahun
2004, dan secara umum diatur dalam UU Kesehatan Nomor 23
Tahun 1992 menyatakan bahwa:
Pemberian terapi obat langsung dari dokter kepada pasien
diperbolehkan, jika menghadapi situasi darurat dan hanya untuk
dosis awal.
Dalam Undang - Undang RI No.29 tahun 2014 pasal 35 ayat
(1) huruf J tentang praktik kedokteran yang menyatakan bahwa :
Kewenangan dokter atau dokter gigi adalah meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil dan tidak ada apotek.
Setidaknya jarak praktik dokter dengan apotek minimal 10 kilometer,
menurut staf pengajar Forensik dan Hukum Kedokteran Fakultas Kedokteran
Unuversitas Diponegoro. Jelas dikatakan bahwa pemberian obat sendiri oleh dokter
dengan jarak yang dekat dengan apotek merupakan hal yang dilarang. Praktik
dokter yang sekaligus langsung memberikan obat kepada pasien
(self dispensing) merupakan pelanggaran kode etik profesi
kedokteran, menyalahi disiplin dan bila ada yang melaporkan dapat
dikenai tuduhan melanggar tata cara pengadaan obat, kata seorang
praktisi kedokteran.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dokter dispensing merupakan pemberian obat secara
langsung oleh dokter kepada pasienya. Keadaan seperti ini
sebenarnya menyalahi peraturan perundang-undangan. Akan tetapi
Dokter Dispensing ini diperbolehkan jika pasien tersebut
menghadapi situasi darurat dan hanya untuk dosis awal itupun
dalam melakukan self dispensing obat dokter harus mengeluarkan
resep, karena self dispensing dokter menjadikan satu hak pasien
terampas, yaitu menuntut tanggungjawab apabila terjadi medica
Doktion error. Biasanya dokter yang self dispensing tidak
memberikan resep, sedangkan resep adalah sebuah alat yang bisa
dijadikan bukti tanggungjawab pengobatan.
2. Saran
Dengan melihat kehidupan yang semakin modern ini, maka ada
saran yang bisa dikemukakan, yaitu:
1) Himbauan kepada para dokter yang melakukan self dispensing,
agar lebih memperhatikan ketelitian dalam pemberian obat.

2) Memperkerjakan apoteker dalam praktik dokter bermanfaat untuk


kelangsungan pegobatan dari mulai diagnose sampai pemberian
obat.

Daftar Pustaka

Journal of Pharmaceutical Education. 2011;75(2):1-24.


Agni Hadi Pratiwi, ADVERSE DRUG EVENTS. Sekolah Tinggi Teknik Malang.

www.academia.edu/4900768/Pelayanan_Prima_pada_Sektor_Kesehatan_,

Anda mungkin juga menyukai