Anda di halaman 1dari 8

RESUME

ETIKA PROFESI DALAM HUBUNGAN MASYARAKAT

Dosen: Drs. Nunu Ibnudin Iddat, M.Si.

Oleh:

Achmad Maulana 044121005

Kelas: Humas 5

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA

ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS PAKUAN

2022
ISI RANGKUMAN

KAIDAH DASAR MORAL

Ada 3 pertanyaan dasar etika : 1) Apakah yang benar, 2) Apakah yang baik dan 3) Apakah
yang adil. Apabila kita memperhatikan seluruh teori etika, kita akan sampai pada kesimpulan
bahwa manusia menjadi manusia yang sebenarnya jika ia menjadi manusia yang etis. Titik
tolaknya adalah :

1. Ia percaya kepada kebenaran, kebaikan dan keadilan.

2. Ia berusaha sekuat tenaga untuk berbuat secara benar, baik dan adil.

Sebagaimana dimaklumi konsep etika didirikan atas dasar kepercayaan bahwa kehidupan
manusia secara keseluruhan adalah baik. Pada dasarnya manusia adalah baik. Manusia
disebut etis adalah manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat
hidupnya dalam rangka keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan sosialnya, antara
rohani dengan jasmaninya dan antara sebagai mahluk berdiri sendiri dengan khaliknya.

DEFINISI MORALITAS

Menurut Kants, moralitas masih dibedakan menjadi dua yaitu moralitas heteronom yang
artinya suatu kewajiban ditaati tetapi bukan karena kewajiban itu sendiri melainkan dari luar
kehendak dan moralitas otonom yang artinya kesadaran manusia akan kewajibannya yang
harus ditaati sebagai sesuatu ia kehendaki karena diyakini sebagai hal yang baik.

DUA KAIDAH DASAR

1. Kaidah Sikap Baik, yaitu kita wajib bertindak sedemikian rupa sehingga ada kelebihan
dari akibat baik dibandingkan akibat buruk. Kaidah ini berlaku kalau kita menerima
kaidah yang lebih dasar lagi, yaitu kita harus membuat yang baik dan mencegah yang
buruk. Kita hanya menghasilkan akibat baik dan sama sekali tidak menghasilkan yang
buruk. Tetapi karena sering tidak mungkin, sekurang-kurangnya akibat buruk harus
diminimalkan. Kaidah sikap baik mendasari semua norma moral. Kita pada dasarnya,
kecuali kalau ada alasan khusus, mesti bersikap baik terhadap apa saja. Sikap dalam arti
memandang seseorang/sesuatu bertindak hanya sejauh berguna, bagi saya menghendaki,
menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, dan membiarkan seseorang/sesuatu
berkembang demi dia itu sendiri.

2. Kaidah Keadilan, yaitu keadilan dalam membagikan yang baik dan yang buruk. Kita
berbicara tentang ketidakadilan apabila dari dua orang yang sifatnya mirip dan berada
dalam situasi mirip, yang satu diperlakukan dengan lebih baik atau dengan lebih buruk
dari pada yang lain. Untuk mencari ciri-ciri yang relevan dalam rangka pertimbangan
moral untuk membenarkan perlakuan yang sama dan untuk membenarkan perlakuan
yang tidak sama. Mengikuti Aristoteles bahwa ciri-ciri yang relevan adalah yang
mempengaruhi kebahagiaan. Ciri-ciri yang paling mempengaruhi kebahagiaan adalah
kemampuan dan kebutuhan. Dalam menentukan perlakuan yang sama perlu diperhatikan
kemampuan dan kebutuhan. Sebab perbedaan dalam kemampuan dan kebutuhan adalah
ciri yang dapat membenarkan suatu perlakuan yang berbeda. Memberi perlakuan yang
sama kepada orang lain berarti : 1) Memberi sumbangan yang relatif sama terhadap
kebahagian mereka, diukur pada kebutuhan mereka, 2) Menuntut dari mereka
pengorbanan yang relatif sama, diukur pada kemampuan mereka.

KETUHANAN SEBAGAI KAIDAH DASAR MORAL

(POSTULAT DALAM ETIKA)

Filosof Drijarkara menyebut kesusilaan pada hakikatnya adalah perkembangan sejati dari
kodrat manusia. Dengan demikian maka ditujukanlah dasar kesusilaan yang terletak pada
pada kita sendiri. Kesusilaan adalah tuntutan kodrat. Tidak menghendaki kesusilaan berarti
memperkosa kodrat kita sendiri. Tiap perbuatan yang tidak susila merupakan perkosaan
kodrat. Dengan demikian nampaklah bahwa kodrat menjadi dasar kesusilaan. Namun dalam
berfikir kesusilaan, manusia selalu mencari dasar yang lebih tinggi, dasar yang terakhir.
Itulah sebabnya kesusilaan bagaimana pun selalu dihubungkan dengan Tuhan. Ketuhanan
adalah dasar kesusilaan dan juga tujuan dari kesusilaan. Tanpa ketuhanan tidak mungkin ada
kesusilaan yang berkembang.

PENDAPAT PARA AHLI


1. Aurelius Agustinus berpendapat bahwa manusia dalam suara batinnya melihat hukum
dari kodratnya sendiri, akan tetapi bersamaan dengan dia menduga juga bahwa dasar
yang terdalam dari hukum itu adalah Tuhan.
2. Immanuel Kant berpendapat bahwa dalam suara batinnya manusia itu mengerti adanya
peratif kategoris (perintah yang memaksakan). Berdasarkan itu semua manusia mengerti
kewajibannya sebagai perintah Tuhan. Itulah sebetulnya bukti tentang adanya Tuhan dan
bukti itu adalah bukti yang praktis.
3. John Hendry Newman berpendapat bahwa hubungan antara ketuhanan dan kesusilaan
sangat erat. Kesusilaan pada prakteknya kita tetapkan dengan suara batin. Suara batin
adalah pengertian yang mengatakan bahwa suatu perbuatan boleh atau tidak boleh.
Suara batin pada dasarnya adalah suara Tuhan.
4. Max Scheler berpendapat bahwa rasa penyesalan apabila berbuat salah tak dapat
diterangkan kecuali manusia merasa berhadapan dengan Tuhan. Pelanggaran moral pada
hakekatnya adalah pelanggaran kehendak dan hukum Tuhan. Menyesal atas kesalahan
moral berarti kembali ke Tuhan.

KEBAIKAN

1. Tidak semua kebaikan adalah kebaikan ahlak. Suatu tembakan yang baik dalam
pembunuhan merupakan ahlak yang buruk. Kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan
yang diusahakan dan menjadi tujuan. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika
tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan. Kebaikan disebut nilai apabila kebaikan itu
bagi seseorang menjadi kebaikan kongkrit.
2. Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih yang ingin ditempuh.
Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksanaannya yang
pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh mendapatkan nilai dari
tujuan akhir. Tujuan harus ada supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama.
Kalau tidak manusia akan hidup serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakan hidup
secara serampangan menjadi tujuannya. Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan
sampai pada kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia. Manusia harus
mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.

3. Untuk tiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir. Semua manusia mempunyai sifat
serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut kesempurnaan. Tujuan akhir selamanya
merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia itu mencarinya dengan kesungguhan
ataupun tidak. Tingkah laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti ahlak, apabila
membimbing manusia ke arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang
membuatnya baik sebagai manusia.

4. Berkenaan dengan kesusilaan. Catatannya, Pertama, kebaikan atau keburukan perbuatan


manusia, kondisinya adalah bisa 1) objektif (keadaan perseorangan tidak dipandang), 2)
subjektif (keadaan perseorangan diperhitungkan), 3) batiniah (berasal dari dalam
perbuatan sendiri), dan 4) lahiriah (berasal dari perintah atau larangan hukum positif).
Persoalannya apakah seluruh kesusilaan bersifat lahiriah dan menurut tata adab saja
ataukah ada kesusilaan batiniah, yaitu yang terletak dalam perbuatan sendiri.

Kedua, unsur-unsur yang menentukan kesusilaan, mengandung 3 unsur, yaitu perbuatan itu
sendiri (yang dikehendaki pembuat ditinjau dari sudut kesusilaan), alas an (apa maksud yang
dikehendaki pembuat dengan perbuatannya, apa maksud manusia melaksanakan
perbuatannya) dan keadaan (gejala tambahan yang berhubungan dengan itu seperti siapa,
dimana, apabila, bagaimana, dengan alat apa, apa dan lain sebagainya).

Ketiga, Penggunaan Praktis, dalam poin ini hal-hal yang harus diperhatikan sebagai berikut:

1) Perbuatan yang dengan sendirinya jahat, tak dapat menjadi baik atau netral karena alasan
atau keadaan. Biarpun mungkin taraf keburukannya dapat berubah sedikit, orang tak boleh
berbuat jahat untuk mencapai kesepakatan. 2) Perbuatan yang baik, tumbuh dalam
kebaikannya, karena kebaikan alasan dan keadaannya. Suatu alasan/keadaan yang jahat
sekali, telah cukup untuk menjahatkan perbuatan. Kalau kejahatan itu sedikit, maka kebaikan
perbuatan hanya akan dikurangi. 3) Perbuatan netral memperoleh kesusilaannya, karena
alasan dan keadaannya. Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat, sedangkan perbuatan itu
sendiri ada baik atau netral, dipergunakan “asas akibat rangkap”, yang tidak berlaku bagi
alasan, karena itu selamanya dikehendaki langsung. 4) dalam praktek tak mungkin ada
perbuatan kemanusiaan netral, sebab perbuatan itu setidak-tidaknya secara implisit
mempunyai tujuan. Kesusilaan tidak semata- mata hanya tergantung pada maksud dan
kemauan baik, orang harus menghendaki kebaikan. Perbuatan lahiriah yang diperintahkan
kemauan baik, didasari oleh kemauan perbuatan batiniah.

KEBAJIKAN

Menurut Aristoteles, kebajikan adalah keadaan sesuatu yang membentuk keunggulan khasnya
dan memungkinkannya untuk menjalankan fungsinya dengan baik dalam diri manusia itu
sendiri, aktivitas, akal dan kebiasaan yang tertata secara nasional/hukum.

Berikut ada empat kebajikan, yaitu:

1. Kebiasaan (habit) merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tetap, sehingga


memudahkan pelaksanaan perbuatan. Kebiasaan disebut kodrat yang kedua. Ulangan
perbuatan memperkuat kebiasaan. Sedangkan meninggalkan suatu perbuatan atau
melakukan perbuatan yang bertentangan akan melenyapkan kebiasaan.
2. Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebijakan (virtue), sedangkan
yang jahat, buruk, dinamakan kejahatan (vice). Kebajikan adalah kebiasaan yang
menyempurnakan manusia.
3. Kebajikan Budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima
pengetahuan. Kebajikan budi spekulatif kebajikan disebut pengertian, pengetahuan.
Kebajikan Budi Praktis disebut kepandaian, kebijaksanaan. Kebajikan Budi
Kesusilaan menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah.
4. Kebajikan pokok adalah kebajikan susila yang terpenting meliputi : a) Menuntut
keputusan budi yang benar guna memilih alat-alat dengan tepat untuk tujuan yang
bernilai (kebijaksanaan). b) Pengendalian keinginan kepada kepuasan badaniah
(pengendalian hawa nafsu). c) Tidak menyingkir dari kesulitan. d) Memberikan hak
kepada yang memilikinya (keadilan).

KEBAHAGIAAN

1. Kebahagiaan Subjektif. a) Manusia merasa kosong, tak puas, gelisah, selama


keinginannya tidak terpenuhi. b) Seluruh manusia mencari kebahagiaan, karena tiap
orang berusaha memenuhi keinginannya. Kebahagiaan merupakan dasar alasan seluruh
perbuatan manusia. Tetapi terdapat perbedaan tentang apa yang akan menjadi hal yang
memberikan kebahagiaan. c) Apakah kebahagian sempurna dapat tercapai. Kaum atheis
kalau konsekuen harus mengatakan kebahagiaan sempurna itu tidak ada, karena mereka
semata-mata membatasi kehidupan pada duniawi dan mengingkari kepada yang sifatnya
supranatural. d) Pada manusia terdapat pula keinginan yang berasal dari nafsu
serakahnya. Sehingga seringkali menutup keinginan yang berasal dari sanubarinya.

2. Kebahagiaan Objektif.

a) Manusia berusaha melaksanakan dalam dirinya suasana kebahagiaan sempurna yang tetap.
Ini tujuan subjektif manusia. Apakah objek yang dapat memberikan manusia suasana
kebahagiaan sempurna. Apakah tujuan akhir manusia yang bersifat lahiriah dan objektif.

b) Pandangan tentang objek kebahagiaan, apakah objek itu, sejajar, lebih rendah, atau lebih
tinggi dari manusia.

c) Di atas merupakan pembuktian dengan cara mengeliminasi objek yang tidak lengkap.
Bukti secara positif dengan memperlihatkan bahwa hanya Tuhan yang dapat memenuhi
keinginan manusia, hanya Tuhan yang dapat memberikan kebahagiaan sempurna.

d) Untuk pengertian yang benar orang harus memikirkan bahwa kebahagiaan sempurna tidak
berarti kebahagiaan yang tidak terbatas. Kodrat akal manusia terbatas, kekuatannya setiap
saat juga terbatas. Tetapi datangnya kekuatan akan selalu tak terbatas dan tak dapat terpenuhi
dengan baik. Objek kebahagiaan yang tarafnya rendah turut serta mengalami kebahagiaan
dari yang bertaraf lebih tinggi. Inti sari kebahagian terdiri dari kepuasan akal dan kepuasan
kehendak karena memiliki Tuhan.

KESIMPULAN

Kaidah moral merupakan prinsip tertinggi moralitas yang mendasari tindakan manusia. Oleh
karena itu, manusia memerlukan kaidah moral yang memberikan pedoman dan menjamin
adanya tertib hukum di dalam dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

State university negeri Yogyakarta. Diunduh pada tanggal 24 Mei 2022 link:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/DASAR-DASAR%20PENGERTIAN
%20MORAL.pdf

Vina & Bima, 2022. Apa yang dimaksud dengan Kebajikan atau Virtousness?. Artikel Dictio
link: https://www.dictio.id/apa-yang-dimaksud-dengan-kebajikan-atau-virtuousness/14956

Anda mungkin juga menyukai