Anda di halaman 1dari 17

Etika Profesi Hukum

Pertemuan 4: Hukum Moral dan Hukum Positif

Oleh:
B. Hariyanto, S.H., M.H.I.
Disiapkan untuk Fakultas Syariah/Fakultas Hukum – Tahun 2022
A. Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia seutuhnya
adalah perbuatan yang dilandasi oleh
akal yang menyatakan benar atau
salah, rasa yang menyatakan baik
atau buruk, dan karsa menyatakan
pilihan berdasarkan kehendak bebas.
Apa yang dimaksud kehendak bebas?
Kehendak bebas adalah kesadaran, dan kesadaran merupakan
hati nurani.
Hati nurani selalu menyuarakan yang baik, benar, pantas/layak,
dan bermanfaat. Oleh karena itu, perbuatan yang mengandung
unsur-unsur di atas disebut perbuatan moral.
Perbuatan moral adalah suatu perbuatan yang bersumber dari
hati nurani yang selalu baik, benar, layak/pantas, dan bermanfaat.
Perbuatan moral ini memiliki nilai moral (nilai kemanusiaan
seutuhnya/kodrati).
Perbuatan manusia kodrati disebut dengan perbuatan
manusiawi. Perbuatan moral inilah yang menuntun manusia
menuju kebahagiaan, ketertiban, kestabilan, dan kemajuan.

Apabila ada perbuatan moral, tentu ada pula perbuatan amoral.


Perbuatan amoral adalah perbuatan yang tidak baik, tidak benar,
tidak layak/tidak pantas, dan tidak bermanfaat. Perbuatan
amoral tidak memenuhi unsur-unsur kodrati manusia, juga
bukan suara hati nurani manusia.
Perbuatan amoral adalah perbuatan jahat yang tidak memiliki
nilai moral. Pelaku amoral disebut sebagai penjahat dan musuh
masyarakat, perbuatan amoral mereka menggiring manusia
kepada kesengsaraan, kekacauan, kerusakan, dan kehancuran.
Satu-satunya cara menentukan perbuatan moral/manusiawi dan
perbuatan amoral/tidak mansiawi adalah melalui mengukurnya
dengan norma moral.
Ciri norma moral adalah mengandalkan kesadaran manusia,
artinya tidak boleh bersikap tindak semaunya sendiri. Suatu
perbuatan diatur atau ditentukan oleh norma moral yang berlaku
umum bagi semua manusia.
Norma moral bersifat terapan (dapat digunakan dalam menilai
manusia), sehingga dapat membentuk manusia. Norma moral itu
meliputi norma susila, norma hukum, dan agama.
Lantas apa yang menjadi dasar norma moral dalam menentukan
suatu perbuatan itu baik, benar, pantas/layak, dan bermanfaat
sehingga dibolehkan dan sebaliknya?
Menurut Thomas Hobbes dan JJ Rousseau dalam du contract
social, kesepakatan masyarakat adalah dasar pengakuan
perbuatan, di samping kebiasaan yang diterima.
Menurut kodratnya, manusia selalu ingin berbuat baik, benar,
pantas/layak, dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang
lain (masyarakat).
Perbuatan yang demikian cenderung dipertahankan dan selalu
dilakukan berulang kali dan akhirnya menjadi kebiasan .

Pikiran Sikap Tindakan Kebiasaan Karakter Nasib

Kebiasaan itu mendorong manusia berusaha meningkatkan


kualitas perbuatannya menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
Kebiasaan memberi nilai ekstrinsik pada perbuatan-perbuatan
tertentu, yaitu nilai yang menentukan status perbuatan tersebut
sesuai dengan perintah atau larangan penguasa/hukum positif.
Selain dari kesepakatan masyarakat dan kebiasan, terdapat
kriteria lain yang dipakai untuk menyatakan perbuatan moral itu
baik atau buruk. Berikut adalah penjelasan beberapa aliran
pemikiran mengenai persoalan ini:

Aliran Pemikiran Penjelasan


Hedonisme Kodrat manusia selalu mencari hedone (kenikmatan atau
(Aristippus 400 kebahagiaan) dalam kehidupan. Perbuatan manusia dikatakan
SM, pendiri baik apabila menghasilkan kenikmatan atau kebahagiaan bagi bagi
Mazhab Cyrene) diri sendiri maupun bagi orang lain.
(Epicurus 341-
271 SM)
Utilitisme Perbuatan itu baik apabila utilitis/bermanfaat bagi manusia dan
(Jeremy Bentham dikatakan buruk apabila merugikan manusia.
1742-1832 M)
(John Stuart Mill Jeremy Bentham mengajarkan asas manfaat sebesar-besarnya (the
1806-1873) greatest happiness principle.
Naturalisme Perbuatan manusia dikatakan baik apabila bersifat nature (alami),
(JJ Rousseau) tidak merusak alam.
Aliran Pemikiran Penjelasan
Vitalisme Perbuatan manusia merujuk kepada vita (kehidupan) sebagai
(Albert Schweizer) kebahagiaan tertinggi.
Perbuatan baik adalah perbuatan yang menambah daya hidup,
sebaliknya perbuatan buruk tidak menambahnya.
Norma Moral dan Norma moral dan norma hukum terhubung oleh penyesuaian
Norma Hukum sikap. Pada norma moral, yang dihadapi adalah sikap moralitas,
(Immanuel Kant) yaitu penyesuaian sikap.
Hati nurani menjadi motivasi yang sebenarnya dari perbuatan,
namun dalam norma hukum yang dihadapi adalah sikap
legalitas, penyesuaian dengan hukum positif (sebagai motivasi).

Menurt Kant, norma moral berlaku karena suara hati manusia,


sedangkan norma hukum berlaku atas dasar perjanjian.
Atas dasar inilah hak moral tidak pernah hilang dan tidak dapat
beralih kepada pihak lain. Adapun hak hukum dapat hilang dan
beralih sesuai dengan perjanjian.
Norma moral mengatur persoalan batiniah dan lahiriah,
sedangkan norma hukum mengatur hal lahiriah saja
B. Hukum Moral
Hukum moral adalah keseluruhan norma moral yang umumnya
tidak tertulis. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia
yang ditaati karena kesadaran yang bersumber dari hati nurani,
tujuannya untuk mencapai kebahagiaan.
Dalam arti luas, hukum moral meliputi segala norma
yang berlaku bagi setiap manusia atau berlaku pada
kelompok masyarakat tertentu. Keberlakuan hukum
moral bergantung pada kesadaran subyeknya.
Berikut beberapa contoh hukum moral:
 Manusia memenuhi perjanjian;
 Anak menghormati orang tua;
 Memelihara kerukunan hidup bertetangga;
 Profesional dalam menghargai profesi keilmuannya;
 Menghargai pendapat orang lain;
 Larangan membunuh, mencuri, termasuk larangan meludah di
ruang pertemuan.
Dalam arti sempit, hukum moral meliputi norma tertulis dalam
bentuk label atau kode etik yang berlaku bagi setiap manusia
menuju kebahagiaan hidupnya, hanya saja keberlakuannya
terbatas di tempat tertentu.

Contoh hukum moral dalam bentuk label:


 Larangan merokok di ruangan ber-AC;
 Larangan berjalan di atas rumput taman;
 Larangan bersuara keras di perpustakaan;
 Menghormati orang yang sedang berpuasa;
 Membudayakan antre di bioskop;
 Mengerjakan ujian secara mandiri.
Sedangkan hukum moral dalam kode etik
antara lain:
Kode Etik Hakim, Kode Etik Jaksa, Kode
Etik Advokat, Kode Etik Notaris, Kode
Etik Akademik Dosen, dsb.
Klasifikasi Hukum Moral:
1. Hukum kodrat;
2. Hukum wahyu;
3. Hukum manusia.

1. Hukum kodrat – berasal dari kodrat manusia


Hukum kodrat (lex naturalis) adalah norma moral yang berasal
dari kodrat manusia melalui pertimbangan akal (rasio), yang
bukan menurut naluri yang irrasional.
Kodrat manusia yang bersifat asasi itu antara lain:
a. Akal (intelektual) mengenal kebebasan, kebenaran, dan
Tuhan;
b. Rasa (seni) merasakan keindahan, apresiasi, kebaikan,
keadilan, dan kehormatan;
c. Karsa (kehendak) mengenal hak milik, keturunan, hidup
layak, dan bertakwa kepada Allah Swt.
2. Hukum wahyu – berasal dari Allah Swt.
Hukum wahyu adalah norma moral yang berasal dari Allah Swt.
(lex divine) diwahyukan kepada Rasul-Nya supaya manusia
menghayati dan mengamalkan ajaran sesuai dengan kodrat
sebagai manusia ciptaan-Nya.
Hukum wahyu ditulis dan dihimpun dalam kitab suci. Hukum
wahyu mengajarkan agar manusia taat pada hukum kodrati.
Beberapa contoh hukum wahyu di dalam kitab suci adalah:
a. Bertakwa kepada Allah Swt.;
b. Mencintai sesama manusia;
c. Mewujudkan perdamaian di muka bumi;
d. Pelajari segala ciptaan Allah Swt. di bumi dan di langit;
e. Menyantuni anak yatim dan fakir miskin.

Hukum kodrat dan hukum wahyu tidak dapat dipisahkan, karena


keduanya mengarahkan manusia untuk berbuat baik, benar,
pantas/layak, dan bermanfaat untuk meraih dunia dan akhirat.
3. Hukum manusia – dibuat berdasarkan kekuasaan
Hukum manusia (lex stricttura) adalah segala norma buatan
manusia karena kekuasaan atau karena kesepakatan untuk
merelaisasikan hukum kodrat dan hukum wahyu dalam
kehidupan manusia.
Norma buatan manusia dapat berupa norma moral dan norma
hukum. keberlakuan norma moral didasari pada kesadaran,
sedangkan dan keberlakuan norma hukum didasari pada sanksi.

Terdapat dua klasifikasi norma hukum, yaitu:


a. Norma hukum yang dibuat oleh penguasa negara, misalnya
peraturan perundang-undangan oleh pembentuk undang-
undang, dan yurisprudensi oleh hakim;
b. Norma hukum yang dibuat berdasarkan kesepakatan,
misalnya kode etik dibuat oleh kelompok profesi, anggaran
dasar dibuat oleh ormas, kebiasaan (adat) dibuat oleh
masyarakat adat, hukum agama (fatwa) dibuat oleh MUI.
Hukum manusia dapat berbentuk tertulis dan tidak tertulis.

• Hukum tertulis artinya sengaja dibuat dalam


bentuk tulisan, sehingga mudah dibaca,
dipahami, dan ditaati, serta isi larangannya
bersifat pasti.
• Contohnya: Per UU, yurisprudensi tertulis, kode
etik profesi, anggaran dasar organisasi, dan
hukum agama.

• Hukum tidak tertulis artinya isi perintah atau


larangan itu hanya dapat didengarkan melalui
ucapan, atau dilihat melalui perbuatan.
• Contohnya: Norma adat, norma kesopanan, norma
kesusilaan.
C. Hukum Positif
Hukum positif merupakan bagian dari hukum manusia yang
dibentuk oleh penguasa negara atau kelompok masyarakat untuk
menjamin keberlakuan hukum kodrat dan hukum wahyu dalam
kehidupan manusia.
Bilamana manusia telah memiliki kesadaran yang tinggi untuk
mematuhi hukum kodrat, maka tingkat kesadarannya untuk
mentaati hukum positif semakin tinggi. Apalagi hukum positif
tadi berasal dari hukum moral.

Hukum positif memiliki ciri khas dalam keberlakuannya, yaitu:


1. Dapat dipaksakan (agar semua taat);
2. Pernyataan kehendak dari masyarakat berupa perbuatan
adalah sesuai dengan norma hukum yang telah ditetapkan;
3. Dilengkapi dengan sanksi sebagai upaya pemaksaan;
4. Keberlakuan terbatas pada lingkungan masyarakat tertentu;
5. Diundangkan atau diumumkan secara resmi.
Hukum positif yang memiliki sanksi
yang tegas adalah hukum positif
produk penguasa negara berupa
peraturan perundang-undangan dan
yurisprudensi.

Sanksi-sanksi yang tegas di dalam peraturan perundang-


undangan dapat berwujud:
1. Ganti kerugian, bilamana perbuatan itu merugikan orang lain;
2. Pembayaran denda, bilamana perbuatan itu merugikan
negara;
3. Pencabutan hak tertentu, bilamana perbuatan itu
mengganggu ketertiban umum;
4. Hukuman badan, bilamana perbuatan itu merugikan negara,
mengganggu ketertiban umum, serta kesusilaan masyarakat;
5. Hukuman mati, bilamana pelanggaran itu dinilai paling berat
dan tidak mungkin dapat diperbaiki lagi.
Kesimpulan #4

1. Perbuatan manusia dilandasi oleh akal, rasa, dan karsa yang


didasari oleh kehendak bebas (kesadaran/hati nurani);
2. Perbuatan moral (yang selalu baik, benar, layak/pantas, dan
bermanfaat) dan perbuatan amoral (yang tidak baik, tidak
benar, tidak layak/tidak pantas, dan tidak bermanfaat);
3. Ukuran moralitas bersumber dari kesepakatan masyarakat
di samping kebiasaan yang diterima;
4. Klasifikasi Hukum Moral, yaitu: Hukum kodrat, Hukum
wahyu, Hukum manusia;
5. Tingkat kesadaran mentaati hukum positif akan tinggi ketika
manusia mematuhi hukum kodrat, apalagi hukum positif itu
berasal dari hukum moral.
Hary Akademisi

PPT Etika Profesi Hukum #4 – B. Hariyanto, S.H., M.H.I. – untuk Fakultas Syariah/Fakultas Hukum

Anda mungkin juga menyukai