Status questionis
Apa yang dimaksudkan dengan norma? Norma moral? Obyektif?
Apa peranan norma bagi perilaku moral manusia?
Bagaiamana manusia mengerti dan merumuskan norma-normanya? Dari mana
sumber-sumbernya?
Apa saja jenis-jenis atau macam-macam norma moral ini?
Norma dan hukum sering dilihat sbg pembatasan ruang kebebasan manusia,
khususnya karena pengaruh dari penekanan yang makin besar pada kebebasan
pribadi. Namun pada umumnya orang yakin bahwa manusia membutuhkan
norma-norma moral. Rumusan tertulis hukum moral adalah kebijaksanaan yang
mengendap dan dikumpulkan sejak ribuan tahun. Norma-norma moral itu
adalah pengalaman berkaitan dengan yang baik dan buruk yang dikumpulkan
secara teratur dalam waktu yang sangat lama. Bila manusia hanya
mengandalkan pengetahuannya sendiri, meskipun berkehendak baik, ia akan
lebih mudah terperangkap dalam kekeliruan. Dkl., hukum moral merupakan
bantuan penting bagi manusia; manusia tidak perlu selalu mulai dari nol.
Tetapi tentu saja perlu selalu diingat bahwa hukum moral tidak boleh begitu
saja disamakan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan yang telah menjadi
codeks tertentu. Meskipun etika dan moral telah berusaha keras menyusun
norma-norma konkret, namun kumpulan-kumpulan norma moral tertulis itu
tidak akan pernah mengungkapkan seluruh khasanah moral. Manusia yang ingin
benar-benar setia kepada panggilannya yang sesuai dengan kehendak Pencipta
tidak cukup hanya sekedar mengikuti moral hukum tertulis.
Hukum moral dalam arti luas adalah petunjuk yang mengarahkan perbuatan
manusia ke tujuan akhir. Tercakup di dalamnya aturan-aturan yang mewajibkan,
nasehat, anjuran-anjuran, dll. Hukum moral sejati harus bersifat baik, dalam arti
dapat membantu perwujudan tujuan akhir manusia. Norma yang sama sekali
tidak mendukung tujuan akhir tidak memiliki kekuatan moral yang mengikat
kehendak.
Hukum moral dalam arti sempit adalah petunjuk yang mengandung ciri (1)
mewajibkan, (2) bersifat umum (dapat berlaku untuk semua), (3) tahan lama
(tidak hanya berlaku sementara atau berubah-ubah), (4) mengarahkan tindakan
manusia kepada tujuan terakhir, yakni Allah sendiri, Kebaikan dan Kebenaran
Tertinggi.
I. Definisi hukum
Menurut Thomas Aquino, Hukum = quedam rationis ordinatio ad bonum
commune ab eo, cui communitatis curam habet, promulgata (suatu pengaturan
akal budi untuk kepentingan umum yang dipromulgasikan oleh dia yang
mengurus masyarakat). Dari definisi di atas, dikemukakan keempat sebab
(causa, ratio) hukum:
causa finalis (tujuan) : untuk kepentingan umum
causa formalis (hakekat) : pengaturan budi
causa efficiens (pembuat) : pengatur masyarakat
causa materialis (bahan) : perbuatan manusia yang harus diatur.
A. Tujuan dan hakekat hukum
Tujuan hukum: apa yang baik bagi manusia : bonum hominis, atau lebih
tepatnya, kepentingan umum (bonum commune). Ingat, individu dan
masyarakat saling membutuhkan!
Pembagian hukum: Ada banyak cara pembagian hukum, tetapi yang paling
penting ialah pembagian menurut pembuat hukum. Ditinjau dari pembuatnya,
pembagiannya sbb:
a. hukum ilahi (lex divina): hukum abadi (lex aeterna); hukum kodrati (lex
naturalis); hukum ilahi positif (lex divina positiva)
b. hukum manusiawi (lex humana): hukum Gereja (lex ecclesia); hukum
sipil (lex civilis)
II. HUKUM ILAHI (LEX DIVINA): terdiri atas hukum abadi, hukum
kodrati, dan hukum ilahi positif.
1. Hukum abadi (lex aeterna):
a. gagasan hukum abadi dalam Kitab Suci:
KS mengajarkan bahwa Tuhan dalam kebijaksanaanNya tak hanya menciptakan
dunia teratur, melainkan juga tetap mengaturnya (tentunya dengan
aturan/tatanan): Keb 8:1 ; 11:20; Ay 28:20.23-27 ; Bar 4:1; Rm 8: 28-30; Kol
1:16; 1 Kor 1:24A.
b. gagasan hukum abadi dalam Tradisi:
terjadi pengambil-alihan gagasan filsafat latin dan yunani dalam penjelasan
mengenai hukum abadi. Misalnya, definisi Agustinus: hukum abadi adalah budi
ilahi atau kehendak Tuhan, yang memerintahkan dipeliharanya tata kodrati dan
melarang diganggunya tata itu. Definisi St. Thomas: hukum abadi tak lain dan
tak bukan ialah budi kebijaksanaan ilahi, sejauh ia mengatur semua perbuatan
dan gerakan.
Arti hukum abadi: Hukum abadi adalah keseluruhan rencana-rencana dan
keputusan-keputusan Tuhan yang berkisar pada ciptaan: penyelenggaraan ilahi
sebagai pelaksanaan rencana dan keputusan tersebut. Hukum abadi tidak
langsung kita ketahui, melainkan lewat akibatnya dalam teraturnya dunia, yang
merupakan partisipasi pada hukum abadi.
Namun, harus dicatat pula bahwa Hukum PL ini juga mengandung keterbatasan,
misal kasih persaudaraan hanya dibatasi pada suku israel dan imigran yang telah
menetap, tetapi tidak untuk musuh; juga adanya lex talionis (hukum
pembalasan: gigi ganti gigi).
Karena hukum lama ini pada hakikatnya merupakan persiapan, maka hukum
tersebut ditentukan untuk kehilangan daya ikat (sesudah hukum baru dari
Yesus). Namun tidak berarti bahwa segala sesuatu yang terkandung dalam PL
kehilangan daya ikatnya: Dekalog misalnya (ditegaskan oleh Konsili Trente).
PL masih punya otoritas lebih tinggi dari pada kebiasaan dan filsafat kafir.
Dalam menafsirkan perintah Kristus kita perlu mencermati gaya khusus dan ciri
literer ajarannya. Dalam menurunkan pedoman moral, Yesus pada umumnya
menggunakan gaya gambaran, metafora, sehingga perintah/ajaran moralNya
tampak radikal dan berlebihan.
Sedangkan petunjuk-petunjuk moral dalam surat-surat PB lebih merupakan
pedoman tingkah laku dan norma-norma moral dalam arti sempit. Aturan-aturan
ini dimaksudkan untuk dimengerti secara harafiah.
Banyak hal dari ajaran moral Paulus lebih berlandaskan pada penilaian akal
sehat tentang apa yang baik dan yang jahat, tanpa perlu mengaitkannya dengan
hukum PL atau perintah-perintah Yesus.
Excursus: (a) Soal apakah Etika Kristen itu sesuatu yang
khas/khusus/tersendiri?
Ahli-ahli kontemporer pada umumnya berpendapat bahwa etika kristiani tidak
memiliki isi khas dan berbeda dengan etika agama dan bangsa-bangsa lain.
Argumen mereka: Bersandar pada pengamatan thd kenyataan: pengalaman dan
sejarah tidak menunjukkan bukti yang jelas tentan isi yang berbeda dalam etika
kristiani. Aturan moral dalam PL dan PB mempunyai paralelnya dalam
kebudayaan dan agama-agama lain. Keyakinan bahwa jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan moral dapat dipahami oleh dan berlaku untuk semua manusia yang
berkehendak baik. Dasar intrinsiknya:
(i) apabila manusia ingin memperoleh pengetahuan tentang makna, wewenang,
dan bobot dari aturan-aturan yang terumus dalam KS, ia membutuhkan kriteria
rasional yang memungkinkan pemahaman akan kebenaran intrinsik tsb. Kriteria
itu ialah kesesuaian antara aturan-aturan dengan kebutuhan dan dambaaan
kodrati manusia. Kriteria ini dimiliki oelh semua manusia dan tidak cuma orang
kristen. (seandainya kriteria ini disangkal, maka alternatifnya ialah positivisme
voluntaristis yg tak layak bagi martabat manusia.
(ii) karena semua manusia memiliki tujuan akhir yang satu dan sama, maka
secara eksistensial hanya terdapat satu moral hakiki yang berlaku bagi semua
manusia baik orang Kristen maupun bukan kristen.
(c) Apakah etika kristiani adalah Etika Otonom? Ataukan Etika Teonom?
Pada umumnya sering dipertentangkan antara kuasa dan otonomi manusia di
satu pihak, dan kuasa Allah di lain pihak. Etika kristiani juga mendambakan
otonomi. Tuntutan bahwa semua norma moral membutuhkan pembenaran
rasional adalah wajar. Namun terminus otonomi moral mudah menyesatkan
sehingga perlu diklarifikasi. Seturut konsep yg umumnya dianut, otonomi moral
berarti ketidaktergantungan manusia dari tuntutan moral yang diajukan dari
luar, termasuk tutuntan moral yang diberikan Alah melalui realitas penciptaan
dan yang diperjelas melalui wahyu. Manusia otonom menciptakan hukum moral
sendiri dengan otoritasnya sendiri, dan hanya bertanggungjawab terhadap
dirinya dan nilai-nilainya sendiri. Pandangan ini jelas bukan ajaran teologi
kristiani, juga bukan ajaran mereka yg membela moral otonomi dalam konteks
kristiani.
“Untuk seorang Kristen, atau seseorang yang percaya akan seorang Allah
transenden, moral otonomi yang tidak tergantung dari Allah adalah hampa tak
berarti; demikian juga untuk seorang yg tek beriman, moral yang tidak
tergantung pada nilai terakhir atau makna dasar eksistensinya adalah omong
kosong belaka. ... Tanpa makna terakhir, suatu etika normatif tidak mempunya
makna, tidak mempunyai sitem nilai, atau peraturan-peraturan tersendiri, atau
akhirnya tidak menemukan norma dalam lubuk hati. Justru dalam arti ini, etika
kristiani bersifat teonom.”
Pembedaan antara etika yang murni kodrati di satu pihak dan moral yang hanya
berlaku bagi orang Kristen saja di pihak lain mengalami revisi yang sangat
berarti. Tak ada lagi perbedaan yang mendasar antara etika kodrati dan etika
kristen. Dari segi kodrat manusia sbg asal hukum kodrati, perbedaan seperti itu
dak dapat dikemukakan karena dalam Kristus, tidak saja orang Kristen, tetapi
juga semua manusia yang berkendak baik, didamaikan dengan Allah, menerima
Roh Kudus dan berada di bawah pengaruh Roh. Dari segi ciri tujuan akhir
manusia, kita juga tak dapat membuat perbedaan tsb karena sebenarnya „hanya
ada satu panggilan manusia.“ Perbedaan hanya ada dalam pengetahuan dan
pemahaman tentang kodrat manusia, tujuan akhir, dan hukum moral.
Catatan: tentu saja perbedaan tsb masih tetap penting dan tidak boleh dipanggap
remeh. Namun dalam hal ini, iman kristiani menganugerahkan kemampuan
untuk mengenal kodrat manusia, tujuan akhir dan tatatan moral secara lebih
mendalam, penuh dan lebih tepat, daripada pengenalan yang dapat dilakukan
oleh akal.
Perlu diingat: hukum hanya berkisar pada hal-hal lahiriah, dan tujuan hukum
adalah kepentingan umum. Hukum manusiawi dibutuhkan untuk menjamin
perlindungan untuk nilai-nilai yang sangat penting untuk kesejahteraan umum.
b. berhentinya hukum:
Hukum mulai dengan suatu promulgasi. Adapun berhentinya dapat terjadi
karena banyak hal:
- berhentinya kewajiban, sedang hukum tetap ada/berlaku umum disebut
“excusatio legis”:
- karena tak dapat memenuhinya
- karena pemakaian “epikaia” (bukan arti harafiah, melainkan maksud
hukum)
- karena dispensasi
- hukumnya sendiri dihapuskan.