Anda di halaman 1dari 15

KEGAGALAN ANESTESI LOKOREGIONAL DALAM PRAKTIK

KEDOKTERAN GIGI

MAKALAH ANESTESI

Nama:
NPM:

Program Dokter gigi Spesialis


Bedah Mulut & Maksilofasial Universitas Indonesia

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................................1
BAB I......................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
A. Gambaran Umum Anestesi Lokal......................................................................................3
B. Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Lokal......................................................................4
C. Teknik Anestesi Lokal.......................................................................................................4
D. Faktor Keberhasilan Anestesi IANB..................................................................................5
1. Faktor Anatomi................................................................................................................5
2. Faktor Pasien...................................................................................................................6
3. Faktor Teknik Anestesi....................................................................................................8
E. Tindakan Alternatif Saat Terjadi Kegagalan Anestesi IANB............................................8
1. Injeksi Ulang IANB.........................................................................................................8
2. Infiltrasi Bukal.................................................................................................................9
3. Injeksi Intraligamen.........................................................................................................9
4. Anestesi Intraosseous....................................................................................................10
5. Gow-Gates Mandibular Nerve Block............................................................................11
6. Closed-mouth block ......................................................................................................11
7. Modifikasi Teknik IANB...............................................................................................12
BAB III.................................................................................................................................13
KESIMPULAN.....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................14

1
BAB I
PENDAHULUAN

Sebagian besar tindakan di kedokteran gigi khususnya pada bidang bedah


mulut dan maksilofasial akan menimbulkan rasa nyeri. Upaya yang dapat dilakukan
untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan pemberian anestesi sebelum tindakan
pembedahan. Anestesi lokal adalah teknik anestesi yang bertujuan untuk
menghilangkan rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa disertai dengan hilangnya
kesadaran. Anestesi lokal akan menghambat sistem konduksi saraf secara reversibel
pada daerah tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas sensorik.
Penggunaan anestesi lokal di bidang kedokteran gigi klinis sudah diterapkan sejak
abad ke-19 untuk manajemen rasa nyeri pada pasien saat tindakan operasi invasif 1.
Teknik anestesi inferior alveolar nerve block (IANB) sering digunakan pada
kasus pencabutan gigi rahang bawah. Anestesi IANB digunakan untuk menciptakan
keadaan mati rasa pada satu sisi rahang bawah. Namun pada kenyataannya tindakan
anestesi ini tidak selalu berhasil dan banyak kasus yang mengalami kegagalan.
Kegagalan anestesi lokal dalam bidang kedokteran gigi tidak jarang terjadi dengan
tingkat kegagalan berkisar antara 15-30%, terutama untuk teknik anestesi IANB.
Teknik IANB memiliki tingkat kegagalan tertinggi dibandingkan dengan semua blok
saraf lainnya di tubuh manusia2. Dalam praktik klinis, kegagalan anestesi dapat
menimbulkan rasa nyeri pada pasien saat tindakan berlangsung. Hal ini dapat
mempengaruhi kondisi psikis pasien. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat 10%
kasus tindakan kedokteran gigi yang ditunda akibat kegagalan anestesi3.
Kurangnya keberhasilan dalam mendapatkan efek anestesi di bidang
kedokteran gigi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor anatomi,
fisiologis dan psikologis. Adanya variasi anatomi di lokasi injeksi, infeksi atau
peradangan, penyakit sistemik, kondisi psikologis, serta pasien yang merokok atau
mengkonsumsi alkohol dapat mempengaruhi hasil anestesi. Selain itu, keberhasilan
anestesi lokal juga dipengaruhi oleh kemampuan operator dalam memilih agen
anestesi, penggunaan vasokonstriktor dan pengalaman operator dalam melakukan
tindakan anestesi. Apabila efek anestesi dalam kurun waktu 10-15 menit tidak
muncul, maka dapat diasumsikan anestesi tersebut gagal3.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Anestesi Lokal


Anestesi merupakan dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “an”
yang berarti “tidak” dan “aesthesos” yang berarti “persepsi, kemampuan untuk
merasakan”. secara umu anestesi berarti suatu upaya yang dilakukan untuk
menghilangkan rasa sakit pada tubuh selama prosedur pembadahan atau prosedur
lainnya yang dapat menimbulkan rasa sakit. Anestesi terbagi menjadi tiga jenis,
yaitu anestesi umum, regional, dan lokal2.
Anestesi lokal adalah sebuah upaya untuk menghilangkan rasa nyeri secara
reversibel pada bagian tubuh tertentu tanpa diikuti dengan hilangnya kesadaran.
Aksi utama anestesi lokal yaitu dengan memblok konduksi saraf dengan
menurunkan permeabilitas serabut saraf terhadap ion natrium (Na +) sehingga tidak
mengalir di dalam saraf. Anestesi lokal akan berinterferensi dengan natrium dan
menghambat penghantaran impuls sepanjang serabut saraf 2.
Pada jaringan dengan pH yang rendah, onset anestesi lokal menjadi lambat,
akan tetapi pada pH tinggi onsetnya lebih cepat. Hal ini karena pada pH yang basa,
bahan anestetikum berada dalam bentuk dasar yang tidak terurai dan berpenetrasi ke
akson. Sedangkan, pada daerah yang terinflamasi dan terdapat pus, abahan
anestetikum tidak dapat bekerja secara efektif karena sedikitnya anion yang
berpenetrasi ke dalam membran saraf, sehingga sedikit penguraian kation di dalam
saraf. Anestesi lokal bersifat ringan dan hanya digunakan saat tindakan memerlukan
waktu yang singkat karena efek yang diberikan dari bahan anestetikum lokal hanya
dapat bertahan selama kurun waktu 30 menit setelah diinjeksikan2.
Penggunaan anestesi lokal tidak boleh mengiritasi jaringan saraf secara
permanen, pemberian secara injeksi harus efektif atau penggunaan setempat pada
membran mukosa dan memiliki toksisitas sistemik yang rendah. Onset bahan
anestetikum harus sesingkat mungkin dengan durasi kerja yang cukup lama
sehingga operator dapat melakukan tindakan dengan waktu yang cukup. Anestesi
lokal dapat membantu dokter gigi dalam menjalin kerjasama yang baik dengan
pasien karena saat prosedur berlangsung, pasien masih dalam keadaan sadar, hanya
rasa nyeri saja yang dihambat2.

3
B. Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Lokal
Anestesi lokal memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan
kedokteran gigi untuk manajemen nyeri. Indikasi penggunaan anestesi lokal yaitu
pada perawatan gigi berkaitan dengan rangsangan mekanis, termal, atau kimiawi
yang dapat menimbulkan respon nyeri. Penggunaan anestesi lokal diharapkan dapat
menghilangkan respon sensorik sementara sehingga perawatan gigi dapat berjalan
dengan baik6.
Kontraindikasi penggunaan anestesi lokal yaitu pada pasien yang diketahui
memiliki alergi terhadap larutan anestesi lokal. Selain itu, toksisitas dan potensi
interaksi perlu dipertimbangkan. Toksisitas dapat terjadi akibat terlampauinya dosis
maksimum yang direkomendasikan atau dari penggunaan agen anestesi secara
bersamaan oleh pasien. Interaksi obat dengan anestesi lokal jarang terjadi. Namun,
interaksi vasokonstriktor dengan beta-blocker, antidepresan trisiklik, amfetamin,
dan anestesi volatil dapat menyebabkan hipertensi dan aritmia jantung4.

C. Teknik Anestesi Lokal


Teknik anestesi lokal berdasarkan luas area yang teranestesi yaitu topikal,
infiltrasi lokal, field block, dan blok atau regional.
1. Teknik anestesi topikal dilakukan dengan cara mengoleskan larutan anestesi
pada permukaan mukosa untuk menghilangkan stumulus pada ujung-ujung
saraf bebas.
2. Teknik infiltrasi lokal dilakukan dengan cara mendeponir larutan anestesi di
sekitar ujung-ujung saraf terminal sehingga efek anestesi hanya terbatas pada
tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang akan dilakukan tindakan.
3. Teknik field block dilakukan dengan cara mendeponir bahan anestesi lokal
pada cabang saraf terminal. Daerah ini akan teranestesi dengan cara
membatasi jalan impuls saraf dari gigi ke susunan saraf pusat (SSP).
4. Teknik blok atau regional merupakan teknik yang dilakukan dengan cara
mendeponir larutan anestesi lokal pada lokasi yang dekat dengan batang saraf
utama sehingga dapat menganestesi daerah yang mendapat inervasi dari
percabangan saraf utama tersebut. kerugian dari teknik blok adalah letak
batang saraf yang berdekatan dengan pembuluh darah menyebabkan
kemungkinan terjadi penetrasi pembuluh darah5.

4
D. Faktor Keberhasilan Anestesi IANB
Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai
keberhasilan anestesi IANB yaitu faktor anatomi, faktor pasien, dan faktor teknik
anestesi.
1. Faktor Anatomi
a. Penentuan titik insersi
Larutan anestesi harus dideponirkan sedekat mungkin dengan foramen
mandibula untuk memperoleh efek anestesi yang adekuat. Foramen mandibula
berada di sulkus colli yaitu cekungan tulang berbentuk sendok di dalam ramus
mandibula. Batas anterior sulcus colli adalah crista endocoronoidea atau
penonjolan tulang tebal yang mencegah cedera mekanis saraf alveolar inferior
dengan jarum serta lingula. Foramen mandibula terletak di posterior dari garis
tengah ramus mandibula. Foramen mandibula berada pada 2,75 mm posterior
ke titik tengah lebar anteroposterior ramus, 3 mm di atas titik tengah sigmoid
notch dengan batas ketinggian inferior pada bidang oklusal molar bawah, dan
19 mm dari coronoid notch8.
Titik injeksi ideal yaitu di atas lingula dengan ujung jarum ditempatkan
pada crista endocoronoidea. Hal ini berkaitan dengan adanya perlekatan
ligamen sphenomandibular pada lingula yang menyebabkan proporsi
penyebaran jaringan areolar longgar relatif rendah di ruang pterygomandibular
pada ketinggian lingula, dan rasio jaringan areolar longgar meningkat ke arah
atas. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memasukkan jarum melalui jaringan
areolar yang longgar untuk resistensi minimum, mengurangi kemungkinan
rusaknya struktur penting, dan mengurangi ketidaknyamanan pasien selama
IANB, dengan demikian, titik insersi seharusnya terletak di atas lingula6.
b. Variasi Anatomi dari Inferior Alveolar Nervus (IAN)
Variasi normal dari anatomi IAN, seperti komunikasi antara cabang
saraf mandibula, dapat menyebabkan kegagalan anestesi lokal. Selain itu,
keberadaan saraf mylohyoid aksesori, saraf mandibula bifid, dan foramen
retromolar dan persarafan kontralateral dari gigi anterior juga dapat
menghambat keberhasilan IANB. Saraf ke otot mylohyoid umumnya mengikuti
jalur anteroinferior dari sisi medial ramus mandibula, namun terdapat
persarafan aksesori ke gigi mandibula pada komponen intraosseous. Selain itu,
saraf bukal dan saraf auricular yang melalui foramina retromolar dapat

5
memberikan persarafan tambahan ke gigi geligi mandibula. Jika terdapat
persarafan aksesori, rasa sakit tidak dapat diatasi dengan mengulang IANB.
Kondisi ini bisa didiagnosis ketika pasien mengalami mati rasa pada bibir
bawah setelah IANB tetapi masih merespon dengan sensitif saat terdapat
rangsangan pada gigi molar mandibula. Saraf mandibula bifid merupakan
variasi anatomi IAN dalam perkembangan tulang mandibula melalui
pengerasan intra-membran. Jenis saraf mandibula bifid yang paling bermasalah
adalah kasus dua foramen mandibula independen dengan sebagian IAN masuk
keduanya secara bersamaan6.
2. Faktor Pasien
a. Faktor Psikologis
Kecemasan gigi adalah respons pasien terhadap stres dalam perawatan
di klinik gigi. Tindakan medis menimbulkan perasaan takut serta cemas yang
dipicu karena beberapa faktor, seperti pengalaman negatif atau traumati
sebelumnya, pemicu sensorik seperti melihat jarum suntik, suara pengeburan,
melihat pasien lain yang cemas, serta karakteristik kepribadian pasien. Salah
satu faktor penting dalam kepuasan pasien adalah teknik pengendalian nyeri.
Anestesi lokal telah memberikan kemajuan terapeutik yang baik. Pasien
mengalami rasa sakit yang parah dalam kasus anestesi yang gagal, yang
menghambat banyak perawatan gigi, termasuk perawatan saluran akar,
perawatan jaringan periodontal, dan pencabutan gigi. Meskipun anestesi gigi
merupakan aspek perawatan yang penting bagi pasien, injeksi dapat
menyebabkan kecemasan atau ketakutan dan mungkin menjadi alasan bagi
pasien untuk menghindari perawatan gigi.Persepsi nyeri selama pemberian
anestesi lokal merupakan alasan kecemasan pasien yang disebabkan oleh
tusukan jaringan, tekanan dan kecepatan injeksi cairan, suhu anestesi, dan
keterampilan operator. Pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi biasanya
menunjukkan ambang nyeri yang lebih rendah. Oleh karena itu, terjadi
penurunan tingkat keberhasilan anestesi pada pasien ini. Hal yang dapat
dilakukan untuk mengatasi hal ini yaitu dengan berdiskusi dengan pasien terkait
prosedur tindakan, kunjungan rutin dan berkala ke dokter gigi, menggunakan
teknik psikoterapi untuk mengurangi kecemasan gigi sebelum anestesi, dapat
memainkan peran penting dalam keberhasilan anestesi7.
b. Pembukaan Mulut yang Tidak Memadai

6
Saraf alveolar inferior berjalan sepanjang medial dinding ramus
mandibula. Saat pasien membuka mulut tidak memadai, saraf menjadi rileks
dan jauh dari lingula, yaitu ujung tempat larutan anestesi disuntikkan. Dengan
demikian, efek IANB tidak bekerja secara efisien. Untuk mengatasi hal
tersebut, ketika IANB dilakukan, pasien dapat diinstruksikan untuk membuka
mulut dengan lebar sehingga saraf alveolar inferior berjalan sedekat mungkin
dengan dinding medial ramus. Apabila terdapat pasien dengan trismus dapat
dilakukan dengan anestesi blok dengan teknik closed-mouth6.
c. Pola Skeletal
Keberhasilan IANB juga dipengaruhi oleh landmark ekstraoral seperti
tinggi dan lebarnya ramus mandibula, serta landmark intraoral harus
dipertimbangkan. You dkk (2015), menyatakan bahwa tingkat kegagalan IANB
secara signifikan lebih tinggi pada retrognathic mandibula (14,5%)
dibandingkan mandibula normal (7,3%) dan mandibula prognatik (9,5%). hal
ini karena jarak dari foramen mandibula ke ujung condylar secara signifikan
lebih pendek pada kelompok retrognathic, dengan demikian posisi foramen
mandibula lebih tinggi pada kelompok retrognatik daripada kelompok normal
kelompok9. Akibatnya, saat jarum diinsersikan di atas bidang oklusal dengan
metode IANB konvensional, larutan anestesi dideponirkan lebih rendah dari
foramen mandibula dan mengakibatkan tingkat kegagalan yang tinggi. Selain
itu, pada kelompok retrognathic, pembukaan mulut kurang karena panjang
kondilus pendek sehingga dianggap sebagai penyebab ketidaksesuaian IANB.
Sebaliknya, apabila foramen mandibula terletak lebih rendah pada pasien
dengan mandibula prognathic daripada pada kelompok normal, larutan anestesi
bisa dideponirkan lebih tinggi dari foramen mandibula. Selain itu, pembukaan
mulut yang cukup memungkinkan identifikasi struktur anatomi yang mudah.
Oleh karena itu, pada pasien dengan mandibula retrognathic, solusi anestesi
harus diinsersikan pada titik yang lebih tinggi, dan dapat mempertimbangkan
metode Gow-Gates dan Akinosi yang tidak bergantung pada posisi foramen
mandibula6.
d. Perubahan Patologi Lokal
Apabila terdapat infeksi pada cabang saraf mandibula atau ruang
pterygomandibular, kondisi histologis menjadi asam dan dapat mengganggu
keberhasilan anestesi. Tingkat kegagalan IANB di gigi posterior mandibula

7
dengan pulpitis ireversibel sangat tinggi yaitu 30–81%, yang dihasilkan dari
aktivasi dan sensitisasi nosiseptor dan stimulasi jumlah serabut saraf yang lebih
banyak. Risiko kegagalan IANB dapat diatasi dengan mendeponirkan larutan
anestesi sejauh mungkin dari area yang terinfeksi10.
3. Faktor Teknik Anestesi
a. Injeksi Intravaskular
Pembuluh alveolar inferior, terutama vena alveolar inferior, terletak
paling posterolateral di antara komponen bundel neurovaskular alveolar inferior
dan terletak di luar lingula, sehingga menjadi lebih rentan terhadap trauma dari
jarum yang dimasukkan ketika IANB dilakukan. Injeksi intravena harus
dicegah melalui aspirasi yang akurat sebelum dilakukan deponir larutan
anestesi. Setelah ujung jarum dimasukkan dan bersentuhan dengan tulang,
jarum harus ditarik 1-2 mm sebelum aspirasi karena alveolar inferior vena dapat
melekat ke tulang dan menghasilkan respon aspirasi negatif palsu6.
b. Onset anestesi
Onset anestesi IANB yaitu sekitar 3-5 menit dari prosedur anestesi
selesai. Apabila anestesi tidak bekerja >5 menit setelah IANB, maka tingkat
keberhasilan anestesi rendah2.
c. Penempatan Jarum Tidak Tepat
Ujung jarum yang menembus ke depan atau ke belakang berlebihan di
luar area target adalah kesalahan yang sering terjadi. Jarum harus dimasukkan
ke kedalaman tepat 20-25 mm ke pterygotemporal depresi antara raphe
pterygomandibular dan koronoid notch. Kedalaman ini ditentukan oleh jarak
dari batas anterior ramus ke titik tengah foramen mandibula (19 mm),
mengingat IAN dapat bergerak sekitar 4 mm ke posterior ketika pasien
membuka mulut8. Selain itu, ketika menginsersikan ke seperempat dari anterior
ramus, tingkat keberhasilan lebih rendah dari insersi tiga perempat posterior
ramus, menghasilkan 3,94 kali lebih tinggi membutuhkan anestesi tambahan 12.

E. Tindakan Alternatif Saat Terjadi Kegagalan Anestesi IANB


1. Injeksi ulang IANB
Injeksi ulang telah digambarkan sebagai opsi pertama ketika injeksi awal
tidak berhasil dan dapat efektif dalam beberapa kasus. Namun, menurut Kanna
dkk (2012), menyatakan tingkat keberhasilan pengulangan IANB menjadi

8
serendah 32%. Suntikan berulang di area yang sama dapat menyebabkan nyeri
pasca injeksi dan bahkan trismus11.
2. Infiltrasi Bukal
Kanaa dkk (2012), menyatakan tingkat keberhasilan 84% pada infiltrasi
bukal tambaan menggunakan larutan anestesi berupa articaine setelah kegagalan
IANB, yaitu secara signifikan lebih tinggi dari pada injeksi intraligament dengan
lidokain 2% dengan epinefrin (48%) atau pengulangan IANB (32%). Larutan
anestesi yang digunakan untuk infiltrasi bukal diketahui lebih efektif dengan
menggunakan artikain 4% dibandingkan lidokain 2%11.
3. Injeksi Intraligamen
Injeksi intraligamen dilakukan dengan mendeponirkan larutan anestesi
lokal ke tulang cancellous yang mengelilingi gigi melalui ligamen periodontal
menggunakan tekanan injeksi tinggi. Metode ini sering digunakan setelah
kegagalan IANB dalam perawatan gigi posterior rahang bawah dengan pulpitis
ireversibel. Metode ini dilakukan dengan memasukkan jarum pada aspek
mesiobukal akar dan memajukannya hingga penetrasi maksimum tercapai. Pada
saat ini, pertahankan bevel ke arah akar agar lebih mudah untuk ditembus
penetrasi. Kemudian deponirkan sekitar 0,2 mL larutan anestesi per akar secara
perlahan di bawah tekanan untuk mencegah rasa sakit dan ekstrusi gigi6.
Injeksi intraligamen memiliki onset anestesi yang lebih pendek
dibandingkan dengan IANB dan hanya membutuhkan sedikit volume larutan
anestesi lokal, jarang menimbulkan risiko toksisitas sistemik dan kerusakan saraf,
dan rasa sakit saat injeksi juga lebih rendah. Metode ini juga mencegah trauma
vaskular dan perdarahan berlebihan yang berpotensi terjadi dengan IANB pada
pasienyang memiliki kecenderungan perdarahan seperti hemangioma serta
kemungkinan teradinya gangguan kardiovaskular lebih kecil. Namun, injeksi
intraligamen memiliki durasi anestesi yang singkat yaitu 30-45 menit 6. Menurut
Malamed (2013), injeksi intraligamen tidak direkomendasikan pada kondisi
periodontal yang sedang infeksi. Pemberian antibiotik profilaksis harus
dipertimbangkan karena ada risiko bakteremia dan bakteri endokarditis akibat
injeksi intraligamen bahkan ketika diberikan kepada jaringan periodontal yang
sehat2.
4. Anestesi Intraosseous

9
Anestesi intraosseous diawali dengan menginfiltrasi gingiva di area
tersebut dengan mendeponirkan 0,2 mL larutan anestesi kemudian dilakukan
pengeburan pada 5 mm apikal ke papilla bukal sampai tulang cancellous tercapai.
Setelah itu, jarum 27- atau 30-G dimasukkan ke dalam tulang kortikal untuk
mendeponir 0,2-0,5 mL larutan anestesi. Anestesi dengan vasokonstriktor
memiliki durasi sekitar 60 menit, sementara anestesi tanpa vasokonstriktor
memiliki durasi 15-30 menit. Tingkat keberhasilan ineksi IO yang dilakukan
setelah kegagalan IANB yaitu sebesar 66–91%, yang secara signifikan lebih
tinggi dari yang mengulang IANB sebesar 32% dan injeksi intraligamen sebesar
48%11.
Pemberian injeksi IO 1,8 mL lidokain 2% dengan epinefrin 1:100.000
dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung sekitar 60% pasien. Oleh karena
itu, suntikan tanpa epinefrin seperti mepivacaine 3% tanpa vasokonstriktor
digunakan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Anestesi IO harus
dihindari pada kasus penyakit periodontal yang luas atau infeksi periapikal akut
karena dapat terbentuk fistula. Anestesi IO sulit diterapkan ke tulang kortikal
tebal seperti distal molar kedua mandibula atau dalam kasus di mana akar gigi
sangat dekat sehingga menghalangi akses yang jelas ke tulang trabekular
interdental2.
5. Gow-Gates mandibular nerve block
Tujuan dari blok saraf mandibula Gow-Gates adalah untuk
menginsersikan larutan anestesi lokal ke leher kondilus dekat cabang mandibula,
saraf superior dari IAN. Sebagai acuan landmark intraoral untuk anestesi, external
oblique ridge dari permukaan anterior ramus prosesus koronoideus, dan otot
temporalis yang melekat pada prosesus koronoideus harus teraba. Otot temporalis
harus dilewatkan saat menginsersikan jarum. Barrel jarum suntik ditempatkan di
kontralateral kaninus atau premolar mandibula. Sementara pasien menjaga mulut
terbuka selebar mungkin dan ujung jarum harus dimasukkan tepat di bawah
mesial cusp gigi molar kedua rahang atas. Jarum menembus paralel ke garis
imajiner yang menghubungkan intertragis notch dan sudut mulut, kemudian
dimajukan perlahan sampai bersentuhan dengan leher kondilus. Kontak tulang
terjadi dengan kedalaman jarum rata-rata 25 mm. Injeksi tidak boleh dilakukan
sebelum ujung jarum bersentuhan dengan tulang dan jarum harus diarahkan
sampai berkontak dengan leher kondilus. Setelah kontak dengan tulang, tarik

10
jarum sepanjang 1 mm dan aspirasi diikuti oleh deponir sebanyak 1,8 mL. Pasien
harus tetap membuka mulut selama 20 detik setelah injeksi dilakukan agar cabang
mandibula dapat diposisikan lebih dekat ke tempat injeksi. Blok saraf mandibula
dengan teknik gow-gates akan menganestesi IAN serta percabangannya (saraf
mandibula dan saraf mental), saraf lingual, saraf mylohyoid, saraf
auriculotemporal, dan saraf bukal. Oleh karena itu, teknin blok saraf ini dapat
digunakan saat IANB gagal karena adanya persarafan aksesori dari saraf
mylohyoid dan auriculotemporal2. Onset anestesi blok saraf mandibula dengan
teknik Gaw-Gates yaitu berkisar 5-25 menit, lebih lama dari pada IANB 8.
Kegagalan dan tingkat komplikasi mungkin lebih tinggi daripada metode IANB
ketika dilakukan oleh pemula, namun tingkat keberhasilan oleh dokter
berpengalaman dilaporkan mencapai >95%2.
6. Closed-mouth block (Vazirani/Akinosi block)
Metode ini umum digunakan ketika terdapat trismus atau kesulitan dalam
menemukan jaringan lunak yang digunakan sebagai acuan dalam prosedur IANB
konvensional. Blok Akinosi adalah penargetan metode anestesi cabang mandibula
dari saraf trigeminal mirip dengan blok saraf mandibular Gow-Gates, khususnya
berguna dalam kasus variasi anatomi, termasuk persarafan aksesori. Proses
koronoid diraba saat mulut pasien ditutup,kemudian jarum dimasukkan di
ketinggian mucogingival junction gigi posterior maksila antara tuberositas
maksila dan proses koronoid. Jarum tidak boleh menembus otot temporalis
Selama anestesi, otot pengunyahan harus tetap rileks. Jarum suntik dimasukkan
ke kedalaman 25 mm sejajar dengan bidang oklusal posterior maksila dengan
ujung jarum ditempatkan di antara otot pterigoid medial dan ramus mandibula.
Seharusnya tidak ada kontak tulang selama insersi jarum. Kontak prematur pada
tulang terjadi di sebagian besar proses koronoid ketika titik insersi terlalu jauh ke
arah lateral. Aspirasi diikuti dengan deponir 1,8 mL larutan anestesi. Onset
anestesi relatif pendek sekitar 5-7 menit, dan amakn menganestesi saraf alveolar
inferior, lingual, mylohyoid, dan bukal. Teknik anestesi ini relatif aman untuk
menggantikan IANB6.
7. Modifikasi Teknik IANB
a. Modifikasi teknik IANB oleh Thangavelu
Setelah meraba batas anterior ramus dengan posisi pasien membuka
mulut sepenuhnya, jarum diinsersikan sebanyak 6-8 mm di atas titik tengah

11
antara bidang oklusal atas dan bidang oklusal bawah dan 8-10 mm posterior ke
batas anterior ramus. Jarum dimajukan sampai bersentuhan dengan sisi medial
ramus mandibula, sedangkan barrel jarum suntikditempatkan di antara gigi
caninus dan gigi premolar sisi kontralateral, dan maju ke foramen mandibula
sambil berkontak dengan tulang. Kedalaman insersi jarum yaitu sekitar 21–24
mm. Setelah jarum suntik ditempatkan di sisi kontralateral, 1-1,5 mL larutan
anestesi lokal dideponirkan. Teknik ini memiliki kelemahan menyebabkan
trauma pada periosteum sisi medial ramus mandibula, namun keberhasilan
anestesi dengan teknik ini sebesar 95%, dan tidak ada komplikasi, seperti
trismus, aspirasi positif, hematoma, jarum patah, dan cedera saraf8.
b. Teknik Jarum Melengkung
Posisi jarum saat insersi pada tenik anestesi IANB konvensional yang
mendekati permukaan medial ramus pada sudut yang tajam menyebabkan
jarum cenderung bersentuhan dengan tulang terlalu jauh ke posterior, hal ini
dapat mengakibatkan komplikasi seperti kelumpuhan wajah sementara.
Untukmenghindari komplikasi tersebut, jarum dapat ditekuk hingga membentuk
lengkung yang hampir tegak lurus mendekati permukaan medial ramus. Onset
dari teknik anestesi ini yaitu 3-5 menit dengan tingkat keberhasilan 98%13.

12
BAB III
KESIMPULAN

Anestesi lokal adalah sebuah upaya untuk menghilangkan rasa nyeri secara
reversibel pada bagian tubuh tertentu tanpa diikuti dengan hilangnya kesadaran.
Indikasi penggunaan anestesi lokal yaitu pada perawatan gigi berkaitan dengan
rangsangan mekanis, termal, atau kimiawi yang dapat menimbulkan respon nyeri,
sedangkan kontraindikasi penggunaan anestesi lokal yaitu pada pasien yang diketahui
memiliki alergi terhadap larutan anestesi lokal. Anestesi lokal dengan teknik blok atau
regional seringkali mengalami kegagalan khususnya pada IANB. Hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti faktor variasi normal dari anatomi, faktor kecemasan
pasien, faktor teknik anestesi yang digunakan oleh operator. Suatu anestesi dapat
dinyatakan gagal apabila efek anestesi tidak bekerja >5 menit. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kegagalan anestesi yaitu dengan melakukan anestesi
IANB ulang atau dengan menggunakan teknik anestesi lain.

13
DAFTAR PUSTAKA
1. Christopher A. Local anesthesia An insight. International Journal of Oral Health
and Medical Research. 2016;3(3):83-86.
2. Malamed SF. Handbook of local anaesthesia 6th ed. Elsevier. St. Louis: Mosby;
2014.
3. Moodley DS. Local anaesthetics in dentistry: A series. SADJ. 2017;72(1):32-34.
4. Decloux D, Ouanounou A. Local anaesthesia in dentistry: a review. Int Dent J.
2020;71(2):87-95.
5. Kamadjaja DB. Anestesi Lokal di Rongga Mulut. Surabaya: Airlangga university
Press.; 2019.
6. Ryang CL, Joo HY. Alternative techniques for failure of conventional inferior
alveolar nerve block. J Dent Anesth Pain Med. 2019;19(3):125-134.
7. Esmaeili H, Malekzadeh M, Esmaeili D, Nikeghbal F. Dental anxiety and the
effectiveness of local anesthesia. BJOS. 2020;19:1-12.
8. Thangavelu K, Kannan R, Kumar NS, Rethish E, Sabitha S, Sayeeganesh N.
Significance of localization of mandibular foramen in an inferior alveolar nerve
block. J Nat Sci Biol Med. 2012; 3: 156-60.
9. You TM, Kim KD, Huh J, Woo EJ, Park W. The influence of mandibular skeletal
characteristics on inferior alveolar nerve block anesthesia. J Dent Anesth Pain Med
2015; 15: 113-9.
10. Saatchi M, Shafiee M, Khademi A, Memarzadeh B. Anesthetic efficacy of Gow
Gates nerve block, inferior alveolar nerve block, and their combination in
mandibular molars with symptomatic irreversible pulpitis: a prospective,
randomized clinical trial. J Endod .2018; 44: 384-8.
11. Kanaa MD, Whitworth JM, Meechan JG. A prospective randomized trial of
different supplementary local anesthetic techniques after failure of inferior alveolar
nerve block in patients with irreversible pulpitis in mandibular teeth. J Endod. 2012;
38: 421-5.
12. Ashkenazi M, Sher I, Rackoz M, Schwartz-Arad D. Mandibular block success rate
in relation to needle insertion and position: a self-report survey. Eur Arch Paediatr
Dent. 2014; 15: 121-6.
13. Chakranarayan A, Mukherjee B. Arched needle technique for inferior alveolar
mandibular nerve block. J Maxillofac Oral Surg. 2013; 12: 113-6.

14

Anda mungkin juga menyukai