Anda di halaman 1dari 41

KEPERAWATAN PSIKIATRI

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KORBAN TRAFFICKING,

NARAPIDANA, DAN ANAK JALANAN”

Dosen Pengampu : Ns. Iqwan Sayrif, S.Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5

1. GAZALI HI. HAERUDIN (A1C223080)


2. FAHRIA C. NURLETE (A1C223074)
3. NUR FADHILAH MUCHLIS (A1C223007)
4. DEA RINNA WIJAYA (A1C223132)
5. ROYANTI (A1C223104)
6. INDRIANI SARAS WATI (A1C223005)
7. SOFIAN LUBIS (A1C223136)
8. A. MIRNAWATI RAHMAH (A1C222008)
9. DIKA DAMAYANTI (A1C222122)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan

tugas Mata Kuliah Keperawatan Psikiatri tentang “Asuhan Keperawatan pada

Kasus Traffcking, Narapidana dan Anak Jalanan”

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam

makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,

kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah

kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna

tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan

saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, 10 oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

Daftar Isi....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................

B. Rumusan Masalah..............................................................................................

C. Tujuan Penulisan...............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi .........................................................................................................

B. Klasifikasi .........................................................................................................

C. Etiologi .........................................................................................................

D. Manifestasi Klinis...............................................................................................

E. Stadium Limfoma...............................................................................................

F. Patologi ..........................................................................................................

G. Komplikasi.........................................................................................................

H. Pencegahan…....................................................................................................

I. Pemeriksaan Penunjang….................................................................................

J. Penatalaksanaan….............................................................................................

BAB III ASKEP

A. Pengkajian Keperawatan…..............................................................................

B. Data Fokus........................................................................................................

C. Diagnosa .........................................................................................................

ii
D. Rencana Keperawatan…..................................................................................

E. Implementasi Dan Evaluasi..............................................................................

F. Mapping….......................................................................................................34

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................

B. Saran ........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

ii
i
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan

secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan

berkembangnya teknologi informasi, komunikasi dan transformasi maka

modus kejahatan perdangan manusia semakin canggih. “Perdagangan

orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

(organized), dan lintas negara (transnational), sehingga dapat dikategorikan

sebagai transnational organized crime (TOC). (Capernito, Lyda Juall. 2012)

Perdagangan manusia atau dikenal juga dengan istilah human trafficking

merupakan bentuk perbudakan modern yang mengacu pada bentuk

eksploitasi seseorang. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI) dalam Ana Sabhana Azmy (2012: 39-40),

menyatakan bahwa sebagaian besar daerah di Indonesia terindikasi sebagai

daerah asal korban trafficking, baik untuk dalam maupun di luar negeri.

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan

di LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek

melainkan subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-

waktu dapat melakukan kesalahan atau kekilafan yang dapat dikenakan

pidana, sehingga tidak harus diberantas. Oleh karenanya, yang harus

diberantas adalah factor, factor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat

hal-hal yang bertentangan dengan hokum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-

kewajiban sosial lain yang dapat dikarenakan pidana (Malinda, Anggun


2016:26).

Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena

menjalani hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan

mengalami kesulitan untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga

pemasyarakatan, tetapi mereka harus tetap mengikuti aturan- aturan yang

berlaku di lembaga pemasyarakatan. Selain itu, mereka juga harus terpisah

dari keluarganya, kehilangan barang dan jasa, kehilangan kebebasan untuk

tinggal diluar, atau kehilangan pola seksualitasnya. Hal tersebut akan

menyebabkan seseorang mendapatkan tekanan karena hidup di dalam lembaga

pemasyarakatan yang mengakibatkan mereka menjadi stres.

Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan

sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan

pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak

bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah”

bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian

terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif.

Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus

dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia

dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.

Pemerintah nampaknya harus bekerja lebih keras, mengingat dalam UUD

1945 pasal 34 yang berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh

negara”. Artinya sesungguhnya mereka yang hidup terlantar (termasuk anak

jalanan) juga harus menjadi perhatian negara. Ironisnya pemerintah seolah

angkat tangan dalam menangani anak jalanan. Malah terkadang pemerintah


melakukan razia baik untuk gepeng (gelandangan dan pengemis) ataupun anak

jalanan. Padahal sebenarnya hal itu bukanlah solusi, karena akar dari

permasalahan anak jalanan itu sendiri adalah kemiskinan. Jadi kalau ingin

tidak ada anak jalanan ataupun gepeng pemerintah harusnya memikirkan cara

mengentaskan mereka dari kemiskinan. Mengentaskan kemiskinan adalah

hal yang sulit, alternatif lain dengan cara meningkatkan pendidikan pada

anak jalanan, karena mereka juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak

lain.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana definisi Trafficking, Narapidana dan Anak Jalanan?

2. Apa penyebab terjadinya Trafficking, Narapidana dan Anak Jalanan?

3. Bagaimana Tanda-tanda Trafficking dan Anak Jalanan?

4. Bagaimana sifat dasar Trafficking?

5. Apa motif terjadinya Trafficking?

6. Bagaimana bentuk, proses dan dampak Trafficking?

7. Bagaimana Penanggulangan Trafficking, Narapidana dan Anak Jalanan?

8. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada korban Trafficking, Narapidana

dan Anak Jalanan?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan umum

a. Mengetahui definisi Trafficking, Narapidana dan Anak Jalanan

b. Mengetahui penyebab terjadinya Trafficking, Narapidana dan Anak

Jalanan
c. Mengetahui Tanda-tanda Trafficking dan Anak Jalanan

d. Mengetahui sifat dasar Trafficking

e. Mengetahui motif terjadinya Trafficking

f. Mengetahui bentuk, proses dan dampak Trafficking

g. Mengetahui Penanggulangan Trafficking, Narapidana dan Anak

Jalanan

h. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada korban Trafficking,

Narapidana dan Anak Jalanan

2. Tujuan khusus

Anak Trafficking

a. Mengidentifikasi tanda-tanda dan resiko eksploitasi pada anak

trafficking.

b. Memberikan perlindungan dan tempat aman bagi anak tersebut,

Anak Narapidana

a. Menegelola dan merawat kondisi medis dan kesehatan mental anak

narapidana.

b. Mengidentifikasi peneyebab perilaku kriminal anak dan memberikan

dukungan rehabilitasi.

Anak Jalanan

a. Menyediakan tempat tinggal yang aman dan layanan dasar,seperti

makanan dan pakaian.

b. Membantu dalam peningkatan status kesehatan anak jalanan.

c.
BAB II

PEMBAHASAN

A. TRAFFCKING
1. DEFINISI
Traffcking merupakan perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau kekerasan
atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan
kebohongan merupakan wujud dari penyalahgunaan kekuasaan yang
bertujuan untuk memperoleh keuntungan agar bisa memperoleh
persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain dengan cara
mengeksploitasi. ( pasal 3 protokol PBB).
Fenomena human trafficking (perdagangan manusia) merupakan
salah satu masalah kontemporer yang tengah mendapat perhatian serius.
Karakteristiknya bersifat represif dengan tujuan eksploitasi manusia
(individu atau kelompok). Luasnya pengaruh dan dampak ancaman yang
ditimbulkan, membuat isu human trafficking diklasifikasikan sebagai
bentuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO)
mendefenisikan human traficcking sebagai tindakan perekrutan,
penampungan, pengangkutan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan
seseorang. Modus sindikat perdagangan manusia termanifestasi dalam
beragam bentuk yaitu penculikan, penggunaan kekerasan, penyekapan,
penipuan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan, memberi bayaran
hingga penjeratan utang. Secara sederhana, perdagangan manusia dapat
dipahami sebagai suatu bentuk intimidasi terhadap nilai dan kebebasan
hak-hak dasar manusia. (Farhana 2010)

2. PENYEBAB
a. Kemiskinan
Masalah kemiskinan di Indonesia adalah fenomena sosial yang
sampai detik ini penanganannya dan solusinya yang secara konkrit
belum ada. Hal ini bukanlah persoalan yang baru bagi republik ini
karena persoalan kemiskinan adalah persoalan fenomena yang
nampaknya menjadi bagian dari kompleksnya berbagai persoalan di
negeri ini.
Dari berbagai macam alasan dan penyebab kemiskinan yang
timbul diantaranya minimnya lapangan kerja, minimnya pengetahuan
dan wawasan masyarakat akan dunia ketenagakerjaan dan dunia usaha,
juga persoalan faktor karena banyaknya anggota keluarga yang tidak
seimbang dengan penghasilan yang didapatnya, jelas beberapa hal
diatas sangat mempengaruhi akan adanya kemiskinan. Semakin
meningkatnya jumlah pengangguran dan minimnya lapangan
pekerjaan, membuat masyarakat kita memutuskan untuk mencari
sumber penghidupan di luar negeri dengan menjadi imigran.
b. Rendahnya tingkat pendidikan
Dalam hal ini pendidikan dirasakan sangat memegang peranan
penting, disamping perlunya sebuah ijazah pendidikan yang sangat
tinggi sebagai suatu persyaratan pendidikan yang cukup membuat
seseorang dapat memperoleh wawasan yang luas dan pengetahuan
yang cukup dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah,
meskipun bukan jaminan namun dengan modal tersebut seseorang
tidak mudah ditipu atau lebih kecil kemungkinannya untuk dapat
dikelabuhi, terutama jika menyangkut soal dokumen, karena telah
mempunyai kemampuan untuk membaca dokumen tersebut dan
mempelajarinya, meskipun awam akan prosedur administrasi, akan
tetapi dapat meminimalisir adanya penipuan atau kecurangan.
Adanya fenomena masalah rendahnya tingkat pendidikan ini
efek negatifnya dalam hal migrasi ditandai atau dapat dilihat, dimana
didalam negeri sendiri saja banyak ijazah yang tidak laku, apabila
hanya pada tingkat lulusan pendidikan SLTP (Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama) atau SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) yang
ijazahnya sering tidak laku untuk dijadikan syarat suatu pekerjaan di
tanah air, selain itu rendahnya tingkat pendidikan terlebih lagi bila
hanya pada lulusan SD/sederajat, bahkan lebih parah lagi malah buta
huruf karena tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali,
sehingga hal ini sangat rawan dengan terjadinya penipuan, pemalsuan
dokumen, dan akan lebih memudahkan menjebak dan menjerat korban,
sesuai dengan tujuan si pelaku untuk mengeksploitasi atau bahkan
memperdagangkan sesuai keinginannya atau sesuai dengan pesanan
penadah atau pihak yang berkepentingan dengan hal tersebut
(eksploitasi dan perdagangan).
c. Dipaksa dengan kekerasan
Ini lebih condongnya anarkis secara terang-terangan, beban
psikologis lebih membekas, lapisan yang lebih biadab yaitu
ditampilkan pada korban secara paksa mereka mengikuti perintah yang
tidak sesuai dengan perkembangan pada umumnya mereka, sedangkan
perempuan kebanyakan sebagai budak seks dalam gerakan pagar besi,
mucikari, germo, majikan, dan lain-lain.
d. Pengaruh Globalisasi
Pemberitaan tetang trafficking (perdagangan manusia), pada
beberapa waktu terakhir ini di Indonesia semakin marak dan menjadi
isu yang aktual, baik dalam lingkup domistik maupun yang telah
bersifat lintas batas negara. Perdagangan manusia yang paling
menonjol terjadi khususnya yang dikaitkan dengan perempuan daan
kegiatan industri seksual, ini baru mulai menjadi perhatian masyarakat
melalui media massa pada beberapa tahun terkhir ini. Kemungkinan
terjadi dalam skala kecil, atau dalam suatu kegiatan yang teroganisir
dengan sangat rapi. Merupakan sebagian dari alasan-alasan yang
membuat berita-berita perdagangan ini belum menarik media massa
pada masa lalu. Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia,
Indonesia juga tidak dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan
kemajuan di berbagai aspek teknologi, politik, ekonomi, dan
sebagainya. Kemajuan di berbagai aspek terebut membawa perubahan
pula dalam segi-segi kehidupan sosial dan budaya yang diacu oleh
berbagai kemudahan informasi. Dampak negatif dari perubahan dan
kemudahan tersebut menjadi konsekuensi bagi munculnya
permasalahan-permasalahan sosial termasuk pada perempuann dan
anak, salah satunya adalah berkembangnya perdagangan seks pada
anak. (Kebendaan, 2017)

3. AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Banyak akibat yang mereka alami, korban tidak hanya hanya dalam
bentuk fisik seperti luka, cacat, atau meninggal saja tetapi bagi mereka
yang terkena pelecahan seksual atau kekerasan tetapi juga dari segi
psikologis. Tentu akan ada akibat pada mental mereka yang akan
berpengaruh pada kehidupan mereka.
Akibat psikologis merupakan luka permanen bagi korban pe rdagangan
manusia dari pada akibat yang ditimbulkan dalam hal fisik. Mereka
mengalami stress, trauma bahkan depresi setelah apa yang mereka
alami. Rasa takut akan sering muncul pada diri korban perdagangan
manusia. Ciri lain yang tampak adalah korban terkadang berfikir untuk
bunuh diri, kepercayaan dan harga diri yang kurang, selalu merasa
bersalah, merasa takut, merasa ketakutan sering mimpi buruk,
kehilangan harga diri. Akibat psikologis yang terjadi pada korban
trafficking, diantaranya adalah:
a. Trauma
Sebagian besar korban perdagangan manusia akan mengalami trauma
dari akibat kekerasan atau pengalamanyang tidak menyenangkan bagi
mereka. Trauma adalah : “The essence of trauma is that it overwhelms
thevictim’s psychological and biological coping mechanisms. This
occurs when internal and external resourcesare inadequate to cope with
the external threat.”
b. Pembatasan gerak
Yaitu kontrol yang dilakukan oleh para traffickers telah melampaui
batas.
c. Multiple Trauma
Mengalami beberapa atau kronis peristiwa traumatis atau kasar telah
ditemukan memiliki efek yang lebih negatif dari trauma tunggal.
Sebuah kecemasan korban dapat diungkap, karena banyak korban yang
masih menghadapi bahaya nyata terkait pengalaman perdagangan
mereka bahkan setelah terjadi eksploitasi.
d. Violence
Korban perdagangan pasti telah mengalami kekerasan baik sebelum
dan selama proses perdagangan. Kekerasan sebelum perdagangan
terlihat pada sebagian besar korban perdagangan untuk eksploitasi
seksual.
e. Abuse
Hal ini biasanya digunakan oleh para traffickers bagi korban yang
kurang pengetahuaanya untuk dipengaruhi secara negatif agar mau
melaksanakan apa yang dia perintah.
f. Concurrent Symptoms
Setelah mengalami perdagangan sebagian besar wanita memiliki
banyak simultan masalah kesehatan fisik danmental. Di antara korban
perdagangan gejala kesehatan fisik menyebabkan mereka merasa sakit
dan tidaknyaman. Beberapa gejala kesehatan mental mengalami lebih
lama.
g. Physical symptoms
Kelelahan dan penurunan berat badan, gejala neurologis, dan
gastrointestinal adalah masalah yang paling sering dilaporkan. Banyak
korban perdagangan yang hanya memiliki sedikit waktu untuk tidur
karena dipaksa untuk melakukan aktivitas terus- menerus. Kurang
tidur kronis atau berkepanjangan tidak hanya mempengaruhi
kemampuan individu untuk berkonsentrasi dan berpikir jernih, tetapi
juga melemahkan system kekebalan tubuh dan kemampuan untuk
menahan rasa sakit.

4. TANDA DAN GEJALA TRAFFECKING


Bagi korban trafficking mereka akan mengalami keadaan psikologis
berikut :
a. Stress
b. Trauma
c. Depresi
d. Rasa takut akan sering muncul pada diri korban perdagangan
manusia.
e. Korban terkadang berfikir untuk bunuh diri
f. Kepercayaan dan harga diri yang kurang
g. Selalu merasa bersalah
h. Merasa takut
i. Merasa ketakutan sering mimpi buruk
j. Kehilangan harga diri. (Farhana 2010)

5. SIFAT DASAR TRAFFECKING


a. Bersifat manipulatif atau penyalahgunaan
Penyimpangan dari rencana semula pada saat membujuk seseorang
yang akan di bekerjakan dengan baik dan pantas, tetapi pada keadaan
real nya korban malah di perlakukan sebaliknya yaitu di eksploitasi
dan di berlakukan dengan kekerasan kemudian menyalahgunakan
pekerjaan yang di janjikan misalnya pada saat pertama kali di beri
informasi korban akan di jadikan sebagai pelayan toko dan
sebagainya, tetapi pada kenyataanya korban malah di jadikan sebagai
pekerja seks atau mengarah pada prostitusi.
b. Terjadi transaksi
Terjadi transaksi antara orang ketiga atau calo sebagai perantara antar
penjual kepada pihak pemakai.
c. Tidak mengerti
Korban tidak mengerti dengan penyimpangan yang akan di lakukan
pelaku, jadi pada saat korban di bawa untuk di berikan pekerjaan,
korban tidak tahu bahwa ia di jadikan korban oleh sindikat tindak
pidana atau menjadi korban dari sebuah tindakan pidana.
d. Migrasi
Adanya migrasi atau perpindahan melampaui batas kota dan batas
provinsi sehingga jarak tersebut di jadikan kesempatan oleh sindikat
dalam melakukan traffcking.
6. MOTIF TERJADINYA TRAFFECKING
a. Adopsi
Di negara yang telah sukses dan berhasil membangun ekonomi
misalnya di negara-negara skandinavia para kaum wanita tidak
ingin kawin, sehingga pemerintah harus mengiming-imingi masyarakat
untuk memiliki anak, tetapi penduduk negara tersebut tidak
terpengaruh dengan iming-iming dan pada akhirnya mereka rela
mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mengadopsi anak.
b. Pemekerjaan
Dengan memperkerjakan anak-anak maka tidak harus membayar lebih
sekalipun dengan tempat tinggal dan makan yang tidak layak, hal
tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang berlipat-lipat.
c. Motif eksploitasi seksual
Menjadikan perempuan sebagai pengahasil ekonomi yang tinggi,
bahwa semakin muda wanita ,maka semakin tinggi harga jual nya,
mereka di jadikan sebagai pelacu dan pekerja seks, mereka di
eksploitasi untu melayani seksual pemakai.
d. Transplantasi organ
Dengan keadaan mendesak mereka akan menyerahkan organ-organ
seperti ginjal, liver, mata dan sebagainya untuk di serah kan kepada
orang lain, bahkan mereka juga ada yang di paksa dengan penculikan,
bahkan sampai di lakukan peniadaan nyawa atau pembunuhan.

7. BENTUK, PROSES, DAN DAMPAK TRAFFECKING


a. Bentuk-bentuk trafficking
1) Pelacuran dan eksploitasi seksual, hal ini tidak hanya terjadi pada
orang dewasa, tetapi pada anak juga sering terjadi yaitu
(fedopilia).\
2) Menjadi buruh migran legal maupun illegal
Misalnya imigran pekerja indonesia yang di pekerjakan di arab
atau negara-negara lainnya,tetapi mereka di eksploitasi dengan
kekerasan dan pekerjaan dan bayaran yang minim atau bahkan
tidak di bayar sama sekali.
3) Adopsi anak
4) pekerja jermal
5) Pekerja rumah tangga
6) Pengemis
7) Industri ponografi
8) Pengedaran obat terlarang narkoba
9) Sebagai penari atau pengantin pesanan
b. Proses
Pelaku mencari sasaran traffcking : sasaran traffcking biasanya pada
anak-anak jalanan, orang yang sedang mencari pekerjaan, anak-anak
yang berada di saerah konflik atau pengungsi, anak miskin yang berada
di pedesaan, anak-anak yang berada di wilayah perbatasan negara, anak
yang dalam keluarganya terjerat hutang, anak yang berasa dalam
kekerasan rumah tangga, anak perempuan yang menjadi korban
pemerkosaan.
1) Pelaku melakukan modus operandi dengan rayuan, jebakan,dan
penyalahgunaan wewenang, kedok duta budaya di luar negeri,atau
dengan melakukan penculikan.
2) Penggantian identitas. Pelaku pengganti identitas korban,setelah
korban terjerat,agar jejak nya tidak tercium pihak keamanan
misalnya dengan pihak kepolisian.
3) Pekerjaan melibatkan calo atau agen,dan mereka biasanya
mempunyai organisasi yang terintegritas ,jarang dari mereka yang
bekerja perseorangan atau pelaku memiliki link terlebih dahulu.
c. Dampak traffcking
1. Fisik
Anak memiliki penyakit yang di timbulkan oleh traffcking tersebut
misalnya pada eksploitasi seksual anak terjangkin penyakit
HIV/AIDS.
2. Psikolog
Selama meraka diberlakukan kekerasan serta ancaman-ancaman
yang membuat mereka tidak mampu mendapat pertolongan dari
luar, mereka pada akhirnya menekan masalah sendiri, tidak jarang
dari mereka akhirnya menjadi depresi atau bahkan mengalami
gangguan kejiwaan.

8. PENANGGULANGAN KORBAN TRAFFECKING


Beberapa perundang-undangan yang terkait dengan traffcking
yaitu UU nomor 35 tahun 2014 (bahwa di berikan perlindungan khusus
pada anak yang menjadi korban, penculikan, penjualan, atau
perdagangan, dilakukan upaya melalui pengawasan, perlindungan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi) kemudian pada KUHP (undang-
undang hukum pidana) nomor 39 tahun 1999 pasal 297 yang menyatakan
bahwa perdagangan wanita dan laki-laki yang belum cukup umur di
ancam dengan penjara pidana paling lama 6 tahun. Pada pasal 65 UU no
39 tahun 1999 menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh
perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan elecehan seksual penculikan
perdagangan anak serta bentuk menyalahgunaan narkotika , psikotropika
dan zat adiktif lainya.
3 strategi penanggulangan traffcking yang di lakukan pemerintah
:
a. Korban traffcking harus di lindungi
b. Pelaku harus di hukum berat
c. Mengembangkan jejaring kelembagaan dengan aliansi global untuk
menghapus traffcking.
Hukum internasional terkait traffecking yaitu mengharuskan
bahwa negara pihak mengambil semua tindakan nasional, bilateral, dan
multilateral yang perlu untuk mencegah penculikan, penjualan, atau
perdagangan anak atau tujuan apapun atau dalam bentuk apapun, pihak-
pihak dalam protokol, tambahan dari konvensi persserikatan bangsa –
bangsa mengenai kejahatan terorganisasi transional untuk mencegah,
menekan, dan menghukum perdagangan orang, khususnya wanita dan
anak anak tahun 2000. Diharuskan untuk memidana kejahatan
perdaganagan orang, termasuk usaha - usaha untuk melakukan
perdagangan, bertindak sebagai kaki tangan serta mengorganisir atau
mengarahkan orang lain untuk melakukan perdagangan orang. protokol ini
juga mengharuskan negara pihak memidana perdagangan orang, termasuk
setiap orang yang membantu atau membiayai perdagangan orang, dan
untuk menjatuhkan hukuman yang mencerminkan beratnya pelanggaran
tersebut, tindakan lebih lanjut di haruskan untuk :
 Melindugi identitas dan privasi korban perdagangan orang
 Memperkenalkan tindakan untuk membantu para korban yang terlibat
dalam proses kejahatan
 Menyediakan bagi para korban bantuan sosial dan rehabilitasi
termasuk bantuan berupa tempat tinggaldan makanan.

B. NARAPIDANA
1. DEFINISI
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau
sanksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang
yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12
Tahun 1995). Narapidana yang diterima atau masuk kedalam lembaga
pemasyarakatan maupun rumah tahanan negara wajib dilapor yang
prosesnya meliputi : pencatatan putusan pengadilan, jati diri, barang dan
uang yang dibawa, pemeriksaan kesehatan, pembuatan pasphoto,
pengambilan sidik jari dan pembuatan berita acara serah terima terpidana.
Setiap narapidana mempunyai hak dan kewajiban yang sudah diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Narapidana yang ditahan
dirutan dengan cara tertentu menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1981
tentang hukum acara pidana (KUHAP) pasal 1 dilakukan selama proses
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan untuk disidangkan di pengadilan.
Pihak- Pihak yang menahan adalah Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan
mahkamah agung. Pada pasal 21 KUHAP Penahanan hanya dapat
dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana termasuk
pencurian. Batas waktu penahanan bervariasi sejak ditahan sampai
110 hari sesuai kasus dan ketentuan yang berlaku.

2. PENYEBAB
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga seorang menjadi narapidana
adalah:
a. Faktor ekonomi
1. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan
bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara
penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk
memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk
kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan
ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks
keadaan ekonomi pada umumnya. Maka dari itu perubahan-
perubahan harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan.
3. Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak,
mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu-
waktu krisis, pengangguran dianggap paling penting. Bekerja terlalu
muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap,
pengangguran biasa, berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke
tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat
anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan
bahwa pengangguran adalah faktor yang paling penting.
b. Faktor Mental
1. Kepercayaan
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis
bila dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah
meresap secara menyeluruh. Meskipun adanya faktor- faktor
negatif, memang merupakan fakta bahwa norma- norma etis yang
secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya
bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk
melawan kecenderungan-kecenderungan kriminal.
2. Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor
krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke- 18,
lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografi,
buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita- cerita detektif dengan
penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.
Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari bacaan demikian
ialah gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung
dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si
pembaca. Harian- harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada
umumnya juga dapat berasal dari koran-koran. Di samping bacaan-
bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan
pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir- akhir
ini.
c. Faktor Pribadi
1. Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan, baik
secara yuridis maupun kriminal dan sampai suatu batas tertentu
berhubungan dengan faktor-faktor seks/kelamin dan bangsa, tapi
faktor-faktor tersebut pada akhirnya merupakan pengertian-
pengertian netral bagi kriminologi. Artinya hanya dalam
kerjasamanya dengan faktor-faktor lingkungan mereka baru
memperoleh arti bagi kriminologi. Kecenderungan untuk berbuat
antisocial bertambah selama masih sekolah dan memuncak antara
umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu
meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua.
Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang
tergantung dari irama kehidupan manusia.
2. Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti
pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan,
pengemisan, kejahatan seks, dan penimbulan pembakaran,
walaupun alcohol merupakan faktor yang kuat, masih juga
merupakan tanda tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
3. Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan,
seringkali terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum,
melakukan kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada
krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi
dan revolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang jadi kasar
karena perang, kepemilikan senjata api menambah bahaya akan
terjadinya perbuatan-perbuatan kriminal.

3. MASALAH KESEHATAN NARAPIDANA


a. Kesehatan Mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan
dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa
yang sering dijumpai adalah skozofrenia, bipolar affective disorder
dan personality disorder. Karena banyak yang mengalami ganguan
kesehatan jiwa maka pemerintah harus menyediakan pelayanan
kesehatan mental.
b. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis
dan penyakit menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis :
1) HIV
Angka kejadian HIV diantara para narapidana diperkiraan 6 kali
lebih tinggi daripada populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV
ini berkaian dengan perilaku yang beresiko tinggi seperti
penggunaan obat-obaan, sexual intercourse yang tidak aman dan
pemakaian tato. Pendekatan yang dilakukan utnuk menekan angka
kejadian yaitu dengan dilakukannya penegaan dan program
pendidikan kesehatan mengenai HIV dan AIDS.
2) Hepatitis
Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi dariopada populasi
umum walaupun data yang ada belum lengkap. Hal ini berkaitan
dengan penggunaan obat-obat lewat suntikan, tato, imigran dari
daerah dengan insiden hepatitis B dan C tinggi. National
Commision on Correctional Healt Care (NCCHC) menyarankan
agar dilakukan skrining pada semua tahanan dan jika diindikasikan
maka harus segera diberikan pengobatan. NCCHC juga
merekomendasikan pendidikan bagi semua staf dan tahanan
mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan dan kemajuan
penyakit.
3) Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP dibanding populasi umum.
Hal ini terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk,
yang mempengaruhi penyebaran penyakit. Pada tahun 196,
lembaga yang menangani tuberculosis yaitu CC
merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di lembaga
pemasyarakatan yaitu :
a) Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan
b) Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan
pengobatan yang sesuai
c) Monitoring dan evaluasi skrining

4. JENIS-JENIS NARAPIDANA
Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan
pada lembaga pemasyarakatan, yaitu :
a. Wanita
Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek misalnya tahanan
wanita yang dalam keadaan hamil, meninggalkan anak dalam
pengasuhan orang lain (terpisah dari anak), korban penganiayaan dan
kekerasan social, penyalahgunaan obat terlarang. Tetapi pelayanan
kesehatan yang selama ini diberikan belum cukup maksimal untuk
memenuhi kebutuhan mereka seperti pemeriksaan ginekologi untuk
wanita hamil dan korban kekerasan seksual. NCCHC menawarkan
ketentuan-ketentuan berikut untuk pemenuhan pelayanan kesehatan :
 LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk
pemeriksaan ginekologi secara koprehensif.
 Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan reproduksi,
korban dari penipuan, konseling berkaitan dengan peran sebagai
orang tua dan pemakaian obat- obatan dan alcohol.
b. Remaja
Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal membuat
mereka harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang dewasa. Hal ini
akan menghalagi pemenuhan kebutuan untuk berkembang seperti
perkembangan fisik, emosi dan nutrisi yang dibutuhkan. Para remaja
ini akan mempunyai masalah-masalah kesehatan seperti kekerasan
seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau tindakan bunuh diri.
Disini perawat harus memantau tingkat perkembangan dan
pengalaman mereka dan perlu waspada bahwa pada usia ini paling
rentan terkena masalah kesehatan.

5. PENGOBATAN NARAPIDANA
a) Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005,hal.231).
b) Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok
stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi
aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari
empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling relevan
dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri
rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.Terapi
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil
diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
c) Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah
ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang
masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan
untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung
pada pertolongan orang lain (Riyadidan Purwanto, 2009).

C. ANAK JALANAN
1. DEFINISI
Departemen Sosial RI mendefinisikan, “anak jalanan adalah anak
yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah
atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat lainnya”.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child
are those who have abandoned their homes, school and immediate
communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a
nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah
16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang
berpindah-pindah di jalan raya (H.A Soedijar, 1988 : 16).
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang
menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena
adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi
fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka
adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan
mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka
harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung
berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan
kepribadiannya.
Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana
labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan
yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar
masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar,
anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus
diasingkan.
Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan
memicu perasaanalineatif mereka yang pada gilirannya akan melahirkan
kepribadian introvert, cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial.
Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus
bangsa untuk masa mendatang.

2. TANDA-TANDA ANAK JALANAN


a. Orang dengan tubuh yang kotor sekali
b. Rambutnya seperti sapu ijuk
c. Pakaiannya compang-camping dengan membawa bungkusan besar
yang berisi macam-macam barang
d. Bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri
e. Sukar diajak berkomunikasi
f. Pribadi tidak stabil
g. Tidak memiliki kelompok

3. PENGGELOMPOKKAN ANAK JALANAN


Menurut Tata Sudrajat (1999:5) anak jalanan dapat dikelompokan menjadi
3 kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu :
a. Pertama, Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak
sekolah dan tinggal di jalanan (anak yang hidup dijalanan / children
the street).
b. Kedua, anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya,
tidak sekolah, kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu
sekali, dua bulan atau tiga bulan sekali biasa disebut anak yang
bekerja di jalanan (Children on the street).
c. Ketiga, Anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok
ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan ( vulnerable
to be street children).
Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (1999 ; 22-
24) anak jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
a. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children
of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan
semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan
keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor
sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan,
penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau
kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya
telah menjadi ikatan mereka.
b. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka
adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka
seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak
teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka
bekerja dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong,
pengamen, tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal
mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-
teman senasibnya.\
c. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka
tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau
sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman,
belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas
usaha mereka yang paling menyolok adalah berjualan koran.
d. Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Mereka berada di
jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan.
Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka
biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua ataupun
saudaranya) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus,
menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul),
pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.
Secara garis besar terdapat dua kelompok anak jalanan, yaitu :
a. Kelompok anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalan. Anak yang
hidup di jalan melakukan semua aktivitas dijalan, tidur dan
menggelandang secara berkelompok.
b. Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan (masih pulang ke
rumah orang tua).

4. FAKTOR–FAKTOR YANG MENYEBABKAN ADANYA ANAK


JALANAN
Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab
tumbuhnya anak jalanan. Parsudi Suparlan berpendapat bahwa adanya
orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya
sebuah kota, tetapi justru karena tekanantekanan ekonomi dan rasa tidak
aman sebagian warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat
yang diduga dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang
lebih baik di kota (Parsudi Suparlan, 1984 : 36).
Menurut Saparinah Sadli (1984:126) bahwa ada berbagai faktor yang
saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah
gelandangan, antara lain: faktor kemiskinan (struktural dan pribadi), faktor
keterbatasan kesempatan kerja (faktor intern dan ekstern), faktor yang
berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan faktor
pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan
keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi
Shalahudin,2000:11) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan anak pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan penuturan
mereka adalah karena :
a. Kekerasan dalam keluarga.
b. Dorongan keluarga.
c. Ingin bebas.
d. Ingin memiliki uang sendiri.
e. Pengaruh teman.
Beragam faktor tersebut yang paling dominan menjadi penyebab
munculnya anak jalanan adalah faktor kondisi sosial ekonomi di samping
karena adanya faktor broken home serta berbagai faktor lainnya.

5. LAYANAN YANG DIBUTUHKAN OLEH ANAK JALANAN


a. Kebutuhan fisik, meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan dan
kesehatan
b. Kebutuhan layanan psikis meliputi terapi medis psikiatris. keperawatan
dan psikologis
c. Kebutuhan sosial seperti rekreasi, kesenian dan olah raga
d. Layanan kebutuhan ekonomi meliputi ketrampilan usaha, ketrampilan
kerja dan penempatan dalam masyarakat.
e. Kebutuhan rohani

6. SOLUSI UNTUK MENGATASI ANAK JALANAN


Menurut Nugroho ada tiga pendekatan untuk mengatasi masalah anak
jalanan, yaitu:
a. Pendekatan Penghapusan (abolition)
Lebih mendekatkan pada persoalan struktural dan munculnya gejala
anak jalanan. Anak jalanan adalah produk dari kemiskinan, dan
merupakan akibat dari bekerjanya sistem ekonomi politik masyarakat
yang tidak adil. Untuk mengatasi masalah anak jalanan sangat tidak
mungkin tanpa menciptakan struktur sosial yang adil dalam masyarakat.
Pendekatan ini lebih menekankan kepada perubahan struktur sosial
atau politik dalam masyarakat, dalam rangka melenyapkan masalah
anak jalanan.
b. Pendekatan Perlindungan (protection)
Mengandung arti perlunya perlindungan bagi anak-anak yang terlanjur
menjadi anak jalanan. Karena kompleksnya faktor penyebab munculnya
masalah kemiskinan, maka dianggap mustahil menghapus kemiskinan
secara tuntas. Untuk itu anak- anakyang menjadi korban perlu di
lindungi dengan berbagai cara, misalnya:melalui perumusan hukum
yang melindungi hak-hak anak. Fungsionalisasi lembaga pemerintah,
LSM dan lembaga-lembaga sosial lainnya. Perlindungan ini senada
dengan pendapat pemerintah melalui departemen sosial, praktisi-
praktisi LSM dan UNICEF di mana tanggal 15 Juni 1998 membentuk
sebuah lembaga independent yang melakukan perlindungan pada anak.
Yaitu lembaga perlindungan anak (LPA) membentuk LA tersebut
didasarkan pada prinsip dasar terbentuknya embrio LPA, yaitu :
1) Anak di fasilitasi agar dapat melaporkan keadaan dirinya.
2) Menghargai pendapat anak.
3) LPA bertanggung jawab kepada masyarakat bukan kepada
pemerintah.
4) Accountability Menurut Nugroho, sisi negatif dari pendekatan
perlindungan tersebu tadalah strategis perlindungan hanya akan
menjadi ajang kepentingan para elit dan tokoh masyarakat sehingga
berimplikasi pada tidak tuntasnya penyelesaian problem anak
jalanan. Produk- produk hukum yang dirumsukan sebagai wujud
bagi perlindungan terhadap anak.
c. Pendekatan Pemberdayaan (empowerment)
Menekankan perlunya pemberdayaan bagi anak jalanan. Pemberdayaan
ini bermaksud menyadarkan mereka yang telah menjadi anak jalanan
agar menyadari hak dan posisinya dalam konteks social, politik
ekonomi yang abadi di masyarakat. Pemberdayaan biasanya di lakukan
dalam bentuk pendampingan. Yang berfungsi sebagai fasilitator,
dinamisator, katalisator bagi anak jalanan. Pemberdayaan ini dikatakan
berhasil jika anak jalanan berubah menjadi kritis dan mampu
menyelesaikan permasalahannya secara mandiri. Selain itu ada cara
lain yang mampu mengatasi masalah anak jalanan, yaitu sebagai
berikut:
a) Melakukan pembatasan terhadap arus urbanisasi (termasuk arus
masuknya anak-anak) ke Jakarta, dengan cara operasi yustisi,
memperkuat koordinasi dengan daerah asal, pemulangan anak
jalanan ke daerah asal dll.
b) Melakukan identifikasi terhadap akar permasalahan guna
menyelesaikan masalah anak jalanan tersebut dengan menyentuh
pada sumber permasalahannya. Sebagai contoh: banyak diantara
anak jalanan yang menjadi tulang punggung keluarganya. Jika ini
yang terjadi, maka pemerintah tidak bisa hanya melatih, membina
atau mengembalikan si anak ke sekolah. Tapi lebih dari itu,
pemerintah harus melakukan pendekatan dan pemberdayaan
ekonomi keluarganya.
c) Mengembalikan anak jalanan ke bangku sekolah.
d) Memberikan perlindungan kepada anak jalanan tanpa terkecuali.
UU nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan
bahwa perlindungan anak perlu dilakukan dengan tujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia
yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
e) Menciptakan program-program yang responsif terhadap
perkembangan anak, termasuk anak jalanan.
f) Melakukan penegakan hukum terhadap siapa saja yang
memanfaatkan keberadaan anak-anak jalanan.
g) Membangun kesadaran bersama bahwa masalah anak jalanan
sesungguhnya merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. TRAFFECKING

1. Pengkajian
Pada pengkajian adapun yang perlu dikaji, yaitu: Identitas pasien, Riwayat
kesehatan pasien, Riwayat kesehatan keluarga, Keluhan utama,
Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa keperawatan: Ansietas
3. Intervensi keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI


1. Ansietas. Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi
keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi tingkat relaksasi
jam diharapkan ansietas yang pernah efektif
pada pasien dapat teratasi digunakan
dengan : 2. Monitor respons terhadap
KH : terapi relaksasi.
Tingkat ansietas Terapeutik
1. Verbalisasi khawatir akibat 1. Ciptakan lingkungan yang
kondisi yang dihadapi : 1-3 tenang dan tanpa gangguan
(meningkat menjadi dengan pencahayaan dan
sedang) suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan.
2. Perilaku gelisah 1-3 :
2. Gunakan relaksasi sebagai
(meningkat menjadi
strategi penunjang dengan
sedang).
analgetik atau tindakan medis
3. Perilaku tegang 1-3 : lain, jika sesuai.
(meningkat menjadi Edukasi
sedang) 1. Anjurkan mengambil posisi
yang nyaman
4. Diaforesis : 1-3 (meningkat
2. Anjurkan rileks dan
menjadi sedang)
merasakan sensasi relaksasi
5. Tremor : 1-3 (meningkat 3. Anjurkan sering mengulangi
menjadi sedang) atau melatih teknik yang
dipilih
6. Pola tidur : 1-3
4. Demonstrasikan dan latih
(memburuk menjadi
teknik relaksasi
sedang)
4. Implementasi dan Evaluasi

NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI

1 Ansietas Terapi relaksasi S: pasien


1. Mengdentifikasi tingkat mengatakan belum
relaksasi yang pernah efektif pernah melakukan
digunakan terapi relaksasi
2. Memonitor respons terhadap sebelumnya
terapi relaksasi
O: pasien merasa
Terapeutik nyaman dengan
1. menciptakan lingkungan yang terapi yang
tenang dan tanpa gangguan diberikan, pasien
dengan pencahayaan dan suhu merasa nyaman
ruang nyaman, jika dengan lingkungan
memungkinkan. yang diciptakan,
pasien mampu
2. menggunakan relaksasi sebagai mendemonstrasikan
strategi penunjang dengan latihan teknik
analgetik atau tindakan medis relaksasi yang
lain, jika sesuai. diberikan.
Edukasi
1. menganjurkan mengambil A: Ansietas pada
posisi yang nyaman pasien Teratasi
2. menganjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi P: Intervensi
3. menganjurkan sering dihentikan
mengulangi atau melatih teknik
yang dipilih
4. Mendemonstrasikan dan latih
teknik relaksasi

B. NARAPIDANA

1. Pengkajian

a. Identitas klien: Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal

pengkajia, nomor rekam medis

b. Faktor predisposisi: Genetik, Neurobiologis: penurunan volume otak

dan perubahan system neurotransmiter, Teori virus dan infeksi

c. Faktor presipitasi: Biologis, sosial kutural, psikologis


d. Penilaian terhadap stress

e. Sumber koping: Disonasi kognitif (gangguan jiwa aktif), pencapaian

wawasan, kognitif yang konstan, bergerak menuju prestasi kerja.

f. Mekanisme koping: Regresi (berhubungan dengan masalah dalam

proses informasi dan pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya

mengelola anxietas), proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang

membingungkan dengar menctapkan tanggung jawab kepada orang

lain), menarik diri, pengingkaran

2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul Pada Narapidana (SDKI,2019)

a. Harga Diri Rendah Situasional (D.0087)

b. Isolasi Sosial (D.0121)

3. Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1. Harga Diri Setelah dilakukan Manajemen Perilaku
Rendah tindakan keperawatan
Situasiona Observasi
selama 3x24 jam Identifikasi harapan untuk
l diharapkan Harga Diri mengendalikan prilaku
Rendah Situasional Terapeutik
pada pasien dapat 1. Diskusikan tanggung jawab
teratasi dengan : terhadap prilaku
KH : 2. jadwal kegiatan terstruktur
Harga Diri 3. Tingkatkan aktifitas fisik sesuai
kemampuan
1. Penilaian diri positive
4. Cegah prilaku pasif dan agresif
meningkat
Promosi Harga Diri (1.09307)
2. Perasaaan memiliki Terapeutik
kelebihan/kemampuan 1. Motivasi menerima tantangan atau
meningkat hal baru
2. Diskusikan pengalaman untuk
3. Minat mencoba hal
meningkatkan harga diri klien
baru meningkat
3. Diskusïkan Bersama keluarga
4. Perasaan bersalah untuk menetapkan harapan dan
menurun Batasan yang jelas
4. Fasilitasi lingkungan dan aktifitas
5. Postur tubuh berjalan
yang meningkatkan harga diri
tegak meningkat
Edukasi
(tidak menunduk)
1. Anjurkan mengevaluasi prilaku
2. Ajarkan cara mengatasi bullying
2 Isolasi Setelah dilakukan Terapi Aktivitas
sosial tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam
diharapkan isolasi 1. Identifikasi defisit tingkat aktifitas
sosial pada pasien 2. Identifikasi kemampuan
dapat teratasi dengan : berpartisipasi dalam aktifitas
KH : tertentu
Keterlibatan sosial 3. Identifikasi sumber aktivitas yang
1. Minat interaksi diinginkan
meningkat 4. Monitor respon emosional, fisik,
2. Minat terhadap social dan spiritual terhadap
aktifitas meningkat aktifitas
3. Prilaku Menarik diri
menurun Terapeutik
4. Afek sedih menurun Berikan penguatan positive atas
5. Prilaku sesuai harapan partisipasi dalam aktifitas
orang lain membaik Libatkan keluarga dalam aktifitas
Edukasi
1. Jelaskan metode aktifitas fisik
sehari-hari
2. Ajarkan cara melakukan aktifitas
yang dipilih
3. Anjurkan keluarga untuk
memberikan penguatan positive
dan partisipasi dalam aktifitas
4. Implementasi dan Evaluasi
NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
1 Harga Diri Manajemen Perilaku S: Pasien
Rendah mengatakan
Situasional Observasi mampu
Mengdentifikasi harapan untuk mengendalikan
mengendalikan prilaku perilaku
Terapeutik
1. Mendiskusikan tanggung jawab O: pasien mampu
terhadap perilaku mengendalikan
2. Menjadwal kegiatan terstruktur perilaku, pasien
3. Meningkatkan aktifitas fisik mampu
sesuai kemampuan meningkatkan
4. Mencegah prilaku pasif dan aktivitas fisik
agresif
A: Harga Diri
Promosi Harga Diri (1.09307)
Rendah
Terapeutik
Situasional belum
1. Memotivasi menerima tantangan
teratasi
atau hal baru
2. Mendiskusikan pengalaman P: Pertahankan
untuk meningkatkan harga diri intervensi
klien
3. Mendiskusïkan Bersama keluarga
untuk menetapkan harapan dan
Batasan yang jelas
4. Memfasilitasi lingkungan dan
aktifitas yang meningkatkan
harga diri
Edukasi
1. Menganjurkan mengevaluasi
prilaku
2. mengjarkan cara mengatasi
bullying
2 Isolasi Sosial Terapi Aktivitas S: Pasien
mengatakan
Observasi mampu
1. Mengidentifikasi defisit tingkat berpartisipasi
aktifitas dalam aktivitas
2. Mengidentifikasi kemampuan tertentu, Pasien
berpartisipasi dalam aktifitas mengatakan
tertentu mampu
memahami
3. Mengidentifikasi sumber metode aktivitas
aktivitas yang diinginkan yang diajarkan
4. Memonitor respon emosional,
fisik, social dan spiritual terhadap O: pasien mampu
aktifitas berpartisipasi
dalam aktivitas
Terapeutik tertentu, pasien
Memberikan penguatan positive atas tampak antusias
partisipasi dalam aktifitas terhadap aktivitas
Libatkan keluarga dalam aktifitas yang diberikan,
pasien mampu
Edukasi melakukan
1. Menjelaskan metode aktifitas aktivitas yang
fisik sehari-hari dipilih
2. Mengajarkan cara melakukan A: Isolasi Sosial
aktifitas yang dipilih teratasi
3. Mengnjurkan keluarga untuk
P: Hentikan
memberikan penguatan positive
Intervensi
dan partisipasi dalam aktifitas
C. ANAK JALANAN

1. Pengkajian

a) Faktor predisposisi: Genetik, neurobiologis : penurunan volume otak

dan perubahan sistem neurotransmiter, teori virus dan infeksi.

b) Faktor presipitasi: Biologis, sosial kultural, psikologis

c) Penilaian terhadap stresor

d) Sumber koping: Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif), pencapaian

wawasan, kognitif yang konstan, bergerak menuju prestasi kerja.

e) Mekanisme koping: Regresi( berhubungan dengan masalah dalam

proses informasi dan pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya

mengelola anxictas), proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang

membingungkan dengar menetapkan tanggung jawab kepada orang

lain), menarik diri, pengingkaran

2. Diagnosa: Defisit perawatan diri

3. Intervensi Keperawatan
NO. SDKI SLKI SIKI
1 Defisit Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri
Perawatan tindakan keperawatan Observasi
Diri selama 3x24 jam 1. Identifikasi kebiasaan
diharapkan defisit aktivitas perawatan diri
perawatan diri pada sesuai usia
pasien dapat teratasi 2. Monitor tingkat kemandirian
dengan : 3. Identifikasi kebutuhan alat
KH: bantu kebersihan diri,
1. Kemampuan mandi berpakaian, berhias, dan
meningkat makan
2. Kemampuan Teraupetik
mengenakan pakaian 1. Sediakan lingkungan yang
meningkat teraupetik
3. Kemampuan toileting 2. Siapkan keperluan pribadi
(BAB/BAK) 3. Dampingi dalam melakukan
meningkat perawatan diri sampai
4. Mempertahankan mandiri
kebersihan mulut 4. Jadwalkan perawatan
meningkat perawatan diri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan

4. Implementasi dan Evaluasi


NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
1 Defisit Dukungan perawatan diri S: Pasien
Perawatan Observasi mengatakan jarang
Diri 1. Mengdentifikasi kebiasaan melakukan
aktivitas perawatan diri sesuai perawatan diri
usia O: Pasien mampu
2. Memonitor tingkat melakukan
kemandirian Perawatan diri
3. Mengdentifikasi kebutuhan secara mandiri
alat bantu kebersihan diri, sesuai kebutuhan
berpakaian, berhias, dan A: Defisit Perawatan
makan Diri teratasi
Teraupetik P: Hentikan
1. Menyediakan lingkungan yang Intervensi
teraupetik
2. menyiapkan keperluan pribadi
3. Mendampingi dalam
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
4. Menjadwalkan perawatan
perawatan diri
Edukasi
Menganjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Traffcking merupakan perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan

atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau kekerasan atau bentuk-

bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan kebohongan merupakan

wujud dari penyalahgunaan kekuasaan yang bertujuan untuk memperoleh

keuntungan agar bisa memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa

atas orang lain dengan cara mengeksploitasi. Trafficking disebabkan karena

adanya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dipaksa dengan kekerasan

dan adanya pengaruh globalisasi. Akibatnya korban Trafficking akan

mengalami trauma, terbatas dalam bergerak, violence dan abuse.

Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau

sanksi lainnya, menurut perundang-undangan. Narapidana terjadi karena

adanya tindakan kejahatan akibat faktor ekonomi rendah, faktor mental dan

faktor dari diri sendiri.

Departemen Sosial RI mendefinisikan, “anak jalanan adalah anak yang

sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau

berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat lainnya”. Anak jalanan ditandai

dengan tubuh yang kotor, berpakaian compang-camping, beringkah laku aneh,

sukar diajak berkomunikasi dan memiliki pribadi yang tidak stabil. Secara

garis besar anak jalanan dikelompokkan menjadi dua, yaitu Kelompok anak

jalanan yang bekerja dan hidup di jalan dan Kelompok anak jalanan yang

bekerja di jalanan.
B. Saran

Melalui makalah ini kami menyarankan supaya dilakukan perlindungan

yang lebih maksimal lagi kepada seluruh masyarakat khususnya pada wanita

dan anak-anak yang ada agar tidak ada lagi yang menjadi korban trafficking.

Untuk mengurangi narapidana maka kami menyarankan supaya

pemerintah menciptakan lebih banyak lapangan kerja agar tidak terjadi banyak

penggangguran yang merupakan salah satu penyebab terjadinya tindakan

kejahatan yang dapat menyebabkan sanksi narapidana.

Kami menyarankan agar anak jalanan yang hidupnya benar-benar hanya

dijalanan supaya dibawa ke Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, agar hidup

mereka lebih terjamin dari banyaknya tindakan kejahatan dan pelecehan

seksual.
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13.
Jakarta:EGC
Farhana. 2010. Aspek Hukum Perdagangan Orang di IndonesiaJakarta:
SinarGrafika
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan
Jiwa.Yogyakarta: Graha Ilmu
Syafaat, Rachmad. 2002. Dagang Manusia-Kajian Trafficking
TerhadapPerempuan dan Anak di Jawa Timur. Yogyakarta: Lappera
Pustaka Utama
Maryatun S, Hamid AYS, Mustikasari. Logoterapi meningkatkan harga diri
narapidana perempuan pengguna narkotika. J Keperawatan Indonesia.
2014;17(2):48–56.
Nilamastuti MT. Hubungan Tingkat Spiritual dengan Tingkat Stres Pada
Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Kabupaten Jember.
Universitas Jember; 2016.
Windistiar DE. Hubungan Dukungan Sosial dengan Stress Narapidana Wanita.
Universitas Muhammadyah Malang; 2016.
Segarahayu RD. Pengaruh Manajemen Stres Terhadap Penurunan Tingkat Stres
Pada Narapidana di LPW Malang. J Psikol [Internet]. 2013;1–16.
Available from: http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikelDEB
288149FBAA98C9CB27EB18035D95A.pdf
Nur AL, Shanti K LP. Kesepian pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kedungpane Semarang ditinjau dari dukungan sosial keluarga dan status
perkawinan. J Psikol. 2011;IV(2):67–80.
Astri, Herlina. kehidupan anak jalanan di Indonesia, factor penyebab,
tatanan dan kerentanan berprilaku menyimpang. jurnal vol. 5 no. 2.
desember 2014.
Dina, Hergo. skipsi. prilaku sosial anak jalanan (studi kasus anak jalanan
Bandar Lampung). 14 januari 2019.

Anda mungkin juga menyukai