Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH GOLONGAN DARAH, HEMATOKRIT, KADAR

HB, RASA NYERI, DAN URINE


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Manusia
Dosen pengampu : Fiki Sa’adah M.Pd. dan Galih Dewanti, S.Pd., M.Pd.

Oleh :

Rachmadani Putri Puspa D. (23090920007 )


Anggun Bilqis Ariyanto (23090920010)
Sherly Amanda (23090920014)
Dian Angga Ramadani (23090920034 )
Ratna Anindita Septiani ( 23090920036 )
Devie Nur Risma ( 23090920039 )

PRODI PENGELOLAAN USAHA REKREASI

FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Latar belakang dari penulisan makalah ini didasarkan pada penugasan fisiologi secara
kelompok dengan materi Penggolongan Darah, Hematokrit, Kadar HB, Rasa Nyeri, dan
Urine. Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran lebih lanjut
pada mata kuliah fisiologi.
Dalam makalah ini akan dipaparkan materi lebih lanjut mulai dari pengertian,
penggolongan, pengelompokan, mekanisme, dan lain-lain. Dengan penulisan makalah ini
diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran lebih lanjut bagi para pembaca, sehingga
para pembaca dapat memehami lebih lanjut mengenai Golongan Darah, Hematokrit,
Kadar HB, Rasa Nyeri, dan Urine.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang terurai diatas maka dapat disimpulkan rumusan
masalahnya sebagai berikut ini :
1. Sebagai bahan pembelajaran fisiologi mengenai materi Penggolongan Darah,
Hematokrit, Kadar HB, Rasa Nyeri, dan Juga Urine.
2. Memahami dan mempelajari lebih dalam mengenai pengertian, pengelompokan,
dan mekanisme yang terjadi.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN


Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Menyelesaikan penugasan fisiologi mengenai materi Penggolongan Darah,
Hematokrit, Kadar HB, Rasa Nyeri, dan juga Urine.
2. Guna memaparkan secara lebih dalam mengenai materi Penggolongan Darah,
Hematokrit, Kadar HB, Rasa Nyeri, dan juga Urine.

Dengan penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan membantu para
pembaca memahami lebih lanjut mengenai materi yang kami sajikan dalam makalah ini.
Selain itu diharapkan penulisan makalah ini juga dapat menjadi bahan pembelajaran bagi
para pembaca.
BAB II

KAJIAN TEORI

SISTEM PEREDARAN
DARAH

PENYAKIT PADA SISTEM


GOLONGAN DARAH
GOLONGAN DARAH

SEL DARAH MERAH


BAB III
PEMBAHASAN

Golongan darah adalah ilmu pengklasifikasian darah dari suatu kelompok berdasarkan
ada atau tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan membran sel darah merah. Hal
ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan
membran sel darah merah tersebut.

Ada beberapa sistem golongan darah yang paling umum dikenal, yaitu sistem
golongan darah ABO dan sistem golongan darah Rhesus (Rh). Di dunia ini sebenarnya
dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang
dijumpai.

Perlu diketahui bahwa transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat
menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal,
syok, dan kematian.

Ilmuwan Austria, Karl Landsteiner memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang


Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya menemukan cara penggolongan
darah ABO. Jan Janskydi pada tahun 1907 mengklasifikasikan darah manusia ke dalam
empat grup, yang hingga kini masih digunakan. Berikut adalah penjelasan mendetail
mengenai karakteristik golongan darah dalam kedua sistem tersebut :

A. Golongan Darah ABO


Golongan darah ABO terbagi menjadi empat jenis yaitu A, B, AB, dan O.
Penggolongan ini didasarkan pada sel darah yang memiliki jenis antigen tertentu yang
disebut isoaglutinogen. Alela ganda IA dan IB mengendalikan jenis golongan darah ABO.
Sedangakan alela IO.IA dan I.B menjadi kodominan. IO.IA dan I.B juga dominan terhadap
IO. Penggolongan darah ABO menghasilkan 6 kemungkina susunan genotif dan 7
kemungkinan susunan gamet.

 Frekuensi
Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia,
meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih
dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan darah
AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah jenis yang
paling jarang dijumpai di dunia.

B. Penggolongan Darah berdasarkan Rhesus


Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan
faktor Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang
diketahui memiliki faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang
tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rh-.
Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki
golongan darah Rh+. Jenis penggolongan ini sering kali digabungkan dengan
penggolongan ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling umum dijumpai, meskipun
pada daerah tertentu golongan A lebih dominan, dan ada pula beberapa daerah dengan
80% populasi dengan golongan darah B.

Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan. Misalnya


donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan produksi antibodi
terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan Hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada
perempuan yang pada atau di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat
memengaruhi janin pada saat kehamilan.

C. Golongan Darah Lainnya


* Diego positif yang ditemukan hanya pada orang Asia Selatan dan pribumi Amerika.
* Dari sistem MNS didapat golongan darah M, N dan MN. Berguna untuk tes
kesuburan.
* Duffy negatif yang ditemukan di populasi Afrika.
* Sistem Lutherans yang mendeskripsikan satu set 21 antigen.
* Dan sistem lainnya meliputi Colton, Kell, Kidd, Lewis, Landsteiner-Wiener, P, Yt
atau Cartwright, XG, Scianna, Dombrock, Chido/ Rodgers, Kx, Gerbich, Cromer, Knops,
Indian, Ok, Raph dan JMH.

D. Kecocokan Sel Darah Merah


* Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di
permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum
darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah
dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
* Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah
merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya.
Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari
orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif
* Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A
dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang
dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan
darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah
AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
* Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi
memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah
O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO
apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif
hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif.

E. Kecocokan plasma
Kecocokan plasma darah terbalik dengan kecocokan sel darah merah. Hal ini
disebabkan karena antibodi yang mampu untuk bereaksi dibawa di dalam plasma: plasma
tipe AB membawa antibodi anti-A maupun anti-B dan bisa ditranfusikan pada individu
dari grup manapun; tetapi pasien tipe AB hanya bisa menerima plasma tipe AB.
Sebaliknya, plasma tipe O membawa antibodi keduanya, sehingga individu dengan
golongan darah O bisa menerima plasma darah dari grup manapun, tetapi plasma tipe O
hanya bisa digunakan untuk pasien dengan golongan darah O
Hematokrit

Apa itu Hematokrit?


Dalam tubuh manusia, terdapat tiga komponen sel darah yaitu sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit (keping darah/platelet). Sedangkan hematokrit adalah
perbandingan jumlah sel darah merah dengan volume darah dalam tubuh seseorang.
Sel darah merah memiliki peran sebagai pembawa oksigen dan nutrisi ke seluruh
tubuh. Sehingga, kadarnya harus berada di rentang normal agar berbagai fungsi tubuh
dapat berjalan dengan normal.

A. kadar normal hematokrit adalah sebagai berikut:


• New born atau bayi baru lahir: 55-66%
•Bayi berusia 1 minggu: 47-65%
•Bayi usia 1 bulan: 37-49%
•Bayi usia 3 bulan: 30-36%
•Anak usia 1 tahun: 29-41%
•Anak usia 10 tahun: 36-40%
•Laki-laki dewasa: 42-54%
•Perempuan dewasa: 38-46%

Kadar hematokrit tinggi yang melebihi batas normal, misalnya pria dewasa memiliki
kadar 60%, menandakan adanya kondisi medis yang perlu diperhatikan. Tingginya kadar
hematokrit dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi berikut:
• Dehidrasi
Ketika tubuh kehilangan cairan secara berlebihan, misalnya melalui keringat,
muntah, atau diare, hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar hematokrit.
Dehidrasi terjadi karena komposisi plasma darah berkurang sehingga menyebabkan
konsentrasi sel darah merah meningkat. Keadaan serupa dapat terjadi pada kondisi
hipovolemia yakni saat volume cairan tubuh berkurang akibat dehidrasi maupun
perdarahan.
• Polisitemia vera
Gangguan atau penyakit kelainan darah yang ditandai dengan produksi sel darah
merah yang berlebihan dari sumsum tulang. Polisitemia vera dapat menyebabkan
terjadinya pengentalan darah, meningkatkan pembekuan darah, dan komplikasi lain
B. Kadar Hematokrit Rendah
Kadar hematokrit yang rendah umumnya dialami pada penderita anemia. Adapun
beberapa kondisi lainnya yang menyebabkan rendahnya kadar hematokrit adalah
sebagai berikut:
• Leukemia
Pada kondisi ini, sel-sel darah putih yang berlebihan di sumsum tulang pada
penyakit leukemia dapat menggantikan sel darah merah. Sehingga terjadi penurunan
jumlah sel darah merah dan kadar hematokrit menjadi rendah.
•Hiponatremia
Hiponatremia adalah kondisi di mana terdapat kelebihan cairan dalam tubuh,
sehingga menyebabkan pengenceran darah. Pengenceran ini dapat mengakibatkan
kadar hematokrit menjadi rendah.
•Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi ketika sel darah merah mengalami kerusakan atau
penghancuran. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.

Definisi nyeri
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan
sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan
berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial (O’Neil, 2008). Nyeri
dapat timbul dimana saja pada bagian tubuh sebagai respon terhadap stimulus yang
berbahaya bagi tubuh seperti suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin, tertusuk benda
tajam, atau patah tulang. Rasa nyeri yang timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akan
menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan posisi tubuhnya (Guyton &
Hall, 2006).
Klasifikasi nyeri
Berdasarkan patofisiologinya, nyeri terbagi menjadi :
1. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri dengan durasi sensasi nyeri pendek dan bertahan kurang dari 3
hingga 6 bulan. Nyeri akut memiliki fungsi peringatan pada tiap individu akan adanya
penyakit maupun rangsangan yang akan membahayakan dan mengakibatkan kerusakan
jaringan (Le Bars et al., 2001).Nyeri akut pada perlukaan biasanya hilang seiring
sembuhnya perlukaaan. Nyeri akut meliputi nyeri nosiseptif, nyeri somatis atau viseral
pramedikasi, nyeri pra dan pasca operasi, nyeri pasca traumatis, nyeri pasca melahirkan,
sakit kepala akut, nyeri pada neuralgia terminal (Tic Doloreux), nyeri intervensional
(akibat prosedur diagnostik dan terapetik), pankreatitis dan nyeri kolik lainnya (Kumar,
2007).

2. Nyeri Kronis

Nyeri kronis bertahan lebih lama hingga tenggang waktu lebih dari 6 bulan dan berkisar
antara intensitas ringan hingga berat. Nyeri ini muncul karena adanya kerusakan atau
perubahan patofisiologi pada sistem saraf, baik sentral maupun perifer. Nyeri kronis yang
berkepanjangan dapat menimbulkan berbagai perubahan yang signifikan
dalam hal perilaku, kemampuan dan gaya hidup (Jennings, 2003). Nyeri
kronis yang diasosiasikan dengan keganasan meliputi nyeri akibat kanker, Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS), multipel sklerosis, anemia sel sabit, sklerosis,
obstruksi paru yang parah, gagal jantung yang parah dan Parkinson. Nyeri kronis yang
tidak terkait dengan keganasan dapat disebabkan oleh penyakit yang diketahui
maupun tidak diketahui. Nyeri tipe ini meliputi nyeri yang diasosiasikan dengan berbagai
kelainan neuropati akibat penekanan pada saraf (Kumar, 2007). Nyeri kronis yang
disebabkan oleh inflamasi dapat berlanjut mejadi nyeri nueropati karena adanya lesi pada
saraf perifer maupun saraf pusat yang disebabkan oleh sensitisasi terus-menerus dari
mediator inflamasi. Keadaan nyeri dapat bertambah parah seiring adanya stres, emosi,
dan kondisi fisik namun dapat mereda oleh relaksasi (O’Neil, 2008).

Kadar hematokrit tinggi yang melebihi batas normal, misalnya pria dewasa memiliki
kadar 60%, menandakan adanya kondisi medis yang perlu diperhatikan. Tingginya kadar
hematokrit dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi berikut:
• Dehidrasi:
Ketika tubuh kehilangan cairan secara berlebihan, misalnya melalui keringat, muntah,
atau diare, hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar hematokrit. Dehidrasi terjadi
karena komposisi plasma darah berkurang sehingga menyebabkan konsentrasi sel darah
merah meningkat. Keadaan serupa dapat terjadi pada kondisi hipovolemia yakni saat
volume cairan tubuh berkurang akibat dehidrasi maupun perdarahan.
• Polisitemia vera
Ini adalah gangguan atau penyakit kelainan darah yang ditandai dengan produksi sel
darah merah yang berlebihan dari sumsum tulang. Polisitemia vera dapat menyebabkan
terjadinya pengentalan darah, meningkatkan pembekuan darah, dan komplikasi lain.
Kadar Hematokrit Rendah
Kadar hematokrit yang rendah umumnya dialami pada penderita anemia. Adapun
beberapa kondisi lainnya yang menyebabkan rendahnya kadar hematokrit adalah sebagai
berikut:
• Leukemia
Pada kondisi ini, sel-sel darah putih yang berlebihan di sumsum tulang pada penyakit
leukemia dapat menggantikan sel darah merah. Sehingga terjadi penurunan jumlah sel
darah merah dan kadar hematokrit menjadi rendah.

•Hiponatremia
Hiponatremia adalah kondisi di mana terdapat kelebihan cairan dalam tubuh, sehingga
menyebabkan pengenceran darah. Pengenceran ini dapat mengakibatkan kadar
hematokrit menjadi rendah.
• Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi ketika sel darah merah mengalami kerusakan atau
penghancuran. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.

Urine adalah cairan limbah yang diproduksi oleh ginjal dan dikeluarkan melalui saluran
kemih. Warna urine dapat bervariasi, mulai dari kuning pucat hingga kuning gelap,
tergantung pada banyak faktor seperti kadar hidrasi tubuh, makanan atau minuman yang
dikonsumsi, penggunaan obat-obatan, dan kondisi medis tertentu.

Penyakit yang bisa dideteksi lewat urine


1. Penyakit ginjal
Pengidap penyakit ginjal berkemih dengan mengeluarkan urine berwarna coklat, orange
tua, atau kemerahan.
2. Diabetes melitus
Pengidap diabetes memiliki kadar gula dalam urine yang tinggi. Selain itu, warna urine
pengidap diabetes juga lebih transparan atau tidak memiliki warna sama sekali, serta
beraroma manis. Hal tersebut yang membuat diabetes kerap disapa dengan sebutan
kencing manis.
3. Hepatitis B
Salah satu gejala yang tampak yaitu warna urine berwarna gelap.
4. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) disebabkan oleh adanya mikroorganisme dalam urine.
Bukan hanya nyeri saat buang air kecil saja, urine pada pengidap terkadang mengandung
darah, sehingga tampak lebih kemerahan. Urine juga bisa berwarna hijau, karena
mengandung nanah di dalamnya
5. Penyakit hati
Cek urine bisa mendeteksi kandungan bilirubin. Bilirubin sendiri adalah produk pemecah
sel darah merah. Bilirubin dibawa darah dan masuk ke dalam organ hari. Kemudian,
kandungannya dikeluarkan dan menjadi bagian dari empedu. Nah, adanya bilirubin
dalam urine bisa jadi pertanda kerusakan hati.
BAB IV
KESIMPULAN

Golongan darah adalah ilmu pengklasifikasian darah dari suatu kelompok


berdasarkan ada atau tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan
membran sel darah merah. Ada beberapa sistem golongan darah yang paling
umum dikenal, yaitu sistem golongan darah ABO dan sistem golongan
darah Rhesus (Rh). Perlu diketahui juga bahwa transfusi darah dari
golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi
imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan
kematian.Dalam tubuh manusia, terdapat tiga komponen sel darah yaitu sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit (keping darah/platelet).
Sedangkan hematokrit adalah perbandingan jumlah sel darah merah dengan
volume darah dalam tubuh seseorang.Sel darah merah memiliki peran
sebagai pembawa oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh. Sehingga, kadarnya
harus berada di rentang normal agar berbagai fungsi tubuh dapat berjalan
dengan normal.Kadar HB merupakan ukuran untuk menentukan jumlah
hemoglobin dalam satuan mg/dL. Selain membawa oksigen ke seluruh
tubuh, hemoglobin juga berfungsi untuk mengangkut karbondioksida dari
jaringan rubuh kembali ke paru". Apabila fungsi ini terganggu, kadar
karbondioksida dalam tubuh akan meningkat sehingga dapat menyebabkan
masalah kesehatan seperti asidosis.

Anda mungkin juga menyukai