Anda di halaman 1dari 20

BLOK BASIC SCIENCE HUMAN BODY

LAPORAN INDIVIDU PRAKTIKUM BIOKIMIA

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH SISTEM ABO & RHESUS

Disusun Oleh:

Hafizh Zufar Pramuditya

G1B016019

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI

PURWOKERTO

2017

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia dan kuasa-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan individu praktikum biokimia
pemeriksaan golongan darah ABO dan rhesus tanpa ada halangan suatu apapun.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam proses pembuatan laporan ini. Penulis mengucapkan terima
kasih terutama kepada drg. Anindita Laksitasari, drg. Fanni Kusuma Djati, drg.
Rizka Hidayati, drg. RR Dinar Windiayu dan drg. Haris Budi Wibowo selaku
dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam proses praktikum
sehingga penulis dapat membuat laporan individu ini.

Penulis juga meminta maaf jika laporan ini masih mengandung kesalahan
yang tidak penulis sengaja, karena penulis hanyalah manusia biasa yang dekat
dengan kesalahan. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun
yang membacanya. Sekian yang dapat penulis sampaikan.

Wassalamulaikum wr.wb.

Purwokerto, 18 Maret 2017.

Hafizh Zufar Pramuditya

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang...................................................................................................4


1.2. Rumusan masalah..............................................................................................5
1.3. Tujuan...............................................................................................................5
1.4. Manfaat.............................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM..............................................................14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................19
Kesimpulan............................................................................................................19
Saran......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Darah adalah cairan jaringan yang dialirkan melalui pembuluh darah.
Darah terdiri atas sel-sel merah (sel darah putih dan sel darah merah),
trombosit (keping darah/platelet), dan plasma darah. Golongan darah
merupakan ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan
jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.
Golongan darah ditentukan oleh jumlah zat yang kemudian disebut antigen
yang terkandung di dalam sel darah merah. (Fitri, 2007)
Ada beberapa sistem penggolongan darah pada manusia, yaitu sistem
ABO, rhesus (Rh), dan MN. Dasar penggolongan darah adalah
adanya aglutinogen (antigen) di dalam sel darah merah
dan aglutinin (antibodi) di dalam plasma (serum). Aglutinogen adalah zat
yang digumpalkan dan aglutinin adalah zat yang menggumpalkan. Darah juga
merupakan jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler
adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur
padat, yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira 5 liter.
Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas
sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume darah
yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. (Suryo, 1996)
Golongan darah menurut sistem A-B-O dapat diwariskan dari orang tua
kepada anaknya. Land-Steiner (dalam Suryo, 1996) membedakan darah
manusia kedalam empat golongan yaitu A, B, AB dan O. Penggolongan darah
ini disebabkan oleh macam antigen yang dikandung oleh eritrosit (sel darah
merah). Dr. Landsteiner merupakan penemu sistem ABO. Dalam sistem ABO,
ada tidaknya antigen tipe A dan B di dalam sel darah merah menentukan
golongan darah seseorang. Sistem tersebut mengelompokkan darah manusia
menjadi empat golongan, yaitu, A, B, AB, dan O. (Suryo, 1996)
Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan
A-B-O dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46

4
jenis antigen selain antigen A-B-O dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai.
(Alrasyid, 2010)
Berdasarkan uraian diatas maka yang melatarbelakangi praktikan ini
adalah mengetahui teknik uji golongan darah. Untuk lebih memahami
bagaimana kita mengetahui golongan darah seseorang, maka dilakukan
dengan melakukan suatu percobaan atau praktikum.

1.2.Rumusan Masalah
Bagaimana “Gambaran Golongan Darah A-B-O dan Rhesus pada salah
satu mahasiswa di jurusan Kedokteran Gigi Unsoed angkatan 2016.”

1.3.Tujuan
Tujuan dari praktikum ini bagi mahasiswa adalah untuk mengetahui teknik
uji golongan darah, untuk menentukan golongan darah seseorang, dan dapat
membedakan golongan darah A, B, AB, dan O dengan menggunakan teknik
sistem ABO.

1.4.Manfaat
Mahasiswa dapat menerapkan teori pemeriksaan golongan darah ABO
kepada manusia dalam kehidupan sehari-hari dan mampu menentukan golongan
darah seseorang. Hal ini berhubungan dengan tenaga medis yang dituntut selalu
profesional kapanpun dan dimanapun. Mahasiswa juga dapat melatih komunikasi
yang efektif antara tenaga medis dengan pasien yang didapatkan dalam bangku
kuliah ke dalam dunia kerja nyata dan melatih diri dan menambah pengalaman
untuk beradaptasi dengan dunia kerja yang sesungguhnya

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Darah dan Kegunaan Penentuan Golongan Darah A, B, AB, O

Darah adalah cairan jaringan yang dialirkan melalui pembuluh darah.


Darah terdiri atas sel-sel merah (sel darah putih dan sel darah merah), trombosit
(keping darah/platelet), dan plasma darah. Golongan darah merupakan ciri khusus
darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein
pada permukaan membran sel darah merah. Golongan darah ditentukan oleh
jumlah zat (kemudian disebut antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah
(Fitri, 2007).
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena
adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel
darah merah. Informasi tentang golongan darah A, B, O seseorang mutlak
diperlukan dalam keadaan yang berhubungan dengan transfusi darah, baik sebagai
donor, maupun sebagai resipien. Oleh karena itu, sepatutnya seseorang
mengetahui dengan pasti akan golongan darahnya sendiri, yang dapat
dilakukannya dengan memeriksakan darahnya ke laboratorium. Golongan darah
juga berfungsi sebagai salah satu petanda ( marker ) genetik, yang ikut menjadi
bagian dari identitas seseorang. (Fitri, 2007)

2.2. Sifat Umum Darah


Secara umum fungsi darah ialah sebagai berikut :
1. Alat transpor makanan, yang diserap dari saluran cerna dan diedarkan ke
seluruh tubuh.
2. Alat transpor O2 , yang diambil dari paru-paru atau insang untuk dibawa ke
seluruh tubuh.
3. Alat transpor bahan buangan dari jaringan ke alat-alat ekskresi seperti paruparu
(gas), ginjal dan kulit (bahan terlarut dalam air) dan hati untuk diteruskan ke

6
empedu dan saluran cerna sebagai tinja (untuk bahan yang sukar larut dalam air).
(Sadikin, 2010)
Darah adalah cairan berwarna merah pekat. Warnanya merah cerah di
dalam arteri dan berwarna ungu gelap di dalam vena, setelah melepas sebagian
oksigen ke jaringan ( menyebabkan perubahan warna ) dan menerima produk sisa
dari jaringan. Pembentukan sel darah berlangsung di dalam sumsum tulang dan
sel-sel yang matang ( matur ) akan dilepas ke dalam aliran darah. Terbentuk 8
macam sel yang berbeda dan semua dihasilkan dari satu jenis sel batang
pluripoten yang akan menurunkan 5 garis keturunan sel yang berbeda. Garis
mieloblas menghasilkan tiga jenis sel granulosit, sedangkan garis monoblas dan
limfoblas menghasilkan sel agranulosit. Eritrosit (sel darah merah ) dan trombosit
dibentuk dari garis keturunannya masing-masing. Darah selalu dihubungkan
dengan kehidupan, baik berdasarkan kepercayaan saja maupun atas dasar bukti
pengamatan. Penggunaan darah yang berasal dari individu lain dan diberikan
secara langsung ke dalam pembuluh darah juga sudah lama pula dilakukan, paling
tidak sejak abad pertengahan. Pada mulanya, pemberian darah seperti ini dan yang
kini dikenal sebagai transfusi tidak dilakukan dengan landasan ilmiah, tidak
mempunyai indikasi yang jelas dan dilakukan secara sembarang saja. Tindakan ini
lebih banyak dilakukan atas dasar yang lebih bersifat kepercayaan, misalnya darah
sebagai lambang kehidupan. Indikasi juga tidak jelas, bukan terutama untuk
mengobati penyakit atau memperbaiki keadaan karena perdarahan. Lebih sering
hal ini dilakukan untuk tujuan seperti peremajaan jaringan (rejuvenilisasi).
(Sadikin, 2010)
Sejak 100 tahun yang lalu ahli-ahli telah berpendapat, bahwa
penderitapenderita yang kekurangan darah seperti orang-orang yang mengalami
perdarahan yang hebat, seperti akibat kecelakaan, peperangan, persalinan ataupun
penyakitpenyakit pendarahan dapat ditolong dengan penambahan darah kedalam
tubuh penderita tersebut. (Sadikin, 2010)
Sel – sel darah merupakan bagian figuratif atau berbentuk sehingga dapat
dilihat oleh mata, meskipun dengan bantuan alat mikroskop. Sel – sel darah terdiri
atas Sel darah merah, lekosit, dan trombosit. Ketiga macam sel ini berasal sel – sel
asal yang sama disumsum tulang. Sel – sel asal di sumsum tulang tersebut

7
selanjutnya berdiferensiasi sehingga mengambil bentuk yang berbeda – beda.
Setelah matang, sel – sel tersebut keluar dari sumsum tulang dan masuk ke dalam
darah dan berada di tempat ini dalam jumlah yang berbeda dan menjalankan
fungsi yang berbeda – beda pula. Bahkan lekosit, seperti yang telah diuraikan
terdiri atas 5 jenis sel dengan morfologi berbeda, ternyata juga mempunyai peran
yang berbeda – beda pula. Morfologi sel darah merah adalah sel yang terbanyak di
dalam darah. Karena sel ini mengandung senyawa yang berwarna merah, yaitu
hemoglobin, maka dengan sendirinya darah berwarna merah. (Sadikin, 2010)

2.3.2 SIFAT FISIKOKIMIA DARAH


Darah, seperti yang telah didefinisikan dan yang dapat dilihat, adalah suatu
cairan tubuh yang kental dan berwarna merah. Kedua sifat utama ini, yaitu warna
merah dan kental, membedakan darah dari cairan tubuh yang lain. Kekentalan ini
disebabkan oleh banyaknya senyawa dengan berbagai macam berat molekul, dari
yang kecil sampai yang besar seperti protein, yang terlarut di dalam darah. Warna
merah, yang memberi ciri yang sangat khas bagi darah, disebabkan oleh adanya
senyawa yang berwarna merah dalam sel-sel darah merah yang tersuspensi dalam
darah. (Sadikin, 2010)

2.3.3 SEL-SEL DARAH


Apabila setetes darah diletakkan di atas kaca objek yang bersih dan kering
kemudian dibuat sediaan hapus dan diwarnai dengan pewarnaan May Grunwald-
Giemsa, secara garis besar akan tampak sel-sel yang dapat dibagi dalam 3
kelompok besar :
1. Sel-sel bulat, tidak berinti dan berwarna merah kebiruan homogen, jumlahnya
sangat banyak di seluruh lapangan pandangan. Sel-sel inilah yang memberi warna
merah kepada darah, sehingga dinamai sebagai sel darah merah atau eritrosit.
2. Sel-sel yang berinti, dengan bentuk inti dan ukuran sitoplasma
bermacammacam, yang dapat dijumpai disana sini dalam lapangan pandangan.
Oleh karena sel-sel ini tidak memberi warna merah kepada darah, sel-sel ini
dinamakan sebagai sel darah putih atau lekosit. Membran sel darah merah
mengandung banyak protein dan karbohidrat berbeda yang mampu memicu

8
pembentukan antibodi. Saat ini terdapat 26 sistem golongan darah, yang terdiri
dari 194 antigen yang merupakan produk dari 27 gen. Untuk sebagian kecil
antigen, peran biologiknya sudah diketahui; untuk sebagian kecil lain, komposisi
kimiawi molekul sudah diketahui; dan untuk sebagian besar lainnya, struktur,
fungsi, dan penyebab imunogenisitasnya masih merupakan misteri. Namun, gen-
gen yang menentukan antigen sel darah merah tampaknya mengikuti hukum-
hukum pewarisan mendelian. Apabila individu memiliki suatu pola genetik
spesifik (genotipe), antigen-antigen ini biasanya mengekspresikan diri pada sel
darah merah (fenotipe). Pola pewarisan ini disebut Kodominan. Secara kimiawi,
antigen sel darah merah mungkin berupa protein seperti substansi golongan darah
Rh, M, dan N, atau karbohidrat pada kerangka lemak atau protein seperti
substansi golongan darah ABH, Lewis, Ii, dan P. Antigenisitas berbagai senyawa
ini dipengaruhi oleh sifat biologi dan kimiawi, ukuran molekul, dan konfigurasi
tiga dimensinya. Sebagian substansi golongan darah, seperti antigen Lewis,
tersebar di seluruh jaringan tubuh. Yang lain lebih terbatas di sel darah merah
seperti antigen Rh dan substansi golongan darah Kell. Aspek paling praktis dari
antigen-antigen pada sel darah merah ini adalah kemampuannya memicu
pembentukan antibodi apabila ditransfusikan kepada resipien. Muncul bukti
bahwa beberapa kelainan pada antigen sel darah merah berkaitan dengan
predisposisi penyakit tertentu. (Sadikin, 2010)

2.4 GOLONGAN DARAH


2.4.1. SISTEM GOLONGAN DARAH ABO
Golongan darah adalah hasil dari pengelompokkan darah berdasarkan ada
atau tidaknya substansi antigen pada permukaan sel darah merah (eritrosit).
Antigen tersebut dapat berupa karbohidrat, protein, glikoprotein, atau glikolipid.
Golongan darah manusia bersifat herediter, dan sangat tergantung pada golongan
darah kedua orang tua manusia yang bersangkutan. Darah perlu digolongkan
untuk banyak kepentingan, khususnya untuk Transfusi Darah. Karl Landsteiner
menemukan, bahwa darah manusia yang ditransfusikan ke manusia lain dapat
inkompatibel, dan menimbulkan aglutinasi (si penerima darah terlihat syok dan
ikterik / kuning). Transfusi dengan darah yang inkompatibel antara donor dan

9
resipien (penerima) dapat berakibat fatal. Selain itu, golongan darah dapat
bermanfaat untuk kepentingan forensik dan penentuan ayah sebagai metode
penentu paling sederhana. Molekul sebagai penentu golongan darah dalam sistem
ABO ada 4 macam, yaitu D-galactose, N-acetylgalactosamine, N-
acetylglucosamine dan L-fucose.
1. Golongan darah A memiliki antigen permukaan A. Antigen A tersusun dari 1
molekul fukosa, 2 molekul galaktosa, 1 molekul N-asetil galaktosamin, dan 1
molekul N-asetil glukosamin.
2. Golongan darah B memiliki antigen permukaan B. Antigen B ini sedikit
berbeda dengan antigen A, dimana antigen ini tersusun dari molekul Nasetil
galaktosamin digantikan oleh 1 molekul galaktosa.
3. Orang dengan golongan darah AB memiliki dua macam antigen permukaan,
yang merupakan kombinasi dari antigen A dan antigen B.
4. Golongan darah O semula dianggap tidak memiliki antigen permukaan, namun
terbukti bahwa golongan darah O masih memiliki ikatan karbohidrat pada
permukaan eritrositnya yang terdiri atas 1 molekul fukosa, 1 molekul N-asetil
glukosamin, dan 2 molekul galaktosa. Gugus ini tidak bersifat imunogenik,
sehingga anggapan golongan darah O tidak memiliki antigen permukaan masih
bisa diterima. (Harper, 1971)
Apabila kelebihan N-acetylgalactosamine akan menjadi golongan A, dan
kelebihan D-galactose menjadi golongan B. Sebelum D-galaktosa dapat menerima
monomer karbohidrat yang menentukan aktivitas A atau B, molekul ini harus
sudah mengikat monomer karbohidrat fukosa. Suatu gugus D-galaktosa yang
sudah mengikat fukosa, tetapi tanpa Nasetilgalaktosamin aktif-A atau D-galaktosa
aktif B, memiliki aktivitas antigenik yang disebut H. Sel-sel yang hanya memiliki
konfigurasi monomer karbohidrat aktif-H tidak memiliki aktivitas A atau B dan
disebut golongan O. Glikosiltransferase yang ditentukan oleh gen A dan B
bergantung pada adanya substansi H prekursor untuk pengaktifannya. Perlekatan
fukosa ke Dgalaktosa menyediakan prekursor ini. Perlekatan fukosa diperantarai
oleh enzim lain, fukosa-transferase, yang keberadaannya ditentukan oleh gen H.
Gen H terletak di luar lokus ABO dan ditemukan di kromosom 19. Gen H sangat
sering dijumpai, dan hampir semua orang memiliki substansi H pada sel darah

10
mereka. Beberapa orang bersifat homozigot untuk suatu gen inaktif di tempat itu,
yang disebut h. Karena orang dengan dua gen h tidak dapat menghasilkan enzim
yang diperlukan untuk melekatkan fukosa, sel-sel darah mereka tidak memiliki
aktivitas. (Harper, 1971)

2.4.2. Antibodi dalam sistem ABO


Walaupun anti-A dan anti-B bereaksi secara kuat dan spesifik dengan
antigen sel darah merah yang sesuai, rangsangan bagi terbentuknya Anti-A dan
Anti-B bukanlah pajanan ke sel darah merah. Ikatan galaktosa dengan
Nasetilgalaktosamin yang sama atau galaktosa yang menjadi ciri glikosfingolipid
sel darah merah juga dijumpai di dinding sel bakteri. Pajanan lingkungan yang
terus menerus terhadap antigen-antigen yang tersebar luas ini memicu
pembentukan antibodi pada individu yang mampu mengembangkan imun, asalkan
antigennya bukan ”konstituen diri” dari sel darah merah individu yang
bersangkutan. Orang dengan golongan A hanya membentuk anti-B, dan mereka
dengan golongan B hanya memiliki anti-A. Orang dengan golongan O memiliki
anti-A dan anti-B, sedangkan individu AB tidak memiliki kedua antibodi tersebut.
Bakteri di lingkungan juga memiliki ikatan galaktosa-fukosa yang
memperlihatkan aktivitas H. Namun anti-H jarang dijumpai karena hampir semua
sel darah merah memiliki antigen H dalam jumlah yang berkisar dari sedikit
sampai bermakna. Anti-A dan anti-B merupakan aglutinin kuat, yang mudah
dibuktikan di laboratorium. Dalam sirkulasi, keduanya menyebabkan destruksi
cepat melalui perantaraan komplemen terhadap semua sel yang tidak sesuai yang
kebetulan masih ke aliran darah. Kecuali untuk beberapa sel janin yang masuk ke
aliran darah ibunya selama kehamilan dan persalinan, satu-satunya cara sel yang
tidak cocok golongan ABO nya masuk ke dalam sirkulasi adalah melalui transfusi
yang salah identifikasinya. Identifikasi pasien, sampel darah, atau darah donor
yang tidak tepat, atau pencatatan yang salah, merupakan penyebab tersering reaksi
transfusi inkompatibel-ABO hemolitik. Sebagian besar aktivitas anti-A dan anti-B
terletak pada kelas IgM imunoglobulin, yang menghasilkan aglutinasi cepat dan /
atau hemolisis. Namun, sebagian aktivitas adalah IgG, dan antibodi dari kelas ini
melekat ke permukaan sel tanpa langsung mempengaruhi viabilitas. Anti-A atau

11
anti-B kelas IgG mudah melewati plasenta dan dapat menyebabkan penyakit
hemolitik pada neonatus. Orang dengan golongan O lebih sering memiliki IgG
anti-A dan Anti-B dibandingkan orang dengan golongan A atau B. Penyakit
hemolitik ABO pada bayi baru lahir hampir seluruhnya mengenai bayi yang lahir
dari ibu dengan golongan O. (Jouvenceaux, 1978)

2.4.3.Perubahan dalam Tipe ABO pada berbagai penyakit


Melemahnya antigen A dapat terjadi pada beberapa orang yang mengidap
leukemia akut atau pada penyakit mieloproliferatif kronis dengan evolusi
leukemik. Kanker tertentu, terutama kanker kolon, mungkin berkaitan dengan
akuisisi antigen B yang disebut B didapat. B didapat juga dapat terjadi pada
infeksi gram-negatif tertentu dan obstruksi usus. Dengan demikian, pada penyakit
ini kadang-kadang pasien dari fenotipe golongan O mungkin memperoleh B dan
tampak sebagai golongan B, atau seseorang dengan golongan A mungkin
memperoleh B dan menjadi golongan AB. Berdasarkan penelitian dari Lindsey
Kinball Institute, New York, yang menemukan bahwa Alpha galactosidase, suatu
enzim yang disarikan dari kopi, dapat mengubah golongan darah B menjadi O.
Yang membedakan sel darah merah golongan B dari O adalah adanya kelebihan
satu molekul D-galactose dalam sel darah merah golongan darah B. Enzim
galactosidase dimanfaatkan untuk melepaskan satu molekul D-galactose yang
berlebih tadi sehingga susunan molekulnya sama dengan sel darah merah
golongan O. Adapun isi dari reagen golongan darah A, B, O, AB ini terdapat dari
Invitro culture supernatants dari immunoglobulin sel tikus, kemudian dicampur
dengan buffer phosphate, sodium chloride,dimana terjadi Anti serum A berwarna
biru, Antiserum B berwarna kuning, Antiserum AB tidak berwarna. (Darmawati,
2005)
Setelah darah ditetesi serum maka akan terjadi beberapa kemungkinan
yang akan menunjukkan golongan darah tersebut. Beberapa kemungkinan tersebut
yaitu:
a. Jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah,maka individu
tersebut memiliki aglutinogen tipe A (golongan darah A)

12
b. Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut memiliki
aglutinogen tipe B (golongan darah B)
c. Jika kedua serum anti-A dan anti-B menyebabkan aglutinasi induvidu tersebut
memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B (golongan darah AB)
d. Jika kedua serum anti-A dan anti-B tidak mengakibatkan aglutinasi,maka
individu tersebut tidak memiliki aglutinogen (golongan darah O).
(Wijaya. 2009)

13
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Maret 2017 pada pukul 09.10 –
10.30 WIB di Laboratorium Histologi UNSOED.

B. Metode Praktikum
Menggunakan metode Sistem ABO dan Rhesus.

C. Alat dan Bahan


1. Objek glass
2. Jarum penusuk
3. Tusuk gigi
4. Kapas
5. Alkohol 70%
6. Anti serum A
7. Anti serum B
8. Anti serum AB
9. Anti serum D (Rho)
10. Lanset

D. Cara Kerja
Menentukan golongan darah
1. Basahi kapas dengan alcohol 70%, kemudian usapkan ke salah satu jari yang
memiliki kulit epidermis yang tipis supaya darah mudah untu keluar dari jari.
2. Tusuklah jari dengan lancet yang didalamnya terdapat jarum yang sudah steril.
3. Teteskan 1 tetes darah pertama ke kapas, dan teteskan tetes darah selanjutnya ke
objek glass di 4 tempat. Sesuaikan tetesan darah dengan tulisan supaya tidak
tertukar saat dilakukan pengujian golongan darah.
4. Tambahkan masing masing anti A, Anti B, Anti AB dan Rhesus pada objek glass
yang telah terteteskan darah.

14
5. Aduklah masing masing tetes tersebut dengan tusuk gigi yang berlainan.
6. Amatilah yang terjadi pada masig masing tiap tetes yang ada pada objek gelas.
Tentukan golongan darah yang sudah anda gunakan dalam percoban tersebut.
7. Untuk mencari golongan darah, gunakan ketentuan sebagai berikut.

No. Perlakuan Hasil perlakuan

1. Ditetesi antiserum A Jika darah menggumpal, maka mempunyai golongan


darah A

2. Ditetesi antiserum B Jika darah menggumpal, maka mempunyai golongan


darah B

3. Ditetesi antiserum A dan B Jika darah menggumpal, maka mempunyai golongan


darah AB

4 4. Ditetesi antiserum A dan B Jika darah tidak menggumpal, maka mempunyai


golongan darah O

15
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diperoleh hasil:

Nama Serum anti Serum Serum anti Serum Golongan Rhesus


A anti B AB anti darah
Rhesus

Ridwan - + + + B +
Mutaqin

Tabel 1. Hasil Pengamatan Golongan Darah

Keterangan:
+ : Menandakan terjadi gumpalan.
- : Menandakan tidak terjadi gumpalan.

Gambar 1.
Hasil Pemeriksaan Golongan Darah Ridwan Mutaqin

16
B. PEMBAHASAN
Percobaan yang telah dilakukan kepada saudara Ridwan Mutaqin
yaitu untuk mengetahui golongan darah. Hal yang dilakukan pertama kali
adalah menyiapkan objek glass yang sudah disterilisasi. Darah yang akan
diamati diperoleh dengan melukai ujung jari tangan menggunakan jarum
atau dengan lancet. Kemudian, teteskan darah di empat tempat pada objek
glass. Namun, pada tetes pertama harus dibuang terlebih dahulu supaya
dalam pengujian golongan darah lebih akurat karena pada tetes pertama
darah biasanya telah terkontaminasi sehingga harus dibuang terlebih
dahulu. Dengan meneteskan anti serum A pada satu tempat, anti serum B,
anti rhesus dan anti serum AB pada tempat yang lain, kita dapat
mengetahui golongan darah melalui ada tidaknya aglutinasi atau
penggumpalan.
Dalam mengidentifikasi golongan darah sistem ABO maupun
sistem Rhesus, dapat menggunakan serum anti A, anti B, anti AB, dan anti
Rhesus. Bagi yang tidak pas atau tidak cocok akan ditunjukkan dengan
keadaan menggumpalnya darah pada objek glass. Seperti yang terlihat
ketika darah ditetesi dengan serum anti A menggumpal, serum anti B tidak
menggumpal, dan serum anti AB terlihat juga gumpalan, maka golongan
darah dapat diindentifikasi golongan A. Begitu juga dengan keadaan
dimana ketika diberikan serum anti A tidak menggumpal, serum anti B
menggumpal, dan serum anti AB menggumpal, terindentifikasi golongan
darah B. Pada golongan darah AB terlihat semua gumpalan pada masing-
masing serum anti A, anti B, dan anti AB. Sedangkan golongan darah O
tidak terjadi gumpalan pada semua serum anti A, anti B, dan anti AB.
Penggumpalan ini terjadi karena adanya pertemuan antara antibodi dan
antigen yang tidak dengan pasangannya. Seperti antigen A yang bertemu
serum anti A akan menggumpal karena golongan A memiliki anti B.
Begitu pula pada golongan darah B, dan AB.
Pada uji rhesus dapat diidentifikasi dengan menggunakan serum
anti rhesus. Karena rhesus positif memiliki antigen, maka akan
menggumpal bila diberikan serum anti rhesus. Sebaliknya bila rhesus

17
negatif tidak memiliki antigen, jadi tidak akan menggumpal bila diberi
serum anti rhesus. Uji golongan darah ini sangat penting untuk mencegah
penggumpalan pada saat transfusi darah ataupun proses genetik ibu kepada
anaknya. Oleh karena itu, biasanya ibu-ibu atau wanita merasa khawatir
jika pada dirinya terdapat rhesus negatif.
Dari percobaan atau praktikum yang saya lakukan dengan saudara
Ridwan Mutaqin, dapat diidentifikasi bahwa saudara Ridwan memiliki
golongan darah B dan rhesus positif. Dapat dilihat dari hasil pengamatan
bahwa ketika darah diberikan serum anti A menghasilkan darah tidak
menggumpal, serum anti B menggumpal, dan serum anti AB menggumpal,
maka terindentifikasi golongan darah B. Sedangkan untuk rhesus, saudara
Ridwan memiliki rhesus positif karena pada saat darah diteteskan serum
anti rhesus, darah tersebut menggumpal. Penggumpalan tersebut karena
rhesus positif memiliki antigen, maka akan menggumpal bila diberikan
serum anti rhesus.

18
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

Pengujian golongan darah sistem ABO maupun sistem Rhesus,


dapat menggunakan serum anti A, anti B, anti AB, dan anti Rhesus. Bagi
yang tidak pas atau tidak cocok akan ditunjukkan dengan keadaan
menggumpalnya darah pada objek glass. Ketika darah ditetesi dengan
serum anti A menggumpal, serum anti B tidak menggumpal, dan serum
anti AB terlihat juga gumpalan, maka golongan darah dapat diindentifikasi
golongan A. Begitu juga dengan keadaan dimana ketika diberikan serum
anti A tidak menggumpal, serum anti B menggumpal, dan serum anti AB
menggumpal, terindentifikasi golongan darah B. Pada golongan darah AB
terlihat semua gumpalan pada masing-masing serum anti A, anti B, dan
anti AB. Sedangkan golongan darah O tidak terjadi gumpalan pada semua
serum anti A, anti B, dan anti AB. Pada uji rhesus dapat diidentifikasi
dengan menggunakan serum anti rhesus. Karena rhesus positif memiliki
antigen, maka akan menggumpal bila diberikan serum anti rhesus.
Sebaliknya bila rhesus negatif tidak memiliki antigen, jadi tidak akan
menggumpal bila diberi serum anti rhesus.

Saran
1. Sebaiknya gunakan peralatan kerja yang lengkap seperti masker,
sarung tangan, dan jas lab sehingga pada saat melakukan praktikum
lebih aman dan higienis.
2. Sebaiknya praktikum tersebut dilakukan minimal dua kali agar
hasilnya lebih valid.
3. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya alat dan bahannya
dipersiapkan terlebih dahulu.
4. Ketika praktikum golongan darah, penusukan jarum dilaksanakan
dengan teliti agar tepat ditengah jari sehingga darah tidak melebar
ditengah kuku.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid, 2010, Golongan Darah, Jurnal Biogenesis, Vol. 1(3):60-69.


Bashawri, 2001, Frequency of ABO blood groups in the Eastern region of Saudi
Arabia, Jurnal Saudi Med, Vol. 22(11):1008-1012.
Darmawati dkk., 2005, Frekuensi dan Penyebaran Alel Golongan Darah A B O
Siswa SMUN 1 Suku Bangsa Melayu di Kecamatan Rupat Kabupaten
Bengkalis Riau, Jurnal Biogenesis, Vol. 1(2):66-69.
Fitri, 2007, Manfaat Mengetahui Golongan Darah, Bumi Aksara, Jakarta.
Harper H., 1971, Review of Physiological Chemistry, Edisi 13, Lange Medical
Publication, Jakarta.
Hossain dkk., 2004, Study on ABO & Rhesus Blood Groups in Rajshahi Medical
College Hospital, The Journal of Teachers Association RMC
Vol.17(1):38-40.
Jouvenceaux, 1978, Immunohematologie, Edisi 1, Simep, Lyon, France.
Nursalam, 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Sadikin, M., 2001, Biokimia Darah, Widya Medika, Jakarta.
Suryo, Subowo, dkk., 2002, Histologi Umum, Bumi Aksara, Jakarta.
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta,
Bandung.
Wijaya, 2009, Golongan darah, Alfabeta, Bandung.

20

Anda mungkin juga menyukai