Anda di halaman 1dari 12

Materi ke 13 : Komitmen Pada Janji

Pemateri : Umar

Waktu : Kamis, 7 September 2023

A. Asbabun Nuzul Surah Al Ma’aarij

Diriwayatkan oleh an-Nasa-i dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa
Firman Allah, sa’ala saa-ilum bi’adzaabiw waaqi’ (Seseorang Telah meminta kedatangan azab yang
akan menimpa) (al-Ma’aarij: 1) turun berkenaan dengan permintaan orang kafir Qurays yaitu An-
Nadlr bin Al-Harits yang berkata dengan sinis: “Ya Allah, sekiranya (ucapan Muhammad untuk
mengutamakan ‘Ali lebih daripada kami) itu benar-benar dari-Mu, turunkanlah kepada kami hujan
batu dari langit.”

Selain itu, diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari as-Suddi bahwa ayat
ini (al-Ma’aarij: 1) turun di Mekah, berkenaan dengan an-Nadlr bin al-Harits yang berkata dengan
sinis: “Ya Allah jika betul (al-Qur’an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami
dengan batu dari langit.” . Perkataan Nadlr ini termaktub pula dalam surat al-Anfaal ayat 32 yang
artinya : Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, jika (Al-Qur'an) ini
benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah
kepada kami azab yang pedih.” Hujan batu sebagai azab dari Allah itu pun diturunkan pada Perang
Badar.

B. Resume Tafsir Ibnu Katsir : Surah Al Ma’arij

Seseorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi. (Al-Ma’arij: 1)

Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Khalid, telah menceritakan
kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari ‘Al-A’masy, dari Al-Minhal
ibnu Amr, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahwa
orang tersebut adalah An-Nadr ibnul Haris ibnu Kaldah, padahal azab Allah itu bakal terjadi menimpa
mereka. Ibnu Abbas mengatakan bahwa azab yang waqi’ ialah azab yang pasti datang.

Yang tidak seorangpun dapat menolaknya.(Al-Ma’arij: 2).

Artinya, tiada yang dapat menolaknya bila Allah menghendakinya. Karena itu, disebutkan dalam
firman berikutnya:

(Yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat naik. (Al-Ma’arij: 3).

As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A’masy, dari seorang lelaki, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mempunyai tempat-tempat naik (Al-Ma’arij: 3).

Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima
puluh ribu tahun.(Al-Ma’arij:4).

Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari Qatadah, bahwa ta’ruju artinya naik. Adapun ruh,
menurut Abu Saleh mereka adalah makhluk Allah yang mirip dengan manusia, tetapi mereka bukan
manusia, dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud adalah Malaikat Jibril (rohul kuddus).

1
Maka terus-menerus malaikat membawanya naik dari suatu langit ke langit lain, hingga sampailah ia
di langit yang padanya ada Allah (arasy). Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan ayat ini mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hakkam, dari Amr ibnu Ma’mar ibnu Ma’ruf, dari Laits,
dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dalam sehari yang kadarnya
lima puluh ribu tahun. (Al-Ma’arij: 4) Maksudnya, batas terakhirnya dari bagian bumi yang paling
bawah sampai kepada bagian yang tertinggi dari langit yang ketujuh adalah jarak perjalanan lima
puluh ribu tahun.

Pendapat lain dari Abdur Razzaq yang mengatakan bahwa, telah menceritakan kepada kami Ma’mar,
dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah sehubungan dengan
firman-Nya: dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (Al-Ma’arij: 4) Bahwa dunia ini sejak
dari permulaan hingga akhirnya berusia lima puluh ribu tahun; tiada seorang pun yang mengetahui
berapa lama usia dunia telah berlalu dan tinggal berapa lama usia dunia kecuali hanya Allah Swt.

Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. (Al-Ma’arij: 5)

Yakni sabarlah engkau, hai Muhammad, dalam menghadapi kaummu yang mendustakanmu dan
permintaan mereka yang mendesak agar diturunkan azab yang engkau ancamkan terhadap mereka,
sebagai ungkapan rasa tidak percaya mereka dengan adanya azab itu. Sebagaimana yang disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:

Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan
dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah
benar (akan terjadi). (Asy-Syura: 18)

Karena itulah dalam firman berikutnya dari surat ini disebutkan:

Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil). (Al-Ma’arij 6)

Yaitu kejadian azab itu mustahil, orang-orang kafir menganggap bahwa hari kiamat itu mustahil
terjadinya.

Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi). (Al-Ma’arij: 7)

Orang-orang yang beriman meyakini bahwa hari kiamat itu sudah dekat, sekalipun mereka tidak
mengetahui kapan kejadiannya, karena hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Akan tetapi,
sesuatu yang pasti terjadi dapat diungkapkan dengan kata sudah dekat, mengingat kejadiannya
merupakan suatu kepastian yang tidak dapat dielakkan lagi.

Kemudian Allah Swt. berfirman bahwa azab itu pasti akan menimpa orang-orang kafir.

Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak (Al-Ma’arij: 8)

Ibnu Abbas, Mujahid, Ata, Sa’id ibnu Jubair, Ikrimah, dan As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan
hanya seorang mengatakan bahwa langit menjadi seperti minyak yang mendidih.

Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan). (Al-Ma’arij: 9)

2
Yakni seperti bulu yang beterbangan karena tertiup angin kencang. Demikianlah menurut Mujahid,
Qatadah, dan As-Saddi. Ayat ini semakna dengan firman Allah Swt. yang menyebutkan: dan gunung-
gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (Al-Qari’ah: 5)

Dan tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan temannya, sedangkan mereka saling melihat.
(Al-Ma’arij: 10-11)

Maksudnya, tiada seorang pun yang menanyai kerabatnya tentang keadaannya, padahal dia
melihatnya dalam keadaan yang paling buruk karena dia sendiri disibukkan dengan keadaan dirinya
yang tak kalah buruknya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, pada mulanya sebagian dari
mereka mengenal sebagian yang lainnya, lalu mereka berkenalan di antara sesama mereka, sesudah
itu masing-masing menyelamatkan dirinya sendiri. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:
Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. (‘Abasa: 37)
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.: Hai
manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak
tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun.
Sesungguhnya janji Allah adalah benar. (Luqman: 33) Dan sama dengan firman-Nya: pada hari ketika
manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya, Setiap orang dari
mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. (‘Abasa: 34-37)

...sedang mereka saling melihat. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari
azab hari itu dengan anak-anaknya, istri, dan saudaranya. Dan kaum familinya yang melindunginya
(di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat
menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat. (Al-Ma’arij: 11-15)

Yakni tidak dapat diterima darinya tebusan apa pun, sekalipun dia datang dengan membawa semua
penduduk bumi dan semua harta benda yang paling disayanginya, walaupun jumlahnya mencapai
sepenuh bumi dalam bentuk emas, atau anaknya yang sewaktu di dunia merupakan belahan
hatinya. Pada hari kiamat saat ia melihat peristiwa-peristiwa yang sangat menakutkan, timbullah
keinginan dirinya untuk menebus dirinya dari azab Allah yang pasti menimpa dirinya itu. Akan tetapi,
apa pun tidak dapat diterima darinya.

Mujahid dan As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt: dan kaum
familinya yang melindunginya. (Al-Ma’arij: 13). Yaitu kabilah dan sanak familinya. Sedangkan Asyhab
telah meriwayatkan dari Malik sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kaum familinya yang
melindunginya. (Al-Ma’arij: 13) Bahwa yang dimaksud adalah ibunya.

...sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak. (Al-Ma’arij: 15)

Ini menggambarkan sifat neraka dan panasnya yang tak terperikan.

Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma’arij: 16)

Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan bahwa syawa artinya kulit kepala. Menurut riwayat Al-Aufi,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini: Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma’arij:
16) Artinya, kulit kepala dan kepalanya. Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah
daging yang menutupi batok kepala. Sedangkan Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah semua otot dan urat-uratnya. Dan Al-Hasan Al-Basri dan Sabit Al-Bannani telah

3
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma’arij:
16) Yaitu bagian-bagian wajahnya yang terhormat. Al-Hasan telah mengatakan pula bahwa api
neraka itu membakar segala sesuatu yang ada pada tubuh orang kafir, dan yang tersisa adalah
hatinya, lalu hatinya menjerit.

Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama), serta mengumpulkan
(harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma’arij: 17.-18)

Yaitu neraka memanggil anak-anaknya yang diciptakan oleh Allah untuk menjadi isinya, dan telah
ditakdirkan bagi mereka bahwa selama di dunia mereka beramal untuk neraka, maka kelak di hari
kiamat neraka memanggil mereka untuk memasukinya dengan lisan yang fasih lagi jelas. Kemudian
neraka memunguti mereka di antara ahli mahsyar, sebagaimana burung memunguti biji-bijian.
Demikian itu karena mereka sebagaimana yang disebutkan oleh firman Allah Swt. termasuk orang
yang membelakang dan yang berpaling. Yakni hatinya mendustakan dan anggota tubuhnya tidak
mau beramal.

serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma’arij: 18)

Yakni mengumpulkan harta sebagian darinya dengan sebagian yang lain, lalu ia menyimpannya dan
tidak mau menunaikan hak Allah yang ada pada hartanya, baik nafkah maupun zakat yang
diwajibkan atasnya. Disebutkan bahwa Abdullah ibnu Akim tidak pernah mengikat tali pundinya atau
tali karung makanannya, dan ia mengatakan bahwa ia telah mendengar Allah Swt. berfirman: serta
mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma’arij: 18). Adapun Al-Hasan Al-Basri telah
mengatakan, “Hai anak Adam, engkau telah mendengar ancaman Allah, tetapi engkau tetap
menghimpun harta benda” dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: serta
mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma’arij: 18) Bahwa orang tersebut yang
dimaksud adalah yang gemar menghimpun harta lagi getol mengerjakan dosa-dosa yang keji.

Pada ayat selanjutnya, Allah Swt. menceritakan perihal manusia dan watak-watak buruk yang telah
menjadi pembawaannya.

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah. (Al-Ma’arij: 19)

Yang hal ini ditafsirkan oleh firman selanjutnya:

Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. (Al-Ma’arij: 20)

Yakni apabila tertimpa kesusahan, ia kaget dan berkeluh kesah serta hatinya seakan-akan copot
karena ketakutan yang sangat, dan putus asa dari mendapat kebaikan sesudah musibah yang
menimpanya.

dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir. (Al-Ma’arij: 21)

Yaitu apabila ia mendapat nikmat dari Allah Swt., berbaliklah ia menjadi orang yang kikir terhadap
orang lain, dan tidak mau menunaikan hak Allah yang ada padanya. Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ali ibnu
Rabah, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Abdul Aziz ibnu
Marwan ibnul Hakam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. berkata
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sifat terburuk yang ada pada diri seorang lelaki ialah kikir

4
yang keterlaluan dan sifat pengecut yang parah. Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Abdullah
ibnul Jarah, dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri dengan sanad yang sama, dan ia tidak mempunyai
hadis dari Abdul Aziz selain dari hadis ini.

Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:

kecuali orang-orang yang mengerjakan salat. (Al-Ma’arij: 22)

Yakni manusia itu ditinjau dari segi pembawaannya menyandang sifat-sifat yang tercela, terkecuali
orang yang dipelihara oleh Allah dan diberi-Nya taufik dan petunjuk kepada kebaikan dan
memudahkan baginya jalan untuk meraihnya. Mereka adalah orang-orang yang mengerjakan salat.

yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. (Al-Ma’arij: 23)

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang memelihara salat dengan
menunaikannya di waktunya masing-masing dan mengerjakan yang wajib-wajibnya. Demikianlah
menurut Ibnu Mas’ud, Masruq, dan Ibrahim An-Nakha’i. Menurut pendapat yang lain, yang
dimaksud dengan tetap dalam ayat ini ialah orang yang mengerjakan salatnya dengan tenang dan
khusyuk, semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al-
Mu’minun: 1-2)

dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta
dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (Al-Ma’arij: 24-25)

Yakni orang-orang yang di dalam harta mereka terdapat bagian tertentu bagi orang-orang yang
memerlukan pertolongan. Masalah ini telah diterangkan di dalam tafsir surat Az-Zariyat.

Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan. (Al-Ma’arij: 26)

Yaitu meyakini adanya hari kiamat, hari penghisaban, dan pembalasan; maka mereka mengerjakan
amalnya sebagaimana orang yang mengharapkan pahala dan takut akan siksaan. Karena itulah
dalam firman berikutnya disebutkan:

dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. (Al-Ma’arij:27)

Maksudnya, takut dan ngeri terhadap azab Allah Swt.:

Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).
(Al-Ma’arij: 28)

Yakni tiada seorang pun yang merasa aman dari azab-Nya dari kalangan orang yang mengetahui
akan perintah Allah Swt. kecuali hanya bila mendapat jaminan keamanan dari Allah Swt.

Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, (Al-Ma’arij: 29)

Yaitu mengekangnya dari melakukan hal yang diharamkan baginya dan menjaganya dari
meletakkannya bukan pada tempat yang diizinkan oleh Allah Swt. Karena itulah maka disebutkan
dalam firman berikutnya:

5
kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki. (Al-Ma’arij: 30)

Maksudnya, budak-budak perempuan yang dimiliki oleh mereka.

maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu,
maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al-Ma’arij: 30-31)

Tafsir ayat ini telah disebutkan di dalam permulaan surat Al-Mu’minun, yaitu pada firman-Nya:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al-Mu’minun: 1), hingga beberapa ayat
berikutnya.

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (Al-Ma’arij: 32)

Yakni apabila mereka dipercaya, mereka tidak khianat; dan apabila berjanji, tidak menyalahinya.
Demikianlah sifat orang-orang mukmin dan kebalikannya adalah sifat-sifat orang-orang munafik,
sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih yang mengatakan: “Pertanda orang
munafik itu ada tiga, yaitu apabila berbicara, dusta; apabila berjanji, menyalahi; dan apabila
dipercaya, khianat”. Menurut riwayat yang lain disebutkan: Apabila berbicara, dusta; dan apabila
berjanji, melanggar; dan apabila bertengkar, melampaui batas.

Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. (Al-Ma’arij: 33)

Yakni bersikap hati-hati dalam bersaksi, tidak menambahi dan tidak mengurangi, tidak pula
menyembunyikan sesuatu sebagaimana firman Allah SWT Dan barang siapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya. (Al-Baqarah: 283)

Dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al-Ma’arij: 34)

Yakni waktu-waktunya, rukun-rukunnya, wajib-wajibnya, dan sunat-sunatnya. Pembicaraan dimulai


dengan menyebutkan salat dan diakhiri dengan menyebutkannya pula, hal ini menunjukkan
perhatian yang besar terhadap masalah salat dan mengisyaratkan tentang kemuliaannya.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam permulaan surat Al-Mu’minun melalui firman-Nya:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al-Mu’minun: 1) Maka di penghujung
pembahasannya disebutkan hal yang sama dengan di sini, yaitu firman-Nya: Mereka itulah orang-
orang yang akan mewarisi, (yakni ) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya .
(Al-Mu’minun: 10-11. Dan dalam surat Al-Ma’arij ini disebutkan firman-Nya:

Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan. (Al-Ma’arij: 35)

Yakni dimuliakan dengan berbagai macam kenikmatan dan kesenangan surgawi.

Allah Swt. mengingkari sikap orang-orang kafir yang semasa dengan Nabi Saw., padahal mereka
menyaksikan Nabi Saw. dan juga petunjuk yang diamanatkan oleh Allah kepadanya untuk
menyampaikannya, dan mukjizat-mukjizat yang jelas lagi cemerlang yang diberikan oleh Allah
kepadanya untuk menguatkan kerasulannya. Kemudian dengan adanya semua itu mereka masih
juga lari darinya dan bubar meninggalkannya, ada yang ke arah kanan dan ada yang ke arah kiri
dengan berkelompok-kelompok, semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat
lain melalui firman-Nya:

6
Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? Seakan-akan mereka
itu keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa. (Al-Muddatstsir: 49-51)

Ayat-ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam surat ini, karena Allah Swt. berfirman:

Mengapa orang-orang kafir itu bersegera pergi dari arahmu. (Al-Ma’arij: 36)

Yakni mengapa orang-orang kafir itu bersegera meninggalkanmu, hai Muhammad. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, bahwa muhti’in artinya pergi.

Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok. (Al-Ma’arij: 37)

Bentuk tunggalnya ialah ‘izah, yakni berkelompok-kelompok. Ini merupakan kata keterangan
keadaan dari lafaz muhti’in, yakni saat mereka pergi darinya berkelompok-kelompok karena tidak
setuju dan menentangnya. Imam Ahmad telah mengatakan sehubungan dengan para penghamba
nafsu, bahwa mereka selalu menyimpang dari Al-Qur’an, dan menentangnya serta sepakat untuk
menentangnya.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Mengapa
orang-orang kafir itu bersegera bubar dari arahmu. (Al-Ma’arij: 36) Yakni mereka mengarahkan
pandangannya ke arahmu. Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok, (Al-Ma’arij: 37)
Bahwa ‘iz’in artinya berkelompok-kelompok, ada yang dari arah kanan dan ada yang dari arah kiri,
berpaling darinya seraya memperolok-olok dia.

Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam surga yang penuh kenikmatan?
Sekali-kali tidak! (Al-Ma’arij: 38-39)

Maksudnya, apakah mereka setelah pergi meninggalkan Rasulullah SAW dan anti pati terhadap
perkara hak, dapat memasuki surga-surga yang penuh dengan kenikmatan? Sekali-kali tidak, bahkan
tempat kembali mereka adalah neraka Jahanam. Selanjutnya Allah Swt. berfirman, menyatakan
bahwa hari kiamat itu pasti terjadi dan azab akan menimpa mereka yang mengingkari kejadiannya
dan menganggapnya sebagai kejadian yang mustahil. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. dengan
membuktikan terhadap mereka bahwa Dialah Yang Menciptakan mereka dari semula; maka
mengembalikan penciptaan itu jauh lebih mudah bagi-Nya daripada memulainya, padahal mereka
mengakui hal ini. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani). (Al-Ma’arij: 39)

Yaitu dari air mani yang lemah, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina. (Al-Mursalat: 20)

Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang Maha Mengatur tempat terbit dan terbenamnya
matahari, bulan, dan bintang. (Al-Ma’arij: 40)

Yakni Tuhan Yang telah menciptakan langit dan bumi, menciptakan arah timur dan arah barat, serta
menundukkan bintang-bintang yang terbit dari arah timur dan tenggelam di arah barat.

Kesimpulan pembicaraan menunjukkan bahwa duduk perkaranya tidaklah seperti yang kamu duga,
bahwa tidak ada hari kiamat, tidak ada hari hisab, tidak ada hari berbangkit, dan tidak ada hari

7
kemudian, bahkan semuanya itu pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan lagi. Karena itulah maka
dipakai huruf la dalam permulaan qasam (sumpah), untuk menunjukkan bahwa objek sumpah yang
terkandung dalam makna kalimat dinafikan. Yaitu menyanggah dugaan mereka yang tidak benar,
yang menyatakan bahwa hari kiamat itu tidak ada. Padahal mereka telah menyaksikan dengan mata
kepala mereka sendiri akan kekuasaan Allah Swt. Yang jauh lebih besar dari pada hari kiamat: Yaitu
penciptaan langit, bumi, dan ditundukkan-Nya semua makhluk yang ada pada keduanya, baik yang
hidup maupun yang tidak bernyawa dan berbagai jenis makhluk lainnya. Karena itulah disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada
penciptaan manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Al-Mu’min: 57). Dan dalam ayat
lainnya lagi disebutkan oleh firman-Nya: Dan Tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu
berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar. Dia berkuasa.
Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia
menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka terjadilah ia (Yasin:81-82)

Dalam surat ini disebutkan pula oleh firman-Nya:

Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang Mengatur tempat terbit dan terbenamnya matahari,
bulan, dan bintang; sesungguhnya Kami benar-benar Mahakuasa, untuk mengganti (mereka)
dengan kaum yang lebih baik daripada mereka. (Al-Ma’arij: 40-41)

Yaitu kelak di hari kiamat Kami akan mengembalikan mereka hidup kembali dengan tubuh yang lebih
baik daripada sekarang, karena sesungguhnya kekuasaan Allah Swt. mampu berbuat demikian,

dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan. (Al-Ma’arij: 41)

Artinya, tiada seorang pun yang dapat mengalahkan-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan
dalam ayat Lain melalui firman-Nya: Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan
mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun
(kembali) jari jemarinya dengan sempurna. (Al-Qiyamah: 3-4) Dan firman Allah Swt.: Kami telah
menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan, untuk
menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu
kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui. (Al-Waqi’ah: 60-61)

Ibnu Jarir sehubungan dengan makna firman-Nya: Untuk mengganti (mereka) dengan kaum yang
lebih baik daripada mereka. (Al-Ma’arij: 41) Yakni umat yang taat kepada Kami dan tidak
mendurhakai Kami, ia menjadikan ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka
tidak akan seperti kamu (ini). (Muhammad: 38)

Selanjutnya Allah Swt. berfirman:

Maka biarkanlah mereka. (Al-Ma’arij: 42)

Yaitu biarkanlah mereka, hai Muhammad.

tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main. (Al-Ma’arij: 42)

Maksudnya, biarkanlah mereka dalam kedustaan, kekafiran, dan keingkarannya.

8
sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka. (Al-Ma’arij: 42)

Yakni kelak mereka akan mengetahui akibat dari perbuatannya dan akan merasakan buah dari sepak
terjangnya.

(yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera
kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia).(Al-Ma’arij:43)

Yaitu mereka bangkit dari kuburnya masing-masing, apabila Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi
memanggil mereka untuk menjalani hisab di mauqif (tempat pemberhentian). Mereka bangkit
dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala sembahannya. Ibnu
Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna nusuh ialah ‘alam alias berhala-berhala. Abul
Aliyah dan Yahya ibnu Abu Kasir mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebagaimana mereka
pergi dengan segera ke tujuannya.

Jumhur ulama ada yang membacanya nasbin yang bermakna mansub, artinya berhala yang
dipancangkan. Sedangkan Al-Hasan Al-Basri membacanya nusub yang artinya berhala sembahan
mereka. Seakan-akan langkah mereka yang cepat menuju ke mauqif sama dengan langkah mereka
saat di dunia bila menuju ke tempat sembahan-sembahan mereka, mereka pergi bergegas untuk
mencapainya, siapa yang paling dahulu dari mereka yang mengusapnya. Pendapat ini diriwayatkan
dari Mujahid, Yahya ibnu Abu Kasir, Muslim Al-Batin, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Abu
Saleh, Asim ibnu Bahdalah, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya.

Firman Allah Swt.:

dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya. (Al-Ma’arij: 44)

Yakni menundukkan pandangan mata mereka karena merasa malu dan menyesal.

(serta) diliputi kehinaan. (Al-Ma’arij: 44)

Hal ini sebagai pembalasan atas kesombongan mereka sewaktu di dunia, karena mereka tidak mau
taat kepada Allah Swt.

Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka. (Al-Ma’arij: 44)

C. Kesimpulan

Ayat 1-10 dari surah Al-Ma’arij menjelaskan bahwa kaum kafir Qurays meragukan azab kiamat.
Sungguh, pada hari itu mereka tidak dapat pertolongan Allah yang memiliki tempat-tempat naik.
Para malaikat naik menghadap Allah dalam satu hari ukuran-Nya sama dengan 50.000 tahun ukuran
kita. Sebab itu, Allah perintahkan Rasul saw. untuk bersabar atas semua keputusan-Nya. Pada hari
kiamat langit meleleh seperti leburan perak dan gunung seperti bulu beterbangan. Hari itu, tidak
ada lagi persahabatan.

9
Ayat 11-18 meneruskan ayat sebelumnya terkait kiamat. Orang kafir dan pendosa berharap bisa
menebusnya dengan anak, istri, keluarga dan siapa saja yang dapat melindunginya. Sekali-kali tidak.
Neraka yang membara siap mengelupaskan kulit kepala mereka dan memanggil semua orang yang
lari dari sistem Allah.

Ayat 19-39 menjelaskan manusia diciptakan memiliki sifat keluh kesah. Bila ditimpa keburukan maka
ia panik dan apabila mendapat rezki maka ia pelit. Obatnya ialah, salat yang khusyu’, menunaikan
zakat, menolong fakir miskin, meyakini hari kiamat, takut azab Allah, menjaga kemaluan dari zina,
menjaga amanah dan janji, menegakkan kesaksian dengan jujur dan menjaga salat. Orang-orang
yang memiliki kriteria seperti ini akan menjadi penghuni surga. Orang kafir Quraisy mengklaim
perbuatan mereka adalah baik dan mengira akan masuk surga. Sekali-kali tidak, selama mereka
tidak mau beriman.

Ayat 40-44 dari surah Al-Ma’arij ini meneruskan ayat sebelumnya terkait nasib kaum kafir di akhirat.
Allah mampu menukar kaum kafir itu dengan generasi lain. Namun demikian, biarkanlah mereka
tenggelam dalam kesesatan dan permainan. Mereka pasti bertemu dengan hari kiamat dan akhirat
yang dijanjikan. Saat itu mereka akan terhina dan tidak bisa menghindar.

D. Hubungan Surah Al Ma’aarij dengan materi ke 13 yang berjudul “Komitmen Pada Janji”

1. Kepastian siksa bagi pendusta hari kiamat


a. Tidak ada yang bisa menghalangi siksa jika sudah diputuskan
Sesuai dengan bunyi ayat ke 1 dan 2 yaitu : Seseorang peminta telah meminta
kedatangan azab yang bakal terjadi. Yang tidak seorangpun dapat menolaknya.(1-2)
b. Gambaran kekuasaan Allah
Allah kelak akan menunjukkan kekuasaan nya sesuai dengan ayat ke 8 dan 9 yaitu :
Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak. Dan gunung-gunung menjadi
seperti bulu (yang beterbangan).(8-9)
c. Gambaran dahsyatnya siksa
Surah ini menggambarkan dahsyatnya siksa neraka jahannam bagi orang-orang kafir
yang membelakangi dan mengingkari agama Allah SWT, yakni pada ayat ke 15-16
yang berbunyi : ...sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak. Yang
mengelupaskan kulit kepala (15-16)
2. Jatidiri orang beriman
a. Dapat mengatasi sisi lemah manusia
Sisi lemah manusia Allah SWT tunjukkan pada ayat ke 19-21 yaitu : Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh
kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir (19-21). Gambaran
kelemahan manusia tersebut sangat jelas, dan tentu harus kita atasi dengan
beberapa langkah sesuai dengan point berikutnya.
b. Menegakkan sholat
Pengecualian kepada orang-orang beriman yang gemar mengerjakan sholat yaknii
pada ayat ke 22-23 yaitu : kecuali orang-orang yang mengerjakan salat. yang
mereka itu tetap mengerjakan salatnya (22-23)
c. Peduli dengan sesama

10
Pengecualian kedua adalah kepada orang-orang beriman yang peduli dengan
sesama dengan mengamalkan ayat ke 24-25 sebagai berikut : dan orang-orang yang
dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan
orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).(24-25)
d. Yakin dengan hari kiamat
Pengecualian ketiga yaitu Allah SWT berikan kepada orang-orang beriman yang
yakin akan datangnya hari kiamat seuai dengan ayat ke 26 yaitu : Dan orang-orang
yang mempercayai hari pembalasan (26)
e. Menjaga kehormatan diri
Pengecualian yang ke empat adalah kepada orang-orang beriman yang senantiasa
menjaga kehormatan dirinya dari zina, sebagaimana yang Allah SWT firmankan pada
ayat ke 29-31 yaitu : Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya. kecuali
terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki. maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa mencari yang di
balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (29-31)
f. Komitmen dengan amanat dan janji
Dan pengecualian yang kelima adalah kepada orang-orang beriman yang senantiasa
memegah teguh amanat dan janjinya, hal ini sesuai dengan ayat ke 32 dan 33 yaitu :
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya (kesaksian yang dimaksud adalah
kesaksian yang sebenarnya, bukan kesaksian palsu) (32-33)
3. Peneguh komitmen dan keimanan
a. Dai hanya berupaya, hasil menjadi urusan Allah
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang menerangkan bahwa hidayah
(petunjuk) hanya milik Allah, seorang guru, da’i, maupun nabi dan rasul
sesungguhnya tidak punya kuasa mengubah seseorang. “Sesungguhnya kamu tidak
akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-
orang yang mau menerima petunjuk,” (QS. Al-Qasas: 56). Dan seandainya seseorang
berubah setelah mendengar penyampaian atau pembelajaran dari seorang da’i,
maka sesungguhnya yang , merubahnya adalah atas kuasa Allah SWT. Namun
dakwah adalah kewajiban utama sebagai umat Rasulullah Muhammad SAW.
b. Keputusan Allah terhadap penolak dakwah menjadi penguat keimanan dai
Hal ini sesuai dengan riwayat perjalanan dakwah Rasulullah SAW dimana setelah
Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW berdakwah secara terang-terangan,
maka datang berbagai ancaman dan teror yang dilakukan Abu Lahab dan Ummu
Jamil serta kaum kafir quraisy lainnya terhdap Rasulullah SAW. Dan Allah SWT
bahkan sudah menetapkan dalam Surah Al Lahab tentang siksa yang amat pedih
bagi simbol penentang dakwah (Abu Lahab). Melalui fiman itu Allah SWT memvonis
dengan ancaman neraka terhadap Abu Lahab pada saat dia masih hidup dalam
keadaan sehat, dan AllahSWT tidak memberi hidayah kepadanya hingga
kematiannya.
Atas sikap Abu Lahab dan kaum kafir Quraiys lainnya, alih-alih menghentikan
dakwah, tekanan itu justru membuat Nabi Muhammad termotivasi untuk
menguatkan dakwahnya. Kegigihan Nabi Muhammad berdakwah, secara sungguh-

11
sungguh dan berani, membuat kaum Quraisy menyusun strategi untuk
menghentikan dakwah tauhid ini. Namun kekuatan dakwah Rasulullah SAW 1.400
tahun lalu dapat kita rasakan pada hari ini, dimana nikmat iman dan islam tertanam
dan tumbuh di hati-hati kita. InsyaAllah ke depan kita senantiasa saling menguatkan
di jalan dakwah yang di ridhoi oleh Allah SWT ini.

12

Anda mungkin juga menyukai