Anda di halaman 1dari 10

Hukum Kontrak Internasional

BAB I
PENDAHULUAN

UN Convention on Contract for the International Sale of Goods atau


dikenal dengan CISG, merupakan ketentuan yang berlaku secara internasional
dan dianggap sebagai standar atau pedoman di dalam membuat kontrak jual
beli barang yang bersifat internasional.

Jauh sebelum CISG dibuat, sebenarnya sekitar tahun 1930, beberapa


lembaga internasional telah berusaha untuk membuat konsep untuk menyusun
standar bagi pembuatan kontrak internasional atas penjualan barang, antara
lain :
1. Uniform Law for International Sale of Goods;
2. Formatur Contract for Sale of Goods;
namun, dalam pelaksanaannya kedua konsep tersebut mendapat banyak
kritikan karena di dalamnya lebih banyak memuat fenomena Eropa Barat
kontinental, dan karenanya konsep tersebut tidak pernah disetujui.

Dalam perkembangannya, perdagangan internasional antara negara-


negara semakin pesat apalagi dipengaruhi oleh globalisasi dan kemajuan
teknologi, sehingga muncul gagasan yang diprakarsai oleh Persatuan Bangsa-
Bangsa (PBB) untuk membuat sebuah konvensi yang dapat digunakan sebagai
pedoman dalam pembuatan kontrak internasional atas penjualan barang, yang
mana pembuatan dan penyusunan konvensi ini diserahkan sepenuhnya
kepada UNCITRAL. Tujuan dari penyusunan konvensi tidak lain adalah dalam
rangka pembentukan tatanan ekonomi baru internasional.

Dengan adanya suatu ketentuan yang sifatnya seragam, yang mengatur


kontrak internasional atas penjualan barang, diharapkan dapat semakin
menunjang perdagangan internasional yang semakin hari semakin pesat,

1
Hukum Kontrak Internasional

karena perbedaan sistem hukum, perbedaan ekonomi, ataupun beberapa


permasalahan yang berpotensi menjadi sengketa antara negara, setidaknya
dapat terakomidir.

Hingga akhirnya pada tanggal 11 April 1980, PBB berhasil merumuskan


konvensi tentang Kontrak Internasional atas Penjualan Barang atau CISG.
Namun demikian, berlakunya konvensi ini tidak terjadi secara otomatis,
melainkan negara-negara yang ingin tunduk dan menggunakan konvensi ini
disyaratkan menandatangani konvensi dan kemudian meratifikasi konvensi
tersebut ke dalam sistem hukum negaranya.

Dalam CIGS, tidak hanya mengatur mengenai bentuk dari kontrak


penjualan barang, tetapi juga diatur mengenai hak dan kewajiban yang dimiliki
oleh pihak pembeli dan pihak penjual, sebagaimana hal ini dimuat di dalam
Bagian 3 (tiga) Pasal 25 s/d 88 CISG. Hal inilah yang akan dipaparkan oleh
Penulis dalam makalah, dan kemudian akan Penulis bandingkan dengan
aturan-aturan berdasarkan KUHPerdata di Indonesia.

2
Hukum Kontrak Internasional

BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN PEMBELI BERDASARKAN CISG
DIBANDINGKAN DENGAN KUHPERDATA

Ruang Lingkup CISG

Sebagaimana telah disepakati pada awal pembentukannya, CISG hanya


berlaku bagi pihak-pihak (dalam kontrak) yang memiliki tempat bisnis di negara
-negara yang berbeda, yang mana negara-negara tersebut merupakan negara
penandatangan konvensi(contracting state), sebagaimana hal ini diatur dalam
Pasal 1 ayat (1) CISG.
Dalam hal negara-negara tersebut bukan merupakan negara
penandatangan dan belum meratifikasi CISG ke dalam sistem hukumnya, tetap
terbuka kemungkinan bagi para pihak untuk tunduk dan memilih CISG, dengan
cara, para pihak memilih negara penandatangan konvensi CISG sebagai
tempat dibuatnya kontrak jual beli barang tersebut.

Sebagaimana telah Penulis sampaikan di atas, bahwa CISG hanya


dapat digunakan sebagai pedoman, khusus untuk pembuatan kontrak jual beli
dagang internasional saja, dengan batasan, CISG tidak dapat diberlakukan
terhadap jual beli atas objek berupa : (Pasal 2 CISG)
a. barang-barang yang dibeli untuk penggunaan individu, keluarga, atau
keperluan rumah tangga, kecuali jika pihak penjual sebelum atau saat
penandatanganan kontrak tidak mengetahuinya;
b. jual beli yang dilakukan melalui lelang;
c. jual beli yang dilakukan melalui eksekusi maupun perintah dari pengadilan;
d. jual beli atas persediaan, saham-saham, investasi sekuritas, negotiable
instrument, atau uang;
e. jual beli dengan objeknya berupa kapal-kapal, perahu-perahu, helikopter,
atau pesawat;

3
Hukum Kontrak Internasional

f. jual beli atas listrik.

Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli berdasarkan CISG,


Dibandingkan Aturan Dalam KUHPerdata

Sebagaimana telah Penulis uraikan pada bagian sebelumnya, bahwa


CISG merupakan ketentuan yang mengatur tentang pembuatan kontrak
internasional atas penjualan barang, yang antara lain mencakup ketentuan
mengenai :
- bentuk kontrak, sebagaimana diatur dalam Bagian II;
- hak dan kewajiban para pihak, baik pihak pembeli dan pihak penjual, yang
diatur di dalam Bagian III;
- disamping itu, juga mengatur tentang pemberlakukan konvensi ini dalam
sistem hukum suatu negara, sebagaimana diatur dalam Bagian IV, yang
berisi tentang ketentuan mengenai ratifikasi.

Bila dikaitkan dengan KUHPerdata, maka berlakunya CISG adalah


merupakan lex specialis, sehingga dapat dikatakan bahwa hal-hal yang diatur
di dalam CISG tentunya akan lebih terperinci dan lebih detail dibandingkan
dengan aturan di dalam KUHPerdata, namun tidak menutup kemungkinan
adanya aturan-aturan yang bertolak belakang.

Dalam beberapa hal, sama seperti ketentuan dalam KUHPerdata, CISG


juga menganut asas kebebasan berkontrak, sebagaimana hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 1 dan Pasal 6 CISG, yang memberikan fleksibilitas penuh kepada
para pihak, untuk menggunakan atau tidak menggunakan CISG dalam kontrak
mereka, disamping itu pula, para pihak juga diberikan kebebasan untuk
memilih bentuk kontrak, boleh dalam bentuk tertulis atau tidak tertulis.

4
Hukum Kontrak Internasional

Namun demikian, khusus untuk bentuk kontrak ini, Pasal 96 CISG


memberikan batasan bahwa kontrak harus dibuat dalam bentuk tertulis jika
salah satu negara telah mengeluarkan pernyataan, yang intinya menghendaki
setiap kontrak harus dibuat dalam bentuk tertulis.
Kemudian, CISG mengatur secara lebih rinci mengenai apa yang
dimaksud dengan Offer and Acceptance, yang mana hal ini dapat berpengaruh
terhadap terbentuknya kontrak. Lain halnya dengan KUHPerdata, dimana
masing-masing pihak mesti menyatakan secara tegas keinginannya untuk
membuat dan kemudian mengikatkan diri dalam sebuah kontrak.

Dalam hal hak dan kewajiban Penjual, menurut ketentuan dalam CISG
Penjual memiliki beberapa kewajiban, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 s/d
Pasal 34, yang secara garis besar meliputi :
 kewajiban untuk menyerahkan barang sesuai dengan mutu, jumlah, jenis,
waktu penyerahan, tempat penyerahan, serta pengepakan, sebagaimana
ditentukan dalam kontrak.
 kewajiban untuk menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan barang
yang menjadi objek jual beli.
 kewajiban untuk mengalihkan hak-hak kepemilikan kepada pembeli.
Secara sepintas, kewajiban penjual yang disyaratkan CISG memiliki
persamaan dengan KUHPerdata, yang dalam Pasal 1474 KUHPerdata, diatur
bahwa seorang penjual pada dasarnya mempunyai 2 (dua) kewajiban utama
yaitu menyerahkan barang kepada pembeli dan menjamin bahwa barang
tersebut aman serta tidak mengandung cacat tersembunyi.
Demikian halnya dengan kewajiban pembeli, aturan di dalam CISG pada
dasarnya memiliki persamaan dengan Pasal 1513 KUHPerdata, yaitu bahwa
pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang yang dibelinya pada
waktu dan tempat yang telah ditentukan di dalam kontrak.

5
Hukum Kontrak Internasional

Dari uraian di atas, maka Penulis dapat menyimpulkan bahwa aturan


dalam CISG pada prinsipnya masih sejalan dengan KUHPerdata, terutama
aturan-aturan berkenaan dengan hak dan kewajiban para pihak. Hanya saja,
ketentuan CISG lebih menitikberatkan kepada kewajiban penjual dibandingkan
dengan pembeli, dan kewajiban pembeli diatur secara lebih singkat.

Dikaitkan dengan masalah yang umumnya seringkali terjadi dalam


pelaksanaan suatu kontrak, yaitu meliputi tindakan ingkar janji (Breach of
Contract) dan kerugian, CISG memberikan aturan yang lebih detail
dibandingkan KUHPerdata.
Dalam CISG, ingkar janji (Breach of Contract) dikategorikan sebagai
suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak, yang
tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana telah disepakati dan
dinyatakan dalam kontrak. Setidaknya adanya 3 (tiga) jenis tindakan yang
dikategorikan sebagai ingkar janji oleh CISG, yakni :
1. Ingkar janji, dalam pengertian umum.
2. Fundamental Breach of Contract
3. Anticipatory Breach of Contract
Yang mana hal ini tidak diatur secara spesifik dalam satu pasal khusus di
KUHPerdata, melainkan tersebar dalam berbagai ketentuan, namun pada
pokoknya mengatur tentang tidak terpenuhinya suatu perjanjian atau perikatan
yang dapat berupa:
- tidak dipenuhinya kewajiban sama sekali;
- terlambat memenuhi kewajibannya;
- memenuhi kewajiban tapi tidak seperti yang telah diperjanjikan;

Kemudian, dikaitkan dengan masalah ganti rugi, CISG memberikan pilihan


upaya hukum dan ganti rugi yang dapat dituntut oleh pihak pembeli, dalam hal

6
Hukum Kontrak Internasional

terjadinya Breach of Contract, yang dilakukan oleh penjual, sebagaimana hal


ini diatur dalam Pasal 45 s/d Pasal 52, yang antara lain meliputi :
a. meminta agar pihak penjual tetap melaksanakan kewajibannya.
b. meminta barang pengganti dan ditambah dengan ganti rugi.
c. meminta pembatalan kontrak.
d. meminta penurunan harga.

Sebaliknya, di dalam Pasal 61 s/d 65 CISG, diatur mengenai pilihan upaya


hukum serta ganti rugi yang dapat dituntut oleh pihak penjual terhadap
pembeli, dalam hal pembeli telah melakukan ingkar janji. Pilihan tersebut
meliputi :
a. mewajibkan pelaksanaan pekerjaan termasuk membayar harga dan
menerima penyerahan barang, serta menentukan perpanjangan waktu bagi
pembeli untuk dapat memenuhi kewajibannya.
b. Meniadakan atau membatalkan kontrak.
c. Menuntut ganti rugi.

Di dalam KUHPerdata, dalam hal terjadi suatu tindakan kelalaian atau


ingkar janji atas suatu perikatan, maka Pasal 1267 KUHPerdata menetapkan
bahwa pihak yang merasa perjanjiannya tidak dipenuhi, dapat memilih
- pihak yang lain tetap harus melaksanakan dan memenuhi perjanjian; atau
- dapat menuntut pembatalan, dengan disertai penggantian biaya, rugi dan
bunga.

Melihat kepada uraian diatas, dapat Penulis simpulkan bahwa terdapat


beberapa hal berbeda antara CISG dan KUHPerdata. Namun, kembali kepada
prinsip kebebasan berkontrak dan prinsip Choice of Law, pada dasarnya isi
daripada suatu perjanjian digantungkan kepada kesepakatan para pihak.

7
Hukum Kontrak Internasional

BAB III
KESIMPULAN

Contract for the International Sale of Goods dibuat dengan maksud


untuk menyeragamkan sistem kontrak dan juga untuk mengatasi kendala-
kendala yang dapat timbul di dalam transaksi penjualan barang yang bersifat
internasional, antara para pihak yang mempunyai tempat usaha di negara yang
berbeda.

Secara prinsip, ketentuan dalam CISG memiliki beberapa persamaan


dengan ketentuan dalam KUHPerdata, meskipun terdapat beberapa
perbedaan, sehingga dapat dikatakan bahwa CISG adalah merupakan lex
specialis, karena hal-hal yang diatur di dalam CISG lebih terperinci dan lebih
detail dibandingkan dengan aturan di dalam KUHPerdata. Dalam beberapa hal,
CISG memberikan fleksibilitas penuh kepada para pihak, sebagaimana hal ini
dapat dilihat dalam Pasal 1 dan Pasal 6 CISG.

Dikaitkan dengan hak dan kewajiban pihak penjual dan pembeli,


ketentuan pada CISG dan KUHperdata, pada dasarnya tidak berbeda jauh,
Hanya saja, ketentuan CISG lebih menitikberatkan kepada kewajiban penjual
dibandingkan dengan pembeli, dan kewajiban pembeli diatur secara lebih
singkat.

Lain halnya dengan masalah ingkar janji dan ganti kerugian, dalam hal
ini CISG lebih rinci mengatur dibandingkan dengan KUHPerdata. KUHperdata
tidak mengenal ingkar janji sebagaimana dimaksud oleh CISG, yaitu
Fundamental Breach of Contract dan Anticipatory Breach of Contract,
melainkan hanya mengenal ingkar janji dalam pengertian yang umum.

8
Hukum Kontrak Internasional

Meski demikian, KUHPerdata punya kesamaan dengan CISG, antara


lain dalam hal pemenuhan pelaksanaan kontrak, pembatalan kontrak, dan
ganti rugi yang meliputi kerugian, biaya dan bunga yang timbul.

9
Hukum Kontrak Internasional

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan :

 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;


 UN Convention on Contract for the International Sale of Goods, (CISG) 1980;

Buku-buku :

 Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra
Aditya Bakti, Bandung;
 Soebekti, R, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta;

Makalah :

 Badrulzaman, Mariam Darus, Konvensi PBB tentang Kontrak Jual Beli


Internasional, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 2;

10

Anda mungkin juga menyukai