Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH AMR

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh


Dosen Pengampu : Syaifudin Zuhdi,SHI.,M.HI

OLEH :
1. Haryo Permadi Himawan (C100210069)
2. Rozano Mochammad (C100210
3. Farhan Ammar Luthfi (C100210244)
4. Briliant Ananda Putra (C100210280)
5. Dika Setyawan (C100210286)
6. Tubagus Bayu Pamungkas (C100210289)

KELAS B
PRODI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat disusun sampai dengan selesai dan lancar. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih
terhadap teman-teman kelompok kami yang telah membantu menyusun makalah ini dengan
baik dan lancar.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan menambah
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lagi agar makalah ini bisa pembaca
gunakan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang dapat kami koreksi untuk kedepannya dan untuk
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh para ulama sebagaimana bahwa dalil-dalil
yang dijadikan dasar hukum syariah mengenai perbuatan manusia kembali kepada empat
sumber yang telah ditetapkan yaitu al qur’an, as sunnah, ijma, qiyas.
Secara garis besar, Ilmu Ushul Fiqh membahas berbagai pendekatan untuk mengambil
pelajaran dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad. Para ahli telah mengembangkan
pendekatan sistematis untuk memahami teks dari dua sumber bahasa Arab yang akan
digunakan dalam praktik penalaran Fiqh. Bahasa Arab berkomunikasi dalam berbagai cara
dan pada berbagai tingkat kejelasan. Metode istinbath secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga bagian: aspek linguistik, aspek tujuan syari'ah, dan aspek pemaparan beberapa
dalil kontradiktif. Amr (perintah), nahi (larangan), dan takhyir (pilihan) adalah ayat-ayat
hukum dalam Al-Qur'an yang menyampaikan ajaran Allah dan Sunnah Nabi. Hukum
seperti wajib, mandub, haram, dan makruh terbentuk dari tiga kategori ayat hukum.
Masalah metode istinbath dari segi linguistik berupa al-Amr akan menjadi pokok bahasan
tulisan ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu pengertian Amr.


2. Macam-macam dari bentuk-bentuk Amr.
3. Apa yang ditunjukkan Dilalah Amr.
4. Kaidah-kaidah apa saja yang ada pada Amr.
5. Bgaimana pendapat dari para Ulama mengenai Amr.
6. Contoh apa saja Amr dalam kehidupan sehari-hari.
1.3 Tujuan Penulisan

1. Pembaca dapat mengetahui pengertian dari Amr.


2. Pembaca dapat mengetahui macam dari bentuk bentuk Amr.
3. Pembaca dapat mengetahui tujuan dari dilalah Amr.
4. Pembaca dapat mengetahui kaidah-kaidah Amr.
5. Pembaca dapat mempelajari perbedaan ulama tentang Amr.
6. Pembaca dapat mempelajari contoh Amr dalam sehari hari.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
B. Bentuk
C. Dilalah
D. Kaidah
E. Perbedaan Ulama Tentang Al Amr
Beberapa perbedaan pendapat dari para ulama mengenai amr:1
1. Berdasarkan opini ulama yang paling kuat, yaitu Imam Asy-Syafi' dan Jumhur,
Highhat Amr pada hakekatnya hanya menetapkan wajib, sedangkan secara
Majaz menunjukkan sesuatu yang lain. Ada beberapa aliran pemikiran tentang
penamaannya. Pendapat yang paling kuat, seperti yang dikatakan para ahli
Lughat, melawan perintah majikan akan mengakibatkan sanksi. Pendapat ini
diriwayatkan dalam Al-Burhan dari Imam As-Syafi dan dipertegas oleh Imam
Abu Ishaq. Pendapat yang ke-2 tentang Syari karena Shighat secara linguistik
hanya menyatakan tuntutan sedangkan makna wajib ditetapkan dan ditetapkan
dalam arti jika ditolak maka akan diragukan (siksa). diterima oleh syar' dalam
perintahnya atau dari perintah orang yang wajib ditaati syar' itu. Pendapat ini
diambil oleh Imam Haramain. Pendapat ke-3, faidah wajib, berasal dari bahasa
yang mengarah pada tuntunan wajib, karena apabila mengarah pada tuntunan
sunnah maka berubah makna menjadi; ‫ )ْن ِ َ إْ َ لْ عِ فـ اََ ْ َ ت ِش ئ‬Lakukanlah jika
kamu menghendaki), padahal pembatasan jika kamu menghendaki ini tidak
tersebut dalam redaksi.
2. Shigat amr pada dasarnya menyatakan bahwa hukumnya sunnah, karena hal ini
diyakini berasal dari dua jenis thalab (tuntutan). Diungkapkan oleh Imam Abu
Hasyim dan ulama lain.

1
Zakariya bin Muhammad bin Ahmad bin Zakariya Abi Yahya Al-Anshari. Lubb Al-Ushul. (Kediri: Santri Salaf
Press, 2014) hal. 201-202
3. Pada dasarnya dimaksudkan untuk makna wajib dan sunnah, artinya termasuk
bentuk isytirak. Diriwayatkan Imam Al-Murtadha dari kalangan Syiah.
4. Pada hakikatnya dimaksudkan pada keduanya dan mubah.
5. Secara hakikat ditujukan untuk empat makna, tiga makna di atas dan tahdid. Hal
ini berarti dipersekutukan antara keempatnya.
6. Hakikatnya terkait dengan empat makna dan irsyad di atas
7. Dibagi menjadi lima macam hukum antara lain, wajib, sunnah, mubah, makruh,
dan haram.
8. Amr (perintah) Allah SWT pada dasarnya menetapkan wajib, dan perintah Nabi
saw. yang menjadi pijakan awal, secara hakikat menunjukkan sunnah. Apabila
tidak menjadi pijakan awal, seperti perintah yang mencocoki nash dan yang
menjelaskan dalil mujmal, maka secara hakikat juga menunjukkan wajib.
Disampaikan oleh Imam Abu Bakar Al-Abhari dari kalangan Malikiyyah.
9. Pada dasarnya yang mengarah kea rah yang lebih lughat, akibat dari itu tidak
diterimanya pembatasan dengan kehendak dan sanksi yang berlandaskan syara
sebab amrin kharij atau disebut sebagai faktor eksternal. Oleh penetapan wajib
tersebut merupakan hasil keseluruhan. Pendapat tersebut berasal dari Syaikh Abi
Hamid Al-Isfirayni serta Imam Haramain dan terdapat dalam kitab Jam’u al-
Jawami. Dari pendapat pertama terdapat perbedaan yaitu tuntutan secara kuat
didasarkan pada lughat serta kewajiban dari keseluruhan lughat dan syari.
Sedangkan dari pendapat pertama tuntutan yang kuat sekaligus yang bermakna
kewajiban ditetapkan didasarkan pada syara. Berdasarkan fatwa ulama sama
dengan pendapat pertama karena pada keduanya sepakat dalam kewajiban
memiliki arti dengan adanya sanksi 16 siksaan atas ditinggalkan perintah serta
keberadaannya dihasilkan dari syara.
10. Dalam makna di dalamnyan serta dalam arti yang terdapat kemungkinan pada
dasarnya menunjukan sunnah, wajib maupun keduanya. Dalam hal ini
diriwayatkan oleh Imam Al-Qadhi Al-Baqilani, Al-Ghazali serta Al-Amidi.
F. Contoh al-Amr dalam kehidupan sehari-hari

Anda mungkin juga menyukai