USHUL FIQIH
Disusun oleh :
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Teknik Presentasi
ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini berguna
bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya serta dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu.
penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah………............................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijma............................................................................ 2
B. Syarat-syarat Ijma...................................................................... 3
G. Pengertian Qiyas…………………………………………...……8
A. Kesimpulan................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 21
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki hukum yang datang dari Yang Maha
Sempurna, kemudian tersampaikan melalui Nabi Muhammad SAW, dengan Al-Quran sebagai
pedomannya. Kemudian sumber hukum agama islam selanjutnya adalah Sunnah atau yang kita
kenal dengan Hadits. Al Quran dan Hadits merupakan dua hal yang menjadi pedoman utama bagi
umat Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Namun, seiring dengan berkembangnya zaman ada saja hal-hal yang tidak terdapat solusinya
dalam Al Quran dan Hadits. Oleh karena itu ada sumber hukum agama islam lain,
diantaranya adalah Ijma’ dan Qiyas. Namun, Ijma’ dan Qiyas tetap merujuk pada Al Qur’an dan
Hadits, karena Ijma’ dan Qiyas merupakan penjelasan dari keduanya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. IJMA’
1. Pengertian Ijma’
2) Kesepakatan terhadap sesuatu. Suatu kaum dikatakan telah ber-ijma’ bila mereka
bersepakat terhadap sesuatu.
Adapun perbedaan antara kedua arti di atas yang pertama bisa dilakukan oleh satu orang atau
banyak, sedangkan arti yang kedua hanya bisa dilakukan oleh dua orang atau lebih, karena tidak
mungkin seseorang bersepakat dengan dirinya sendiri.
Sedangkan ijma’ menurut, istilah para ulama ushul berbeda pendapat dalam
mendefinisikan ijma’ di antaranya:
2) Pengarang kitab tahrir, Al-Kamal bin Hamam berpendapat bahwa ijma’ adalah
kesepakatan mutjahid suatu masa dai ijma’ Muhammad SAW terhadap masalah
syara’. (Al-Ghifari)
3) Menurut Abdul Karim Zaidan adalah kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat
islam tentang hukum syara’ pada suatu masa setelah Rasulullah wafat. 1
1
https://deepublishstore.com/blog/materi/ijma-dan-qiyas/
2
2. Syarat-syarat Ijma’
Secara umum mujtahid itu diartikan sebagai para ulama yang mempunyai
kemampuan dalam meng-istinbath hukum dari dalil-dalil syara’.
Dengan demikian, kesepakatan orang awam atau mereka yang belum mencapai
derajat mujtahid tidak bisa dikatakan ijma’, begitu pula penolakan mereka. Karena mereka
tidak ahli dalam menelaah hukum-hukum syara’.
Bila sebagian mujtahid bersepakat dan yang lainnya tidak, meskipun sedikit,
maka menurut jumhur, hal itu tidak bisa dikatakan ijma’, karena ijma’ itu harus
mencakup keseluruhan mujtahid.
Sebagian ulama berpandangan bahwa ijma’ itu sah bila dilakukan oleh sebagian
besar mujtahid, karena yang dimaksud kesepakatan ijma’, termasuk pula kesepakatan
sebagian besar dari mereka. Begitu pula menurut kaidah fiqh, sebagian besar itu telah
mencakup hukum keseluruhan.
Kesepakatan yang dilakukan oleh para ulama selain umat Muhammad SAW
tidak bisa dikatakan ijma’. Hal itu menunjukkan adanya umat para Nabi lain yang
ber-ijma’. Adapun ijma’ umat Nabi Muhammad SAW tersebut telah dijamin bahwa
mereka tidak mungkin ber-ijma’ untuk melakukan kesalahan.
Ijma’ itu tidak terjadi ketika Nabi masih hidup, karena Nabi senantiasa
menyepakati perbuatan-perbuatan para sahabat yang dipandang baik, dan itu dianggap
sebagai syari’at.
3
Kesepakatan mereka harus berhubungan dengan syari’at. Maksudnya,
kesepakatan mereka haruslah kesepakatan yang ada kaitannya dengan syari’at, seperti
tentang wajib, sunah, makruh, haram, dan lain-lain. 2
Ijma’ baru dapat diakui sebagai dalil atau landasan hukum bilamana dalam
pembentukannya mempunyai landasan syara’ yang disebut sanad (landasan) ijma’.
Para ulama Fiqh sepakat atas ke-absahan Al-Quran dan Sunnah sebagai
landasan ijma’. 3
4. Macam-macam Ijma’
Macam-macam ijma’ bila dilihat dari cara terjadinya ada dua macam, yaitu:
2) Ijma’ Sukuti
Adalah ijma’ dimana para ulama mujtahid berdiam diri tidak mengeluarkan
pendapatnya atas mujtahid lain, dan diamnya itu sebagai pertanda persetujuan atas
pendapat mujtahid lain, bukan karena takut atau malu. Pengertian itu menurut Hanafiyah
dan Hanabilah,dan mereka mengatakan bahwa ijma’ sukuti sah dijadikan sumber hukum.
Karena apabila mereka tidak setuju dan memandangnya keliru mereka harus tegas
menentangnya. Manakala mereka tidak menentangnya secara tegas, hal itu menandakan
2
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2020/10/qiyas.html
3
https://artikellepas18.blogspot.com/2018/01/makalah-ushul-fiqh-ijma.html
4
bahwa mereka menyetujuinya. Sedangkan menurut Imam Syafi’i dan kalangan
Malikiyah ijma’ sukuti tidak dapat dijadikan landasan pembentukan hukum. Alasannya,
diamnya sebagian para mujtahid belum tentu menandakan setuju, karena bisa jadi
disebabkan takut kepada penguasa, atau boleh jadi juga disebabkan merasa sungkan
menentang pendapat mujtahid yang punya pendapat itu karena dianggap senior. Jadi ijma’
sukuti adalah bahwa sebagian ulama mujtahid menyatakan pendapatnya, sedangkan
ulama mujtahid lainnya hanya diam tanpa komentar. 4
Artinya:“Apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut pandangan
Allah juga baik.”
3) Demikian juga sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dari
sahabat Umar bin Khatab R.A :
اﻻ ﻓﻤﻦ ﺳﺮه ﺑﺤﺠﺔ اﻟﺠﻨﺔ ﻓﻠﯿﻠﺰم اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﻓﺈن اﻟﺸﯿﻄﺎن ﻣﻊ اﻟﻔﺬ وھﻮ ﻣﻦ اﻻﺛﻨﯿﻦ اﺑﻌﺪ
وﻣﻦ ﯾﺸﺎﻗﻒ اﻟﺮﺳﻮل ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﻣﺎ ﺗﺒﯿﻦ اﻟﮭﺪى وﯾﺘﺒﻊ ﻏﯿﺮ ﺳﺒﯿﻞ اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ ﻧﻮﻟﮫ ﻣﺎ ﺗﻮﻟﻰ وﻧﺼﻠﮫ
4
https://muslim.or.id/19712-mengenal-ijma-sebagai-dasar-hukum-agama.html
5
ﺟﮭﻨﻢ وﺳﺄت ﻣﺼﯿﺮا ) اﻟﻨﺴﺎء
Nash di atas menjelaskan bahwa yang bukan jalannya orang mukmin adalah harom.
Karena berarti dia telah menentang Allah dan Rasul-Nya dengan ancaman neraka jahanam.
Dengan demikian mengikuti jalan orang mukmin adalah wajib. Jika jamaah orang mukmin
mengatakan “ini halal” jika ada orang yang menyatakan hal tersebut sebagai suatu yang
“haram” maka dia tidak mengikuti jalan orang mukmin.
Para ulama berbeda pendapat tentang kemungkinan terjadinya ijma’ dan nilai
argumentasinya. Mengapa? Karena terjadinya perbedaan pendapat dalam
mengartikan ijma’. Diantaranya berpendapat bahwa: Ijma’ adalah kesepakatan
para Mujtahid pada setiap masa terhadap hukum syara’ jika demikian maka ijma’ tersebut
tidak mungkin terjadi.
Tetapi jika yang di maksud ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid terhadap hukum-
hukum syara’ tetap di tetapkan berdasarkan dalil nash yang qoth’i.
6
seperti di sebutkan di atas seperti wajibnya shalat, puasa dan sebagainya pada dasarnya
sudah bersifat qoth’i. Kemudian siapakah orang-orang yang ijma’nya bisa di terima? Dan
bagaimana kriteria mujtahid yang ijma’nya dapat diterima? Untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini beliau imam Syafi’i membuka dialog dalam kitab Jima’ul Ilmu : “Siapakah
di antara ulama ijma’nya dapat di jadikan hujjah ialah orang-orang yang di akui (di angkat)
oleh penduduk suatu negara sebagai ahli fiqih yang fatwa-fatwanya dapat di terima oleh
penduduk tersebut dengan senang hati. Akan tetapi jawaban tersebut di angkat oleh imam
Syafi’i, karena tidak ada ulama’ yang memiliki sifat-sifat diatas walaupun ada ahli fiqh yang
di akui sebagian penduduk dalam suatu negara namun di anggap orang bodoh yang tidak
berhak memberikan fatwa oleh sebagian penduduk lain. Apalagi ulama’ yang fatwanya
di terima secara bulat oleh seluruh penduduk antar negara.
5
https://www.dream.co.id/dinar/pengertian-sumber-hukum-islam-ijma-dan-dalil-dalil-yang-mendasarinya-
dalam-al-quran-hadis-211221s.html
7
B. QIYAS
1. Pengertian Qiyas
Dalam Islam, Ijma’ dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang
ternyata belum di tetapkan pada masa-masa sebelumnya.
Qiyas juga bisa berarti menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan
sesuatu yang ada nash hukumnya karena ada persamaan illat hukum. Karena
dengan qiyas ini berarti para mujtahid telah mengembalikan ketentuan hukum kepada
sumbernya al-quran dan hadits. Sebab dalam hukum islam kadang tersurat jelas dalam al-
quran dan hadits, tapi kadang juga bersifat implicit-analogik (tersirat) yang terkandung
dalam nash. Beliau Imam Syafi’i mengatakan “Setiap peristiwa pasti ada kepastian hukum
dan umat Islam wajib melaksanakannya.” Namun jika tidak ada ketentuan hukum yang pasti,
maka haruslah di cari dengan cara ijtihad. Ijtihad itu adalah qiyas.
اﻓﻠﻢ ﯾﺴﯿﺮوا ﻓﻰ اﻻرض ﻓﯿﻨﻈﺮوا ﻟﯿﻒ ﻛﺎن ﻋﺎﻗﺒﺔ اﻟﺬﯾﻦ ﻣﻦ ﻗﺒﻠﮭﻢ دﻣﺮ ﷲ ﻋﻠﯿﮭﻢ وﻟﻠﻜﺎﻓﺮﯾﻦ اﻣﺜﺎﻟﮭﻢ
8
Yang kedua adalah analogi beda sifat, beda hukum.
ام ﺣﺴﺐ اﻟﺬﯾﻦ اﺣﺘﺮﺟﻮا اﻟﺴﯿﺄت ان ﺗﺠﻌﻠﮭﻢ ﻛﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا وﻋﻤﻠﻮا اﻟﺼﺎﻟﺤﺎت ﺳﻮاء ﻣﺤﯿﺎھﻢ وﻣﻤﺎ
Artinya:”Apakah orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan
menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh, yaitu
sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.”
:ام ﻧﺠﻌﻞ اﻟﺬﯾﻦ اﻣﻨﻮا وﻋﻤﻠﻮا اﻟﺼﺎﻟﺤﺎت ﻛﺎ اﻟﻤﻔﺴﺪﯾﻦ ﻓﻰ اﻻرض ام ﻧﺠﻌﻞ اﻟﻤﺘﻘﯿﻦ ﻛﺎ اﻟﻔﺠﺎر )اﻟﺼﺎد
( ۲۸
Dengan ketiga dalil Al-Qur’an tersebut di atas sangat sesuai dengan prinsip berfikir
rasional yaitu menyamakan sesuatu karena adanya persamaan dan membedakan sesuatu
karena adanya faktor perbedaan.
Karena qiyas merupakan aktivitas akal, maka ada ulama yang berbeda pendapat
dengan jumhur ulama tentang tentang di gunakan atau tidaknya qiyas. Dalam hal ini
terdapat tiga kelompok besar yaitu:
1) Kelompok Jumhur menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang
tidak jelas nashnya baik dalam Al-Quran/Al-hadist pendapat
9
sahahabat (ijma’) ulama tapi hal tersebut di lakukan dengan tidak berlebihan dan
melampaui batas.
2) Madzab Dhohiriyah dan Syiah Imamiyah Sama sekali tidak memakai qiyas,
hanya terpaku pada teks.
Tidak di ragukan lagi bahwa aliran jumhur adalah aliran yang tepat dan paling kuat.
Mengapa? Dikarenakan argumentasinya berdasarkan atas prinsip berpikir logis
di samping tetap berpegang pada Al-qur’an dan petunjuk Rasulullah. Dalil Al-qur’annya
adalah sebagai berikut:
ﯾﺎاﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ اﻣﻨﻮا اطﯿﻌﻮا ﷲ واطﯿﻌﻮا اﻟﺮﺳﻮل واول اﻻﻣﺮ ﻣﻨﻜﻢ ﻓﺈن ﺗﻨﺎزﻋﺘﻢ ﻓﻰ ﺳﻲء ﻓﺮدواه اﻟﻰ ﷲ واﻟﺮﺳﻮل ان ﻛﻨﺘﻢ
ﺗﺆﻣﻨﻮن ﺑﺎ� واﻟﯿﻮم اﻻﺧﺮ
.(59 : )اﻟﻨﺴﺎء
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman. Taatilah Allah dan Rasul-Nya dan Ulil
Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah Ia kepada Allah (Al-Qur ‘an) dan rasul (sunnah) jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Ayat tersebut menjadi dasar hukum qiyas. Karena di dalamnya terdapat ungkapan
“kembali kepada Allah dan Rasulnya” tidak lain dan tidak bukan adalah perintah supaya
menyelidiki tanda-tanda bahwa apa sesungguhnya yang di kehendaki Allah dan Rasul-Nya.
Hal ini dilakukan dengan jalan mencari illat hukum yang di namakan qiyas.
6
https://muamala.net/definisi-qiyas-dalil-dan-jenisnya/
10
۱۱۱: ﻟﻘﺪ ﻛﺎن ﻓﻰ ﻗﺼﺼﮭﻢ ﻋﺒﺮة )ﯾﻮﺳﻒ
Analoginya yaitu apabila seorang pegawai di jatuhi hukuman karena menerima suap,
lalu sang kepala berkata kepada teman-teman sekantor “Sesungguhnya ini adalah suatu
pelajaran bagi kamu, maka ambilah sebagai pelajaran.” Maka dapat di pahami dari kata-
kata Sang Kepala tersebut kamu akan sepertinya, jika kamu melakukan hal yang sama, kamu
akan di hukum sebagaimana hukuman yang menimpanya, dan juga sebuah hadist Rasulullah
SAW:
: ﻗﺎل, ﻗﺎل ﻟﮫ ﻟﯿﻒ ﺗﻘﻀﻰ اذا ﻋﺮض ﻟﮫ ﻗﻀﺎء.م ﻟﻤﺎ اراد ان ﯾﺒﻌﺜﮫ اﻟﻰ اﻟﯿﻤﻦ.ان رﺳﻮل ﷲ ص
اﻟﺤﻤﺪ � اﻟﺬى وﻓﻖ رﺳﻮل: م ﻋﻠﻰ ﺻﺪره ﻗﺎل.اﻗﻀﻰ ﺑﻜﺘﺎب ﷲ ﻓﺈن ﻟﻢ أﺟﺪ ﻓﺒﺴﻨﺔ رﺳﻮل ﷲ ص
Dari hadist di atas Rasulullah Saw mengakui Muadz untuk ber-ijtihad, bila dia tidak
menemukan nash yang dia gunakan untuk memberi putusan baik Al-Qur’an ataupun As-
Sunnah. Sedang ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan untuk sampai kepada
hukum. Dan Ijtihad juga meliputi qiyas.
11
Dengan adanya dalil kehujjahan qiyas di atas, dapat kita simpulkan bahwasannya
pada saat sekarang pun qiyas masih terjadi. 7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat islam tentang
hukum syara’ pada suatu masa setelah Rasulullah wafat.
2. Syarat-syarat Ijma’:
3. Macam-macam Ijma’:
7
https://arwave.blogspot.com/2015/10/kehujjahan-qiyas-kedudukan-qiyas.html
12
a. Ijma’ Sharih (bersih atau murni); dan
b. Ijma’ Sukuti.
4. Qiyas ialah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya kepada kejadian lain
yang ada nashnya, dalam hukum yang telah di tetapkan oleh nash karena adanya kesamaan
dua kejadian itu dalam illat hukumnya.
a. Rukun qiyas
1. Ashl;
2. Al-Far’u;
3. ‘Illat; dan
4. Hukum al-Ashl.
b. Pembagian Qiyas:
4. Dari segi di jelaskan atau tidaknya ‘illat pada qiyas itu; dan
13
DAFTAR PUSTAKA
https://deepublishstore.com/blog/materi/ijma-dan-qiyas/
https://artikellepas18.blogspot.com/2018/01/makalah-ushul-fiqh-ijma.html
https://artikellepas18.blogspot.com/2018/01/makalah-ushul-fiqh-ijma.html
https://www.dream.co.id/dinar/pengertian-sumber-hukum-islam-ijma-dan-dalil-dalil-yang-
mendasarinya-dalam-al-quran-hadis-211221s.html
https://muamala.net/definisi-qiyas-dalil-dan-jenisnya/
https://arwave.blogspot.com/2015/10/kehujjahan-qiyas-kedudukan-qiyas.html
14