Anda di halaman 1dari 43

PENGELOLAAN INSTALASI IPAL YANG

EFEKTIF DAN EFISIEN


LATAR BELAKANG
• Daya dukung lingkungan semakin menurun
• Karakteristik air limbah berubah secara
kuantitatif dan kualitatif
• Regulasi baku mutu yang semakin ketat
• Sistem / teknologi pengolahan air limbah
semakin maju
APA YANG HARUS DILAKUKAN?
• Mengetahui regulasi baku mutu yang menjadi
target
• Mengetahui system dan proses operasi instalasi
IPAL
• Melakukan operasi pengelolaan sesuai prosedur
• Menjalankan prosedur perawatan dan
pemeliharaan secara rutin
• Identifikasi kondisi instalasi secara cepat dan
dapat melakukan penanganan secara tepat
.
POKOK BAHASAN

• Proses IPAL
• Parameter operasi
• Identifikasi dan penanganan masalah
PROSES IPAL BIOLOGI
BERDASARKAN URUTAN PROSES
BERDASARKAN JENIS POLUTAN
KLASIFIKASI PROSES BIOLOGI
Berdasarkan kebutuhan udara
• Proses Anaerobik, proses penguraian polutan organic oleh
mikroorganisme, dimana tidak memerlukan udara
• Proses Aerobik, proses penguraian polutan organic oleh
mikroorganisme, dimana memerlukan udara
KLASIFIKASI PROSES BIOLOGI AEROBIK
CONVENTIONAL ACTIVATED SLUDGE DAN
EXTENDED AERATION
OXIDATION DITCH
STEP AERATION DAN CONTACT
STABILIZATION
RBC DAN TRICKLING FILTER
SUBMERGED BIOFILM
POND DAN LAGOON
SEQUENCE BATCH REACTOR (SBR)
PARAMETER OPERASI IPAL
BIOLOGI
• Parameter operasi adalah suatu besaran yang dipergunakan
untuk merencanakan dan membaca kondisi operasi pada unit-
unit proses lumpur aktif.
• Dengan mengetahui secara akurat dari besaran-besaran
tersebut maka dapat diketahui apakah suatu unit proses telah
bekerja sesuai dengan yang direncanakan
• Secara cepat melakukan langkah-langkah penyesuaian untuk
menghindari kegagalan proses.
Parameter Operasi
• HRT, Hydrolic Retention Time
• Organic Loading (BOD atau COD)
• MLSS ,Mixed liquor suspended solids
• F/M ratio
• SRT, Solid Retention Time
• Kebutuhan Oksigen
• Kebutuhan Nutrien
• Karakteristik pengendapan
• Overflow Rate
Hydrolic Retention Time / HRT, hari
• HRT atau waktu tinggal hidrolis adalah lama waktu yang dibutuhkan air
limbah berada di dalam bak aerasi.
• HRT merefleksikan waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk
mengkonsumsi polutan yang terkandung di dalam air limbah. Perubahan
nilai HRT akan berpengaruh terhadap efisiensi proses pengolahan
• Perhitungan :
HRT = V / Q (hari atau jam)
V = volume bak aerasi, m3
Q = debit air masuk kolam aerasi, m3/hari
• Proses lumpur aktif konvensional, memerlukan HRT sekitar 6 – 8 jam
untuk mengolah air limbah domestic.
Organic Loading, (BOD/COD), kg/hari
• BOD atau COD adalah konsentrasi bahan organic di dalam air limbah. Sedangkan
Organik Loading (BOD atau COD) adalah jumlah kuantitatif bahan organic yang
terkandung di dalam air limbah yang harus dihilangkan.
• Diperlukan informasi akurat mengenai konsentrasi BOD (atau COD) influent
untuk perhitungan.
• Walaupun nilai BOD lebih akurat dibanding COD, tapi karena waktu pengujian
lebih lama, maka dapat digunakan pendekatan COD sebagai basis perhitungan.
• Perhitungan Beban BOD :
BOD Loading = Q x So (kg/hari)
Q = Debit air limbah masuk, m3/hari
So = Konsentrasi BOD dalam influent, g/m3
• Selain organic loading, di dalam disain juga digunakan Volumetrik Loading, yaitu :
Volumetrik Loading = BOD Loading / V (kg/m3.hari)
V = volume bak aerasi, m3
• Proses lumpur aktif konvensional, mempunyai kemampuan mengolah beban
volumetric BOD sekitar 0,3 – 0,8 kg/m3 bak aerasi/hari) air limbah domestic.
Mixed liquor suspended solids (MLSS), mg/liter
• MLSS menujukkan konsentrasi dari padatan tersuspensi atau konsentrasi
mikroorganisme (lumpur aktif) di dalam tangki aerasi.
• Untuk lebih akurat mewakili konsentrasi mikroorganisme, digunakan besaran
MLVSS.
• Prosedur Uji MLSS
– Timbang cawan porselen kosong, mg
– Masukkan air limbah dengan volume tertentu, ml
– Keringkan di dalam oven pada 105oC selama 2 jam
– Timbang selisih beratnya dan dibagi dengan volume air limbah, didapatkan MLSS
• Prosedur Uji MLVSS
– Timbang cawan porselen kosong, mg
– Masukkan air limbah dengan volume tertentu, ml
– Keringkan di dalam furnace pada 550oC selama 2 jam
– Timbang selisih beratnya dan dibagi dengan volume air limbah, didapatkan MLVSS
• Di dalam kalkulasi biasanya dilakukan pendekatan MLVSS = 0,8 x MLSS
• Proses lumpur aktif konvensional, beroperasi pada MLSS 1500 – 2000 mg/liter
untuk mengolah air limbah domestic.
F/M ratio (Food-microoganism ratio),
kg BOD/kg MLVSS.hari
• Rasio F/M merupakan perbandingan antara jumlah makanan
(BOD) dengan jumlah mikroorganisme (MLVSS) di dalam bak
aerasi. Perbandingan ini menentukan derajat pengolahan BOD
yang dapat dicapai.
• Rasio F/M dihitung dengan persamaan berikut :
F/M = So / (MLVSS x HRT) (kg BOD/kg MLVSS. Hari)
So = konsentrasi BOD dalam influent, g/m3
HRT = waktu tinggal air limbah di dalam bak aerasi, hari
MLVSS = konsentrasi mikroba di dalam bak aerasi, g/m3
• Proses lumpur aktif konvensional, beroperasi pada F/M = 0,2 –
0,4 kg BOD/kg MLVSS.hari untuk mengolah air limbah
domestic.
• Rasio F/M menunjukkan karakteristik pengendapan dari flok (lihat gambar
di bawah) sebagaimana berikut :
• Pada rasio F/M tinggi , makanan berlebihan sehingga bakteri tumbuh
dengan cepat, memiliki flagella dan memiliki energi yang cukup untuk
bergerak. Ini mengakibatkan
Ukuran flok kecil dan ringan, tidak mampu mengendap dengan baik
sehingga terbawa ke effluen (sludge washout)
Masih terdapat sisa BOD yang cukup banyak pada effluent (efisiensi
pengolahan kurang baik)
• Pada rasio F/M yang rendah terjadi
– Sel kekurangan makanan sehingga mengalami respirasi endogen
(mengkonsumsi citoplasmanya sendiri untuk energi) atau
bahkan kematian.
– Hampir seluruh makanan pada air limbah terkonsumsi (tingkat
penguraian BOD tinggi).
– Hampir seluruh mikroba terflokulasi sehingga menghasilkan
karakter pengendapan yang baik. Hal ini karena motilitas sel
yang berkurang dan terbentuknya lapisan lendir diluar sel.
– Harus diimbangi dengan suplai udara yang baik agar bakteri
dapat memproduksi lendir
• Nilai F/M ratio juga mempengaruhi terjadinya bulking pada proses
lumpur aktif, bulking membuat lumpur aktif tidak dapat mengendap
dengan baik.
Solids Retention Time, SRT, hari
• SRT disebut juga umur lumpur adalah lama waktu mikroorganisme tinggal
di dalam bak aerasi.
• Umur lumpur didefinisikan juga sebagai perbandingan berat lumpur di
dalam bak aerasi terhadap berat dari lumpur baru yang terbentuk setiap
hari.
• Semakin tinggi rasio F/M maka semakin pendek usia dari lumpur (SRT
semakin rendah), hal ini terjadi karena tingginya kecepatan pembentukan
lumpur baru karena berlimpahnya makanan, demikian sebaliknya.
• SRT di hitung dengan persamaan sbb :
SRT = V . X /( (Q – Qw).Xe + Qw . Xr) (hari)
V = volume bak aerasi, m3
X = konsentrasi MLVSS didalam bak aerasi, g/m3
Q = Debit air limbah masuk, m3/hari
Qw = debit pembuangan lumpur, m3/hari
Xe = konsentrasi MLVSS didalam effluent, g/m3
Xr = konsentrasi MLVSS pada lumpur yang dikembalikan ke dalam
bak aerasi, g/m3
• Proses lumpur aktif konvensional, beroperasi pada SRT = 5 – 15 hari untuk
mengolah air limbah domestic.
• SRT sangat berkaitan dengan jumlah lumpur yang harus dibuang setiap hari,
yaitu :

P = Q . Yobs (So – S), kg/hari


P = Jumlah lumpur yang harus dibuang, g/hari
Yobs = biomass yield, g MLVSS/g BOD
So = konsentrasi BOD influent, g/m3
S = konsentrasi BOD effluent, g/m3
• Nilai dari SRT sangat penting bagi pengendalian proses karena sangat
berkaitan dengan kinerja dari proses
Kebutuhan Oksigen, g/hari
• Kebutuhan oksigen proses lumpur aktif dapat dihitung dengan persamaan
R = Q (So – S) – 1,42 P
R = kebutuhan oksigen, g/hari
Q = Debit influent, m3/hari
So = konsentrasi COD influent, g/m3
S = konsentrasi COD effluent, g/m3
1,42 = nilai COD setiap gram mikroorganisme. Dihitung dari
persamaan endegeneous
P = Debit pembuangan lumpur, m3/hari
• Kebutuhan udara proses lumpur aktif konvensional untuk mengolah air
limbah domestic = 3 – 7 kali debit influent, m3/hari.
• Kecukupan oksigen di dalam proses lumpur aktif yang sudah beroperasi
dapat diketahui dari nilai kelarutan oksigen / DO.
• Oksigen terlarut harus dijaga diatas 2 mg/liter pada seluruh
bagian dari tangki aerasi.
• Apabila proses dijalankan pada keadaan nitrifikasi maka
oksigen terlarut harus dijaga diatas 2,5 mg/liter. Hal ini
dilakukan untuk menjaga agar oksigen yang dibutuhkan selalu
tersedia bagi keperluan metabolisme lumpur aktif.
Pengukuran Oksigen dilakukan secara langsung di lapangan.
Kebutuhan Nutrient

• Nutrien dibutuhkan oleh mikroorganismenya untuk


melakukan metabolisme serta pemproduksi enzim. Nutrien
utama yang harus disediakan dalam bentuk senyawa
Nitrogen, Fosfor dan Besi.
• Biasanya kebutuhan minimum akan nutrien dikaitkan dengan
nilai BOD dengan perbandingan 100:5:1:0.5 (BOD:N:P:Fe)
• Selain nutrien utama diatas beberapa micronutrien juga harus
tersedia seperti Tembaga, Mangan, Cobalt, Selenium, dll.
Mikronutrien ini biasanya tersedia dalam jumlah yang cukup
pada air limbah sehingga tidak diperlukan penambahan
secara khusus.
Settleability Test, SV30, SVI
• SV30 adalah pengujian pengendapan lumpur aktif
dari bak aerasi, setelah diendapkan selama 30 menit
(sludge volume 30 menit) pada Imhoff Cone atau
gelas ukur.
• Hasil pengujian ini memberikan gambaran awal dan
dapat menjadi sistem peringatan dini akan
terjadinya masalah pada proses pemisahan lumpur.
• Tidak terdapat nilai baku pada pengujian ini,
beberapa instalasi beroperasi pada nilai optimum
800-900 ml/ml, sementara instalasi lainnya
beroperasi optimum pada nilai 300 – 400 ml/ml.
Yang paling penting untuk diamati adalah kestabilan
dari nilai SV30, perubahan mendadak pada nilai SV30
(dengan asumsi MLSS konstan) memberikan
petunjuk adanya masalah pada pengoperasian IPAL.
Overflow rate, Upflow velocity, Surface velocity
• Agar proses pemisahan padatan-cairan pada clarifier efektif, maka
kecepatan naiknya air (upflow velocity) harus lebih rendah daripada
kecepatan pengendapan (settling velocity) dari lumpur. Jika tidak
maka akan terjadi limpasan lumpur pada effluen (lumpur terbawa
aliran effluen). Dapat dihitung dengan membagi Debit influent
dengan luas permukaan

Upflow Velocity = Volumetric flowrate m3/jam)


Luas permukaan clarifier (m2)

• Pada proses lumpur aktif kecepatan permukaan yang optimum


berkisar antara 20 – 30 m3/m2.hari.
• Kecepatan permukaan yang terlalu tinggi akan membuat lumpur
aktif terbilas (sludge washout) dan membuat tangki aerasi
mengalami kekurangan lumpur (F/M ratio sangat tinggi) sehingga
perlu dilakukan seeding ulang.
PARAMETER DISAIN DAN OPERASI
PROSES BIOLOGI LUMPUR AKTIF
PARAMETER DISAIN DAN OPERASI
CHLARIFIER
IDENTIFIKASI DAN PENANGANAN
MASALAH
• Gejala atas terjadinya masalah pada proses pengolahan dapat
kita identifikasi berdasarkan :
– Penampakan; gejala yang dapat dilihat atau dirasakan
langsung di lapangan
• Warna
• Busa
• Bau
– Pengujian; gejala yang dapat diketahui setelah melakukan
prosedur pengujian lapangan atau laboratorium
• Karakteristik pengendapan lumpur
• Jumlah lumpur
• Kadar oksigen
• Identifikasi masalah akan banyak kita lakukan pada tangki
aerasi dan pada clarifier.
SETTLING TEST OBSERVATION
30 Min. 30 Min. 30 Min. One or Two Hours Latter

Or

Good Settling Poor Settling Denitrification

30 Min. 30 Min. 30 Min. 30 Min.

Cloudy Ash on Surface Pin Floc Stagler


CONTOH KASUS 1
Seatleability Observasi Tindakan Langkah penanganan
test

30 Min.
CONTOH KASUS 2

Seatleability Observasi Hasil pengujian Langkah penanganan


test

30 Min.

Poor Settling
CONTOH KASUS 3
Seatleability test

30 Min. satu atau dua jam kemudian

Atau

Observasi Hasil pengujian Langkah penanganan


CONTOH KASUS 4

Seatleability Observasi Hasil pengujian Langkah penanganan


test

30 Min.

Cloudy
CONTOH KASUS 5

Seatleability Observasi Hasil observasi Langkah penanganan


test

30 Min.

Ash on Surface
CONTOH KASUS 6

Seatleability Observasi Hasil observasi Langkah penanganan


test

30 Min. 30 Min.

Atau

Pin Floc Stagler

Anda mungkin juga menyukai