Disusun oleh:
KELOMPOK 5
SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
ABSTRAK................................................................................................................................2
REFERENSI...........................................................................................................................13
1
ABSTRAK
2
DESKRIPSI SINGKAT PENYAKIT
Secara umum, infeksi MRSA dibagi menjadi dua jenis, yaitu Hospital Acquired
MRSA (HA-MRSA) dan Community Acquired MRSA (CA-MRSA) (Kurniyanto
dkk, 2018). Dikatakan HA-MRSA apabila resisten terhadap ≥ 3 antibiotik
golongan non beta-laktam, dan dikatakan CA-MRSA apabila resisten terhadap ≤
2 antibiotik golongan non beta-laktam. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
varian HA-MRSA lebih multiresisten terhadap banyak antibiotik, sedangkan
varian CA-MRSA masih sensitif terhadap antibiotik golongan non beta-laktam.
Jika telah muncul di rumah sakit, MRSA akan sulit diatasi. Beberapa peneliti
melaporkan bahwa setelah MRSA masuk rumah sakit, laju infeksi nosokomial
oleh MRSA meningkat secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan pemakaian
antibiotik yang tidak rasional seperti dosisnya yang terlalu tinggi atau
ketidaksesuaian indikasi. Hal lain yang menyebabkan MRSA sulit diatasi adalah
MRSA multiresisten terhadap banyak antibiotik dan penyebarannya yang tinggi
melalui kontak langsung antara pasien dan tenaga kesehatan. Selain kontak
langsung penyebaran MRSA bisa menyebar lewat alat medis seperti stetoskop,
tiang infus, meja instrument, gunting, dan benda lainnya seperti sprei dan pakaian.
3
Menurut data yang dikumpulkan oleh Badan Penelitian dan Kualitas Kesehatan
AS, di Amerika Serikat, pada tahun 2011, terdapat hampir 460.000 pasien yang
terpapar MRSA ketika sedang menjalani rawat inap di rumah sakit. Ding W
(dalam Erlin 2020:138) menegaskan hampir 23.000 orang mengalami kematian
yang diakibatkan oleh MRSA.
Faktor virulensi utama pada CA-MRSA adalah keberadaan toksin panton valentin
leucocidin (PVL) dan phenol soluble modulin (PSM). PVL menyebabkan
terjadinya destruksi leukosit dan necrotizing pneumonia yang angka mortalitasnya
lebih dari 40%, sedangkan PSM berperan dalam peningkatan virulensi kuman.
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2002 membuktikan
sekitar 60-100% infeksi CA-MRSA membawa gen PVL, sedangkan HA-MRSA
hanya membawa 4% gen PVL (Kurniyanto dkk, 2018). Maka dari itu, morbiditas
dan mortalitas yang ditimbulkan oleh CA-MRSA dianggap lebih beresiko
dibanding HA-MRSA. Komplikasi fatalnya adalah sepsis dan sindrom syok
toksik.
MRSA bisa dicegah dengan selalu menerapkan kebiasaan hidup bersih, baik di
lingkungan maupun di rumah sakit. Ketika berada di rumah sakit, senantiasa
untuk rutin mengganti sprei dan pakaian, tidak sembarangan memegang alat-alat
medis, dan rutin menggunakan antiseptik. Dan ketika berada di kerumunan orang,
rajin untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau menggunakan
hand sanitizer , menggunakan siku atau tisu untuk menutup mulut dan hidung
ketika sedang batuk dan bersin, sebisa mungkin tidak berbagi benda pribadi
dengan orang lain seperti alat makan, sikat gigi dan alat mandi lainnya, dan
menjaga luka agar tetap dan tertutup
4
MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus)
A. Nama Patogen
MRSA atau Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Merupakan
bakteri patogen nosokomial Staphylococcus aureus yang mempunyai
mutasi pada protein pengikat penicillin. Staphylococcus aureus yang
resisten methicillin (MRSA) adalah strain Staphylococcus aureus (S.
aureus) yang tahan terhadap antibiotik penisilin isoksazolil seperti
methicillin, oxacillin, cefoxitin, dan flukloksasilin. Staphylococcus yang
resisten methicillin aureus juga resisten silang terhadap semua beta-laktam
antibiotik.
B. Struktur Patogen
Staphylococcus aureus merupakan suatu mikroorganisme Gram positif
yang mempunyai ciri morfologi kokus individu dengan diameter 0,5-0,7
m. Organisme ini dapat hidup sendiri-sendiri, berpasangan, atau dalam
rantai pendek dengan kecenderungan kuat untuk membentuk kelompok.
Untuk dapat membedakan S aureus dari spesies lain, dapat dilakukan uji
katalase, yang membedakan S. aureus dari streptococcus negatif katalase,
uji koagulase terikat (sering disebut sebagai faktor penggumpalan karena
bereaksi dengan fibrinogen untuk menyebabkan agregasi organisme), yang
dapat digunakan untuk membedakan antara S. aureus dan S. epidermidis,
dan yang terakhir adalah uji koagulase ekstraseluler lain, yang juga
disebut sebagai koagulase bebas, bereaksi dengan protrombin untuk
membentuk staphylothrombin yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin
(efek yang mirip dengan trombin). Sekitar 97% isolat S. aureus manusia
memiliki kedua bentuk koagulase. Selain itu, lebih dari 95% isolat
Staphylococcus aureus menghasilkan protein A yang dapat berasosiasi
dengan sel dan/atau ekstraseluler.
5
Gambar 1. Struktur Staphylococcus aureus
(Sumber: Sandi, N. A., Salasia, S. I. O., & Macphillamy, I. B. J. (2015). Advanced Science, 2(10).
https://doi.org/10.1002/advs.v2.10 )
Gambar 2. MRSA
(Sumber: Chew, J., Peh, S.-C., & Sin Yeang, T. (2019). Non-microbial natural products that
inhibit drug-resistant Staphylococcus aureus. Staphylococcus Aureus.
https://doi.org/10.5772/intechopen.74588 )
MRSA terdiri dari berbagai komponen yaitu efflux pump, PBP 2a, piruvat
kinase, membran sel, DNA topoisomerase IV, FtsZ, dan dinding sel.
Terdapat modifikasi efflux pump dan PBP2a yang menjadi faktor resisten
terhadap methicillin dan golongan antibiotik beta-laktam.
6
C. Fungsi Komponen Mikroba
7
katalase, koagulase, faktor penggumpalan, hyaluronidase, -
laktamase, dan lain-lain.
D. Patogenisitas
MRSA biasanya menyebar di masyarakat melalui kontak dengan orang
yang terinfeksi atau hal-hal yang membawa bakteri. Ini termasuk melalui
kontak dengan luka yang terkontaminasi atau dengan berbagi barang-
barang pribadi, seperti handuk atau pisau cukur, yang telah menyentuh
kulit yang terinfeksi.
8
pengekspresi PVL diperkenalkan. Sebaliknya, Voyich et al. dan
Bubeck Wardenburg dkkc menggunakan mutan PVL di latar
belakang USA300 dan USA400 dan tidak menemukan perbedaan
atau efek perlindungan yang diberikan oleh PVL. Demonstrasi
yang bertentangan ini diduga disebabkan karena tikus yang
menjadi model kurang sensitif dibandingkan dengan inang manusia
karena leukosit tikus, target aktivitas PVL, menunjukkan
sensitivitas yang berkurang terhadap lisis PVL dibandingkan
dengan leukosit manusia atau PVL merupakan penanda untuk
faktor virulensi lain yang ada dalam galur CA-MRSA. Studi-studi
ini menunjukkan bahwa hubungan PVL dengan peningkatan
virulensi CA-MRSA adalah kompleks dan kontroversial dan
memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
E. Metode Diagnosis
1. Konvensional
9
beda tanpa adanya hasil individual dari daerah pengambilan
sampel.
10
Setelah dilakukan identifikasi mikroba, untuk MRSA perlu diuji
sensitivitasnya akan antibiotik metisilin. Pengujian sensitivitas
MRSA terhadap antibiotik ini dilakukan dengan metode disk
diffusion dan diukur diameter hambatnya. Jika diameter hambat
yang ditemukan menunjukkan hasil resisten saat dibandingkan
dengan pustaka, maka sampel yang diambil dapat disimpulkan
mengandung mikroba MRSA. Proses identifikasi mulai dari isolasi
sampel hingga pengujian sensitivitas mikroba terhadap antibiotik
membutuhkan waktu dua hingga lima hari. Hal ini menunjukkan
salah satu kekurangan metode konvensional. Metode ini
membutuhkan banyak waktu untuk identifikasinya sehingga
kurang cocok untuk pengujian yang membutuhkan hasil yang
cepat.
2. Non-konvensional
11
dan spesifisitas tes diagnostik, yang bisa memudahkan deteksi dini
MRSA pada pasien dan membantu kontrol infeksi, juga
pencegahan. Methicillin Staphylococcus aureus dapat dikode
dengan gen mecA karena menghasilkan Penicillin Binding Protein
yang memiliki afinitas rendah terhadap metisilin, sehingga dapat
terjadi resistensi. Oleh karena itu, salah satu gen yang akan
digunakan untuk amplifikasi pada PCR adalah mecA dan nuc
secara bersamaan pada reaksi PCR.
12
REFERENSI
Chew, J., Peh, S.-C., & Sin Yeang, T. (2019). Non-microbial natural
products that inhibit drug-resistant Staphylococcus aureus.
Staphylococcus Aureus. https://doi.org/10.5772/intechopen.74588
Erlin, E., Rahmat, A., Redjeki, S., Purwianingsih, S. (2020, Juli). Deteksi
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) sebagai Penyebab
Infeksi Nosokomial pada Alat-Alat di Ruang Perawatan Bedah. Quangga:
Jurnal Pendidikan dan Biologi, 12, 137-138.
13
Kurniyanto., Santoso, D.W., Nainggolan, L., Kurniawan, J. (2018).
Perbedaan Nilai Hitung Neutrofil Absolut antara Infeksi Methicillin-
Resistant Staphylococcus aureus yang Berasal dari Rumah Sakit dengan
yang dari Komunitas. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 5, 170.
14