Anda di halaman 1dari 28

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK

MENINGKATKAN KETAHANAN KELUARGA MELALUI KELAS


CATIN DI KOTA SURABAYA

Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Lembaga Eksekutif dan Birokrasi

Oleh:

Angellina Parasyati Dauhan (20520002)


Silvia Nur Nabiilah (20520005)
Silvi Rahmawati (20520007)
Novitasari Fikana (20520011)
Ananda Diva Shafira (20520013)

Dosen Pengampu: Rizca Yunike Putri, M.IP

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................4
1.4.1 Manfaat Teoritis 4
1.4.2 Manfaat Praktis 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 6
2.1 Penelitian Terdahulu................................................................................................6
2.1.1 Efektivitas Program Bimbingan Perkawinan di Kabupaten Bojonegoro 6
2.1.2 Implementasi Program Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Calon
Pengantin di KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan 7
2.1.3 Relevansi Bimbingan Perkawinan Pranikah Dengan Tingginya Angka
Perceraian: Studi Analisis Terhadap Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan
Pranikah di KUA Kota Medan 8
2.1.4 Perbedaan Penelitian Saat Ini dan Penelitian Terdahulu 8
2.2 Kerangka Konseptual.............................................................................................. 9
2.2.1 Efektivitas 9
2.2.2 Ketahanan Keluarga 9
2.2.3 Kelas Calon Pengantin (Catin) 10
BAB III METODE PENULISAN DAN PENELITIAN............................................. 11
3.1 Jenis Penelitian...................................................................................................... 11
3.2 Tahapan Penelitian.................................................................................................11
3.3 Teknik Pengumpulan Data.................................................................................... 12
3.4 Teknik Analisis Data............................................................................................. 13
BAB IV GAGASAN...................................................................................................... 15
4.1 Kondisi Terkini......................................................................................................15
4.2 Solusi Yang Pernah Ditawarkan............................................................................ 16
4.3 Pembaruan Gagasan.............................................................................................. 18
4.4 Pihak-pihak Yang Terlibat..................................................................................... 19
4.5 Langkah-langkah Strategis.................................................................................... 22
BAB V KESIMPULAN.................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................25

1
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkawinan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1973 tentang Perkawinan

Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan seorang wanita dengan status suami istri yang bertujuan untuk

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa. Merujuk pada kebahagiaan yang disebutkan dalam Undang-undang tersebut,

diperlukan upaya yang tidak mudah karena tak dapat dipungkiri bahwa kehidupan

membawa beragam kondisi yang menguji keharmonisan rumah tangga. Timbulnya

konflik tak hanya dipicu oleh satu kondisi saja, melainkan dapat berupa akumulasi

berbagai masalah yang belum diselesaikan selama berumah tangga. Keberadaan

konflik yang semakin runyam mengarahkan pada anggapan bahwa jalan terakhir

yang dapat ditempuh adalah dengan bercerai.

Tingginya tren perceraian di Indonesia terjadi pada seluruh provinsi di

Indonesia, khususnya Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah sebagai

pemegang rekor tertinggi tingkat perceraian tertinggi pada tahun 2022. Berdasarkan

laporan Statistik Indonesia, terjadi peningkatan angka perceraian yang pada tahun

2021 terdapat 447.743 kasus meningkat 15,31% menjadi 516.334 kasus di tahun

2022. Penyebab utama kasus perceraian dilatarbelakangi oleh keadaan ekonomi,

salah satu pihak meninggalkan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga

poligami.

Kekhawatiran yang timbul adalah munculnya anggapan bahwa pernikahan tak

lagi sakral dan mudah terkabulnya permintaan perceraian. Peningkatan prevalensi


2

perceraian di Indonesia dipicu oleh pergeseran budaya yang semakin terbuka,

terkikisnya makna serta nilai pernikahan dan kurangnya pemahaman agama (Badan

Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI 2016).

Perceraian merupakan dampak berkelanjutan bagi aspek ketahanan keluarga.

Menurut Frankenberger dan McCaston (1998), Ketahanan keluarga (family

resilience) adalah kondisi berkecukupan dan berkesinambungan terhadap akses

pendapatan dan sumber daya dalam memenuhi kebutuhan dasar, yakni air bersih,

pangan, layanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk

bersosialisasi dengan masyarakat dan integrasi sosial. Ketahanan keluarga sebagai

pondasi untuk kesejahteraan mental seluruh anggota keluarga dapat dilihat melalui

salah satu indikator kuatnya ketahanan keluarga dinilai dari keutuhan keluarga yakni

tak adanya perpisahan antara seluruh anggota keluarga. Momen kebersamaan

menjalin hubungan baik antar anggota keluarga sehingga menumbuhkan ketahanan

keluarga yang baik.

Jawa Timur sebagai pemegang rekor kasus perceraian tertinggi kedua di

Indonesia mencatat 102.065 kasus, 5.802 kasus di antaranya terjadi di Kota

Surabaya (Ruum dan Chasanah 2023). Faktor penyebab kasus perceraian mayoritas

terjadi akibat perselisihan terus menerus dan faktor ekonomi. Kasus perceraian patut

untuk dijadikan perhatian Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan

Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur. Pada Kota Surabaya, amanah untuk

mengentas kasus perceraian diemban oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk serta Keluarga Berencana

(DP3APPKB).
3

Menyanggupi Instruksi Walikota Surabaya No. 1 Tahun 2023 tentang

sertifikat Kelas Catin digunakan menjadi syarat wajib untuk mengajukan rangkaian

Pelayanan Surat Pengantar Nikah, DP3APPKB Kota Surabaya bekerja sama dengan

Kementerian Agama (Kemenag) Kota Surabaya serta Kantor Urusan Agama (KUA)

di setiap kecamatan untuk mewujudkan program Kelas Calon Pengantin (Catin)

bagi pasangan yang hendak menikah.

Program pendampingan atau Kelas Catin merupakan salah satu wujud nyata

kesungguhan Pemerintah Kota Surabaya dalam menyongsong kehidupan berumah

tangga. Program Kelas Catin merupakan salah satu program Pusat Pembelajaran

Keluarga (Puspaga) Kota Surabaya yang berada di bawah koordinasi DP3APPKB

Kota Surabaya. Adanya pendampingan kepada calon pengantin dapat dijadikan

tolak ukur menuju keluarga yang sejahtera. Harapan dari program ini adalah

tercapainya kemapanan untuk memahami, menerima dan mengarahkan calon

pengantin secara optimal dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik

lingkungan secara umum maupun lingkungan keluarga untuk membentuk keluarga

yang harmonis.

Kelas Catin tak hanya hadir untuk mengentas angka perceraian, namun juga

berusaha untuk menekan angka pernikahan dini, menghindari terjadinya tindak

kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), mengurangi angka stunting dan lain

sebagainya. Selama empat jam, peserta Kelas Catin akan diberi ilmu terkait

kesehatan reproduksi, psikologi, literasi keuangan hingga bagaimana proses

membina keluarga yang sakinah. Setelahnya, peserta mendapat sertifikat untuk

mengajukan Rangkaian Surat Pengantar Nikah.


4

Namun, dalam pelaksanaannya tak sedikit warga yang mengeluh bahwa Kelas

Catin hanya mempersulit dan menyatakan bahwa lebih baik kembali pada cara lama

yakni bimbingan pranikah di KUA. Beberapa di antaranya berpendapat bahwa Kelas

Catin adalah birokratisasi pernikahan. Empat jam dirasa terlalu lama dan kurang

efektif.

Berangkat dari hal tersebut, tim riset tertarik untuk meneliti lebih lanjut terkait

efektivitas pelaksanaan program Kelas Catin. Makalah berjudul “Efektivitas

Kebijakan Pemerintah Untuk Meningkatkan Ketahanan Keluarga Melalui Kelas

Catin di Kota Surabaya” diharapkan dapat menjadi refleksi bagi Pemerintah Kota

Surabaya serta warga Kota Surabaya khususnya calon pengantin.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana efektivitas Kelas Catin dalam meningkatkan ketahanan keluarga di

Kota Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektivitas Kelas Catin dalam meningkatkan ketahanan

keluarga di Kota Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangsih

pemikiran terhadap pengembangan ilmu serta memperkaya wawasan konsep

terkait Efektivitas Kebijakan Pemerintah Untuk Meningkatkan Ketahanan

Keluarga Melalui Kelas Catin di Kota Surabaya, serta berharap penelitian ini

dapat bermanfaat untuk bahan studi pustaka di penelitian berikutnya.


5

1.4.2 Manfaat Praktis

Bagi Pemerintah Kota Surabaya, dapat digunakan sebagai masukan dan

gambaran dalam merumuskan kebijakan serta menentukan Langkah dan strategi

untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan dalam masa mendatang.

Bagi Masyarakat, dapat memberikan informasi yang berguna terkait Kelas

Catin sebagai salah satu syarat mengajukan Rangkaian Surat Pengantar Nikah di

Kelurahan.

Bagi Penulis, dapat menjadi ruang belajar yang kaya akan nilai-nilai positif

dan dapat berperan dalam meningkatkan kapasitas serta pengalaman peneliti

dalam memahami kondisi sosial dalam masyarakat.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Melalui tinjauan pustaka, peneliti menggunakan penelitian terdahulu untuk

mencari perbandingan dan untuk menemukan inspirasi baru untuk penelitian

selanjutnya. Selain itu, penelitian terdahulu membantu penulis dalam memosisikan

penelitian serta menunjukkan orisinalitas dari penelitian. Penelitian yang digunakan

sebagai acuan di sini tentunya penelitian yang relevan, yaitu dalam penelitian ilmu

politik yang berhubungan dengan efektivitas kelas pranikah untuk meningkatkan

ketahanan keluarga. Pertama, Efektivitas Program Bimbingan Perkawinan di

Kabupaten Bojonegoro; Kedua, Implementasi Program Bimbingan Perkawinan

Pranikah Bagi Calon Pengantin di KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta

Selatan; Ketiga, Relevansi Bimbingan Perkawinan Pranikah Dengan Tingginya

Angka Perceraian: Studi Analisis Terhadap Pelaksanaan Bimbingan

Perkawinan Pranikah di KUA Kota Medan.

2.1.1 Efektivitas Program Bimbingan Perkawinan di Kabupaten Bojonegoro

Riset ini disusun oleh Gunawan Hadi Purwanto dan diterbitkan melalui

Jurnal Independent Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro pada tahun 2020.

Riset ini menggunakan metode penelitian empiris dengan analisis

deskriptif-kualitatif. Riset berusaha untuk meneliti lebih lanjut terkait

faktor-faktor yang melahirkan program Bimbingan Perkawinan (Bimwin) serta

meneliti efektivitas program Binwin di Kabupaten Bojonegoro.

Riset ini menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang melatarbelakangi

program Binwin yaitu tingkat angka perceraian yang tinggi, belum siapnya calon
7

pengantin untuk mempertahankan hubungan rumah tangga dan kurangnya

wawasan terhadap kesehatan reproduksi (Purwanto 2020).

Dalam pelaksanaannya, program Binwin dilakukan secara komprehensif

dan berjalan dengan baik, namun belum berjalan efektif dan tidak memberi

perubahan secara signifikan akibat keterbatasan anggaran dana dari Pemerintah

serta minimnya partisipasi dan kesadaran diri calon pengantin, bahkan KUA

kesulitan memenuhi kuota 25 pasangan dalam 1 kelas.

2.1.2 Implementasi Program Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Calon

Pengantin di KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan

Penelitian oleh Abdul Jalil melalui Badan Penelitian dan Pengembangan

dan Pendidikan dan Pelatihan – Kementerian Agama ini fokus pada bagaimana

implementasi program bimbingan perkawinan pranikah oleh KUA Kec. Cilandak

Kota Jakarta Selatan dalam upaya mewujudkan keluarga sakinah. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif.

Dalam pelaksanaannya, KUA sebagai penyelenggara bimbingan

perkawinan pranikah dianggap belum maksimal. Hal ini didasari oleh kurangnya

minat calon pengantin untuk mengikuti bimbingan perkawinan pranikah,

narasumber atau pembicara yang kurang berkualitas serta fasilitas kurang

memadai. Faktor-faktor tersebut menghambat perwujudan tujuan program yakni

keluarga sakinah mawaddah warahmah (Jalil 2019).


8

2.1.3 Relevansi Bimbingan Perkawinan Pranikah Dengan Tingginya Angka

Perceraian: Studi Analisis Terhadap Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan

Pranikah di KUA Kota Medan

Penelitian ini ditulis oleh Rafnitul Hasanah Harahap yang diterbitkan

melalui MIZAN: Journal of Islamic Law pada tahun 2021. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian empiris.

Penelitian ini fokus pada pelaksanaan bimbingan perkawinan pranikah dan

dampak pelaksanaannya berdasarkan Keputusan Dirjen Bimas Islam No. 379

Tahun 2018 terhadap penurunan angka perceraian di Kota Medan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bimbingan perkawinan pranikah

belum berjalan dengan baik. Masih banyak pengantin yang telah menikah tanpa

mengikuti bimbingan perkawinan pranikah, namun tetap mendapat sertifikat

kursus nikah. Padahal, menunjukkan bukti sertifikat adalah salah satu syarat

administrasi bagi calon pengantin (Harahap 2021).

2.1.4 Perbedaan Penelitian Saat Ini dan Penelitian Terdahulu

Ketiga penelitian terdahulu membahas mengenai implementasi program

bimbingan pranikah. Penelitian ini juga membahas mengenai efektivitas program

Kelas Catin namun memiliki rumusan masalah penelitian yang berbeda. Melihat

hal tersebut, peneliti menemukan adanya kesempatan untuk meneliti Efektivitas

Kebijakan Pemerintah Untuk Meningkatkan Ketahanan Keluarga Melalui Kelas

Catin di Kota Surabaya.


9

2.2 Kerangka Konseptual

2.2.1 Efektivitas

Sebuah tujuan dapat diukur keberhasilannya melalui konsep efektivitas.

Menurut KBBI, efektivitas berasal dari kata efektif artinya ada efeknya, mujarab,

manjur, dapat membawa keberhasilan dan daya guna. Pada hakikatnya, efektivitas

adalah tingkat keberhasilan dalam mencapai sebuah tujuan atau sasaran.

Menurut Pasolong (Pasolong 2007), efektivitas berasal dari kata “efek” dan

penggunaan istilah ini dalam sebuah hubungan sebab-akibat. Efektivitas juga

dapat dianggap sebagai sebab dari variabel lain. Efektivitas artinya tujuan yang

telah ditentukan dan dapat dicapai karena adanya proses kegiatan. Secara umum,

efektivitas adalah suatu keadaan yang menyatakan taraf pencapaian atau

keberhasilan sebuah tujuan yang dinilai kualitas, kuantitas dan waktu sesuai

dengan perencanaan.

2.2.2 Ketahanan Keluarga

Ketahanan keluarga merupakan kecakapan keluarga dalam pengelolaan

sumber daya dan masalah yang ditemui. Hal ini diatur pada Undang-undang No.

52 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 11 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga menyatakan bahwa kesejahteraan dan ketahanan keluarga

direpresentasikan sebagai keluarga yang berkemampuan, mampu dan berkapasitas

fisik materil untuk hidup mandiri serta mengembangkan diri untuk meningkatkan

kesejahteraan dan kebahagiaan secara lahir batin guna menjaga keluarganya hidup

harmonis.

Menurut Sunarti (Sunarti dan Fitriani 2010), terdapat tiga perubahan laten

yakni ketahanan fisik, sosial dan psikologis. Ketiga hal ini dibagi atas 10 sub
10

variabel yakni sumber daya fisik dan non fisik, masalah keluarga fisik dan non

fisik, penanggulangan masalah keluarga fisik dan non fisik, kesejahteraan fisik,

kesejahteraan sosial fisik dan non fisik dan kesejahteraan psikologis.

Ketahanan Keluarga (family resilience) adalah sebuah konsep holistik yang

menggabungkan alur pemikiran sebuah sistem, baik dari kualitas ketahanan

sumber daya maupun strategi coping. Ketahanan keluarga menjadi patokan

kekuatan keluarga dalam menangkis pengaruh buruk dari adanya dinamika

interaksi eksternal maupun internal (Alie dan Elanda 2019).

2.2.3 Kelas Calon Pengantin (Catin)

Bimbingan pranikah adalah pemberian bekal ilmu pengetahuan, pemahaman

dan keterampilan untuk calon pengantin mengenai kehidupan rumah tangga atau

keluarga. Bimbingan pranikah fokus pada pemberian bekal pada aspek kesehatan,

mental dan ekonomi calon pengantin. Harapan dengan adanya bimbingan ini ialah

mempersiapkan calon pengantin agar mampu menghadapi tantangan dalam

berumah tangga serta dapat melahirkan anak yang tidak stunting, cerdas dan

sehat.

Pada Kota Surabaya, bimbingan pranikah disebut dengan Kelas Catin.

Program ini dilakukan secara daring dan luring sebanyak 5 kali dalam satu bulan

dengan kuota 1.000 orang per kelas daring dan kurang lebih 40 orang secara

luring. Kegiatan ini wajib diikuti oleh seluruh warga Kota Surabaya yang hendak

menikah dan wajib diikuti oleh kedua pasangan. Setelahnya, sertifikat yang terbit

bisa ditunjukkan ke KUA untuk mengurus Surat Pengantar Nikah. Tanpa

sertifikat, calon pengantin tidak bisa melaksanakan pernikahan.


11

BAB III

METODE PENULISAN DAN PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Menurut Sahir

(2021) penelitian dengan sifat deskriptif dapat diartikan penelitian dengan tujuan

untuk memberi gambaran atau deskripsi mendalam terkait suatu fenomena.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pengumpulan data akurat dan sistematis.

Sugiyono menyatakan bahwa metode deskriptif adalah sebuah pendekatan untuk

pemecahan masalah dengan melibatkan penjelasan atau gambaran terkait situasi

terkini dari subjek atau objek penelitian (individu, lembaga, masyarakat dan

lain-lain) sesuai dengan fakta-fakta yang terlihat atau yang ada secara objektif

(Sugiyono 2014)

3.2 Tahapan Penelitian

Penelitian kualitatif memiliki desain yang fleksibel, tidak ketat sehingga

dalam pelaksanaan penelitian terdapat kemungkinan mengalami perubahan dari

rencana awal yang telah dibuat. Menurut (Sugiyono 2014), terdapat tiga tahap utama

dalam penelitian kualitatif. yaitu:

a. Tahap Deskripsi atau Orientasi

Peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Setelah

itu, peneliti melakukan peninjauan awal terhadap informasi yang telah diperoleh.

b. Tahap Reduksi

Peneliti mereduksi segala informasi yang diperoleh pada tahap pertama

untuk memfokuskan pada masalah tertentu.


12

c. Tahap Seleksi

Peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi lebih rinci yang

kemudian dilakukan analisis secara mendalam tentang fokus masalah.

Adapun penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan masalah pada penelitian

b. Menentukan batasan masalah pada penelitian

c. Menetapkan fokus dan subfokus penelitian

d. Pengumpulan data

e. Pengolahan dan pemaknaan data

f. Pemunculan Teori

g. Pelaporan hasil penelitian

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan proses penting sehingga harus sesuai

dan tujuan penelitian yang sudah ditentukan. Teknik pengumpulan data yang benar

menghindari kesalahan pada kesimpulan akhir agar tetap relevan dan memanfaatkan

waktu dan tenaga ketika pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara, observasi dan dokumentasi (Sahir 2021).

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

memberikan sejumlah pertanyaan kepada narasumber yang berhubungan dengan

penelitian oleh peneliti (Sahir 2021). Teknik wawancara yang dilakukan adalah

wawancara semi struktur, yakni wawancara yang dilakukan peneliti terhadap subjek

penelitian dan peneliti sudah tahu pasti informasi yang akan didapatkan dari subjek

penelitian.
13

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan peneliti mengamati

langsung ke lapangan gejala yang terjadi (Sahir 2021). Observasi dilakukan dengan

mengembangkan narasi berdasarkan hasil pengamatan peristiwa yang terjadi di

lapangan.

Dokumentasi digunakan sebagai sumber data yang data dimanfaatkan untuk

menguji, menafsirkan dan memprediksi hasil penelitian (Moleong 2018).

Dokumentasi dilakukan dengan mengambil gambar ketika pengambilan data.

3.4 Teknik Analisis Data

Proses analisa data penelitian kualitatif harus hati-hati karena berpotensi

melebar akibat kondisi di lapangan. Penting bagi peneliti untuk menguasai teori

guna terhindar dari persepsi yang tidak subjektif, melainkan berdasarkan

pengetahuan ilmiah. Ada beberapa teknik analisa data guna mencegah penelitian

terlalu melebar yakni reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan

(Sahir 2021). Berikut teknik analisa data pada penelitian ini:

1. Reduksi Data

Merangkum informasi atau reduksi data berasal dari hal-hal yang perlu

dibahas dan diambil satu kesimpulan. Untuk tetap berada di jalur penelitian,

peneliti merangkum atau abstraksi poin-poin pentingnya. Peneliti melakukan

reduksi data secara terus-menerus untuk mendapatkan catatan inti dari hasil

penggalian data. Proses reduksi data mempermudah memilah informasi dari

lapangan yang terkadang rumit dan bercampur dengan data yang tidak ada

hubungannya dengan penelitian.

2. Penyajian Data
14

Penyajian data ialah kumpulan informasi sistematis yang memungkinkan

untuk menarik kesimpulan. Data yang didapat dalam proses penelitian dengan

bentuk naratif akan disederhanakan tanpa mengurangi intinya, hal ini dilakukan

untuk mendapat gambaran keseluruhan. Peneliti menggolongkan dan

menyajikan data pada tiap pokok masalah.

3. Kesimpulan atau Verifikasi

Langkah terakhir dalam proses analisa data adalah kesimpulan atau

verifikasi. Upaya menarik kesimpulan dapat dengan menganalogikan kesesuaian

pernyataan oleh objek penelitian dengan kandungan konsep dasar penelitian.


15

BAB IV

GAGASAN

4.1 Kondisi Terkini

Beberapa masalah yang timbul terkait dengan pernikahan dan keluarga yang

berkembang pesat meliputi: meningkatnya angka perceraian, Kekerasan Dalam

Rumah Tangga, Stunting dan Gizi buruk, Perkawinan siri, dan meningkatnya kasus

perkawinan di bawah umur. Hal ini memiliki dampak yang signifikan terhadap

keberadaan keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam proses

pembentukan sebuah keluarga, penting untuk memiliki program pendidikan yang

komprehensif dan terarah. Program pendidikan keluarga juga harus memberikan

penjelasan yang jelas mengenai tugas dan tanggung jawab individu di dalam

keluarga, sehingga setiap anggota keluarga dapat memainkan peran mereka secara

berkelanjutan, untuk menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dan kondusif.

Program pendampingan atau Kelas Catin merupakan salah satu wujud nyata

kesungguhan Pemerintah Kota Surabaya dalam menyongsong kehidupan berumah

tangga. Program Kelas Catin merupakan salah satu program Pusat Pembelajaran

Keluarga (Puspaga) Kota Surabaya yang berada di bawah koordinasi DP3APPKB

Kota Surabaya. Kelas catin hadir untuk menekan permasalahan yang timbul seperti

yang telah dipaparkan di atas.

Peserta Kelas Catin akan mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi, psikologi, literasi keuangan, dan proses membina keluarga yang

harmonis selama empat jam. Setelah menyelesaikan kelas tersebut, peserta akan

menerima sertifikat yang dapat digunakan untuk mengajukan Rangkaian Surat

Pengantar Nikah di Kelurahan.


16

Namun, dalam realisasinya tak sedikit warga yang mengeluh bahwa Kelas

Catin hanya mempersulit dan menyatakan bahwa lebih baik kembali pada cara lama

yakni bimbingan pranikah di KUA. Durasi waktu selama empat jam dirasa terlalu

lama dan kurang efektif.

4.2 Solusi Yang Pernah Ditawarkan

Data tingkat perceraian di Indonesia tergolong tinggi sebagaimana yang telah

dipaparkan pada latar belakang bahwa, tren perceraian di Indonesia terjadi pada

seluruh provinsi di Indonesia, khususnya Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa

Tengah sebagai pemegang rekor tertinggi tingkat perceraian tertinggi pada tahun

2022. Berdasarkan laporan Statistik Indonesia, terjadi peningkatan angka perceraian

yang pada tahun 2021 terdapat 447.743 kasus meningkat 15,31% menjadi 516.334

kasus di tahun 2022. Dilansir dari detik.com bahwa Pengadilan Agama Surabaya

mengungkapkan telah memutus 5,802 permohonan cerai selama 2022. Dari jumlah

itu, 1.631 merupakan cerai talak sedangkan 4.171 adalah cerai gugat .

Maka dari itu, untuk mengatasi fenomena tersebut, Kementerian Agama RI

yang bertugas di bidang nikah yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) merumuskan

kebijakan Suscatin(kursus calon pengantin) atau bimbingan pranikah. Sebagaimana

dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama mengenai Dasar

Hukum pelaksanaan program tersebut yaitu diatur dalam Peraturan Dirjen Bimas

Islam Nomor: DJ. II/542 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra

Nikah. Tujuan program tersebut adalah untuk memberikan pengetahuan dan

pemahaman masyarakat mengenai kaidah islam tentang keluarga secara

menyeluruh.
17

Menurut Samsul Fata (2018), dalam pelaksanaannya masih terjadi kritikan dan

perdebatan mengenai program tersebut terkait tingkat keefektifan pelaksanaannnya

karena dinilai dari intensitas penerapannya belum bisa dikatakan berjalan secara

maksimal, hal ini disebabkan karena waktu pelaksanaan yang sangat singkat

sehingga calon pengantin yang bersangkutan tidak mendapatkan bimbingan secara

mendalam terhadap hukum-hukum Islam. Sedangkan jika dilihat dari sisi

kelebihannya, program tersebut dapat membantu calon pengantin dalam memahami

segala sesuatu mengenai pengetahuan pernikahan bagi masyarakat yang akan

berkeluarga. Sehingga hal ini dapat mengurangi tindakan dalam berumah tangga

yang melanggar hukum-hukum agama.

Pelaksanaan bimbingan pranikah bersifat tidak wajib, artinya hal ini berlaku

bagi seluruh masyarakat yang ingin mengikuti program tersebut. Bagi peserta

bimbingan pranikah, mereka akan mendapatkan sertifikat. Walaupun program

bimbingan pranikah bersifat tidak wajib, tetapi sangat diperlukan demi pengetahuan,

pemahaman dan tanggung jawab sebagai calon orang tua untuk menghasilkan

Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik.

Dengan diterbitkannya kebijakan program tersebut, pemerintah menunjukkan

kepedulian nyata terhadap tingginya angka perceraian dan Kekerasan dalam Rumah

Tangga (KDRT) di Indonesia. Faktanya sebagian besar kasus perceraian di

Indonesia terjadi setelah perkawinan kurang dari 5 tahun. Hal ini secara tidak

langsung menunjukkan bahwa masih banyak pasangan pengantin muda yang tidak

memiliki pemahaman secara lengkap mengenai aturan sebuah pernikahan, mereka

hanya mengetahui mengenai dasar-dasar pernikahan yang minim. Sehingga

pemerintah, terutama Kementerian Agama mengeluarkan peraturan tentang


18

hukum-hukum pernikahan serta pengadaan bimbingan pranikah untuk mengurangi

serta meminimalisir angka perceraian dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

di Indonesia.

Program bimbingan pranikah menjadi salah satu inspirasi terobosan bagi

Pemerintah Kota Surabaya dalam menanggulangi tingkat perceraian, pernikahan

dini, KDRT serta kasus Stunting di Surabaya. Program tersebut bernama Kelas

Calon Pengantin (CATIN). Kelas CATIN bertujuan untuk memberikan pengetahuan,

keterampilan, dan pemahaman yang diperlukan dalam membangun hubungan yang

sehat dan bahagia sebagai pasangan suami istri.

Teknis pelaksanaan antara bimbingan pranikah dengan kelas Catin memiliki

banyak persamaan, terutama dalam penyampaian materi yang disampaikan. Selain

itu, Seperti bimbingan pranikah, peserta yang mengikuti kelas CATIN akan

mendapatkan sertifikat yang digunakan sebagai bukti bahwasannya calon pengantin

yang bersangkutan telah mengikuti program kelas CATIN dan untuk mengecek serta

memastikan calon pengantin sudah siap dalam berumah tangga. Sedangkan

perbedaan kedua program tersebut, bahwa kelas CATIN yang diselenggarakan oleh

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian

Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya mewajibkan bagi

seluruh masyarakat Kota Surabaya yang akan menikah untuk mengikuti kelas

CATIN. Karena dalam hal ini, sertifikat kelas CATIN digunakan sebagai salah satu

syarat pengantar surat nikah di KUA Kota surabaya.

4.3 Pembaruan Gagasan

Melihat kondisi saat ini pendaftaran Kelas Calon Pengantin melalui website

telah menjadi cara umum dan efisien untuk mengelola proses pendaftaran. Namun,
19

bagi sebagian warga penggunaan website mungkin menyulitkan karena adanya

keterbatasan aksesibilitas dan pengetahuan teknologi. Untuk mengurangi kesulitan

yang dihadapi oleh warga dalam pendaftaran kelas calon pengantin melalui website,

penting untuk mempertimbangkan opsi alternatif seperti pendaftaran melalui telepon

atau menyediakan lokasi fisik dengan petugas yang siap membantu mereka dalam

melengkapi proses pendaftaran. Meningkatkan aksesibilitas dan menyediakan

dukungan yang memadai akan membantu memastikan bahwa warga lansia juga

dapat mengikuti kelas calon pengantin tanpa hambatan yang signifikan.

Oleh sebab itu mulai sekarang hal yang sepatutnya dapat dilakukan oleh

pemerintah supaya pelaksanaan Kelas Calon Pengantin jauh lebih baik kedepannya

yaitu dapat melakukan sosialisasi tentang Kelas Calon Pengantin (CATIN) serta

teknis/tata cara pendaftaran kelas catin melalui aplikasi atau website yang terkait.

4.4 Pihak-pihak Yang Terlibat

Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan dalam upaya meningkatkan

ketahanan keluarga melalui kelas catin, perlu adanya kesinambungan kinerja antara

pihak-pihak yang terlibat. Pihak-pihak tersebut dengan fungsinya masing-masing

akan dideskripsikan sebagai berikut:

a. Pemerintah Kota Surabaya

Pemkot Surabaya sebagai pengambil kebijakan disini berfungsi sebagai

pihak pendukung. Pendukung dalam artian dukungan dengan kebijakan.

Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah harus yang berkesesuaian

dan mendukung terhadap peran penting dari setiap stakeholder yang terlibat

dalam kebijakan kelas catin.

b. Kementerian Agama (Kemenag)


20

Kemenag bekerjasama dengan KUA kecamatan sepakat untuk membuka

kelas catin sebagai sarana pembinaan catin sebelum melangsungkan pernikahan.

Bimbingan dan pembinaan kepada calon pengantin ini mengenai nilai-nilai

agama, syariat Islam, serta persiapan menjalani kehidupan berkeluarga. Mereka

juga dapat memberikan pelatihan-pelatihan khusus terkait dengan pernikahan,

seperti bimbingan pranikah, tata cara pernikahan Islam, dan lain sebagainya.

c. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)

Kominfo dapat berperan dalam program CATIN dengan memberikan

pendekatan melalui media dan teknologi informasi. Mereka dapat memberikan

penyuluhan dan informasi kepada calon pengantin mengenai aspek teknologi

dalam kehidupan rumah tangga, penggunaan media sosial yang bijak, serta

manfaat teknologi dalam mempererat hubungan antar anggota keluarga.

d. Kementerian Kesehatan (Kemenkes)

KEMENKES melalui Puskesmas di kecamatan sekota surabaya

mewajibkan calon pengantin laki-laki dan perempuan untuk melakukan

pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan itu di antaranya pemeriksaan

kesehatan baik secara fisik dan pemeriksaan laboratorium untuk mengecek darah

lengkap, golongan darah, HIV, TPHA, dan HbsAg. Selain itu juga ada

penyuluhan kesehatan reproduksi dan konsultasi di berbagai bidang kesehatan

seperti poli gigi, poli gizi, poli psikolog, dan poli umum.

e. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk

dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) dan Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPTP2A)


21

DP3APPKB sebagai penyelenggara kelas calon pengantin dalam

memberikan layanan dan bantuan kepada calon pengantin, seperti mengurus

administrasi pernikahan, memberikan pendidikan pra-nikah, atau memberikan

saran dan panduan dalam persiapan pernikahan lewat kelas catin tersebut. Dalam

hal penerbitan sertifikat DP3APPKB Surabaya akan melakukan konfirmasi

melalui Sayangwarga.surabaya.go.id. Sertifikat diproses 1x24 jam. Sertifikat

Kelas Calon Pengantin (Catin) menjadi salah satu syarat permohonan Rangkaian

Pelayanan Surat Pengantar Nikah di Kelurahan di wilayah Kota Surabaya.

f. Puspaga

Puspaga merupakan layanan konseling atau konsultasi yang dilakukan

secara langsung maupun secara daring mengenai anak, remaja, keluarga, anak

berkebutuhan khusus, hingga calon pengantin (catin). Layanan fasilitas tersebut

berupa sosialisasi, edukasi, dan informasi serta bimbingan kepada calon

pengantin melalui kelas catin. Dalam hal ini puspaga sendiri sebagai layanan

rujukan untuk mengetahui apa saja terkait kelas catin atau sebagai sumber

informasi.

g. Masyarakat

Keterlibatan masyarakat dalam kebijakan juga dapat berperan dalam

pengawasan dan akuntabilitas. Masyarakat dapat berperan sebagai pengawas

terhadap implementasi kebijakan dan memastikan bahwa kebijakan tersebut

dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Masyarakat

juga dapat membantu dalam hal melaksanakan kebijakan kelas catin tersebut

untuk upaya membantu pemerintah dalam hal meningkatkan ketahanan

keluarga. Masyarakat juga dapat membentuk kelompok-kelompok atau


22

komunitas yang mendukung program Catin, seperti kelompok bimbingan

pranikah atau kelompok pengawas rumah tangga, untuk saling membantu dan

memberikan informasi serta pengalaman yang bermanfaat (Ruzaipah 2020).

Dengan kerjasama antara Kemenag, Kominfo, KUA, DP3APPKB dan

PUSPAGA, serta peran aktif masyarakat, diharapkan program CATIN dapat

memberikan manfaat yang optimal dalam mempersiapkan calon pengantin dalam

menjalani kehidupan pernikahan yang sehat, bahagia, dan berlandaskan nilai-nilai

agama dan budaya.

4.5 Langkah-langkah Strategis

Berikut langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan pemerintah untuk

optimalisasi Kelas Catin:

a. Melakukan sosialisasi tentang kelas catin sampai tingkat yang paling bawah

terutama masyarakat itu sendiri agar program kelas catin ini jelas diketahui oleh

masyarakat

b. Memanfaatkan puspaga balai rw melalui para volunteer untuk untuk

menginformasikan pentingnya kelas catin kepada masyarakat

c. Mengoptimalkan layanan puspaga sebagai sumber informasi terkait kelas calon

pengantin

d. Stakeholder dalam program kelas catin harus mengetahui apa jobdesknya serta

mengetahui prosedur atau SOP yang ada agar tidak terjadi miskomunikasi dan

kurang koordinasi antar stakeholder

e. Sosialisasi mengenai prosedur pendaftaran kelas catin yang lebih rinci dari

pemeriksaan kesehatan lewat puskesmas sampai tahap pengunduhan sertifikat


23

f. Sosialisasi mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi antar calon

pengantin prihal, beda kota, beda kewarganegaraan, pindah nikah, nonmuslim

dll

g. Mengoptimalkan penggunaan media sosial sebagai sumber informasi dengan

jangkauan masyarakat yang lebih luas

h. Adanya forum diskusi untuk berbagi pengalaman satu sama lain antar calon

pengantin untuk membantu memiliki pemahaman yang lebih luas tentang

pernikahan

i. Adanya sesi konseling individual untuk calon pasangan untuk dapat membantu

menjelajahi masalah atau kekhawatiran yang lebih pribadi dan mendapatkan

saran atau bimbingan khusus.


24

BAB V

KESIMPULAN

Kasus perceraian menjadi perhatian Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur. Pada Kota

Surabaya, amanah untuk mengentas kasus perceraian diemban oleh Dinas

Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk serta

Keluarga Berencana (DP3APPKB). Maka dari itu dibentuknya program kelas Catin

guna mencegah pernikahan dini dan perceraian, menekan kekerasan dalam rumah

tangga (KDRT) antar pasangan suami istri, serta mencegah gizi buruk dan stunting.

Kelas Catin digunakan menjadi syarat wajib untuk mengajukan rangkaian

Pelayanan Surat Pengantar Nikah, DP3APPKB Kota Surabaya bekerjasama dengan

Kementerian Agama (Kemenag) Kota Surabaya serta Kantor Urusan Agama (KUA) di

setiap kecamatan untuk mewujudkan program Kelas Calon Pengantin (Catin) bagi

pasangan yang hendak menikah.

Namun dalam pengimplementasiannya masih belum efektif dan banyak kendala.

Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan dalam upaya meningkatkan ketahanan

keluarga melalui kelas catin, perlu adanya kesinambungan kinerja antara pihak-pihak

yang terlibat salah satunya adalah stakeholder dalam program kelas catin harus

mengetahui apa jobdesknya serta mengetahui prosedur atau SOP yang ada agar tidak

terjadi miskomunikasi dan kurang koordinasi antar stakeholder


25

DAFTAR PUSTAKA

Alie, Azizah, dan Yelly Elanda. 2019. “PEREMPUAN DAN KETAHANAN EKONOMI
KELUARGA (Studi di Kampung Kue Rungkut Surabaya.” Journal of Urban Sociology
2, no. 2: 31–42.

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. 2016. Ketika Perempuan Bersikap: Tren
Cerai Gugat Masyarakat Muslim. Disunting oleh Kustini dan Ida Rosidah. Edisi 1.
Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Detik.com

Frankenberger, Timothy R, dan M Katherine McCaston. 1998. “The Household Livelihood


Security Concept.” Food, Nurtition and Agriculture (FAO) Alimentation, 30–35.

Harahap, Rafnitul Hasanah. 2021. “Relevansi Bimbingan Perkawinan Pranikah Dengan


Tingginya Angka Perceraian: Studi Analisis Terhadap Pelaksanaan Bimbingan
Perkawinan Pranikah Di KUA Kota Medan.” Mizan: Journal of Islamic Law 5, no. 3:
393–400.

Jalil, Abdul. 2019. “Implementasi Program Bimbingan Perkawinan Pranikah bagi Calon
Pengantin di KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan.” Andragogi: Jurnal
Diklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan 7, no. 2: 181–98.

Moleong, Lexy J. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

Perdirjen Bimas Islam No. 542 Th. 2013 Tentang Pedoman penyelenggaraan Kursus Pra
Nikah.

Purwanto, Gunawan Hadi. 2020. “Efektivitas Program Bimbingan Perkawinan di Kabupaten


Bojonegoro.” Jurnal Independent 8, no. 2: 284–93.

Ruum, Utari Dyah Renaning, dan Rahmania Nur Chasanah. 2023. “Analisis Tingkat
Perceraian di Kota Surabaya Tahun 2018-2022.” Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal 13, no. 2 (April): 499–506.

Ruzaipah. 2020. “Evaluasi Program Pembinaan dan Bimbingan Bagi Pasangan Calon
Pengantin (SUSCATIN 3-2-1) di Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2020.” Tesis.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Sahir, Syafrida Hafni. 2021. Metodologi Penelitian. Disunting oleh Try Koryati. Cetakan 1.
Bojonegoro: Penerbit KBM Indonesia. www.penerbitbukumurah.com.

Samsul Fata. 2018. “Korelasi Antara Bimbingan Pranikah di KUA dengan Perceraian di
Kabupaten Nagan Raya (Studi Kasus di KUA Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan
Raya).” Skripsi. Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darusalam.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
26

Sunarti, Euis, dan Fitriani. 2010. “Kajian Modal Sosial, Dukungan Sosial dan Ketahanan
Keluarga Nelayan di Daerah Rawan Bencana.” Jurnal Ilmu Keluarga & Konsultasi 3,
no. 2: 93–100.

Anda mungkin juga menyukai