Anda di halaman 1dari 80

UNIVERSITAS INDONESIA

PERAN REGULASI EMOSI ORANG TUA DALAM


MEMPREDIKSI EFFORTFUL CONTROL ANAK USIA DINI
3 – 8 TAHUN

(The Role of Parental Emotion Regulation in Predicting Effortful


Control in Early Childhood 3-8 Years Old)

SKRIPSI

PRISHEILLA DWIFAHIRA
1606883114

FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
DEPOK
JANUARI 2021

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


UNIVERSITAS INDONESIA

PERAN REGULASI EMOSI ORANG TUA DALAM


MEMPREDIKSI EFFORTFUL CONTROL ANAK USIA DINI
3 – 8 TAHUN

(The Role of Parental Emotion Regulation in Predicting Effortful


Control in Early Childhood 3-8 Years Old)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

PRISHEILLA DWIFAHIRA
1606883114

FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
DEPOK
JANUARI 2021

ii
Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

iii
Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021
HALAMAN PENGESAHAN

iv
Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Prisheilla Dwifahira
NPM : 1606883114
Program Studi : Psikologi, Program Sarjana
Fakultas : Psikologi
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya berjudul

“Peran Regulasi Emosi Orang Tua dalam Memprediksi Effortful Control Anak
Usia Dini 3 – 8 Tahun”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya


Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 20 Januari 2021
Yang menyatakan,

Prisheilla Dwifahira

v
Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak hanya itu, peneliti juga ingin
menggunakan kesempatan ini untuk mengucap terima kasih kepada orang-orang yang
telah berkontribusi kepada penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Pembimbing skripsi, Donny Hendrawan, S.Psi., M.Psy., Ph.D atas segala


dukungan dan kepercayaan yang diberikan, baik dalam bentuk ilmu, arahan,
maupun motivasi dari awal hingga akhir pengerjaan skripsi.
2. Kedua penguji skripsi, Dra. Ike Anggraika, M.Si., Psikolog dan Dr. Dyah Triarini
Indirasari, M.A, Psikolog yang telah memberikan banyak masukan yang sangat
membangun saat sidang.
3. Semua orang yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi partisipan skripsi.
4. Kak Claudya, Kak Vita, dan Kak Anggun selaku senior di payung penelitian
Executive Function Fakultas Psikologi 2020 yang telah memberikan banyak
bantuan dan juga menjadi sosok panutan dalam pengerjaan skripsi ini.
5. Teman seperjuangan sekaligus rekan kerja di payung penelitian ini, M. Rizky
Yoga Nugraha, yang telah melalui banyak hal bersama peneliti – tidak hanya
sebatas pengerjaan skripsi saja, tapi juga selama empat tahun masa perkuliahan.
6. Para sahabat yang selalu mendengarkan keluh kesah serta memberikan hiburan
sepanjang proses pengerjaan skripsi.
7. Terakhir, keluarga peneliti: kedua orang tua, Bambang Priambodo dan Siti Hutari,
serta kakak dan adik, Prita Ghina dan Prisakanti Maheswari – tanpa doa dan
kehadiran mereka, peneliti tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan seluruh pihak
terkait. Jika ada pertanyaan ataupun saran mengenai skripsi ini, mohon untuk
disampaikan ke e-mail peneliti: prisheillad@gmail.com.

Jakarta, 20 Januari 2021

Prisheilla Dwifahira
vi

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


ABSTRAK

Nama : Prisheilla Dwifahira


Program Studi : Psikologi
Judul : Peran Regulasi Emosi Orang Tua dalam Memprediksi
Effortful Control (EC) Anak Usia Dini 3 – 8 Tahun

Penelitian terdahulu telah menemukan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam
perkembangan effortful control (EC) anak. Walau terdapat indikasi dari temuan yang ada,
belum ada penelitian yang secara langsung melihat hubungan antara regulasi emosi orang
tua dan EC anak. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan regulasi emosi orang
tua berdasarkan jenis kelamin dan bagaimana kontribusi regulasi emosi masing-masing
ayah dan ibu dalam memprediksi EC anak usia dini 3-8 tahun. Sebanyak 98 pasangan
orang tua mengisi kuesioner self-report untuk mengukur regulasi emosi masing-masing
ayah dan ibu serta EC anak mereka. Berbeda dengan dugaan awal, hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara regulasi emosi ayah dan ibu. Selain
itu, regulasi emosi ayah dan ibu tidak dapat memprediksi EC anak usia dini 3-8 setelah
mengontrol usia anak, jenis kelamin anak, tingkat sosial ekonomi keluarga, dan tingkat
pendidikan orang tua, serta interaksi regulasi emosi orang tua juga tidak dapat
memprediksi EC anak usia dini. Temuan ini membuka ruang untuk diskusi mengenai
faktor-faktor yang dapat memengaruhi hasil penelitian ini, seperti konteks situasi
pandemi dan peran variabel lainnya yang lebih dominan.

Kata Kunci:
Regulasi emosi, effortful control, orang tua, interaksi, anak usia dini

vii
Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


ABSTRACT

Name : Prisheilla Dwifahira


Program : Psychology
Title : The Role of Parental Emotion Regulation in Predicting
Effortful Control in Early Childhood 3-8 Years Old

Previous studies have found that parents play an important role in child’s effortful control
(EC). Despite existing indications, no research has directly examined the relationship
between parental emotion regulation and child’s effortful control. This study investigates
parental emotion regulation differences based on gender and how mother’s and father’s
respective emotion regulation contributes to effortful control in early childhood aged 3-8
years old. In total, 98 pairs of parents completed a self-report questionnaire to measure
emotion regulation and their child’s EC. Contrary to the predictions, results showed no
differences between mother’s and father’s emotion regulation. Furthermore, mother’s and
father’s emotion regulation cannot predict early childhood EC after controlling for child’s
age, child’s gender, family’s social economic status, and parents’ level of education, and
the interaction between mother’s and father’s emotion regulation cannot predict early
childhood EC. This yields room for discussion about the factors that might affect the
results, such as pandemic context and the role of other more dominant variables.

Keywords:
Emotion regulation, effortful control, parents, interaction, early childhood

viii
Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................................iii


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ...................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................................viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 8
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................................ 8
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................................................. 9
1.5 Sistematika Penulisan .............................................................................................. 9
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN .......................................................................... 9
2.1 Effortful Control ...................................................................................................... 9
2.1.1 Pengertian Effortful Control ............................................................................. 9
2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Effortful Control........... 10
2.1.3 Pengukuran Effortful Control ...................................................................... 13
2.2 Regulasi Emosi ................................................................................................. 14
2.2.1 Pengertian Regulasi Emosi ......................................................................... 14
2.2.2 Karakteristik Regulasi Emosi pada Orang Dewasa..................................... 16
2.2.3 Pengukuran Regulasi Emosi ....................................................................... 18
2.3 Hubungan antara Regulasi Emosi Orang Tua dan EC Anak ............................ 20
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................................. 21
3.1 Masalah Penelitian................................................................................................. 21
3.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................................... 21
3.3 Variabel Penelitian ................................................................................................ 21
3.3.1 Variabel Outcome: Effortful Control Anak .................................................... 21

ix
Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


3.3.2 Variabel Prediktor: Regulasi Emosi Orang Tua ............................................. 22
3.3.3 Variabel Sekunder ....................................................................................... 22
3.4 Tipe dan Desain Penelitian ............................................................................... 23
3.5 Partisipan Penelitian ......................................................................................... 23
3.5.1 Kriteria Partisipan Penelitian ...................................................................... 23
3.5.2 Teknik Rekrutmen Partisipan Penelitian ..................................................... 24
3.6 Instrumen Penelitian ......................................................................................... 24
3.6.1 Alat Ukur Regulasi Emosi Orang Tua ........................................................ 24
3.6.2 Alat Ukur Effortful Control Anak ............................................................... 25
3.7 Prosedur Penelitian ........................................................................................... 26
3.7.1 Tahap Uji Keterbacaan dan Uji Coba Alat Ukur ........................................ 26
3.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 27
3.8 Metode Pengolahan Data .................................................................................. 28
BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................................................................................... 29
4.1 Gambaran Umum Partisipan Penelitian ........................................................... 29
4.2 Hasil Analisis Korelasi .......................................................................................... 31
4.3 Hasil Perbedaan Kemampuan Regulasi Emosi Orang Tua berdasarkan Jenis
Kelamin ....................................................................................................................... 33
4.4 Hasil Analisis Regresi Effortful Control Anak dan Regulasi Emosi Orang Tua
33
4.5 Hasil Analisis Moderasi ........................................................................................ 34
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN ............................................................... 33
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 33
5.2 Diskusi ................................................................................................................... 33
5.3 Saran ...................................................................................................................... 38
5.3.1 Saran Metodologis .......................................................................................... 38
5.3.2 Saran Praktis ................................................................................................... 38
REFERENSI .................................................................................................................. 39
LAMPIRAN ................................................................................................................... 50
Lampiran A: Hasil Perhitungan Sampel G*Power ...................................................... 50
Lampiran B: Hasil Uji Coba Alat Ukur ....................................................................... 51
Lampiran C: Hasil Pengolahan Data ........................................................................... 55

x
Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A: Hasil Perhitungan Sampel G*Power ......................................................... 49


Lampiran B: Hasil Uji Coba Alat Ukur .......................................................................... 50
Lampiran C: Hasil Pengolahan Data ............................................................................... 54

xi
Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam ruang kelas yang penuh dengan distraksi, terdapat anak yang bisa duduk
diam dan mengendalikan perilakunya, sementara anak lainnya tidak bisa menahan diri
untuk mengeksplorasi berbagai obyek yang ada di ruang kelas sehingga perhatiannya
akhirnya terdistraksi. Fenomena ini menggambarkan adanya perbedaan pengendalian
perilaku pada tiap anak dalam menghadapi lingkungan sekitarnya. Dalam keseharian,
anak usia dini dihadapkan dengan berbagai tantangan. Pada anak usia prasekolah,
tantangan yang dihadapi berkisar antara kesiapan sekolah hingga bersosialisasi dengan
teman sebaya. Setelah memasuki usia sekolah, anak dituntut untuk menunjukkan dan
mempertahankan performa akademik yang baik. Dalam menghadapi berbagai tantangan
yang ada, terdapat anak yang berhasil untuk menyesuaikan diri dan ada anak yang
kesulitan atau gagal. Nyatanya, tidak sedikit jumlah anak usia dini yang mengalami
kesulitan dalam mengendalikan perilakunya.
Jika masalah pengendalian perilaku di masa prasekolah dicontohkan dengan
kesulitan menahan diri di ruang kelas, masalah di masa sekolah dapat dilihat dari
munculnya berbagai kasus perundungan dan kekerasan oleh anak selama beberapa tahun
ke belakang. Sebagai gambaran akan fenomena ini di Indonesia, data KPAI menyebutkan
bahwa terdapat 107 anak yang menjadi korban perundungan dan 127 anak yang menjadi
pelaku perundungan di tahun 2018 (Asril, 2019). Terdapat pula hasil survei PISA tahun
2018 yang memaparkan bahwa sebanyak 41% siswa di Indonesia mengaku pernah
mengalami perundungan setidaknya beberapa kali tiap bulan (OECD, 2019). Adanya
berbagai masalah dalam pengendalian perilaku ini, baik pada anak usia prasekolah
maupun sekolah, membuat pengendalian perilaku menjadi sesuatu yang menarik untuk
dipelajari.
Pengendalian atau regulasi perilaku merupakan bagian dari temperamen.
Temperamen didefinisikan sebagai perbedaan individu dalam reaktivitas dan regulasi diri
dalam lingkup emosi, kognisi, dan perilaku (Rothbart & Bates, 2006). Terdapat tiga
komponen temperamen, yaitu extraversion, negative affectivity, dan effortful control

1
Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


2

(Putnam & Rothbart, 2006). Komponen effortful control adalah aspek regulasi dari
temperamen (Spinrad & Eisenberg, 2015; Eisenberg, 2012). Dari ketiga komponen
temperamen yang ada, penelitian mengenai perkembangan effortful control (EC) pada
anak usia dini merupakan area yang pesat berkembang. Hal ini disebabkan karena EC
merupakan salah satu aspek yang memiliki peran penting dalam perkembangan anak usia
dini, dimana perkembangan EC dapat mendukung atau mengganggu kemampuan anak
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya (Spinrad & Eisenberg, 2015). EC
didefinisikan sebagai perbedaan individu dalam rangkaian kemampuan yang
memungkinkan individu untuk meregulasi diri dengan menahan respons dominan untuk
memberikan respons subdominan agar dapat merencanakan atau mendeteksi error
(Rothbart & Bates, 2006). Dalam keseharian anak, EC memiliki peran penting dalam
mendukung perkembangan anak dalam berbagai aspek, seperti aspek akademis dan
sosial. Penelitian terdahulu telah menemukan bahwa anak usia dini dengan EC yang baik
cenderung menunjukkan kesiapan sekolah dan performa akademis yang baik maupun
dalam jangka pendek (Nathanson et al., 2009; Shields et al., 2001) atau panjang (Valiente
et al., 2011, McLelland et al., 2007), kepatuhan terhadap ekspektasi sosial yang ada
(Rothbart & Rueda, 2005; Spinrad et al., 2006, Valiente et al., 2011), dan empati serta
perilaku prososial yang baik (Spinrad & Eisenberg, 2015; Rothbart & Rueda, 2005).
Sejumlah temuan ini menunjukkan bahwa anak dengan EC yang baik akan mengalami
penyesuaian yang baik pula, maupun dalam aspek akademis atau sosial. Pada anak usia
dini, hal ini menjadi suatu hal yang amat penting mengingat bahwa tantangan yang
mereka hadapi tidak lepas dari aspek akademis dan sosial. Sebagai contoh, saat masuk
sekolah, anak usia dini harus belajar bagaimana cara untuk mengendalikan dirinya dalam
menghadapi sifat teman sebaya yang beragam agar ia dapat bergaul dan bermain bersama
mereka.
Banyaknya temuan mengenai manfaat EC menunjukkan bahwa EC adalah hal
yang penting untuk dioptimalisasi, terutama bagi anak usia dini. Sementara itu, jika
perkembangan EC diabaikan, hal tersebut akan berdampak pada kemampuan anak untuk
menyesuaikan diri dan kemunculan perilaku disruptif. Sebagai contoh, anak dengan EC
yang buruk akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan emosi negatifnya, sehingga
ia akan banyak terlibat dalam perseteruan dengan orang lain (Spinrad & Eisenberg, 2015).
Tidak hanya itu, EC yang buruk juga dapat berdampak pada munculnya perilaku

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


3

externalizing (e.g. kekerasan fisik dan verbal, tantrum, ketidakpatuhan terhadap


peraturan, kesulitan memusatkan perhatian, kesulitan menahan perilaku impulsif) (e.g.
Murray & Kochanska, 2002; Olson et al., 2005; Eisenberg et al., 2001) dan internalizing
(e.g. depresi, kecemasan) (Eisenberg et al., 2001), baik dalam jangka pendek maupun
panjang (Eisenberg et al. 2009). Berbagai kesulitan serta permasalahan ini akan
bertambah kuat seiring dengan pertumbuhan anak. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pencegahan terhadapnya dengan cara mengembangkan EC anak secara optimal.
Cara untuk mengembangkan EC anak dapat dimulai dengan mengetahui faktor
apa saja yang memengaruhi perkembangan EC. Sebagai komponen dari temperamen, EC
memiliki komponen genetis, dalam arti dipengaruhi oleh faktor heritabilitas atau
keturunan dari orang tua. Namun, terdapat pula variasi dalam EC yang dapat dibentuk
oleh pengaruh lingkungan dan pengalaman sosial anak (Rothbart & Bates, 2006). Di
antara orang-orang di lingkungan anak usia dini, orang tua merupakan lingkungan
pertama mereka pada awal masa perkembangan, sehingga mereka memiliki peran yang
amat penting bagi perkembangan EC anak. Tidak hanya orang tua, perkembangan EC
anak juga dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi keluarga (e.g. Lengua et al., 2015;
Eisenberg et al., 2001), dimana anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial
ekonomi rendah menghadapi lebih banyak faktor risiko, sehingga performa EC yang
mereka tunjukkan cenderung lebih rendah.
Sebagian besar penelitian terkait peran orang tua terhadap perkembangan EC anak selama
ini berfokus pada gaya pengasuhan orang tua (e.g. Kiff et al., 2011, Cipriano & Stifer,
2010, Tiberia et al., 2016) dan EC orang tua (e.g. Valiente et al., 2007). Walau belum
diteliti secara langsung, peran regulasi emosi orang tua telah diindikasikan memiliki
pengaruh terhadap perkembangan EC anak, terutama pada penelitian mengenai
pengasuhan orang tua. Sejumlah penelitian terdahulu telah menemukan bahwa
pengasuhan orang tua yang banyak mengekspresikan emosi positif, suportif, dan hangat
akan mendukung perkembangan EC anak dibandingkan dengan pengasuhan yang keras
dan menghukum (e.g. Eisenberg et al., 2003, 2005; Cipriano & Stifer, 2010; Olson et al.,
1990, Colman et al., 2006). Saat orang tua banyak mengekspresikan emosi negatif dan
memberikan hukuman, anak akan merasa tertekan sehingga mereka kesulitan untuk
memfokuskan perhatian dan meregulasi dirinya. Di sisi lain, saat orang tua bersikap
hangat dan suportif, anak akan lebih mudah untuk memusatkan perhatian dan meregulasi

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


4

perilakunya (Hoffman, 2001). Berbagai temuan ini menunjukkan bahwa ekspresi emosi
orang tua berpengaruh pada perkembangan EC anak, sedangkan ekspresi emosi sendiri
merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh regulasi emosi.
Pembahasan mengenai hubungan regulasi emosi orang tua dan EC anak dapat
dimulai dengan memahami regulasi emosi terlebih dahulu. Regulasi emosi adalah proses
intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk memonitor, mengevaluasi, dan
memodifikasi reaksi emosi untuk mencapai tujuan tertentu (Thompson, 1994). Dalam
kata lain, regulasi emosi melibatkan kesadaran akan pengalaman emosi dan kemampuan
untuk memodulasi respons emosi sesuai dengan tuntutan situasi atau tujuan pribadi (Gratz
& Roemer, 2004). Menurut Gross (1998), terdapat dua strategi dalam regulasi emosi.
Strategi yang digunakan sebelum respons emosional sepenuhnya dihasilkan disebut
sebagai strategi antecedent-focused, sementara strategi yang digunakan setelah respons
emosional sudah dihasilkan disebut sebagai strategi response-focused. Pada strategi
antecedent-focused, individu meregulasi emosinya dengan mengubah signfikansi atau
arti dari situasi tertentu. Salah satu caranya adalah dengan melakukan cognitive
reappraisal, yaitu menafsirkan situasi yang dapat memicu emosi dengan cara tertentu
yang mengubah dampak emosionalnya. Sementara itu, pada strategi response-focused,
individu meregulasi ekspresi emosinya seperti dengan expressive suppression, yaitu
menghambat ekspresi emosi yang sedang berlangsung (Gross, 1998).
Dalam konteks pengasuhan, regulasi emosi berkaitan dengan bagaimana orang
tua berinteraksi dan mengekspresikan emosi mereka kepada anak. Saat orang tua
mengalami permasalahan regulasi emosi dan tidak dapat meregulasi emosinya dengan
baik, mereka cenderung menunjukkan perilaku yang tidak suportif dalam pengasuhan.
Pada akhirnya, hal tersebut dapat berdampak pada perkembangan anak yang buruk (Dix,
1991). Sebagai contoh, pada penelitian terhadap orang tua dari anak usia 4-6 tahun,
Shaffer dan Obradovic (2016) menemukan bahwa kesulitan orang tua dalam
mengidentifikasi dan menggunakan strategi regulasi emosi yang sesuai dan efektif
memiliki hubungan yang negatif dengan perilaku pengasuhan yang positif/kolaboratif
(e.g. sejauh mana orang tua dan anak bekerja sama dalam mengerjakan suatu tugas) saat
diukur melalui observasi terhadap kualitas interaksi orang tua dan anak. Dari penelitian
ini, disimpulkan bahwa semakin baik kemampuan regulasi emosi orang tua, semakin
positif pula perilaku mereka dalam mengasuh anak.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


5

Masih terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian Shaffer dan Obradovic


(2016). Dari segi sampel, penelitian hanya dilakukan pada orang tua anak usia 4-6 tahun
tanpa mengharuskan partisipasi kedua orang tua. Selain itu, sampelnya didominasi oleh
ibu. Hal ini menjadi kelemahan dalam penelitian, karena Shaffer dan Obradovic (2016)
tidak mempertimbangkan bahwa masing-masing ayah dan ibu dari tiap anak dapat
memiliki kemampuan regulasi emosi dan memberikan kontribusi terhadap EC anak
dengan cara yang berbeda. Selain itu, terdapat pula keterbatasan dalam pengukuran
regulasi emosi orang tua. Regulasi emosi orang tua hanya diukur melalui subskala
strategy di alat ukur self-report Difficulties in Emotional Regulation Scale (DERS; Gratz
& Roemer, 2004). Seharusnya, pengukuran regulasi emosi menggunakan DERS juga
menyertakan aspek lainnya yang terdapat dalam alat ukur tersebut (Gratz & Roemer,
2004).
Terdapat pula penelitian Lorber (2015) yang menemukan kaitan antara regulasi emosi ibu
dengan gaya pengasuhannya terhadap anak usia prasekolah, khususnya terkait gaya
disiplin yang keras/terlalu reaktif dan longgar/permisif. Pada situasi dimana ibu harus
mendisiplinkan anaknya, ibu yang meregulasi emosinya dengan cara menahan
(suppression) cenderung menunjukkan emosi negatif yang lebih sedikit dan
mendisiplinkan anaknya dengan cara yang lebih longgar/permisif. Ada beberapa limitasi
dalam penelitian ini. Pertama, Lorber (2015) hanya melakukan penelitian ini kepada ibu
saja, sehingga tidak dapat memberikan pandangan menyeluruh mengenai regulasi emosi
masing-masing ayah dan ibu serta perbedaan antara keduanya. Limitasi lainnya berkaitan
dengan keterbatasan pengukuran regulasi emosi yang digunakan. Salah satu alat ukur
regulasi emosi orang tua yang digunakan adalah kuesioner self-report Parental Emotion
Regulation Inventory (PERI; Lorber, 2015) yang karakteristik psikometrinya belum teruji
di luar penelitian tersebut.
Dari penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian terdahulu terkait
regulasi emosi orang tua masih memiliki keterbatasan. Walau demikian, penelitian
terdahulu sudah memberikan temuan penting bahwa regulasi emosi orang tua
memengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dan mengekspresikan emosinya kepada
anak dalam pengasuhan. Orang tua yang dapat meregulasi emosinya dengan baik
cenderung menunjukkan perilaku hangat, suportif, dan kolaboratif yang dapat
mendukung perkembangan EC anak. Sebaliknya, orang tua yang kesulitan dalam

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


6

meregulasi emosinya akan menunjukkan rasa frustrasi dan agresinya melalui strategi
mendisiplinkan yang terlalu membebaskan atau membatasi dan keras. Anak akan merasa
tertekan lalu kesulitan untuk meregulasi dirinya, sehingga perkembangan EC-nya pun
terganggu.
Dalam membahas regulasi emosi orang tua, ditemukan bahwa terdapat
perbedaan antara regulasi emosi ayah dan ibu serta bagaimana mereka masing-masing
memengaruhi perkembangan anak. Sebagai contoh, Bariola et al. (2012) menemukan
bahwa regulasi emosi masing-masing ayah dan ibu berhubungan dengan regulasi emosi
anak, namun regulasi emosi ibu memiliki hubungan yang lebih kuat dengan regulasi
emosi anak dibandingkan dengan regulasi emosi ayah. Adanya perbedaan ini dapat terjadi
karena ibu lebih terlibat secara proaktif dalam mensosialisasikan emosi terhadap anak
dibandingkan ayah (Bariola et al., 2012; Doan et al., 2018). Selain itu, dalam memahami
emosi, ayah cenderung lebih tidak menyadari emosi yang dirasakannya dibandingkan ibu.
Begitu pula terhadap anak, dalam menenangkan kesedihan anak, ayah cenderung lebih
tidak membantu dibandingkan ibu (Lagacé-Séguin, 2005). Terdapat pula kemungkinan
bahwa regulasi emosi ayah dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap stereotip gender,
dimana laki-laki dipandang memiliki kecenderungan untuk menahan emosinya (Fabes &
Martin, 1991). Temuan-temuan tersebut mengusulkan bahwa ayah dan ibu akan
memengaruhi perkembangan anak dengan cara yang berbeda, sehingga pengukuran
kemampuan regulasi emosi perlu dilakukan kepada keduanya. Perbedaan regulasi emosi
antara ayah dan ibu juga ditemukan dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal lainnya,
seperti budaya (e.g. Ford & Mauss, 2015; Butler et al., 2007; Gross & John, 2003), tingkat
sosial ekonomi (Troy et al., 2016), dan tingkat pendidikan (Vitulić & Prosen, 2016).
Melihat bahwa terdapat pengaruh dari berbagai faktor eksternal ini, sejumlah hal tersebut
perlu dipertimbangkan dalam mempelajari regulasi emosi orang tua.
Regulasi emosi orang tua tidak hanya berbeda antara ibu dan ayah, namun
keduanya juga dapat memberikan kontribusi gabungan terhadap perkembangan anak.
Pada studi Graziano et al. (2009) mengenai pengasuhan orang tua, ditemukan bahwa
hubungan antara pengasuhan salah satu orang tua dengan perkembangan anak dapat
dimoderasi oleh pengasuhan orang tua lainnya. Karena regulasi emosi orang tua
merupakan hal yang dapat memengaruhi pengasuhan, dinamika yang serupa diduga dapat
ditemukan pula pada regulasi emosi orang tua. Jika salah satu orang tua memiliki

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


7

kemampuan regulasi emosi yang baik, hal tersebut diduga dapat memperkuat hubungan
antara regulasi emosi orang tua lainnya dan perkembangan EC anak. Meski demikian,
studi terkait regulasi emosi orang tua terdahulu belum melihat interaksi antara regulasi
emosi orang tua secara langsung (e.g. Doan et al., 2018; Bariola et al., 2012). Dengan
demikian, selain melihat perbedaan antara kemampuan regulasi emosi ayah dan ibu,
interaksi antara keduanya perlu untuk dipelajari pula dalam melihat perannya terhadap
perkembangan EC anak.
Selain dipengaruhi orang tua, perkembangan EC anak juga dipengaruhi oleh
faktor biologis. Sebagai komponen dari temperamen, EC memiliki dasar genetis. Dalam
kata lain, EC dapat diturunkan dari orang tua kepada anak dengan estimasi heritabilitas
yang cukup besar, seperti contohnya sebesar 58% saat diukur pada masa kanak-kanak
(Goldsmith et al., 1997). EC juga dipengaruhi oleh kematangan kemampuan motorik dan
kognitif; semakin bertambahnya usia, kemampuan motorik dan kognitif akan makin
berkembang pula. Perkembangan EC terjadi paling pesat di usia dini dan terus berlanjut
hingga usia dewasa, walau dalam laju yang lebih lambat (Spinrad & Eisenberg, 2015).
Terdapat pula pengaruh jenis kelamin terhadap EC anak, dimana beberapa penelitian
menemukan bahwa anak perempuan memiliki EC yang lebih baik dibandingkan laki-laki
(e.g. Else-Quest et al., 2006; Kochanska et al., 2000).
Dari faktor-faktor yang telah dijabarkan, penelitian ini akan berfokus pada
bagaimana orang tua memengaruhi EC anak. Secara spesifik, penelitian ini akan
menyelidiki bagaimana regulasi emosi ayah dan ibu masing-masing memengaruhi EC
anak. Meski sudah terdapat indikasi akan adanya kaitan regulasi emosi orang tua dan EC
anak, belum ada penelitian yang secara langsung mempelajari hubungan antara keduanya.
Untuk melengkapi limitasi yang ada pada penelitian terdahulu, penelitian ini bertujuan
untuk menyelidiki pengaruh regulasi emosi masing-masing ayah dan ibu terhadap EC
anak usia 3-8 tahun. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyelidiki apakah terdapat
perbedaan regulasi emosi antara keduanya, serta apakah terdapat interaksi antara
keduanya. Pembagian regulasi emosi orang tua berdasarkan jenis kelamin dilakukan
berdasarkan pertimbangan bahwa ayah dan ibu memiliki kemampuan regulasi emosi yang
berbeda. Maka itu, masing-masing ayah dan ibu diduga akan memengaruhi EC anak
dengan cara yang berbeda pula, dengan dugaan bahwa ibu akan lebih memengaruhi EC
anak berdasarkan temuan penelitian terdahulu. Sementara itu, pemilihan kelompok usia

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


8

3-8 tahun mengacu kepada Rothbart et al. (2003) dan Eisenberg (2012) yang menjelaskan
bahwa perkembangan EC terjadi paling pesat di usia dini, terutama dalam lima tahun
pertama hidup. Penelitian akan dilakukan menggunakan alat ukur self-report yang diisi
oleh masing-masing ayah dan ibu, baik untuk mengukur regulasi emosi orang tua maupun
EC anak. Dalam penelitian ini, dilakukan kontrol terhadap usia anak dengan
membatasinya terhadap kelompok usia dini, yakni 3-8 tahun. Selain itu, dilakukan pula
kontrol terhadap jenis kelamin anak, tingkat sosial ekonomi keluarga, dan tingkat
pendidikan orang tua. Detail mengenai metode penelitian akan dijelaskan pada Bab 3.

1.2 Rumusan Pertanyaan Penelitian


Pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan regulasi emosi pada ayah dan ibu?
2. Apakah kemampuan regulasi emosi ayah dan ibu masing-masing dapat
memprediksi EC anak usia 3 – 8 tahun dengan mengontrol usia anak, jenis
kelamin anak, tingkat sosial ekonomi keluarga, dan tingkat pendidikan orang
tua?
3. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan regulasi emosi ayah dan ibu
terhadap EC anak usia 3 – 8 dengan mengontrol usia anak, jenis kelamin anak,
tingkat sosial ekonomi keluarga, dan tingkat pendidikan orang tua?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kemampuan regulasi emosi ayah dan ibu
terhadap EC anak usia 3-8 tahun dengan mempertimbangkan faktor usia anak, jenis
kelamin anak, tingkat sosial ekonomi keluarga, dan tingkat pendidikan orang tua.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambahkan literatur mengenai
bagaimana peran masing-masing ibu dan ayah, khususnya kemampuan regulasi emosi
mereka, dapat memengaruhi perkembangan EC anak usia dini. Hal ini dilakukan dengan
melihat secara langsung hubungan antara regulasi emosi orang tua dan EC anak sembari
mengontrol karakteristik orang tua dan anak serta melihat regulasi emosi orang tua secara

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


9

terpisah berdasarkan jenis kelamin. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan penelitian lanjutan terkait peran orang tua dan
perkembangan EC anak.

1.4.2 Manfaat Praktis


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun program
intervensi untuk mendukung perkembangan EC anak melalui regulasi emosi orang tua.
Intervensi dapat bersifat preventif atau kuratif. Intervensi preventif dilakukan dengan
mengintervensi kemampuan regulasi emosi orang tua untuk mengantisipasi permasalahan
EC pada anak. Sementara itu, intervensi kuratif dilakukan dengan mengintervensi
kemampuan regulasi emosi orang tua pada anak yang mengalami permasalahan EC.
Intervensi diharapkan dapat membantu anak untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, baik secara akademis maupun sosial.

1.5 Sistematika Penulisan


Penelitian ini akan dituliskan dalam lima bab:
Bab 1 menjabarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan masalah penelitian;
Bab 2 menjelaskan teori masing-masing variabel penelitian;
Bab 3 menjelaskan tipe, hipotesis, alat ukur, variabel, prosedur, dan metode pengolahan
data;
Bab 4 menjelaskan hasil penelitian dan analisisnya; dan
Bab 5 menjelaskan kesimpulan dan diskusi mengenai hasil penelitian serta saran untuk
penelitian selanjutnya.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada bab ini, akan dijelaskan dasar teori mengenai variabel penelitian ini, yaitu
regulasi emosi dan effortful control serta hal-hal yang terkait dengan keduanya.

2.1 Effortful Control

2.1.1 Pengertian Effortful Control


Effortful control (EC) adalah aspek regulasi dari temperamen (Spinrad &
Eisenberg, 2015; Eisenberg, 2012). Rothbart dan Bates (2006) mendefinisikan EC sebagai
perbedaan individu dalam rangkaian predisposisi atau kemampuan yang memungkinkan anak
untuk meregulasi diri dengan menahan respons dominan untuk memberikan respons
subdominan agar dapat merencanakan atau mendeteksi error. Contoh dari perbedaan EC pada
anak dapat dilihat dari situasi dimana anak diminta untuk memperhatikan guru di ruang kelas
yang memiliki banyak mainan di dalamnya. Dalam situasi tersebut, anak dengan EC yang baik
cenderung duduk diam dan memusatkan perhatian ke guru, sementara anak dengan EC yang
buruk tidak dapat menahan impuls untuk berinteraksi dengan mainan yang ada, sehingga
terdistraksi dengan lingkungan sekitarnya.

EC melibatkan kemampuan untuk menghambat, mengaktivasi, atau memodulasi


perhatian dan perilaku secara sengaja. Selain itu, EC juga melibatkan tugas-tugas seperti
merencanakan, mendeteksi error, dan mengintegrasikan informasi yang relevan untuk memilih
perilaku tertentu (Eisenberg et al., 2004). Dalam kata lain, EC terdiri dari kemampuan untuk
mengatur perhatian secara sengaja (attentional regulation) dan menghambat (inhibitory
control) atau mengaktivasi (activational control) perilaku yang dibutuhkan untuk berdaptasi
(Rothbart et al., 2003; Rothbart & Bates, 2005; Eisenberg, 2012). Menurut Spinrad et al.
(2015), EC dapat digunakan untuk mengatur perilaku, kognisi, dan emosi dan menjadi dasar
dalam perkembangan kemampuan regulasi diri, seperti contohnya regulasi emosi.
EC seringkali dibahas berdampingan dengan executive function (EF). Yang
membedakan keduanya adalah EC dianggap sebagai bagian dari temperamen, sementara EF
dilihat sebagai kemampuan kognitif untuk terlibat dalam pemikiran dan tingkah laku bertujuan
melalui inhibitory control, attention shifting atau cognitive flexibility, dan proses working
memory (Garon et al., 2008). Sebagai komponen dari temperamen, EC muncul pada tahap awal
kehidupan, berkembang terus menerus seiring bertambahnya usia, dan dibentuk oleh faktor

9 Universitas Indonesia
Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021
10

genetis dan lingkungan (Goldsmith et al., 1987). Sementara itu, EF adalah kemampuan
kognitif tingkat tinggi (higher order) yang dapat dipengaruhi oleh intervensi atau
pelatihan (Diamond et al., 2007; Garon et al., 2008). Perbedaan juga dapat dilihat dari
pemrosesan; executive attention (sebagai bagian dari EC) cenderung melibatkan proses
yang bersifat cepat dan automatis, sementara EF melibatkan proses yang lebih lambat dan
membutuhkan usaha yang lebih besar (Blair & Ursache, 2011).
Walau terdapat perbedaan antara EC dan EF, terdapat kesamaan antara konsep
keduanya. Pertama, EC memiliki ciri yang sama dengan inhibition yang merupakan salah
satu komponen EF. Kedua, executive attention (sebagai bagian dari EC) juga menyerupai
komponen attentional atau working memory dalam EF. Dengan kata lain, irisan antara
keduanya dapat dilihat dari mekanisme attentional dan inhibitory control yang sama-
sama menjadi proses regulasi yang penting dalam EC dan EF (Liew, 2011). Dari jangka
waktu perkembangan, keduanya berkembang secara pesat pada usia dini; EC mulai
berkembang dimulai dari usia dua belas bulan dan meningkat secara stabil antara usia
balita awal hingga prasekolah, sementara EF mulai berkembang pada usia dini hingga
dewasa (Bridgett, 2013).

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Effortful Control


Perbedaan dalam EC anak dapat disebabkan oleh faktor biologis, seperti
keturunan, dan pengaruh lingkungan. Kedua hal tersebut saling berinteraksi dalam
memengaruhi perkembangan EC anak (Eisenberg, 2012). Berikut adalah beberapa faktor
biologis atau internal yang memengaruhi EC anak:
1. Genetik/Keturunan
Temperamen memiliki dasar genetis, dimana anggota keluarga yang memiliki
gen yang sama cenderung memiliki temperamen yang serupa. Sebagai
komponen dari temperamen, terdapat sebagian dari EC yang dapat dijelaskan
oleh faktor genetis, dalam arti EC dapat diturunkan dari orang tua kepada
anak. Hal ini didukung oleh penelitian Goldsmith et al. (1997) yang
menemukan bahwa EC memiliki heritabilitas sebesar 58% saat diukur pada
masa kanak-kanak, sementara Yamagata et al. (2005) mengestimasi
heritabilitas untuk EC adalah sebesar 49%. Heritabilitas juga dipengaruhi oleh
nonshared environments, yaitu lingkungan yang secara unik memengaruhi

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


11

temperamen seseorang dan membuatnya berbeda dengan anggota keluarga


lain. Walau penelitian terkait hal ini masih terbatas, riset telah menunjukkan
bahwa perbedaan pengasuhan orang tua dapat menjadi salah satu bentuk
nonshared environments yang memengaruhi perkembangan temperamen
anak. Contohnya, pada studi anak kembar dengan gen yang sama, anak yang
menerima pengasuhan ibu yang lebih hangat cenderung menunjukkan
performa EC yang lebih baik. Sebaliknya, anak yang tidak menerima
kehangatan sebanyak kembarannya menunjukkan performa EC yang lebih
buruk (Saudino & Wang, 2012).

2. Usia
Umumnya, kemampuan EC anak bertambah baik seiring bertambahnya usia
dan berkembangnya kemampuan motorik dan kognitif (Eisenberg et al., 2004;
Spinrad & Eisenberg, 2015; Kochanska, 2000). Hal ini ditunjukkan pada
penelitian Kochanska (2000) yang menemukan bahwa terdapat peningkatan
performa pada usia 22 bulan dan 33 bulan dalam melakukan berbagai tugas
EC, yaitu menunda, memperlambat aktivitas motorik, menahan atau memulai
aktivitas sesuai dengan sinyal yang diberikan, effortful attention, dan
merendahkan suara. Perkembangan EC paling pesat terjadi pada usia dini,
terutama pada lima tahun pertama (Rothbart et al., 2003; Eisenberg et al.,
2012).

3. Jenis Kelamin
Sejumlah penelitian menemukan bahwa jenis kelamin anak berhubungan
dengan EC mereka. Anak perempuan ditemukan memiliki EC yang cenderung
lebih baik dibanding anak laki-laki. Pada penelitian meta-analisis Else-Quest
et al. (2006), anak perempuan pada usia sekolah disimpulkan memiliki
kemampuan untuk mengatur perhatian dan menahan impuls mereka dibanding
dengan anak laki-laki. Hasil yang serupa juga ditemukan pada usia yang lebih
muda, dimana Kochanska et al. (2000) menemukan bahwa pada usia 22-33
bulan, anak perempuan memiliki performa yang lebih baik dalam
mengerjakan berbagai tugas EC seperti suppression, effortful attention, dan

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


12

delaying. Adanya perbedaan ini diduga disebabkan oleh lebih lambatnya


perkembangan kognitif pada anak laki-laki dibanding anak perempuan pada
masa usia dini. (Else-Quest et al., 2006).

EC juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, di antaranya adalah:


1. Tingkat Sosial Ekonomi
Penelitian terdahulu menemukan bahwa tingkat sosial ekonomi dapat
memengaruhi perkembangan EC anak, dimana anak yang tinggal di
lingkungan dengan tingkat pemasukan yang tinggi cenderung menunjukkan
performa EC yang baik dibandingkan anak yang tinggal di lingkungan dengan
tingkat pemasukan rendah (Lengua et al., 2015; Eisenberg et al., 2001;
Lengua, 2002). Hal ini disebabkan karena anak yang tinggal di lingkungan
dengan tingkat sosial ekonomi rendah terpapar pada faktor risiko yang lebih
banyak, seperti stress, konflik dalam keluarga, permasalahan psikologis orang
tua, dan permasalahan lain dalam lingkungannya (Lengua et al., 2015).

2. Pengasuhan Orang Tua


Pengasuhan orang tua dapat mendukung atau mengganggu perkembangan EC
anak. Orang tua yang hangat dan suportif dalam berperilaku, memberikan
arahan, dan mengekspresikan emosi ditemukan berkaitan dengan EC anak
yang lebih tinggi (Eisenberg et al., 2004). Bagaimana orang tua
mengekspresikan emosinya bergantung pada kemampuan mereka untuk
meregulasi emosi.

3. Karakteristik Orang Tua


Berbagai karakteristik orang tua dapat memengaruhi EC anak. Di antaranya
adalah ekspresivitas orang tua. Tipe dan intesitas emosi yang diekspresikan
orang tua juga dapat memengaruhi EC anak, dimana ekspresi emosi yang
positif dari ibu ditemukan mendukung perkembangan EC anak (Valiente et
al., 2007). Selain ekspresitivitas emosi, karakteristik lain yang dapat
memengaruhi EC anak adalah kepribadian orang tua. Sebagai contoh, ibu

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


13

yang bersikap sabar, persisten, dan mengikuti peraturan ditemukan memiliki


anak dengan EC yang baik (Kochanska et al., 2000).

2.1.3 Pengukuran Effortful Control


Pengukuran EC pada anak dapat dilakukan dengan beberapa cara. Kochanska
telah mengembangkan sejumlah tes baterai (e.g. Kochanska et al., 2000, 2001) yang
umumnya menargetkan lima komponen dalam EC: menunda (e.g. menunggu peristiwa
yang menyenangkan), memperlambat aktivitas motorik halus dan kasar (e.g. berjalan atau
menggambar), menghambat aktivitas pada tanda yang diberikan (e.g. permainan dimana
anak diminta untuk merespon suatu tanda dan menghambat respon terhadap tanda
lainnya), effortful attention (e.g. tugas-tugas yang serupa dengan Stroop task), dan
merendahkan suara dengan berbisik (Spinrad et al., 2007). Selain Kochanska, terdapat
pula tugas delay of gratification Mischel dan Baker (1975) yang diperuntukkan bagi anak
prasekolah ke atas, dengan fokus pada komponen menunda atau menghambat. Pada tugas
ini, anak diberi tahu bahwa ia akan mendapatkan hadiah yang lebih banyak jika ia berhasil
menunggu dalam durasi waktu tertentu hingga eksperimenter kembali.
Pengukuran EC anak juga dapat dilakukan dengan penilaian pengasuh melalui
kuesioner. Alat ukur yang kerap digunakan dalam pengukuran EC anak adalah Child
Behavior Questionnaire (CBQ) yang dikembangkan oleh Rothbart et al. (2001) bagi anak
usia 4-7 tahun. CBQ bertujuan untuk mengukur temperamen anak, yang didefinisikan
sebagai “constitutionally based, individual differences in reactivity and self-regulation”
(Rothbart et al., 2001). Alat ukur memiliki 195 item dan 15 dimensi spesifik, seperti
contohnya activity level, attentional focusing, impulsivity, dan inhibitory control. Walau
bersifat komprehensif dan memiliki karakteristik psikometri yang baik, CBQ dinilai
terlalu panjang bagi beberapa peneliti. Dengan demikian, peneliti lain berupaya
mengembangkan versi pendek dari CBQ. Di antaranya adalah Putnam & Rothbart (2006)
yang mengembangkan Children’s Behavior Questionnaire Very Short Form (CBQ-VSF).
Populasi tujuannya masih serupa, yaitu anak usia 3-7 tahun. Namun, tidak seperti CBQ,
alat ukur ini hanya memiliki 36 item dan 3 dimensi yang lebih luas, yaitu surgency,
negative affect dan EC. Dalam penelitian ini, alat ukur inilah yang akan digunakan untuk
mengukur EC anak.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


14

2.2 Regulasi Emosi

2.2.1 Pengertian Regulasi Emosi


Sebelum membahas regulasi emosi, diperlukan pemahaman tentang emosi
terlebih dahulu. Terdapat beragam teori yang membahas mengenai emosi, namun masing-
masing memiliki pendekatan yang berbeda. Teori emosi dengan pendekatan kognitif
berfokus pada peran kognisi dalam memberikan penilaian terhadap suatu pengalaman
emosi. Selain itu, ada pendekatan biologis yang berfokus pada peran sistem faal saat
individu mendapatkan stimulus emosional. Ada pula pendekatan sosial budaya, dimana
lingkungan sekitar memiliki peran untuk mengatur emosi individu. Dari sejumlah
pendekatan yang ada, salah satu teori yang banyak digunakan sebagai acuan dalam
mempelajari emosi adalah milik James (1884), yang mendefinisikan emosi sebagai
kecenderungan respons fisiologis dan perilaku adaptif yang muncul dari situasi yang
signifikan secara evolusioner.
Emosi memiliki berbagai fungsi yang dapat dibagi menjadi dua, internal dan
sosial. Secara internal, emosi dapat membantu seseorang dalam membuat keputusan dan
memberikan informasi mengenai kesesuaian individu dan lingkungannya. Secara sosial,
emosi dapat memberikan informasi untuk membantu menyusun perilaku sosial (Gross,
1998). Walau emosi memiliki banyak fungsi, penelitian ini akan lebih berfokus pada
bagaimana emosi sebagai kecenderungan respons memungkinkan seseorang melakukan
proses regulasi atau modulasi untuk menentukan perilaku yang dihasilkan. Proses yang
dimaksud adalah regulasi emosi, yang awalnya didefinisikan Thompson (1994) sebagai
proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk memonitor, mengevaluasi,
dan memodifikasi reaksi emosi untuk mencapai tujuan tertentu. Serupa dengan
Thompson (1994), Gross (1998) mendefinisikan regulasi emosi sebagai proses dimana
individu memengaruhi emosi apa yang mereka miliki, kapan mereka memilikinya, dan
bagaimana mereka mengalami serta mengekspresikan emosi tersebut.
Gross (1998) membagi strategi regulasi emosi menjadi antecedent-focused dan
response-focused. Strategi antecedent-focused dilakukan sebelum respon emosional
sepenuhnya dihasilkan, salah satunya dengan cognitive reappraisal, yaitu menafsirkan
situasi yang dapat memicu emosi dengan cara tertentu yang mengubah dampak
emosionalnya. Sementara itu, strategi response-focused dilakukan saat setelah respons
emosional sudah dihasilkan, seperti dengan expressive suppression, yaitu menghambat

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


15

ekspresi emosi yang sedang berlangsung (Gross, 1998). Sebagai contoh akan penggunaan
kedua strategi tersebut, ambil situasi dimana seorang ibu mendapati anaknya sedang
merajuk berlebihan dan memukul benda-benda di sekitarnya. Situasi tersebut mungkin
akan membuat sang ibu merasa marah. Saat ibu mulai merasakan emosi tersebut, ibu
dapat mengubah pengalaman emosinya dengan meninjau kembali bagaimana ia melihat
situasinya (cognitive reappraisal). Contohnya, daripada memikirkan bahwa anaknya
sedang merajuk dan merasa kesal, ibu dapat berusaha untuk lebih memikirkan bagaimana
solusi hingga ia berhenti merajuk. Dengan demikian, perasaan marah yang dirasakan ibu
akan berkurang. Namun, jika ibu tetap membiarkan dirinya merasa marah kepada anak,
ibu harus berusaha untuk menahan ekspresi amarahnya (expressive suppression), karena
tidak patut baginya untuk berlaku keras yang dapat menyakiti fisik maupun perasaan
anak.
Seperti emosi, terdapat berbagai pandangan yang memberikan penekanan berbeda
dalam mendefinisikan regulasi emosi. Ada pandangan yang menekankan aspek kontrol
akan pengalaman dan ekspresi emosi, terutama kontrol ekspresi emosi negatif (e.g.
Garner & Spears, 2007; Cortez & Bugental, 1994). Ada pula pandangan yang melihat
bahwa regulasi emosi tidak hanya melibatkan aspek kontrol saja, namun juga melibatkan
proses memonitor dan mengevaluasi pengalaman emosi seseorang (e.g. Thompson, 1994;
Cole et al., 1994). Dengan demikian, kesadaran, pemahaman, serta penerimaan seseorang
akan emosi yang dialami menjadi hal yang amat penting dalam regulasi emosi (Thompson
& Calkins, 1996; Cole et al., 1994). Selain itu, ada pula yang menekankan bahwa regulasi
emosi melibatkan fleksibilitas dalam menggunakan strategi regulasi emosi sesuai dengan
tuntutan situasi dan tujuan individu. Pandangan ini melihat bahwa regulasi emosi dapat
dilakukan dengan memodulasi pengalaman emosi, bukan dengan mengeliminasi emosi
tertentu (Thompson, 1994; Thompson & Calkins, 1996).
Berbagai definisi dan pandangan akan regulasi emosi yang ada diintegrasikan oleh
Gratz dan Roemer (2004) menjadi suatu penjelasan bahwa regulasi emosi terdiri dari: (a)
kesadaran dan pemahaman akan emosi, (b) penerimaan akan emosi, (c) kemampuan
mengontrol perilaku impulsif dan berperilaku sesuai dengan tujuan yang diinginkan saat
mengalami emosi negatif, dan (d) kemampuan untuk menggunakan strategi regulasi
emosi yang sesuai dengan situasi secara fleksibel untuk memodulasi respons emosional
seperti yang diinginkan agar dapat mencapai tujuan individu dan tuntutan situasi.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


16

Seseorang dinyatakan memiliki kesulitan dalam meregulasi emosi jika ia tidak memiliki
salah satu atau semua kemampuan ini. Poin terakhir pada definisi Gratz dan Roemer
(2004) menunjukkan bahwa mereka mendasari penjelasannya berdasarkan pandangan
Thompson (1994), yang menganggap bahwa regulasi emosi melibatkan fleksibilitas
dalam menggunakan strategi regulasi emosi sesuai dengan tuntutan situasi dan tujuan
individu. Definisi ini lalu dijadikan dasar bagi Gratz dan Roemer (2004) dalam membuat
dimensi pada pengembangan alat ukur disregulasi emosi yang dinamakan Difficulties in
Emotional Regulation Scale (DERS, Gratz & Roemer, 2004).
Pada penelitian ini, pandangan yang digunakan adalah definisi Thompson (1994)
yang dielaborasikan lebih lanjut dengan Gratz dan Roemer (2004) melalui dimensi
regulasi emosi mereka. Penelitian ini tidak berusaha menemukan strategi regulasi emosi
mana yang lebih adaptif atau lebih banyak digunakan dan berkaitan dengan EC, namun
cenderung melihat regulasi emosi sebagai sesuatu yang harus digunakan secara fleksibel
untuk menyesuaikan dengan konteks situasi, sebagaimana yang didefinisikan oleh
Thompson (1994) serta Gratz dan Roemer (2004). Sesuai dengan cara pandang tersebut,
penelitian ini mengacu pada konseptualisasi serta alat ukur regulasi emosi Gratz dan
Roemer (2004) dalam membahas variabel regulasi emosi.

2.2.2 Karakteristik Regulasi Emosi pada Orang Dewasa


Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi regulasi emosi pada orang dewasa,
di antara lain:
1. Usia
Kemampuan regulasi emosi berkembang seiring bertambahnya usia.
Walau penelitian terkait perkembangan regulasi emosi biasanya dilakukan pada
anak-anak (Bariola et al., 2012), namun terdapat perubahan yang signifikan pada
sistem kognitif dan afektif di masa remaja hingga dewasa muda yang
mengembangkan kemampuan regulasi emosi. Pada masa tersebut, individu
mengalami perkembangan pesat pada kemampuan penalaran logis dan
pemrosesan infomasi yang akhirnya menjadi dasar dari pengembangan
kemampuan regulasi diri, pada hal ini kemampuan regulasi emosi (Steinberg,
2005). Tidak hanya itu, kemampuan regulasi emosi pada usia dewasa juga dapat

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


17

dibentuk oleh perubahan dalam lingkungan fisik dan sosial serta bertambahnya
pengalaman hidup (Gross & Thompson, 2007).

2. Jenis kelamin
Jenis kelamin ditemukan menjadi sesuatu yang memengaruhi regulasi
emosi. Umumnya, perempuan ditemukan menunjukkan tingkat regulasi emosi
yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Dalam kata lain, perempuan mengeluarkan
usaha yang lebih besar untuk meregulasi emosinya. Perempuan juga ditemukan
mencoba strategi regulasi emosi yang lebih banyak (Kwon et al., 2013) dan
dengan cara yang lebih fleksibel (Goubet & Chrysikou, 2019) dibanding laki-laki.
Tidak hanya itu, ada pula tendensi pada perempuan untuk menyalahkan dirinya
sendiri sebagai upaya untuk meregulasi emosinya, karena perempuan cenderung
melihat emosi mereka sebagai sesuatu yang internal, bukan sesuatu yang spesifik
pada situasi tertentu (Nolen-Hoeksema, 2012).

3. Budaya
Budaya memengaruhi bagaimana orang-orang termotivasi untuk
meregulasi emosi mereka (Ford & Mauss, 2015). Emosi adalah sesuatu yang
dapat mendukung atau mengganggu harmoni sosial. Dengan mempertimbangkan
hal tersebut, anggota dari budaya yang interdependen (e.g. Asia) seharusnya lebih
termotivasi untuk meregulasi emosinya dibandingkan dengan anggota budaya
yang independen (e.g. Eropa, Amerika) (Butler et al., 2007). Pandangan ini
didukung oleh temuan bahwa orang Asia dan Asia-Amerika lebih sering
melakukan regulasi emosi, memiliki preferensi terhadap regulasi emosi yang lebih
besar, dan cenderung lebih banyak menggunakan strategi regulasi emosi
suppression, khususnya menahan amarah, dibandingkan dengan orang Eropa
(Gross & John, 2003; Matsumoto et al., 2008) dan Eropa-Amerika (Mauss et al.,
2010).

4. Tingkat Sosial Ekonomi


Individu dari tingkat sosial ekonomi yang rendah memiliki sumber daya
yang lebih terbatas dibandingkan dengan individu dari tingkat ekonomi yang lebih

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


18

tinggi, sehingga mereka merasakan tantangan yang lebih banyak dalam


menghadapi lingkungannya (Adler et al., 1994; Kraus, Piff & Keltner, 2009).
Dalam menghadapi situasi menantang, individu membutuhkan kemampuan untuk
meregulasi emosinya secara efektif. Hal ini dibuktikan oleh Troy et al. (2016)
yang menemukan bahwa individu dari tingkat sosial ekonomi yang rendah lebih
merasakan keuntungan dari melakukan regulasi emosi dibandingkan dengan
individu dari tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Khususnya, strategi regulasi
emosi cognitive reappraisal cenderung lebih menguntungkan jika digunakan oleh
individu dari tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah untuk menyesuaikan diri
dengan tantangan yang ada di lingkungannya.

5. Tingkat Pendidikan
Pada orang dewasa, tingkat pendidikan ditemukan memengaruhi strategi
regulasi emosi yang digunakan. Orang dewasa dengan tingkat pendidikan yang
rendah hingga menengah cenderung menggunakan strategi regulasi emosi
suppression yang lebih sering daripada reappraisal dibandingkan dengan orang
dewasa dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini dapat dijelaskan oleh
kaitan antara tingkat pendidikan dan kemampuan coping seseorang; seseorang
dengan tingkat pendidikan yang rendah memiliki kemampuan coping yang lebih
terbatas, hingga akhirnya mereka menggunakan strategi regulasi emosi yang pasif
seperti suppression untuk menghadapi tantangan di lingkungan sekitarnya
(Vitulić & Prosen, 2016).

2.2.3 Pengukuran Regulasi Emosi


Pada populasi dewasa, pengukuran regulasi emosi dilakukan menggunakan alat
ukur self-report. Alat ukur regulasi emosi yang umum digunakan untuk populasi dewasa
adalah Emotion Regulation Questionnaire (ERQ; Gross & John, 2003). ERQ
dikembangkan untuk mengukur dua strategi regulasi emosi, yaitu cognitive reappraisal
dan expressive suppression. Alat ukur ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan
individu untuk kedua strategi tersebut dalam menghadapi rangsangan emosional. Di
antara keduanya, strategi cognitive reappraisal dianggap sebagai strategi yang adaptif,
sementara expressive suppression dianggap maladaptif. Dengan pendekatan ini, ERQ

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


19

mengindikasikan bahwa secara garis besar, terdapat strategi regulasi emosi yang lebih
adaptif daripada strategi lainnya tanpa memandang konteks situasi. Hal ini bertentangan
dengan definisi regulasi emosi Thompson (1994) yang melihat bahwa strategi regulasi
emosi bersifat adaptif, dalam arti digunakan menyesuaikan dengan konteks yang ada.
Selain ERQ, terdapat pula Trait Meta-Mood Scale (TMMS; Salovey et al., 1995,
dalam Gratz & Roemer, 2004) yang mengukur perbedaan kemampuan individu untuk
merefleksikan dan mengatur emosi. TMMS memiliki tiga subskala yang sudah memiliki
reliabilitas dan validitas yang baik, yaitu attention to feelings, clarity of feelings, dan
mood repair. Walau demikian, TMMS memiliki kelemahan yakni tidak mengukur
kemampuan untuk berperilaku sesuai kehendak saat mengalami emosi negatif. Padahal,
kemampuan ini penting untuk diketahui, apalagi dalam konteks klinis (Gratz & Roemer,
2004).
Untuk melengkapi kekurangan dalam alat ukur regulasi emosi terdahulu, Gratz
dan Roemer (2004) mengembangkan Difficulties in Emotional Regulation Scale (DERS)
untuk mengukur disregulasi atau kesulitan dalam meregulasi emosi. Alat ukur ini
mengukur enam dimensi dalam disregulasi emosi: (1) kurangnya kesadaran individu
terhadap emosinya (awareness); (2) kurangnya kejelasan mengenai sifat dari emosi
individu (clarity); (3) kurangnya penerimaan individu terhadap emosinya
(nonacceptance), (4) kurangnya akses individu pada strategi regulasi emosi yang efektif
(strategies), (5) kurangnya kemampuan individu untuk terlibat dalam aktivitas yang
mengarahkan pada tujuan ketika mengalami emosi negatif (goals); dan (6) kurangnya
kemampuan individu untuk mengelola impulsnya ketika mengalami emosi negatif
(impulse). DERS memiliki karakteristik psikometri yang baik dan telah diadaptasi
menjadi versi pendek, di antaranya adalah DERS-SF (Kaufman et al., 2015) dan DERS-
18 (Victor & Klonsky, 2016). Hingga sekarang, DERS beserta berbagai versi pendeknya
merupakan alat ukur yang populer digunakan untuk mengukur regulasi emosi pada
populasi dewasa.
Tujuan utama dalam pembuatan DERS adalah untuk mengukur disregulasi emosi
secara lebih komprehensif dibandingkan alat ukur regulasi emosi lainnya. Hal yang
menarik dan membedakan DERS dari alat ukur regulasi emosi lainnya adalah alat ukur
ini tidak berusaha untuk mengetahui kecenderungan penggunaan strategi regulasi emosi
tertentu sebagaimana yang dilakukan oleh ERQ. Namun, DERS berusaha untuk

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


20

mengukur penggunaan strategi regulasi emosi yang sesuai dengan situasi tertentu secara
fleksibel. Dengan demikian, pemilihan strategi regulasi emosi tetap dipandang sebagai
sesuatu yang bergantung pada konteks situasi, sesuai dengan teori regulasi emosi
Thompson (1994). Tidak hanya itu, DERS juga melengkapi kekurangan yang ada pada
TMMS dengan menyertakan dimensi impulse yang mengukur kemampuan individu
untuk mengelola impulsnya ketika mengalami emosi negatif. Adanya dimensi ini, beserta
dimensi lainnya pada DERS, dapat memberikan pemahaman yang lebih lengkap akan
regulasi emosi. Berdasarkan sejumlah pertimbangan tersebut, penelitian ini
menggunakan versi pendek DERS, yaitu DERS-18, sebagai alat ukur regulasi emosi
orang tua.

2.3 Hubungan antara Regulasi Emosi Orang Tua dan EC Anak


Orang tua memiliki peran penting dalam mengembangkan EC anak. Selama ini,
penelitian telah melihat peran pengasuhan orang tua pada perkembangan EC anak dan
menemukan hasil yang konsisten; pengasuhan yang hangat dan suportif akan mendukung
perkembangan EC, sementara pengasuhan yang keras dan menghukum akan mengganggu
perkembangannya. Hal ini terjadi karena ekspresi emosi negatif dan pemberian hukuman
oleh orang tua membuat anak akan merasa tertekan. Anak akan merasa kesulitan untuk
memfokuskan perhatiannya, sehingga perkembangan kemampuan mereka untuk
meregulasi diri dapat terganggu, bahkan memunculkan perilaku maladaptif seperti
perilaku externalizing dan internalizing.

Bagaimana orang tua mengekspresikan emosinya dalam pengasuhan dipengaruhi


oleh kemampuan regulasi emosi mereka. Orang tua yang dapat meregulasi emosinya
dengan baik cenderung menunjukkan perilaku hangat dan suportif yang dapat mendukung
perkembangan EC anak. Sebaliknya, orang tua yang kesulitan dalam meregulasi
emosinya akan menunjukkan rasa frustrasi dan agresinya melalui strategi mendisiplinkan
yang terlalu membebaskan atau membatasi dan keras. Temuan ini mengarah kepada
dugaan bahwa kemampuan regulasi emosi orang tua memiliki peran dalam
pengembangan EC anak.
Meski terdapat indikasi akan kaitan kemampuan regulasi emosi orang tua dan EC
anak, penelitian terdahulu cenderung berfokus pada pengaruh pengasuhan orang tua saja

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


21

dalam mempelajari EC anak. Padahal, perilaku pengasuhan orang tua (e.g. ekspresi emosi
hangat/keras, suportif/menghukum) merupakan hasil dari regulasi emosi. Keberhasilan
orang tua dalam melakukan regulasi emosi menentukan perilaku pengasuhan mereka,
dimana orang tua yang dapat meregulasi emosinya dengan baik dapat memunculkan
perilaku pengasuhan yang hangat, suportif, dan kolaboratif, sementara orang tua yang
kesulitan atau gagal dalam meregulasi emosi menunjukkan perilaku yang keras dan
menghukum terhadap anak. Melihat pentingnya peran regulasi emosi terhadap bagaimana
orang tua berinteraksi dengan anak, maka perlu dilakukan penyelidikan terpisah terhadap
kemampuan regulasi emosi orang tua.
Temuan terdahulu telah menemukan perbedaan antara regulasi emosi ayah dan
ibu, namun keduanya belum banyak dipelajari secara bersamaan. Dalam meregulasi
emosinya, ibu cenderung lebih sadar akan emosinya dibandingkan ayah. Hal ini diduga
karena kuatnya kepercayan akan stereotip gender, dimana ayah sebagai laki-laki dianggap
harus menahan emosinya. Akibatnya, ibu lebih banyak mensosialisasikan emosinya
dibandingkan ayah dalam pengasuhan. Ibu lebih mendorong anak untuk mengekspresikan
dirinya dan banyak mengajarkan mengenai regulasi diri secara proaktif (e.g. EC anak),
sementara ayah lebih menahan ekspresi emosi anak. Dengan demikian, regulasi emosi
ibu memiliki kontribusi yang lebih besar dalam perkembangan EC anak, namun bukan
berarti regulasi emosi ayah tidak berkontribusi sama sekali. Selama ini, kemampuan
regulasi emosi ayah merupakan hal yang masih sering terlewatkan dalam mempelajari
faktor-faktor apa saja yang memengaruhi perkembangan anak, dalam hal ini EC mereka.
Karena masing-masing ayah dan ibu dapat memengaruhi perkembangan EC anak dengan
cara yang berbeda melalui kemampuan regulasi emosi mereka, perbedaan ini menjadi hal
yang menarik untuk dilihat lebih lanjut.
Selain memiliki perbedaan antara keduanya, kemampuan regulasi emosi ayah dan
ibu juga dapat berinteraksi dalam memengaruhi perkembangan EC anak. Dalam konteks
pengasuhan, ibu dan ayah dapat memberikan kontribusi gabungan terhadap
perkembangan EC anak. Walau temuan ini dihasilkan dari studi mengenai pengasuhan
orang tua secara umum, namun regulasi emosi merupakan salah satu hal yang
memengaruhi pengasuhan mereka. Dalam konteks regulasi emosi, bagaimana salah satu
orang tua mengekspresikan emosinya kepada anak dapat memoderasi ekspresi emosi
orang tua lainnya. Sebagai contoh, ayah yang mampu meregulasi emosinya dengan baik

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


22

dapat memperkuat hubungan antara regulasi emosi ibu dan perkembangan EC anak.
Adanya kemungkinan akan interaksi antara regulasi emosi ibu dan ayah juga menjadi hal
yang patut untuk dipelajari.
Belum adanya penelitian yang mempelajari hubungan antara regulasi emosi orang
tua dan EC anak secara langsung membuat peneliti ingin menambah literatur yang ada
serta melengkapi limitasi pada penelitian terdahulu. Hal ini dilakukan dengan menyelidiki
bagaimana pengaruh kemampuan regulasi emosi orang tua terhadap EC anak usia dini
yang tengah mengalami perkembangan EC yang pesat. Penelitian ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya dengan dua cara. Pertama, penelitian ini tidak hanya sebatas
melihat bagaimana pengaruh kemampuan regulasi emosi orang tua secara umum, namun
kemampuan regulasi emosi dilakukan kepada ayah dan ibu untuk melihat perbedaan
kemampuan regulasi emosi keduanya dan apakah masing-masing memberikan kontribusi
yang berbeda pada EC anak. Kedua, peneliti juga akan melihat interaksi antara
kemampuan regulasi emosi keduanya dan apakah interaksi tersebut memengaruhi EC
anak.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


BAB 3
METODE PENELITIAN

Pada bab ini, akan dijelaskan metode yang digunakan dalam penelitian. Penjelasan
metode terdiri dari masalah penelitian, hipotesis penelitian, variabel penelitian, tipe dan desain
penelitian, partisipan penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan metode
pengolahan data.

3.1 Masalah Penelitian


Masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan signifikan antara skor regulasi emosi ayah dan ibu?
2. Apakah masing-masing skor regulasi emosi ayah dan ibu secara signifikan
memprediksi skor EC anak usia 3-8 tahun setelah mengontrol usia anak, jenis kelamin
anak, tingkat sosial ekonomi keluarga, dan tingkat pendidikan orang tua?
3. Apakah interaksi antara skor regulasi emosi ayah dan ibu secara signifikan
memprediksi EC anak setelah mengontrol usia anak, jenis kelamin anak, tingkat sosial
ekonomi keluarga, dan tingkat pendidikan orang tua?

3.2 Hipotesis Penelitian


Terdapat tiga hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:
H1 : Terdapat perbedaan signifikan antara skor regulasi emosi ayah dan ibu.
H2 : Skor regulasi emosi ayah dan ibu secara signifikan memprediksi skor EC anak usia
3-8 tahun, dimana skor regulasi emosi ibu memberikan kontribusi yang lebih besar
terhadap skor EC anak.
H3 : Interaksi antara skor regulasi emosi ibu dan ayah secara signifikan memprediksi skor
EC anak usia 3-8 tahun.

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Outcome: Effortful Control Anak


Variabel outcome penelitian ini adalah EC anak, yaitu kemampuan anak untuk
mengontrol perhatiannya serta menghambat dan mengaktivasi perilaku untuk
beradaptasi dengan lingkungannya. Variabel ini diukur melalui kuesioner CBQ yang
diisi oleh orang tua. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan EC anak dalam
kesehariannya melalui

21 Universitas Indonesia
Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021
22

penilaian orang tua. Skor CBQ yang tinggi mengindikasikan kemampuan EC anak
yang baik, begitu pula sebaliknya.

3.3.2 Variabel Prediktor: Regulasi Emosi Orang Tua


Variabel prediktor penelitian ini adalah kemampuan regulasi emosi ayah dan ibu.
Variabel ini diukur menggunakan kuesioner self-report DERS-18, dimana orang
tua memberikan penilaian terhadap sejumlah pernyataan yang merefleksikan
bagaimana mereka menghadapi situasi sehari-hari. Alat ukur ini mengukur
disregulasi atau ketidakmampuan dalam meregulasi emosi, maka skor yang
rendah mengindikasikan kemampuan regulasi emosi yang baik, namun sebaliknya
skor yang tinggi mengindikasikan kemampuan regulasi emosi yang buruk.

3.3.3 Variabel Sekunder


Selain kedua variabel utama, terdapat beberapa variabel lainnya yang akan
dikontrol dalam penelitian ini dengan menyertakannya dalam tahap pertama
hierarchical multiple regression. Beberapa variabel tersebut adalah:
1. Usia Anak
Penelitian menemukan bahwa EC anak bertambah baik seiring bertambahnya
usia. Usia anak menjadi variabel sekunder dengan pertimbangan bahwa
perkembangan EC anak terjadi secara pesat pada periode usia tertentu. Kontrol
dilakukan dengan membatasi kelompok usia menjadi anak usia dini 3-8 tahun
saja. Rentang usia ini ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa EC
berkembang dengan pesat pada usia dini (Rothbart et al., 2003; Eisenberg, 2012).

2. Jenis Kelamin Anak


Terdapat perbedaan antara EC anak laki-laki dan perempuan, sehingga jenis
kelamin anak merupakan faktor yang perlu dikontrol dalam penelitian ini.

3. Tingkat Ekonomi Keluarga


Tingkat ekonomi keluarga berkaitan dengan EC anak, dimana anak dengan
keluarga dari tingkat ekonomi yang tinggi cenderung memiliki EC yang lebih baik
pula. Pada penelitian ini, tingkat ekonomi digolongkan menjadi tiga tingkat
berdasarkan besaran pengeluaran rumah tangga per bulannya, yaitu rendah (< 1

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


23

juta rupiah/bulan), menengah (1 – 5 juta rupiah/bulan), dan tinggi (> 5 juta


rupiah/bulan) (Ali & Purwandi, 2016).

4. Tingkat Pendidikan Orang Tua


Tingkat pendidikan orang tua dapat memengaruhi kemampuan regulasi emosi
mereka. Pada penelitian ini, tingkat pendidikan ibu dan ayah dilihat secara
terpisah dan digolongkan menjadi tiga tingkat berdasarkan pendidikan terakhir:
rendah (SMP atau lebih rendah), menengah (SMA), dan tinggi (Diploma atau
lebih tinggi) (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003).

3.4 Tipe dan Desain Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat non-eksprimental
karena tidak ada manipulasi yang dilakukan terhadap variabelnya.

3.5 Partisipan Penelitian

3.5.1 Kriteria Partisipan Penelitian


Partisipan penelitian ini adalah anak usia dini (3-8 tahun) serta pasangan orang
tuanya berdasarkan pertimbangan bahwa kelompok usia ini merupakan masa dimana EC
berkembang dengan pesat (Rothbart et al., 2003; Eisenberg, 2012). Pasangan yang
dimaksud adalah seorang ayah dan seorang ibu, dimana keduanya harus menjadi
partisipan karena penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan regulasi
emosi antara keduanya serta pengaruhnya terhadap EC anak. Sementara itu, kelompok
anak usia dini dipilih dengan mempertimbangkan bahwa anak mengalami perkembangan
temperamen yang pesat pada jangka usia tersebut. Selain itu, terdapat pula beberapa
kriteria anak yang harus dipenuhi:
1. Anak merupakan anak kandung dari orang tua (bukan anak sambung)
2. Anak harus tinggal bersama orang tua sejak lahir hingga saat ini (tidak pisah
rumah)
3. Anak tidak memiliki masalah perkembangan, baik dalam masa prenatal (ibu
tidak mengalami gangguan selama masa kehamilan), natal (usia saat lahir
setidaknya 37 bulan, berat badan saat lahir setidaknya 2500 gram), dalam
perkembangan (fisik, motorik, kognitif, dan sosial sesuai dengan usianya),

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


24

psikologis (tidak memiliki diagnosis gangguan tertentu), maupun


neuropsikologis (tidak mengalami cedera otak)

3.5.2 Teknik Rekrutmen Partisipan Penelitian


Sampel diambil dengan cara nonprobability sampling, dimana peluang untuk
menjadi partisipan penelitian tidak sama pada seluruh anggota populasi. Secara spesifik,
teknik rekrutmen yang digunakan adalah convenience sampling, dimana peneliti memilih
partisipan sesuai dengan karakteristik yang ditentukan dan bersedia untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini (Gravetter & Forzano, 2012). Berdasarkan perhitungan G*Power,
jumlah minimum partisipan yang dibutuhkan untuk desain dan tipe penelitian ini untuk
mendapatkan effect size sebesar 0.35 dengan 7 prediktor (usia anak, jenis kelamin anak,
tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan ayah, tingkat pendidikan ibu, regulasi emosi
ibu, regulasi emosi ayah) adalah 70 orang (Lampiran 1). Rekrutmen partisipan dilakukan
dengan menyebarkan informasi secara online melalui berbagai media sosial.

3.6 Instrumen Penelitian


Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama, kuesioner
DERS-18 yang bersifat self-report untuk mengukur kemampuan regulasi emosi orang
tua. Kedua, kuesioner CBQ untuk mengukur kemampuan EC anak melalui penilaian
orang tua. Selain itu, dilakukan pula pengisian data demografi yaitu usia anak, jenis
kelamin anak, pengeluaran dan jumlah anggota keluarga yang ditanggung (yang nantinya
dikelompokkan sebagai tingkat sosial ekonomi keluarga), dan pendidikan terakhir orang
tua. Rincian mengenai alat ukur yang digunakan akan dijelaskan pada bagian berikut.

3.6.1 Alat Ukur Regulasi Emosi Orang Tua


Pada penelitian ini, regulasi emosi orang tua diukur menggunakan Difficulties in
Emotion Regulation Scale Brief Version (DERS-18; Victor & Klonsky, 2016) yang telah
diadaptasi ke Bahasa Indonesia melalui proses back-translation dan expert judgment.
DERS-18 adalah kuesioner self-report yang terdiri dari 18 item yang diadaptasi dari
Difficulties in Emotion Regulation Scale (DERS; Gratz & Roemer, 2004). Alat ukur ini
dapat mengukur regulasi emosi seseorang dalam berbagai konteks klinis dan nonklinis
serta meliputi tingkat usia remaja, dewasa muda dan dewasa tengah (usia 13 – 55 tahun).
Alat ukur ini juga termasuk salah satu alat ukur regulasi emosi versi pendek yang populer
di antara berbagai versi lainnya.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


25

Seperti DERS, DERS-18 juga mengukur enam dimensi dalam disregulasi emosi:
(1) kurangnya kesadaran individu terhadap emosinya (awareness); (2) kurangnya
kejelasan mengenai sifat dari emosi individu (clarity); (3) kurangnya penerimaan individu
terhadap emosinya (nonacceptance), (4) kurangnya akses individu pada strategi regulasi
emosi yang efektif (strategies), (5) kurangnya kemampuan individu untuk terlibat dalam
aktivitas yang mengarahkan pada tujuan ketika mengalami emosi negatif (goals); (6)
kurangnya kemampuan individu untuk mengelola impulsnya ketika mengalami emosi
negatif (impulse).
Skor akhir DERS-18 berupa skor tunggal dengan rentang skor 18-90, dimana skor
yang lebih tinggi mengindikasikan kesulitan meregulasi emosi yang lebih besar pula.
Untuk mengerjakan DERS-18, orang tua diminta untuk menilai sejauh mana tiap item
berkaitan dengan diri mereka menggunakan skala Likert dengan rentang 1–5 (1 = hampir
tidak pernah, 5 = hampir selalu). Secara psikometri, DERS-18 memiliki reliabilitas
internal consistency sebesar 0.91, validitas concurrent sebesar 0.98 yang didapatkan dari
korelasi DERS dengan DERS-18, dan validitas convergent dalam rentang 0.49 – 0.67 dari
korelasi DERS-18 dengan skala Borderline Personality Disorder (BPD) (Victor &
Klonsky, 2016).

3.6.2 Alat Ukur Effortful Control Anak


Pengukuran EC anak dilakukan menggunakan Children’s Behavior Questionnaire
Very Short Form (CBQ-VSF; Putnam & Rothbart, 2006). Alat ukur ini diisi oleh orang
tua dengan memberikan penilaian terhadap anaknya menggunakan skala Likert dengan
rentang 1 – 7 (1 = sangat tidak sesuai dengan anak, 7 = sangat sesuai dengan anak). CBQ-
VSF terdiri dari 36 item yang mengukur 3 dimensi, yaitu surgency (12 item), negative
affect (12 item), dan effortful control (12 item). CBQ-VSF yang digunakan dalam
penelitian ini telah diadaptasi ke Bahasa Indonesia dan memiliki properti psikometri yang
baik dengan reliabilitas Cronbach’s alpha sebesar 0.864. Selain itu, berdasarkan uji
validitas corrected item-total correlation, seluruh item CBQ-VSF memiliki koefisien
validitas yang baik yaitu di atas 0.2. Walau terdapat tiga dimensi dalam alat ukur ini,
penelitian ini hanya melihat skor dimensi EC dimana skor yang lebih tinggi
mengindikasikan EC anak yang lebih baik pula.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


26

3.7 Prosedur Penelitian


Penelitian ini tergabung dalam payung penelitian Executive Function Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia 2020, dimana pengambilan data dilakukan dengan
beberapa peneliti lainnya yang juga meneliti variabel EC anak. Penelitian dilakukan
dalam beberapa tahap:

3.7.1 Tahap Uji Keterbacaan dan Uji Coba Alat Ukur


Penelitian diawali dengan melakukan uji keterbacaan kepada 11 orang partisipan
dewasa yang bertujuan untuk memastikan komprehensi dan waktu pengerjaan yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan alat ukur. Dari hasil uji keterbacaan tersebut,
ditemukan bahwa lembar screening di awal kuesioner dianggap memiliki jumlah
pertanyaan yang terlalu banyak. Dengan demikian, beberapa pertanyaan di lembar
screening dihapuskan agar partisipan tidak merasa terberatkan dari awal mengerjakan
kuesioner. Setelah melakukan uji keterbacaan dan merevisi kuesioner, peneliti melakukan
uji coba alat ukur kepada 98 orang partisipan pada tanggal 14 – 17 Juni 2020. Uji coba
alat ukur ini bertujuan untuk mengetahui reliabilitas dan validitas dari alat ukur yang
digunakan dalam penelitian.
Pada tahap awal pengambilan data uji coba, kebanyakan partisipasi hanya diikuti
oleh ibu. Hal ini menjadi tantangan bagi peneliti yang membutuhkan data dari ibu dan
juga ayah, mengingat bahwa salah satu tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan
regulasi emosi keduanya. Sebagai upaya untuk melengkapi data uji coba, tim peneliti
menghubungi ibu untuk meminta kepada pasangannya untuk mengisi alat ukur. Pada
akhirnya, hanya terdapat 18 pasangan (N = 36 orang) dari total 98 orang partisipan uji
coba yang ada. Selain mengalami kesulitan dalam melengkapi data pasangan, peneliti
juga menemukan situasi terkait kondisi rumah tangga partisipan yang belum ditanyakan
dalam kuesioner. Salah satu contohnya adalah terdapat beberapa partisipan yang telah
berpisah dengan pasangannya setelah memiliki anak. Hal ini membuat peneliti
mempertimbangkan untuk menambahkan pertanyaan tambahan untuk mengetahui status
anak (i.e., anak kandung atau anak sambung).
Setelah itu, peneliti melakukan uji reliabilitas skala CBQ-VSF dan DERS-18
dengan koefisien Cronbach’s alpha dan uji validitas dengan indeks corrected item-total
correlation serta korelasi product moment Pearson. Dari pengujian reliabilitas skala CBQ,
diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0.864. Hasil ini menunjukkan nilai reliabilitas

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


27

yang baik (> 0,7) (Kaplan & Saccuzzo, 2017). Berdasarkan uji validitas melalui corrected
item-total correlation, diperoleh korelasi yang baik untuk masing-masing item dengan
nilai di atas 0.2 (Nunnally & Bernstein, 1994). Dari korelasi product moment Pearson,
diperoleh nilai korelasi yang signifikan antara masing-masing item dengan item total.
Selanjutnya, dari uji reliabilitas skala DERS, diperoleh nilai koefisien reliabilitas yang
baik sebesar 0.902. Berdasarkan uji validitas melalui corrected item-total correlation,
terdapat tiga item yang berada di bawah nilai 0.2, yaitu item nomor 1, 2, dan 3:
Item No. 1 : Saya menaruh perhatian pada hal yang saya rasakan
Item No. 2 : Saya memperhatikan perasaan saya
Item No. 3 : Ketika saya kesal, saya menyadari kehadiran emosi pada diri saya
sendiri
Walau demikian, berdasarkan uji korelasi product moment Pearson semua item
berkorelasi secara signifikan dengan skor total. Untuk mengatasi adanya tiga item yang
berada di bawah nilai 0.2 pada corrected item-total correlation, dibuat dua perubahan
pada DERS: pertama, kalimat di nomor tiga diparafrase menjadi “Ketika saya kesal, saya
menyadari kehadiran emosi yang saya rasakan”; kedua, urutan item diacak sehingga
ketiga item tersebut tidak berurutan dalam kuesioner.

3.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada 20 Juni - 16 September 2020. Mengingat bahwa
penelitian dilakukan di tengah masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat
pandemi COVID-19, terdapat keterbatasan untuk mengambil data secara langsung demi
menjaga keamanan peneliti dan partisipan. Dengan demikian, penjaringan dan
penyaringan partisipan serta pengambilan data dilakukan secara online melalui kuesioner
Google Forms. Kuesioner ini terdiri dari tiga penelitian terkait EC anak usia dini,
termasuk penelitian ini. Kuesioner disebarkan kepada pasangan orang tua yang memiliki
anak usia 3-8 tahun melalui media sosial, seperti WhatsApp, Facebook, LINE, dan
Instagram. Durasi pengisian kuesioner berkisar antara 20-25 menit.
Sebelum mengisi kuesioner utama, orang tua diminta untuk melengkapi lembar
informed consent untuk menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian.
Setelahnya, orang tua mengisi lembar screening yang terdiri dari data diri orang tua,
identitas dan kondisi perkembangan anak, serta pemasukan dan pengeluaran keluarga.
Orang tua lalu mengisi kuesioner utama, yang dimulai dengan bagian mengenai variabel

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


28

terkait anak yaitu EC dan kemampuan sosial anak. Selanjutnya, orang tua mengisi bagian
mengenai variabel terkait diri mereka sendiri, yaitu EC, regulasi emosi, dan pola asuh.
Pada penelitian ini, data yang digunakan hanya EC anak dan regulasi emosi orang tua.
Pengambilan data dilakukan pada 117 pasangan orang tua di Indonesia yang memiliki
anak usia 3-8 tahun. Dari keseluruhan data pasangan yang didapat, dilakukan penyaringan
untuk memastikan bahwa semua partisipan memenuhi kriteria. Setelah melakukan
penyaringan, terdapat sejumlah 98 pasangan orang tua dengan anak usia 3-8 tahun yang
memenuhi kriteria partisipan.

3.8 Metode Pengolahan Data


Terdapat beberapa metode statistik yang digunakan untuk mengolah data
penelitian ini. Pertama, statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui frekuensi dan
persentase dari karakteristik demografi partisipan, yaitu usia, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan orang tua serta usia dan jenis kelamin anak. Kedua, independent sample t-test
digunakan untuk melihat perbedaan kemampuan regulasi emosi pada ayah dan ibu.
Ketiga, hierarchical multiple regression digunakan untuk melihat prediksi dua atau lebih
variabel terhadap variabel lainnya. Metode ini dilakukan dalam tiga tingkat: tingkat
pertama hanya akan melibatkan data demografi partisipan yaitu usia anak, jenis kelamin
anak, tingkat sosial ekonomi keluarga, dan tingkat pendidikan orang tua. Tingkat kedua
akan melibatkan data demografi serta kemampuan regulasi emosi ibu, selanjutnya tingkat
ketiga akan melibatkan data demografi, kemampuan regulasi emosi ibu, serta
menyertakan kemampuan regulasi emosi ayah. Hal ini dilakukan karena kemampuan
regulasi emosi ibu diduga memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan
kemampuan regulasi ayah. Selain itu, akan dilakukan pula analisis moderasi untuk
melihat interaksi antara kemampuan regulasi emosi ibu dan ayah menggunakan
PROCESS macro model 1 Hayes dengan melihat interaksi antara regulasi emosi ibu dan
ayah.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


BAB 4
HASIL PENELITIAN

Pada bab ini, akan dijabarkan hasil pengolahan statistik dari data penelitian yang
diperoleh. Penjabaran terdiri dari pemaparan tentang gambaran umum partisipan yang
dilanjutkan dengan hasil analisis inferensial.

4.1 Gambaran Umum Partisipan Penelitian


Partisipan penelitian terdiri dari 98 pasangan orang tua dengan anak usia 3-8 tahun (M
= 5.14 tahun, SD = 1.75). Rata-rata usia ayah adalah 37.27 tahun (SD = 6.46) dan rata-rata usia
ibu 33.70 tahun (SD = 5.20). Dari seluruh pasangan orang tua, sebagian besar berasal dari
tingkat sosial ekonomi menengah (67.3%) dan tingkat pendidikan yang tinggi, baik pada ibu
maupun ayah. Sementara itu, jenis kelamin anak cenderung terbagi merata pada jumlah 48
anak laki-laki dan 50 perempuan. Sebagian besar anak berasal dari kelompok usia 3 tahun
(26.5%) dan belum masuk sekolah (27.6%). Pemaparan mengenai informasi deskriptif
partisipan dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1
Data Demografis

Variabel N Presentase
Usia Anak
3 26 26.5%
4 16 16.3%
5 13 13.3%
6 15 15.3%
7 17 17.3%
8 11 11.2%
Jenis Kelamin Anak
Laki-laki 48 49%

Perempuan 50 51%

29 Universitas Indonesia
Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021
Tabel 4.1
Data Demografis (lanjutan)

Variabel N Presentase

Pendidikan Anak
Belum sekolah 27 27.6%
Kelompok bermain 17 17.3%
Taman kanak-kanak 19 19.3%
Sekolah dasar 35 35.7%
Tingkat Pendidikan Ibu
Rendah 9 9.2%
Sedang 27 27.6%
Tinggi 62 63.3%
Tingkat Pendidikan Ayah
Rendah 4 4.1%

Sedang 33 33.7%
Tinggi 61 62.2%

Tingkat SES
Rendah 20 20.4%
Menengah 66 67.3%
Tinggi 12 12.2%

Dari hasil analisis deskriptif terhadap variable utama, seluruh persebaran skor, baik
EC anak maupun regulasi emosi orang tua, cenderung mengarah pada skor maksimum.
Gambaran deskriptif mengenai EC anak dan regulasi emosi orang tua dijabarkan pada
Tabel 4.2.

32 Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


Tabel 4.2
Gambaran Variabel Utama

Variabel Skor Minimum Skor Maksimum Mean SD

Effortful Control 2.83 7.00 5.84 0.91


Regulasi Emosi Ibu 31 78 51.32 9.80
Regulasi Emosi Ayah 28 74 51.02 19.50

4.2 Hasil Analisis Korelasi


Sebelum melakukan analisis regresi, dilakukan analisis korelasi terlebih dahulu untuk
mengetahui hubungan antar variabel yang diteliti. Berdasarkan hasil analisis korelasi,
tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara skor EC anak dan skor regulasi emosi
orang tua, baik ibu maupun ayah. Sementara itu, untuk variabel sekunder, hanya
ditemukan adanya korelasi antara jenis kelamin anak dan tingkat pendidikan ibu dengan
EC anak (rJenisKelamin = -.27, p<.01, rPendidikanIbu = .19, p<.01, N=98). Variabel
sekunder lainnya, yaitu usia anak, tingkat pendidikan ayah, dan tingkat SES, tidak
memiliki korelasi dengan EC. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi atau rendahnya tingkat
SES, tingkat pendidikan ayah, serta usia anak tidak berkaitan dengan EC anak.
Walau tidak ditemukannya korelasi antara skor EC anak dan skor regulasi emosi
orang tua, terdapat korelasi antara skor regulasi emosi ibu dan ayah. Skor regulasi emosi
ibu berkorelasi negatif dengan skor regulasi emosi ayah (r = -.36, p<.001, N=98). Hal ini
menunjukkan bahwa saat kemampuan regulasi emosi ibu baik, kemampuan regulasi
emosi ayah menunjukkan hasil yang sebaliknya. Hasil analisis korelasi dapat dilihat pada
Tabel 4.3.

31 Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


Tabel 4.3
Korelasi Antar Variabel

Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Effortful Control -
2. Jenis Kelamin -.27** -
3. Usia Anak -.15 -.03 -
4. Pendidikan Ayah .13 -.10 -.09 -

5. Pendidikan Ibu .19* -.18 -.15 .74** -


6. SES .07 -.11 -.09 .43** .50** -
7. Regulasi Emosi Ibu .02 -.09 .00 -.06 -.09 -.08 -
8. Regulasi Emosi Ayah -.04 .09 .03 -.26** -.16 -.18 -.36** -
Catatan: *p<.05, **p<.01 (1-tailed). Jenis Kelamin: 0 = Perempuan, 1 = Laki-laki

32 Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


33

4.3 Hasil Perbedaan Kemampuan Regulasi Emosi Orang Tua berdasarkan


Jenis Kelamin
Untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama, dilakukan perbandingan mean
antara skor DERS ibu dan ayah untuk melihat perbedaan kemampuan regulasi emosi
antara keduanya melalui pengujian independent sample t-test. Pengujian t-test
menunjukkan hasil yang tidak signfikan, sehingga table hasil uji tidak dincantumkan.
Hasil ini menunjukkan bahwa ayah dan ibu tidak memiliki perbedaan yang signifikan
dalam kemampuan regulasi emosi. Dengan hasil ini, hipotesis pertama dari penelitian ini
ditolak.

4.4 Hasil Analisis Regresi Effortful Control Anak dan Regulasi Emosi Orang
Tua
Selanjutnya, untuk menjawab pertanyaan penelitian kedua, dilakukan analisis
multiple hierarchical regression dalam tiga tahap. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Pada tahap pertama, varibel yang disertakan adalah variabel sekunder berupa variabel
demografi anak (usia dan jenis kelamin) serta orang tua (pendidikan orang tua dan tingkat
sosial ekonomi). Selanjutnya, regulasi emosi ibu disertakan di tahap kedua dan regulasi
emosi ayah disertakan pada tingkat ketiga. Pada tahap pertama, dari seluruh variabel
sekunder, hanya variabel jenis kelamin anak yang memberikan kontribusi signifikan
terhadap EC anak (βJenisKelamin = -.24, p=.02). Kontribusi dari jenis kelamin anak juga
secara konsisten ditemukan di dua tahap selanjutnya.
Pada tahap kedua, penambahan faktor regulasi emosi ibu tidak menambahkan
kontribusi ke model regresi setelah mempertimbangkan kovariat. Begitu pula pada tahap
selanjutnya, dimana penambahan faktor regulasi emosi ayah juga tidak menambahkan
kontribusi ke model regresi. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada kaitan antara skor
CBQ dan skor DERS ibu dan ayah setelah mengontrol data demografi anak (usia dan
jenis kelamin) serta orang tua (pendidikan orang tua dan tingkat sosial ekonomi). Dengan
ini, hipotesis kedua dari penelitian ditolak.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


34

Tabel 4.4
Regresi Regulasi Emosi Orang Tua dan EC Anak
Variabel β R R² ΔR t
Tahap 1 .333 .111 .111
Usia Anak -.140 -1.403
Jenis Kelamin Anak .249 2.482*
Pendidikan Ibu .129 .825
Pendidikan Ayah .017 .114
SES -.037 -.320

Tahap 2 .337 .114 .003


Usia Anak -.139 -.1394
Jenis Kelamin Anak .253 2.503*
Pendidikan Ibu .132 .844
Pendidikan Ayah .016 .107
SES -.034 -.298
Regulasi Emosi Ibu .053 .536
Tahap 3 .343 .118 .004
Usia Anak -.139 -1.387
Jenis Kelamin Anak .263 2.561*
Pendidikan Ibu .140 .888
Pendidikan Ayah -.005 -.032
SES -.041 -.355
Regulasi Emosi Ibu .078 .729
-.070 -.628
Regulasi Emosi Ayah
Catatan: * p<.05, ** p<.01

4.5 Hasil Analisis Moderasi


Selain analisis regresi, dilakukan pula analisis efek moderasi dari regulasi emosi ayah
terhadap hubungan antara regulasi emosi ibu dan EC anak. Untuk mengetahui efek
moderasi, peneliti melihat interaksi antara regulasi emosi ibu dan ayah menggunakan
PROCESS macro model 1 Hayes. Selain variabel utama, variabel sekunder juga
dimasukkan agar hasil analisis tidak terpengaruh variabel sekunder. Dari hasil uji
interaksi antara regulasi emosi ibu dan ayah, tidak ditemukan hasil yang signifikan F(8,
89) = 1.56, p = .84 (βInteraksi = .00, p=.48). Hasil ini menunjukkan bahwa regulasi emosi
ayah tidak memoderasi hubungan regulasi emosi ibu dan EC anak. Hasil uji efek moderasi
dapat dilihat di Tabel 4.5.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


35

Tabel 4.5
Interaksi Regulasi Emosi Ibu dan Ayah

Variabel β R R² ΔR t

.35 .12 .00


Jenis Kelamin .48 2.56
Usia Anak -.08 -1.49

Pendidikan Ayah .01 .04


Pendidikan Ibu .21 .95
SES -.09 -.46
Regulasi Emosi Ibu -.03 -.57
Regulasi Emosi Ayah -.04 -.81
Interaksi .00 .71

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan lebih lanjut mengenai hasil penelitian yang
telah didapat. Pembahasan akan dimulai dengan kesimpulan, dilanjutkan dengan diskusi hasil
penelitian, dan diakhiri dengan saran metodologis dan praktis yang diharapkan dapat
digunakan untuk penelitian berikutnya yang terkait.

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kemampuan regulasi emosi ayah dan
ibu.
2. Kemampuan regulasi emosi ayah dan ibu tidak dapat memprediksi EC anak usia
3-8 tahun setelah mengontrol usia anak, jenis kelamin anak, tingkat sosial
ekonomi keluarga, dan tingkat pendidikan orang tua.
3. Interaksi antara kemampuan regulasi emosi ayah dan ibu tidak dapat memprediksi
EC anak setelah mengontrol usia anak, jenis kelamin anak, tingkat sosial ekonomi
keluarga, dan tingkat pendidikan orang tua.

5.2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi regulasi emosi orang tua terhadap EC
anak usia dini. Regulasi emosi orang tua diduga berkontribusi terhadap perkembangan EC anak
melalui ekspresi emosi yang diberikan orang tua dalam pengasuhan. Orang tua yang berhasil
meregulasi emosinya dengan baik diduga akan menunjukkan perilaku hangat yang mendukung
perkembangan EC anak, sementara orang tua yang kesulitan untuk meregulasi emosinya akan
menunjukkan rasa frustrasi, agresi, bahkan perilaku yang terlalu membatasi ke anaknya.
Berbeda dengan sejumlah penelitian sebelumnya (e.g. Cipriano & Stifer, 2010; Tiberia et al.,
2016), penelitian ini tidak berusaha untuk mempelajari perkembangan EC anak melalui
pengaruh pengasuhan orang tua. Penelitian ini secara langsung menyelidiki pengaruh regulasi
emosi orang tua sebagai sesuatu yang diindikasikan berhubungan dengan perkembangan EC
anak namun belum pernah diteliti secara langsung, setidaknya sejauh pengetahuan peneliti.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini tidak menemukan adanya kaitan antara kedua
variabel tersebut, bahkan setelah mengontrol variabel yang mungkin memengaruhi keduanya

33 Universitas Indonesia
Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021
34

yaitu usia anak, jenis kelamin anak, tingkat sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan orang
tua. Selain itu, tidak terdapat kaitan pula antara interaksi regulasi emosi ibu dan ayah dan
tidak ada perbedaan kemampuan regulasi emosi antara ibu dan ayah. Sejumlah temuan
ini berada di luar dugaan peneliti, mengingat bahwa penelitian terdahulu cenderung
mendukung dugaan bahwa adanya hubungan antara regulasi emosi orang tua dengan EC
anak melalui bagaimana orang tua menunjukkan emosinya dalam pengasuhan (e.g.
Cipriano & Stifer, 2010; Hoffman, 2001, Shaffer & Obradovic, 2016). Hal ini membuat
interpretasi hasil cukup menantang.
Dugaan pertama dari penelitian ini adalah adanya perbedaan antara regulasi emosi
ibu dan ayah, dimana ibu memiliki kemampuan regulasi emosi yang lebih baik dibanding
ayah. Pada penelitian terdahulu, ibu ditemukan lebih terlibat dalam mensosialisasikan
emosinya terhadap anak, sementara ayah cenderung memiliki peran yang lebih pasif
(Bariola et al., 2012; Doan et al., 2018). Berbeda dengan temuan penelitian terdahulu,
temuan penelitian ini tidak menemukan adanya perbedaan signifikan dalam kemampuan
regulasi emosi keduanya. Salah satu kemungkinan yang dapat menjelaskan tidak adanya
perbedaan ini adalah karena keterbatasan pengukuran regulasi emosi yang dilakukan.
Pada penelitian ini, regulasi emosi orang tua hanya diukur melalui alat ukur self-report,
yaitu skala disregulasi emosi Difficulties in Emotion Regulation Scale Brief Version
(DERS-18; Victor & Klonsky, 2016). Walau skala ini sudah memiliki karakteristik
psikometri yang baik berdasarkan uji coba alat ukur, masih terdapat kemungkinan adanya
bias dalam pengerjaannya. Sebagai contoh, partisipan dapat memberikan jawaban yang
kesannya dapat membuat diri mereka terlihat sebagai orang baik. Hal ini merupakan
wujud dari social desirability, yaitu kecenderungan untuk memberikan respons atau
berperilaku tertentu dengan cara yang lebih diterima masyarakat di situasi tertentu. Bias
ini dapat memengaruhi bagaimana orang tua menjawab kuesioner regulasi emosi di
penelitian ini, sehingga skor regulasi emosi orang tua tidak menunjukkan kemampuan
regulasi emosi mereka yang sebenarnya.
Terdapat limitasi lainnya terkait alat ukur self-report. Menurut Gratz & Roemer
(2004), pengukuran regulasi emosi melalui alat ukur self-report memiliki limitasi karena
bisa saja terdapat individu yang tidak memiliki kesadaran penuh akan respons emosinya,
hingga mereka tidak bisa melaporkan emosinya secara tepat dalam mengerjakan skala
disregulasi emosi. Menyertakan penilaian regulasi emosi melalui observasi dapat

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


35

melengkapi kekurangan ini dengan melihat sampel tingkah laku orang tua di luar
pertanyaan di kuesioner. Tidak hanya dipengaruhi bias dan ketidaksadaran respons emosi,
ada kemungkinan bahwa hasil juga dapat dipengaruhi oleh kelelahan. Mengingat bahwa
penelitian ini tergabung pada payung penelitian beserta dua penelitian lainnya, kuesioner
yang harus diisi partisipan cukup banyak dan memakan waktu cukup lama (20 – 25 menit)
karena menggabungkan pertanyaan screening dan alat ukur masing-masing variabel
peneliti yang terlibat. Dengan demikian, pengerjaan keseluruhan kuesioner mungkin saja
menimbulkan rasa lelah pada partisipan hingga akurasi jawabannya terganggu.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kondisi saat uji coba alat ukur. Dari
pengujian kedua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, tidak semua data yang
didapat berasal dari pasangan orang tua. Hanya terdapat 18 pasangan ibu dan ayah dari
total 98 partisipan uji coba, sementara partisipasi keduanya dibutuhkan. Adanya
kekurangan dalam partisipasi ayah pada tahap uji coba dapat memengaruhi hasil dari
pengujian alat ukur. Karena hal tersebut, karakteristik psikometri alat ukur yang
didapatkan melalui tahap uji coba mungkin belum bisa menggambarkan pasangan orang
tua secara sempurna. Selain didominasi akan partisipasi ibu pada tahap uji coba,
karakteristik demografi yang didapatkan pada data utama juga memiliki kecenderungan
terhadap kelompok tertentu. Partisipasi yang didapat pada data utama didominasi oleh
ibu dan ayah yang berasal dari tingkat pendidikan tinggi dan SES menengah. Meskipun
tingkat SES tidak ditemukan berkorelasi dengan regulasi emosi orang tua di penelitian
ini, sebelumnya sudah terdapat sejumlah penelitian yang menemukan kaitan antara
keduanya sehingga variabel ini perlu tetap dipertimbangkan sebagai hal yang dapat
mempengaruhi variabel utama penelitian. Maka dari itu, perlu dilakukan studi lebih lanjut
dengan uji coba alat ukur kepada pasangan ibu dan ayah yang lebih banyak dan
pengambilan data utama dengan variasi demografi yang lebih merata.
Dugaan terakhir berkaitan dengan perbedaan regulasi emosi orang tua di situasi
pandemi. Salah satu penelitian terkait regulasi emosi dalam masa pandemi COVID-19
menemukan bahwa strategi regulasi emosi reappraisal, yang biasanya dianggap sebagai
strategi yang lebih adaptif (Gross & John, 2003), ternyata memiliki kaitan yang lebih
lemah dengan kesehatan psikologis individu dibandingkan dengan strategi suppression
dan rumination (Low et al., 2020). Temuan ini mengindikasikan bahwa penggunaan

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


36

strategi regulasi emosi orang tua juga dapat berubah sebagai tanggapan terhadap situasi
pandemi yang sulit ditebak dan tidak dapat dikendalikan.
Selanjutnya, regulasi emosi ibu dan ayah serta interaksi antara keduanya tidak
ditemukan berkaitan dengan EC anak setelah mengontrol usia anak, jenis kelamin anak,
tingkat sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan orang tua. Terdapat beberapa
kemungkinan yang menyebabkan tidak signfikannya hasil penelitian ini. Pertama,
kemungkinan terdapat variabel lain di luar penelitian yang dapat lebih berkontribusi
terhadap EC anak, di antaranya variabel yang terkait karakteristik demografi partisipan.
Beberapa contoh yang dapat dipertimbangkan sebagai variabel yang juga berkontribusi
terhadap EC anak adalah berapa lama waktu anak berinteraksi dengan orang tua serta
kehadiran anggota keluarga lain di tempat tinggal. Walau kuesioner screening penelitian
ini sudah menanyakan mengenai siapa pengasuh utama anak, mungkin saja terdapat
anggota keluarga lain yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak sehingga
kontribusi regulasi emosi orang tua tidak terlalu besar. Pada penelitian ini, peneliti belum
mengontrol waktu anak berinteraksi dengan orang tua dan kehadiran anggota keluarga
lain karena kuesioner screening yang diberikan sudah amat panjang. Penambahan
pertanyaan screening diduga akan menambahkan beban terhadap partisipan, yang
mungkin akan memengaruhi pengerjaan kuesioner utama setelahnya. Hal ini menjadi
kekurangan penelitian yang perlu untuk dilengkapi di penelitian lanjutan.
Kemungkinan lain adalah perbedaan situasi saat pengambilan data. Penelitian ini
dilakukan di masa pandemi COVID-19, dimana situasi menuntut beberapa tempat kerja
dan sekolah untuk menerapkan kebijakan bekerja serta belajar dari rumah. Ayah dan/atau
ibu yang sebelumnya lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja saat
ini harus melakukannya di rumah, sehingga mereka lebih sering bertemu dan berinteraksi
dengan anaknya yang sedang bersekolah di rumah secara online. Adanya rutinitas baru
ini memungkinkan munculnya dinamika baru pula antara ibu, ayah, dan anak di rumah.
Lebih lagi, di masa pandemi, orang tua dari anak usia sekolah berada dalam situasi yang
unik dimana mereka dihadapkan dengan tantangan yang lebih banyak karena harus
menyeimbangkan waktunya untuk mengatur kehidupan anak dan pekerjaannya sendiri
sembari memikirkan kekhawatiran lain terkait aspek finansial dan kesehatan (Yale
University, 2020). Situasi yang penuh tantangan ini juga perlu dipertimbangkan sebagai
sesuatu yang dapat memengaruhi regulasi emosi orang tua. Walau tidak termasuk

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


37

pertanyaan screening atau dipertimbangkan sebagai variabel sekunder dalam penelitian


ini, status pekerjaan dan waktu yang dihabiskan di rumah bersama anak dapat dijadikan
pertimbangan dalam mempelajari regulasi emosi orang tua dalam konteks serupa.
Berbagai variabel lainnya yang dapat memengaruhi EC anak selain variabel utama juga
perlu untuk dikontrol dengan cara menyertakannya sebagai pertanyaan di kuesioner
screening.
Walau tidak adanya kaitan antara variabel utama di penelitian ini, jenis kelamin
anak, yaitu salah satu variabel sekunder yang dikontrol, ditemukan sebagai prediktor yang
kuat akan EC anak. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu, dimana anak
perempuan menunjukkan performa EC yang lebih baik dibandingkan dengan anak laki-
laki pada masa usia dini (Else-Quest et al., 2006; Kochanska et al., 2000). Pada studi
terdahulu, anak perempuan usia dini ditemukan memiliki keunggulan dalam memusatkan
perhatiannya dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini dijelaskan oleh adanya
kecenderungan bahwa kemampuan kognitif anak laki-laki berkembang lebih lambat dari
anak perempuan (Else-Quest et al., 2006). Walau pengukuran terhadap EC anak di
penelitian ini tidak melihat aspek atau dimensi spesifik dalam EC sebagaimana yang
dilakukan penelitian terdahulu, namun hasil yang didapat mendukung temuan bahwa
terdapat perbedaan antara jenis kelamin anak dalam perkembangan EC.
Pada akhirnya, walau regulasi emosi orang tua tidak ditemukan dapat
memprediksi EC anak, penelitian ini tetap menambahkan pengetahuan terhadap literatur
EC anak usia dini dan hubungannya dengan orang tua. Sejauh pengetahuan peneliti,
penelitian ini merupakan salah satu penelitian pertama yang melihat hubungan regulasi
emosi orang tua dan EC anak usia 3-8 tahun di Indonesia. Penelitian ini menambahkan
terhadap temuan sebelumnya melalui dua cara: 1) melihat hubungan langsung antara
regulasi emosi orang tua dan EC anak sembari mengontrol karakteristik orang tua (jenis
kelamin, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi) dan karakteristik anak (usia dan
jenis kelamin), dan 2) melihat regulasi emosi orang tua secara terpisah berdasarkan jenis
kelamin, yaitu regulasi emosi ibu dan ayah. Meski hasil yang didapat di penelitian ini
tidak signifikan, penelitian terdahulu telah menunjukkan hubungan yang cukup konsisten
antara regulasi emosi orang tua dan EC anak. Secara praktis, temuan dari penelitian
terdahulu masih bisa diterapkan sebagai acuan dalam mengembangkan EC anak usia dini.
Namun, metodologi di penelitian ini masih perlu diperbaiki. Penelitian selanjutnya

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


38

diharapkan dapat melengkapi limitasi dari penelitian ini untuk memberikan pemahaman
yang lebih menyeluruh mengenai peran orang tua dalam perkembangan EC anak usia
dini, mengingat bahwa EC berperan penting bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan
tantangan di lingkungan sekitarnya.

5.3 Saran
Di bagian ini, akan diberikan saran metodologis dan praktis untuk pelaksanaan penelitian
terkait selanjutnya.

5.3.1 Saran Metodologis


Untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam penelitian ini, peneliti
memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya:
1. Melakukan penelitian replikasi dengan variasi demografi yang lebih merata.
2. Melengkapi pengukuran regulasi emosi orang tua dengan teknik observasi dan EC
anak dengan tes performa.
3. Mengontrol variabel lain yang dapat memengaruhi baik EC anak maupun regulasi
emosi orang tua, seperti pengasuhan, tingkat stres orang tua, berapa lama anak
berinteraksi dengan orang tua, keterlibatan anggota keluarga lain dalam
pengasuhan, dan variabel lainnya yang dapat dipengaruhi oleh kondisi pandemi.

5.3.2 Saran Praktis


1. Memisahkan kuesioner screening dan kuesioner anak dengan kuesioner orang tua
agar partisipan tidak merasa kelelahan dalam mengisi keseluruhan kuesioner,
hingga akurasi jawaban partisipan tetap terjaga.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


39

REFERENSI

Adler, N. E., Boyce, T., Chesney, M. A., Cohen, S., Folkman, S., Kahn, R. L., & Syme,
S. L. (1994). Socioeconomic status and health: The challenge of the gradient.
American Psychologist, 49, 15–24. doi: 10.1037/0003-066X.49.1.15
Ali, H., & Purwandi, L. (2016). Indonesia 2020: The urban middle-class millenials.
Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/314448735_Indonesia_2020_The_Urb
an_Middle_Class_Millenials
Asril, S. (2019, Juli 23). Hari Anak Nasional, KPAI Ingatkan Masyarakat Jangan Anggap
Remeh Kasus Bullying. KOMPAS.com. Diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/23/18331981/hari-anak-nasional-
kpai-ingatkan-masyarakat-jangan-anggap-remeh-kasus
Bariola, E., Hughes, E. K., & Gullone, E. (2012). Relationships between parent and child
emotion regulation strategy use: A brief report. Journal of Child and Family
Studies, 21(3), 443-448. doi:10.1007/s10826-011-9497-5
Blair, C., & Ursache, A. (2011). A bidirectional theory of executive functions and self-
regulation. Dalam K. Vohs, & R. Baumeister (Eds.), Handbook of self-regulation:
Research, theory, and applications (2nd ed., pp. 300-320). New York, NY:
Guilford Press.
Braungart-Rieker, J., Garwood, M. M., & Stifter, C. A. (1997). Compliance and
noncompliance: The roles of maternal control and child temperament. Journal of
Applied Developmental Psychology, 18, 411−428.
Bridgett, D. J., Oddi, K. B., Laake, L. M., Murdock, K. W., & Bachmann, M. N. (2013).
Integrating and differentiating aspects of self-regulation: Effortful control,
executive functioning, and links to negative affectivity. Emotion, 13(1), 47–63.
doi: 10.1037/a0029536
Butler, E. A., Lee, T. L., & Gross, J. J. (2007). Emotion regulation and culture: Are the
social consequences of emotion suppression culture-specific? Emotion, 7(1), 30–
48. doi: 10.1037/1528-3542.7.1.30

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


40

Catanzaro, S. J., & Mearns, J. (1990). Measuring generalized expectancies for negative
mood regulation: Initial scale development and implications. Journal of
Personality Assessment, 54, 546–563.
Cipriano, E. A., & Stifter, C. A. (2010). Predicting preschool effortful control from
toddler temperament and parenting behavior. Journal of Applied Developmental
Psychology, 31(3), 221–230.doi:10.1016/j.appdev.2010.02.004
Cole, P. M., Michel, M. K., & Teti, L. O. (1994). The development of emotion regulation
and dysregulation: A clinical perspective. Dalam N. A. Fox (Ed.), The
development of emotion regulation: Biological and behavioral considerations.
Monographs of the Society for Research in Child Development, 59(240), 73–100.
Colman, R. A., Hardy, S. A., Albert, M., Raffaelli, M., & Crockett, L. (2006). Early
predictors of self-regulation in middle childhood. Infant and Child Development,
15(4), 421–437. doi:10.1002/icd.469
Cortez, V. L., & Bugental, D. B. (1994). Children’s visual avoidance of threat: A strategy
associated with low social control. Merrill-Palmer Quarterly, 40, 82–97.
Crespo, L. M., Trentacosta, C. J., Aikins, D., & Wargo-Aikins, J. (2017). Maternal
emotion regulation and children’s behavior problems: The mediating role of child
emotion regulation. Journal of Child and Family Studies, 26(10), 2797–
2809.doi:10.1007/s10826-017-0791-8
Diamond, A., Barnett, W. S., Thomas, J., & Munro, S. (2007). Preschool program
improves cognitive control. Science, 30, 1387–1388.
doi:10.1126/science.1151148
Dix, T. (1991). The affective organization of parenting adaptive and maladaptive
processes. Psychological Bulletin, 110, 3-25
Doan, S. N., Son, H., & Kim, L. N. (2018). Maternal and paternal emotional contributions
to children's distress tolerance: Relations to child depressive symptoms. Psychiatry
Research, 267, 215–220
Eisenberg, N., Cumberland, A., Spinrad, T. L., Fabes, R. A., Shepard, S. A., Reiser, M.,
… Guthrie, I. K. (2001). The relations of regulation and Emotionality to Childrens
Externalizing and Internalizing Problem Behavior. Child Development, 72(4),
1112–1134. doi: 10.1111/1467-8624.00337

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


41

Eisenberg, N., Zhou, Q., Losoya, S. H., Fabes, R. A., Shepard, S. A., Murphy, B. C., &
Cumberland, A. (2003). The relations of parenting, effortful control, and ego
control to children's emotional expressivity. Child Development, 74, 875−895.
Eisenberg, N. & Smith, C. & Sadovsky, A. & Spinrad, T. (2004). Effortful control:
Relations with emotion regulation, adjustment, and socialization in childhood.
Dalam K. D. Vohs, & R. F. Baumeis- ter (Eds.), Handbook of self-regulation:
Research, theory, and applications (2nd ed.; pp. 263–276). New York, NY:
Guilford Press.
Eisenberg, N., Zhou, Q., Spinrad, T. L., Valiente, C., Fabes, R. A., & Liew, J.
(2005). Relations Among Positive Parenting, Children’s Effortful Control, and
Externalizing Problems: A Three-Wave Longitudinal Study. Child Development,
76(5), 1055–1071. doi:10.1111/j.1467-8624.2005.00897.x
Eisenberg, N., Valiente, C., Spinrad, T. L., Liew, J., Zhou, Q., Losoya, S. H., Reiser, M.,
& Cumberland, A. (2009). Longitudinal relations of children's effortful control,
impulsivity, and negative emotionality to their externalizing, internalizing, and
co-occurring behavior problems. Developmental psychology, 45(4), 988–1008.
https://doi.org/10.1037/a0016213
Eisenberg, N. (2012). Temperamental effortful control (self-regulation). Dalam R. E.
Tremblay, M. Boivin, & R. DeV, Peters (Eds.). Encyclopedia on early childhood
development [online]. Montreal, Quebec: Centre of Excellence for Early Childhood
Development. Diakses dari http://www. child-
encyclopedia.com/sites/default/files/textes-experts/en/ 892/temperamental-
effortful-control-self-regulation.pdf
Else-Quest, N. M., Hyde, J. S., Goldsmith, H. H., & Hulle, C. A. (2006). Gender
differences in temperament: A meta-analysis. Psychological Bulletin, 132(1), 33-
72. doi:10.1037/0033-2909.132.1.33
Ford, B. Q., & Mauss, I. B. (2015). Culture and emotion regulation. Current Opinion in
Psychology, 3, 1–5. doi: 10.1016/j.copsyc.2014.12.004
Garner, P. W., & Spears, F. M. (2000). Emotion regulation in low-income preschoolers.
Social Development, 9, 246–264.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


42

Garon, N., Bryson, S. E., & Smith, I. M. (2008). Executive function in preschoolers: A
review using an integrative framework. Psychological Bulletin, 134, 31–60.
doi:10.1037/0033-2909.134. 1.31
Goldsmith, H. H., Buss, A. H., Plomin, R., Rothbart, M. K., Thomas, A., Chess, S., et al.
(1987). What is temperament? Four approaches. Child Development, 58, 505–
529. doi:10.2307/1130527
Goldsmith, H. H., Buss, K. A., & Lemery, K. S. (1997). Toddler and childhood
temperament: Expanded content, stronger genetic evidence, new evidence for the
importance of environment. Developmental Psychology, 33(6), 891–905.
doi:10.1037/0012-1649.33.6.891
Goubet, K. E. & Chrysikou, E. G. (2019) Emotion Regulation Flexibility: Gender
Differences in Context Sensitivity and Repertoire. Frontiers in Psychology, 10,
935. doi:10.3389/fpsyg.2019.00935
Gratz, K. L., & Roemer, L. (2004). Multidimensional Assessment of Emotion Regulation
and Dysregulation: Development, Factor Structure, and Initial Validation of the
Difficulties in Emotion Regulation Scale. Journal of Psychopathology and
Behavioral Assessment, 26(1), 41–54. doi:10.1023/b:joba.0000007455.08539.94
Gravetter, F. J., & Forzano, L. A. B. (2012) Research methods for the behavioral science.
Belmont: Cengage Learning.
Graziano, F., Bonino, S., & Cattelino, E. (2009). Links between maternal and paternal
support, depressive feelings and social and academic self-efficacy in
adolescence. European Journal of Developmental Psychology, 6(2), 241-257.
https://doi.org/10.1080/17405620701252066
Gross, J. J. (1998). The Emerging Field of Emotion Regulation: An Integrative
Review. Review of General Psychology, 2(3), 271–299. doi: 10.1037/1089-
2680.2.3.271
Gross, J. J., John, O. P. (2003). Individual differences in two emotion regulation
processes: implications for affect, relationships, and well-being. Journal of
Personality and Social Psychology, 85(2), 348-362.
Gross, J. J. & Thompson, R. (2007). Emotion regulation: Conceptual foundations. Dalam
Gross, J. J. (Eds.), Handbook of Emotion Regulation. (pp. 3-24). New York, NY:
Guilford Press.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


43

Hoffman, M. L. (2001). Empathy and moral development implications for caring and
justice. Cambridge: Cambridge University.
Hofmann, W., Friese, M., Schmeichel, B. J., & Baddeley, A. D. (2011). Working memory
and self-regulation. Dalam K. D. Vohs, & R. F. Baumeister (Eds.), Handbook of
self-regulation: Research, theory, and applications (2nd ed., pp. 204–225). New
York, NY: Guilford Press.
James, W. (1884). What is an emotion? Mind, 9, 188-205.
Kanacri, B. P. L., Pastorelli, C., Eisenberg, N., Zuffianò, A., & Caprara, G. V. (2013).
The development of prosociality from adolescence to early adulthood: The role of
effortful control. Journal of Personality, 81, 301–312. doi:10.1111/jopy.12001
Kaplan, R. M. & Saccuzzo, D. P. (2017). Psychological Testing Principles, Applications,
and Issues. Nelson Education.
Kaufman, E. A., Xia, M., Fosco, G., Yaptangco, M., Skidmore, C. R., & Crowell, S. E.
(2015). The Difficulties in Emotion Regulation Scale Short Form (DERS-SF):
Validation and replication in adolescent and adult samples. Journal of
Psychopathology and Behavioral Assessment, 38(3), 443–455.
Kiff, C. J., Lengua, L. J., & Zalewski, M. (2011). Nature and Nurturing: Parenting in the
Context of Child Temperament. Clinical Child and Family Psychology Review,
14(3), 251–301. doi:10.1007/s10567-011-0093-4
Kochanska, G., Murray, K. T., & Harlan, E. T. (2000). Effortful control in early
childhood: Continuity and change, antecedents, and implications for social
development. Developmental Psychology, 36(2), 220–232. doi: 10.1037/0012-
1649.36.2.220
Kochanska, G., Coy, K. C., & Murray, K. T. (2001). The Development of Self-Regulation
in the First Four Years of Life. Child Development, 72(4), 1091–1111. doi:
10.1111/1467-8624.00336
KPAI. (2017, November 3). Soal Anak SDN Pekayon yang Jadi Korban Bullying, KPAI:
Ini Warning Bagi Dinas Pendidikan. Diakses dari
https://www.kpai.go.id/berita/soal-anak-sdn-pekayon-yang-jadi-korban-bullying-
kpai-ini-warning-bagi-dinas-pendidikan

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


44

Kraus, M. W., Piff, P., & Keltner, D. (2009). Social class, sense of control, and social
explanation. Journal of Personality and Social Psychology, 97, 992–1004.
doi:10.1037/a0016357
Kwon, H., Yoon, K. L., Joormann, J., and Kwon, J. H. (2013). Cultural and gender
differences in emotion regulation: relation to depression. Cognition & Emotion,
27(5), 769–782. doi: 10.1080/02699931.2013.792244
Lengua, L. J. (2002). The Contribution of Emotionality and Self-Regulation to the
Understanding of Childrens Response to Multiple Risk. Child Development, 73(1),
144-161. doi:10.1111/1467-8624.00397
Lengua, L. J., Moran, L., Zalewski, M., Ruberry, E., Kiff, C., & Thompson, S. (2015).
Relations of Growth in Effortful Control to Family Income, Cumulative Risk, and
Adjustment in Preschool-age Children. Journal of Abnormal Child
Psychology, 43(4), 705-720. doi:10.1007/s10802-014-9941-2
Liew, J. (2011). Effortful Control, Executive Functions, and Education: Bringing Self-
Regulatory and Social-Emotional Competencies to the Table. Child Development
Perspectives, 6(2), 105–111. doi: 10.1111/j.1750-8606.2011.00196.x
Lorber, M. F. (2012). The role of maternal emotion regulation in overreactive and lax
discipline. Journal of Family Psychology, 26, 642–647.
Low, R. S., Overall, N., Chang, V., & Henderson, A. M. (2020). Emotion Regulation and
Psychological and Physical Health during a Nationwide COVID-19 Lockdown.
doi:10.31234/osf.io/pkncy
Mauss, I. B., Butler, E. A., Roberts, N. A., & Chu, A. (2010). Emotion Control Values
and Responding to an Anger Provocation in Asian-American and European-
American Individuals. Cognition & emotion, 24(6), 1026–1043.
McClelland, M. M., Cameron, C. E., Connor, C. M., Farris, C. L., Jewkes, A. M.,
Morrison, F. J. (2007). Links between behavioral regulation and preschoolers'
literacy, vocabulary, and math skills. Developmental Psychology, 43(4), 947-59.
McRae, K., Ochsner, K. N., Mauss, I. B., Gabrieli, J. J. D., & Gross, J. J. (2008). Gender
Differences in Emotion Regulation: An fMRI Study of Cognitive Reappraisal.
Group Processes & Intergroup Relations, 11(2), 143–
162.doi:10.1177/1368430207088035

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


45

Mischel, W., & Baker, N. (1975). Cognitive appraisals and transformations in delay
behavior. Journal of Personality and Social Psychology, 31(2), 254–261. doi:
10.1037/h0076272
Matsumoto, D., Yoo, S. H., Nakagawa, S. (2008). Culture, emotion regulation, and
adjustment. Journal of Personality and Social Psychology, 94(6), 925-937.
Miyake, A., Friedman, N., Emerson, M., Witzki, A., Howerter, A., & Wager, T. (2000).
The Unity and Diversity of Executive Functions and Their Contributions to
Complex “Frontal Lobe” Tasks: A Latent Variable Analysis. Cognitive
psychology, 41, 49-100. 10.1006/cogp.1999.0734.
Morelen, D., Shaffer, A., & Suveg, C. (2016). Maternal Emotion Regulation. Journal of
Family Issues, 37(13), 1891–1916. doi:10.1177/0192513x14546720
Moriya, J., & Tanno, Y. (2008). Relationships between negative emotionality and
attentional control in effortful control. Personality and Individual Differences,
44(6), 1348–1355.doi:10.1016/j.paid.2007.12.003
Murray, K. T., & Kochanska, G. (2002). Effortful control: factor structure and relation to
externalizing and internalizing behaviors. Journal of Abnormal Child Psychology,
30(5), 503–514. doi:10.1023/a:1019821031523
Nathanson, L,, Rimm-Kaufman, S., Brock, L. (2009). Kindergarten adjustment difficulty:
The contribution of children's effortful control and parental control. Early
Education and Development, 20(5), 775–798.
Nolen-Hoeksema, S. (2012). Emotion regulation and psychopathology: the role of
gender. Annual Review of Clinical Psychology, 8, 161–187. doi: 10.1146/annurev-
clinpsy-032511- 143109
Nunnally, J. C., & Bernstein, I. H. (1994). Psychometric theory (3rd ed.). New York, NY:
McGraw-Hill, Inc.
Oatley, K., & Johnson-Laird, P. N. (1987). Towards a cognitive theory of emotions.
Cognition and Emotion, 1, 29-50.
OECD. (2019. Programme for International Student Assessment (PISA) Results from
PISA 2018. Diakses dari
https://www.oecd.org/pisa/publications/PISA2018_CN_IDN.pdf
Olson, S. L., Sameroff, A. J., Kerr, D. C. R., Lopez, N. L., & Wellman, H. M.
(2005). Developmental foundations of externalizing problems in young children:

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


46

The role of Effortful Control. Development and Psychopathology, 17(1).


doi:10.1017/s0954579405050029
Olson, S. L., Bates, J. E., & Bayles, K. (1990). Early antecedents of childhood
impulsivity: The role of parent–child interaction, cognitive competence, and
temperament. Journal of Abnormal Child Psychology, 18, 317−334.
Power, T. G. (2004). Stress and Coping in Childhood: The Parents’ Role. Parenting, 4(4),
271–317.doi:10.1207/s15327922par0404_1
Putnam, S. P., & Rothbart, M. K. (2006). Development of short and very short forms of
the children’s behavior questionnaire. Journal of Personality Assessment, 87(1),
102-112.
Rothbart, M. K., & Bates, J. E. (2006). Temperament. Dalam N. Eisenberg & W. Damon
(Eds.), Handbook of child psychology: Vol. 3. Social, emotional, and personality
development (6th ed., pp. 99–166). New York: Wiley.
Rothbart, M. K., Ahadi, S. A., Hershey, K. L., & Fisher, P. (2001). Investigations of
Temperament at Three to Seven Years: The Children’s Behavior Questionnaire.
Child Development, 72(5), 1394–1408. doi:10.1111/1467-8624.00355
Rothbart, M. K., Ellis, L.K., Rueda, M. R., Posner, M. I. (2003). Developing mechanisms
of temperamental effortful control. Journal of Personality, 71(6), 1113-1143.
Rothbart, M. K., & Posner, M. I. (2005). Genes and experience in the development of
executive attention and effortful control. New Directions for Child and Adolescent
Development, 2005(109), 101–108. doi:10.1002/cd.142
Rothbart, M. K., & Rueda, M. R. (2005). The development of Effortful Control. Dalam
U. Mayr, E. Awh, & S. Keele (Eds.), Developing individuality in the human brain:
A tribute to Michael I. Posner (pp. 167-188). Washington, D.C.: American
Psychological Association.
Sarıtas D., Grusec, J. E., & Gençöz, T. (2013). Warm and harsh parenting as mediators
of the relation between maternal and adolescent emotion regulation. Journal of
Adolescence, 36, 1093–1101. http://dx.doi.org/10 .1016/j.adolescence.2013.08.015
Saudino, K. J., & Wang, M. (2012). Quantitative and molecular genetic studies of
temperament. Dalam M. Zentner & R. L. Shiner (Eds.), Handbook of
temperament (pp. 315–346). The Guilford Press.

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


47

Schwarz, N., & Clore, G. L. (1983). Mood, misattribution, and judgments of well-being:
Informative and directive functions of affective states. Journal of Personality and
Social Psychology, 45, 513-523.
Shaffer, A., & Obradović, J. (2016). Unique contributions of emotion regulation and
executive functions in predicting the quality of parent–child interaction
behaviors. Journal of Family Psychology, 31(2), 150–159.
Sheppes, G., Scheibe, S., Suri, G., & Gross, J. J. (2011). Emotion-Regulation
Choice. Psychological Science, 22(11), 1391–1396. doi:
10.1177/0956797611418350
Shields, A., Dickstein, S., Seifer, R., Giusti, L., Magee, K., Spritz, B. (2001) Emotional
competence and early school adjustment: A study of preschoolers at risk. Early
Education and Development, 12(1), 73–96.
Silva, K. M., Spinrad, T. L., Eisenberg, N., Sulik, M. J., Valiente, C., Huerta, S., …
School Readiness Consortium. (2011). Relations of Children’s Effortful Control
and Teacher–Child Relationship Quality to School Attitudes in a Low-Income
Sample. Early Education & Development, 22(3), 434–460.
doi:10.1080/10409289.2011.578046
Spinrad, T. L., Eisenberg, N., Cumberland, A., Fabes, R. A., Valiente, C., Shepard, S. A.,
Reiser, M., Losoya, S. H., Guthrie, I. K. (2006). Emotion, 6(3), 498-510.
Spinrad, T. L., & Eisenberg, N. (2015). Effortful Control. Emerging Trends in the Social
and Behavioral Sciences, 1–11. doi: 10.1002/9781118900772.etrds0097
Steinberg, L. (2005). Cognitive and affective development in adolescence. Trends in
Cognitive Sciences, 9(2), 69–74. doi: 10.1016/j.tics.2004.12.005
Suri, G., Sheppes, G., Young, G., Abraham, D., Mcrae, K., & Gross, J. J. (2017). Emotion
regulation choice: the role of environmental affordances. Cognition and
Emotion, 32(5), 963–971. doi: 10.1080/02699931.2017.1371003
Tiberio, S. S., Capaldi, D. M., Kerr, D. C., Bertrand, M., Pears, K. C., & Owen, L. (2016).
Parenting and the development of effortful control from early childhood to early
adolescence: A transactional developmental model. Development and
psychopathology, 28(3), 837–853. https://doi.org/10.1017/S0954579416000341

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


48

Thompson, R. A. (1994). Emotion Regulation: A Theme in Search of Definition.


Monographs of the Society for Research in Child Development, 59(2), 25.
doi:10.2307/1166137
Thompson, R. A., & Calkins, S. D. (1996). The double-edged sword: Emotional
regulation for children at risk. Development and Psychopathology, 8, 163–182.
Troy, A. S., Ford, B. Q., Mcrae, K., Zarolia, P., & Mauss, I. B. (2017). Change the things
you can: Emotion regulation is more beneficial for people from lower than from
higher socioeconomic status. Emotion, 17(1), 141-154. doi:10.1037/emo0000210
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan
Nasional. 8 Juli 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
4301. Jakarta.
Valiente, C., Lemery-Chalfant, K., & Reiser, M. (2007). Pathways to Problem Behaviors:
Chaotic Homes, Parent and Child Effortful Control, and Parenting. Social
Development, 16(2), 249–267. doi:10.1111/j.1467-9507.2007.00383.x
Valiente, C., Eisenberg, N., Haugen, R., Spinrad, T. L., Hofer, C., Liew, J., & Kupfer, A.
(2011). Children’s Effortful Control and Academic Achievement: Mediation
Through Social Functioning. Early Education & Development, 22(3), 411–
433.doi:10.1080/10409289.2010.505259
Victor, S. E., & Klonsky, E. D. (2016). Validation of a brief version of the Difficulties in
Emotion Regulation Scale (DERS-18) in five samples. Journal of Psychopathology
and Behavioral Assessment, in press
Vitulić, H. S., & Prosen, S. (2016). Coping and Emotion Regulation Strategies in
Adulthood: Specificities Regarding Age, Gender and Level of
Education. Drustvena Istrazivanja, 43-62. doi:10.5559/di.25.1.03
Williams, P. G., Suchy, Y., & Kraybill, M. L. (2010). Five-factor model personality traits
and executive functioning among older adults. Journal of Research in Personality,
44, 485–491. doi:10.1016/j.jrp.2010.06.002
Yale University (2020, November 22). Yale University Affect Regulation and Cognition
Lab. Diakses dari https://joormann-lab.yale.edu/about-us
Yamagata, S., Takahashi, Y., Kijima, N., Maekawa, H., Ono, Y., & Ando, J.
(2005). Genetic and Environmental Etiology of Effortful Control. Twin Research
and Human Genetics, 8(4), 300–306.doi:10.1375/1832427054936790

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


49

Zhou, Q., Chen, S. H., & Main, A. (2011). Commonalities and Differences in the
Research on Children’s Effortful Control and Executive Function: A Call for an
Integrated Model of Self-Regulation. Child Development Perspectives, 6(2), 112–
121. doi: 10.1111/j.1750-8606.2011.00176.x

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


50

LAMPIRAN

Lampiran A: Hasil Perhitungan Sampel G*Power

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


51

Lampiran B: Hasil Uji Coba Alat Ukur

Lampiran B.1. Hasil Uji Coba Alat Ukur CBQ-VSF

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.911 14

Item-Total Statistics
Scale Variance Corrected Cronbach's
Scale Mean if if Item Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Deleted Correlation Deleted
CBQ_1 74.2667 197.250 .566 .907
CBQ_2 74.2333 195.538 .583 .906
CBQ_3 74.1833 199.203 .460 .912
CBQ_4 73.5167 188.356 .788 .898
CBQ_5 73.7667 198.148 .575 .907
CBQ_6 73.9167 201.332 .566 .907
CBQ_7 73.8333 201.260 .507 .909
CBQ_8 73.4167 192.010 .843 .898
CBQ_9 74.1000 201.346 .558 .907
CBQ_10 75.0333 200.609 .352 .919
CBQ_11 74.2333 191.606 .675 .903
CBQ_12 73.7000 186.654 .790 .898
CBQ_13 73.6333 191.965 .804 .899
CBQ_14 73.4000 191.193 .814 .898

Pearson Correlation
CBQTotal
CBQ_1 Pearson Correlation .582**
Sig. (2-tailed) .000
N 71
CBQ_2 Pearson Correlation .605**
Sig. (2-tailed) .000
N 67
CBQ_3 Pearson Correlation .463**
Sig. (2-tailed) .000
N 66
CBQ_4 Pearson Correlation .815**
Sig. (2-tailed) .000
N 71
CBQ_5 Pearson Correlation .657**
Sig. (2-tailed) .000
N 71
CBQ_6 Pearson Correlation .622**
Sig. (2-tailed) .000

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


52

N 71
CBQ_7 Pearson Correlation .604**
Sig. (2-tailed) .000
N 67
CBQ_8 Pearson Correlation .844**
Sig. (2-tailed) .000
N 71
CBQ_9 Pearson Correlation .610**
Sig. (2-tailed) .000
N 71
CBQ_10 Pearson Correlation .404**
Sig. (2-tailed) .000
N 71
CBQ_11 Pearson Correlation .704**
Sig. (2-tailed) .000
N 71
CBQ_12 Pearson Correlation .809**
Sig. (2-tailed) .000
N 71
CBQ_13 Pearson Correlation .809**
Sig. (2-tailed) .000
N 69
CBQ_14 Pearson Correlation .807**
Sig. (2-tailed) .000
N 71
CBQTot Pearson Correlation 1
al Sig. (2-tailed)
N 71
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran B.2. Hasil Uji Coba Alat Ukur DERS-18

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.902 18

Item-Total Statistics
Corrected Item- Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted
DERS1_r 42.12 144.890 .175 .912

DERS2_r 42.20 145.646 .144 .913

DERS3_r 42.38 145.571 .151 .913

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


53

DERS4 41.52 130.595 .672 .901

DERS5 41.76 130.906 .671 .901

DERS6 41.82 132.568 .631 .902

DERS7 41.34 131.560 .664 .901

DERS8 41.33 130.928 .656 .901

DERS9 41.30 133.260 .581 .903

DERS10 41.69 128.426 .733 .899

DERS11 41.90 130.608 .704 .900

DERS12 42.01 131.019 .681 .900

DERS13 41.21 132.014 .565 .904

DERS14 41.10 130.322 .660 .901

DERS15 41.01 132.162 .565 .904

DERS16 41.62 132.409 .540 .905

DERS17 41.50 130.081 .622 .902

DERS18 41.95 133.245 .596 .903

Pearson Correlation
DERSTotal
DERS1_r Pearson Correlation .240*
Sig. (2-tailed) .013
N 106
DERS2_r Pearson Correlation .208*
Sig. (2-tailed) .032
N 106
DERS3_r Pearson Correlation .214*
Sig. (2-tailed) .028
N 106
DERS4 Pearson Correlation .721**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS5 Pearson Correlation .719**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS6 Pearson Correlation .682**
Sig. (2-tailed) .000
N 106

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


54

DERS7 Pearson Correlation .712**


Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS8 Pearson Correlation .707**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS9 Pearson Correlation .638**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS10 Pearson Correlation .775**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS11 Pearson Correlation .747**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS12 Pearson Correlation .727**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS13 Pearson Correlation .630**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS14 Pearson Correlation .712**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS15 Pearson Correlation .630**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS16 Pearson Correlation .609**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS17 Pearson Correlation .682**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERS18 Pearson Correlation .651**
Sig. (2-tailed) .000
N 106
DERSTotal Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed)
N 106
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


55

Lampiran C: Hasil Pengolahan Data

Lampiran C.1.1 Data Deskriptif dan Gambaran Umum Partisipan

Data Deskriptif Alat Ukur

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

TOTALDERS_IB 98 31 78 51.32 9.800


U
TOTALDERS_A 98 28 74 51.02 10.509
YAH

SKOR_CBQ 98 2.83 7.00 5.8460 .91361

Valid N (listwise) 98

Jenis Kelamin Anak


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 48 49.0 49.0 49.0

Perempuan 50 51.0 51.0 100.0

Total 98 100.0 100.0

Jenjang Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Belum Sekolah 27 27.6 27.6 27.6
Kelompok Bermain 17 17.3 17.3 44.9
Sekolah Dasar (SD) 20 20.4 20.4 65.3
kelas 1
Sekolah Dasar (SD) 7 7.1 7.1 72.4
kelas 2
Sekolah Dasar (SD) 8 8.2 8.2 80.6
kelas 3

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


56

Taman Kanak- 12 12.2 12.2 92.9


Kanak Besar
(TK B)
Taman Kanak- 7 7.1 7.1 100.0
Kanak Kecil
(TK A)
Total 98 100.0 100.0

SES
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 20 20.4 20.4 20.4
1 66 67.3 67.3 87.8
2 12 12.2 12.2 100.0
Total 98 100.0 100.0

Pendidikan_Ayah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 4 4.1 4.1 4.1
1 33 33.7 33.7 37.8
2 61 62.2 62.2 100.0
Total 98 100.0 100.0

Pendidikan_Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 9 9.2 9.2 9.2
1 27 27.6 27.6 36.7
2 62 63.3 63.3 100.0
Total 98 100.0 100.0

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


57
Lampiran C 1.2 Korelasi Antarvariabel

Correlations
Jenis
Kelamin Usia_Ana Pendidikan Pendidikan SKOR_CB TOTALDE TOTALDE
Anak k SES _Ibu _Ayah Q RS_IBU RS_AYAH
**
Jenis Pearson 1 .033 .111 .185 .104 .266 -.085 .086
Kelamin Correlation
Anak Sig. (2-tailed) .745 .276 .068 .306 .008 .403 .401
N 98 98 98 98 98 98 98 98
Usia_Anak Pearson .033 1 -.091 -.147 -.094 -.149 .004 .029
Correlation
Sig. (2-tailed) .745 .371 .149 .360 .144 .969 .774
N 98 98 98 98 98 98 98 98
SES Pearson .111 -.091 1 .503** .432** .076 -.077 -.181
Correlation
Sig. (2-tailed) .276 .371 .000 .000 .458 .453 .075
N 98 98 98 98 98 98 98 98
Pendidikan_I Pearson .185 -.147 .503** 1 .740** .189 -.087 -.162
bu Correlation
Sig. (2-tailed) .068 .149 .000 .000 .062 .393 .111
N 98 98 98 98 98 98 98 98
Pendidikan_ Pearson .104 -.094 .432** .740** 1 .135 -.057 -.261**
Ayah Correlation
Sig. (2-tailed) .306 .360 .000 .000 .184 .577 .010
N 98 98 98 98 98 98 98 98
SKOR_CBQ Pearson .266** -.149 .076 .189 .135 1 .021 -.038
Correlation

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


58

Sig. (2-tailed) .008 .144 .458 .062 .184 .835 .712


N 98 98 98 98 98 98 98 98
TOTALDER Pearson -.085 .004 -.077 -.087 -.057 .021 1 .358**
S_IBU Correlation
Sig. (2-tailed) .403 .969 .453 .393 .577 .835 .000
N 98 98 98 98 98 98 98 98

TOTALDER Pearson .086 .029 -.181 -.162 -.261** -.038 .358** 1


S_AYAH Correlation
Sig. (2-tailed) .401 .774 .075 .111 .010 .712 .000
N 98 98 98 98 98 98 98 98
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


59

Lampiran C.2. Perbedaan Regulasi Emosi Orang Tua berdasarkan Jenis Kelamin

Group Statistics
Hubungan Std. Error
dengan anak N Mean Std. Deviation Mean
TOTALDERS Ayah 98 51.02 10.509 1.062
Ibu 98 51.32 9.800 .990

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2- Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
TOTAL Equal .907 .342 -.204 194 .839 -.296 1.451 -3.159 2.567
DERS variances
assumed
Equal -.204 193.0 .839 -.296 1.451 -3.159 2.567
variances 61
not
assumed

Lampiran C.3. Model Regresi Regulasi Emosi Orang Tua dan EC Anak

Model Summary

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate
a
1 .333 .111 .063 .88455
2 .337b .114 .055 .88800
c
3 .343 .118 .049 .89097
a. Predictors: (Constant), Pendidikan_Ibu, Usia_Anak, Jenis Kelamin Anak,
SES, Pendidikan_Ayah
b. Predictors: (Constant), Pendidikan_Ibu, Usia_Anak, Jenis Kelamin Anak,
SES, Pendidikan_Ayah, TOTALDERS_IBU
c. Predictors: (Constant), Pendidikan_Ibu, Usia_Anak, Jenis Kelamin Anak,
SES, Pendidikan_Ayah, TOTALDERS_IBU, TOTALDERS_AYAH

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


60

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


1 Regression 8.981 5 1.796 2.296 .052b
Residual 71.984 92 .782
Total 80.965 97
2 Regression 9.208 6 1.535 1.946 .082c
Residual 71.757 91 .789
Total 80.965 97
3 Regression 9.521 7 1.360 1.713 .116d
Residual 71.444 90 .794
Total 80.965 97
a. Dependent Variable: SKOR_CBQ
b. Predictors: (Constant), Pendidikan_Ibu, Usia_Anak, Jenis Kelamin Anak, SES,
Pendidikan_Ayah
c. Predictors: (Constant), Pendidikan_Ibu, Usia_Anak, Jenis Kelamin Anak, SES,
Pendidikan_Ayah, TOTALDERS_IBU
d. Predictors: (Constant), Pendidikan_Ibu, Usia_Anak, Jenis Kelamin Anak, SES,
Pendidikan_Ayah, TOTALDERS_IBU, TOTALDERS_AYAH

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coeffic
Coefficients ients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 5.726 .400 14.303 .000
Usia_Anak -.073 .052 -.140 -1.403 .164
Jenis Kelamin .453 .183 .249 2.482 .015
Anak
SES -.059 .184 -.037 -.320 .750
Pendidikan_Ay .027 .235 .017 .114 .910
ah
Pendidikan_Ibu .178 .216 .129 .825 .411
2 (Constant) 5.458 .641 8.514 .000
Usia_Anak -.072 .052 -.139 -1.394 .167
Jenis Kelamin .460 .184 .253 2.503 .014
Anak
SES -.055 .185 -.034 -.298 .766
Pendidikan_Ay .025 .236 .016 .107 .915
ah
Pendidikan_Ibu .183 .217 .132 .844 .401

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


61

TOTALDERS_ .005 .009 .053 .536 .593


IBU
3 (Constant) 5.686 .739 7.697 .000
Usia_Anak -.072 .052 -.139 -1.387 .169
Jenis Kelamin .477 .186 .263 2.561 .012
Anak
SES -.066 .186 -.041 -.355 .723
Pendidikan_Ay -.008 .242 -.005 -.032 .974
ah
Pendidikan_Ibu .194 .218 .140 .888 .377
TOTALDERS_ .007 .010 .078 .729 .468
IBU
TOTALDERS_ -.006 .010 -.070 -.628 .532
AYAH
a. Dependent Variable: SKOR_CBQ

Excluded Variablesa

Partial Collinearity
Correlatio Statistics
Model Beta In t Sig. n Tolerance
1 TOTALDERS_IB .053b .536 .593 .056 .986
U
TOTALDERS_A -.040b -.387 .700 -.041 .909
YAH
2 TOTALDERS_A -.070c -.628 .532 -.066 .785
YAH
a. Dependent Variable: SKOR_CBQ
b. Predictors in the Model: (Constant), Pendidikan_Ibu, Usia_Anak, Jenis Kelamin
Anak, SES, Pendidikan_Ayah
c. Predictors in the Model: (Constant), Pendidikan_Ibu, Usia_Anak, Jenis Kelamin
Anak, SES, Pendidikan_Ayah, TOTALDERS_IBU

Lampiran C.4. Uji Moderasi Interaksi Regulasi Emosi Orang Tua dan EC Anak

Model : 1
Y : CBQ
X : DERSAYAH
W : DERSIBU

Covariates:
Gender UsiaAnak PddkAyah PddkIbu SES

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


62

Sample
Size: 98

***********************************************************
***************
OUTCOME VARIABLE:
CBQ

Model Summary
R R-sq MSE F df1
df2 p
.3501 .1225 .7982 1.5536 8.0000
89.0000 .1504

Model
coeff se t p
LLCI ULCI
constant 7.6045 2.8085 2.7077 .0081
2.0240 13.1849
DERSAYAH -.0434 .0536 -.8101 .4201
-.1500 .0631
DERSIBU -.0328 .0575 -.5704 .5699
-.1470 .0814
Int_1 .0008 .0011 .7081 .4807
-.0014 .0029
Gender .4778 .1869
2.5559 .0123 .1064 .8492
UsiaAnak -.0795 .0533 -1.4927 .1391
-.1853 .0263
PddkAyah .0087 .2440 .0357 .9716
-.4760 .4935
PddkIbu .2085 .2197 .9488 .3453
-.2281 .6451
SES -.0863 .1889 -.4569 .6489
-.4616 .2890

Product terms key:


Int_1 : DERSAYAH x DERSIBU

Covariance matrix of regression parameter estimates:


constant DERSAYAH DERSIBU Int_1
Gender UsiaAnak PddkAyah PddkIbu SES
constant 7.8877 -.1464 -.1567 .0030
-.0022 -.0428 .0146 .0470 -.0943
DERSAYAH -.1464 .0029 .0029 -.0001
-.0003 .0005 -.0007 -.0013 .0017
DERSIBU -.1567 .0029 .0033
-.0001 .0002 .0006 -.0015
-.0010 .0016

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021


63

Int_1 .0030 -.0001


-.0001 .0000 .0000 .0000 .0000 .00
00 .0000
Gender -.0022
-.0003 .0002 .0000 .0349
-.0006 .0008 -.0055 -.0014
UsiaAnak -.0428 .0005 .0006 .0000
-.0006 .0028 -.0006 .0011 .0005
PddkAyah .0146 -.0007
-.0015 .0000 .0008 -.0006 .0595
-.0350 -.0044
PddkIbu .0470 -.0013 -.0010 .0000
-.0055 .0011 -.0350 .0483 -.0126
SES -.0943 .0017 .0016 .0000
-.0014 .0005 -.0044 -.0126 .0357

Test(s) of highest order unconditional interaction(s):


R2-chng F df1 df2 p
X*W .0049 .5014 1.0000 89.0000 .4807
----------
Focal predict: DERSAYAH (X)
Mod var: DERSIBU (W)

*********************** ANALYSIS NOTES AND ERRORS


************************

Level of confidence for all confidence intervals in output:


95.0000

------ END MATRIX -----

Universitas Indonesia

Peran regulasi..., Prisheilla Dwifahira, FPSI-UI, 2021

Anda mungkin juga menyukai