Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS

JUDUL : PERTOLONGAN PERTAMA


KEGAWATDARURATAN OBSTETRIC DAN NEONATUS

DOSEN PENGAMPU : DEVI DARWIN S.ST.,M.Keb


DISUSUN OLEH :
RABIATUL HAYATI (022021006)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS KURNIA JAYA PERSADA PALOPO
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pertolongan pertama
kegawatdaruratan obstetric dan nenonatus” dapat selesai seperti
waktu yang telah kami rencanakan.Tersusunnya makalah ini tentunya
tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara
materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak langsung.Selain
untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun, makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “ Asuhan
Kebidanan Komunitas”.
Tak ada gading yang tak retak Penyusun menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penyusun
harapkan untuk penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya.

Palopo, 2 November 2023

Rabiatul Hayati
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tujuan Dan Sasaran


1. Tujuan
Pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetric dan neonatal
adalah upaya untuk mengatasi keadaan dari kesakitan agar pasien tidak
meniggal, atau memburuk keadaannya. (Tety Ripursary,2018)
a. Menurunkan angka kematian ibu dan anak
b. Menyelamatkan/mempertahankan hidup, dan mencegah cacat
c. Prinsip umum penanganan penderita gawat darurat adalah penilaian
keadaan penderita, pennetuan permasalhan utama (diagnosis) dan
tindakan apa saja yang dilakukan, harus cepat, tepat, cermat, dan
terarah, dan juga komunikasi harus diperhatikan.
Keberhasilan dari penatalaksanaan kasus kegawatdaruratan
adalah waktu tanggap atau respon time dari penolong. Sehingga
diperlukan diagnosis penanganan segera agar penderita dapat
tertolong. Tindakan pertolongan harus dilakukan secara sistematis
dan tepat dengan mengutamakan pada fungsi vital yaitu ABC.
(Elizabeth, 2023)
A = (Airway) Membersihkan jalan nafas atau membebaskan jalan
nafas
B = (Breathing) menjamin sirkulasi pernafasan dengan baik dan
lancar
C = (Circulation) yaitu melakukan pemantauan peredaran darah
2. Pengkajian awal kegawatdaruratan
a. Jalan nafas dan pernafsan perhatikan adanya sianosis, gawat nafas
b. Kulit adakah pucat, dingin
c. Suara paru apakah da weezing
d. Nadi cepat dan lemah >110 kali/menit
e. Tekanan darah sistolik 90 mmHg
Perdarahan pervaginam kaji apakah ibu hamil jika iya tanyaka usia
kehamilan, pada ibu bersalin kaji riwayat persalinan, kaji kondisi
uterus kontraksi atau tidak, serta vulva apakah ada robekan atau
tidak, kondisi kandung kemih apakah penuh. Jika pasien/ klien tidak
sadar tanyakan pada keluarga apakah ibu sedang hamil, usia
kehamilan kemudian lakukan pemeriksaan tekanan Darah tinggi jika
diastolik lebih dari 90 mmHg. (Elizabeth, 2022)
3. Sasaran
Hal-hal yang harus diperhatikan :
a. Menghormati pasien
b. Kelembutan
c. Komunikatif
d. Hak pasien
e. Dukungan keluarga (family support)
f. Penilaian awal
g. Penilaian klinik lengkap
B. Definisi Kegawatdaruratan Obstetric
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi
secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya.
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang serius dan
kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga
dapat membutuhka tindakan segera guna menyelamatkan jiwa dan
nyawa. (Elizabeth Siwi Wahyuni Amd.Keb,2022)
Kegawatdaruratan Obstetric adalah kondisi kesehatan yang
mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah
persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan
dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya ( Ai
yeyeh rukiyah, Lia Yulianti 2019)
Menurut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia meningkat dari 228 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2002 -2007 menjadi 359 per 100.000
kelahiran 2007-2012. Angka kematian Ibu (AKI) mengalami penurunan
pada tahun 2012-2015 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup dan
jumlah kematian ibu di Indonesia pada tahun 2019 yaitu sebanyak 4.221
kasus (Kemenkes RI, 2019)
C. Jenis-jenis Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
1.Kegawatdaruratan maternal
a. Preeklamsia/Eklamsia
b. Perdarahan kehamilan Muda
c. Perdarahan kehamilan Lanjut
d. Perdarahan post partum
2.Kegawatdaruratan neonatal
a. Asfiksia
b. Gangguan nafas
c. Hipotermi
d. Hiperbilirubin
e. BBLR
f. Tetanus Neonatorum
D. Deteksi Dini dan Penanganan Awal Kegawatdaruratan Maternal
1. Preeklamsia/ eklamsia
Pre eklamsi atau eklamsi merupakan suatu keadaan tekanan darah
tinggi pada ibu hamil dengan usia kehamilan >20 minggu disertai
dengan protein urin. Preeklampsia dibagi menjadi pre eklamsi ringan
dan pre eklamsi berat. Pre eklamsi ringan merupakan suatu keadaan
tekanan darah 110/90 mmHg disertai dengan protein urin positif satu (+)
sedangkankan Pre Eklamsi Berat (PEB) merupakan suatu kondisi
tekanan darah tinggi 160/110 mmHg disertai dengan protein urin positif
dua (++) atau lebih. Sedangkan Eklamsi merupakan suatu keadaan Pre
eklampsia yang disertai dengan kejang. Deteksi dini kasus preeklamsia
dapat dilakukan dengan anamnesa dan pemeriksaan tekanan darah
secara rutin. (Chentie Misse Isabella, Yustina Yantiana Guru, dkk, 2023)
a. Anamnesis yang penting dikaji untuk mengetahui resiko pre
eklamsia adalah
 Usia Ibu hamil yang memiliki usia < 20 tahun atau >35 tahun
lebih rentan terkena hipertensi dibandingkan ibu yang
berusia 20-35 tahun
 Status gravida Ibu primigravida memiliki resiko lebih tinggi
mengalami preeklamsi dibandingkan multigravida
 Indeks masa Tubuh Hasil penelitian menunjukkan indeks
massa tubuh yang berlebihan dapat meningkatkan risiko pre
eklamsi
 Riwayat penyakit hipertensi, diabetes,
 Riwayat kehamilan sebelumnya Riwayat kehamilan yang
sebelumnya preeklampsia dapat meningkatkan terjadinya
preeklamsi pada kehamilan yang akan datang.
b. Pemeriksaan Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah secara rutin setiap melakukan
pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu cara deteksi dini
preeklampsia. Hipertensi dapat didiagnosa apabila dilakukan
pemeriksaan tekanan darah sistoliknya >140 mmHg atau
diastoliknya >90 mmHg menetap (selama setidaknya 4 jam).
Selain itu Mean Arterial Pressure juga dapat mendiagnosis
tekanan darah tinggi jika pada trimester ke 2 MAP >90 mmHg
maka dapat beresiko 3,5 kali untuk terjadi pre eklamsi. (Chentie
Misse Isabella, Yustina Yantiana Guru, dkk, 2023)
Penanganan awal kasus pre eklamsi berat
 Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi ibu berbaring
miring kekiri
 Berikan oksigen 4.6 liter
 Observasi nadi tekanan serta pasang infus RL
 Cegah kejang dengan memberikan MgSo4 40% dengan
dosis awal 4 gr% diberikan secara pelan melalui IV ± 10
menit, kemudian dosis lanjutan 6 gr% dicampur dengan
cairan infus
 Jika terjadi kejang berikan berikan 2 gr% MgSo4 secara IV
diberikan pelan ±5 menit
 Pantau pernafasan, reflek patela dan urin
 Jika terjadi keracunan MgSO4 hentikan pemberian, kemudian
berikan antidotum yaitu Calsium Gluconas 10% atau 10 cc,
berikan secara perlahan melalui intravena.
 Anti hipertensi diberikan jika tekanan darah sistolik≥160
mmhg dan diastolik≥ 110 mmHg, (Nifedipin 10mg)
 Dirujuk langsung kerumah sakit
2. Perdarahan Kehamilan Muda
a. Abortus
Abortus diartikan sebagai berakhirnya kehamilan sebelum
janin mampu hidup, yaitu ketika usai kehamilan belum mnecapai 20
minggu atau berat janin <500 gram, baik secara spontan maupun
diinduksi. (Kemenkes RI, 2020)
Abortus merupakan hasil konsepsi yang keluar terjadi saat
usia kehamilan kurang dari 20 minggu serta berat janin kurang dari
500 graam. Secara umum ada lebih dari satu penyebab antara lain:
faktor genetik, autoimun, kelainan anatomi/ kelainan kongenital
uterus, infeksi, hematologik, defek fase luteal, serta lingkungan
hormonal (Fatimah & Nuryaningsih, 2018)
Klasifikasi Abortus
Diagnosis Perdarahan Nyeri Ukuran Serviks Gejala Khas
Perut Uterus
Abortus Sedang Sedang Sesuai usia Tertutup Tidak ada
Imminens kehamilan ekspulsi
jaringan
konsepsi
Abortus Sedang- Sedang- Sesuai usia Terbuka Tidak ada
Insipiens sedikit Hebat kehamilan ekspulsi
jaringan
konsepsi
Abortus Sedang- Sedang- Sesuai/lebih Terbuka Ekspulsi
Inkomplit banyak Hebat kecil dari sebagian
usia jaringan
kehamilan konsepsi
Abortus Sedikit Tidak Lebih kecil Terbuka/ Ekspulsi
Komplit ada/sedikit dari usia Tertutup sebagian
kehamilan jaringan
konsepsi
Missed Tidak ada Tidak ada Lebih kecil Tertutup Janin telah
Abortion dari usia mati, tetapi
kehamilan tidak ada
ekspulsi
jaringan
konsepsi
Abortus Ada/Tidak Ada/Tidak Sesuai/lebih Terbuka/ Ada tanda-
Septik ada ada kecil dari Tertutup tanda infeksi,
usia didaptkan
kehamilan keputihan
berbau

Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa


adalah dengan macrodex, Haemacel, periston, Plasmagel,
plasmafundin dan perawatan dirumah sakit. Terapi untuk
perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan
memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan hati-hati jika
kehilangan banyak darah. Pada syok lebih berat, lebih dipilih
kuretase tanpa anestesi kemudian methergin. Pada abortus dengan
demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin,
sefalotin, rebofasin, dan pemberian infuse. (Chentie Misse Isabella,
Yustina Yantiana Guru, dkk, 2023)
b. Kehamilan Ektopik terganggu
Kehamilan ektopik terganggu (KET) atau yang disebut kehamilan
diluar rahim. Kehamilan ektopik ialah suatu kehamiian yang
pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada
dinding endometrium kawm uteri. Lebih dart 95 % kehamilan ektopik
berada di saluran telur (tuba Fallopii). (Agustini, N. K. T, 2022)
Tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu (KET) : Amenorrhea,
nyeri goyang serviks dan nyeri perut bagian bawah yang hebat.
Penatalaksanaan : pasang infuse (RL,Nacl) dan rujuk
3. Perdarahan Kehamilan Lanjut
Perdarahan kehamilan lanjut merupakan pendarahan yang terjadi
pada usia kehamilan lebih dari 22 minggu.
a. Penyebab perdarahan kehamilan lanjut yaitu solusio plasenta dan
plasenta previa. Solusio 59 plasenta adalah suatu keadaan dimana
plasenta terlepas sebelum waktunya dengan tanda gejala perut
nyeri, darah merah kehitaman dan jika perlekatannya sudah banyak
terlepas dapat berakibat gawat janin. Sedangkan plasenta previa
merupakan plasenta yang implementasinya tidak normal seperti
menutupi jalan lahir atau yang disebut dengan plasenta previa
totalis. Tanda dan gejala dari plasenta previa adalah keluar darah
segar tanpa nyeri perut bagian bawah, jika dilakukan pemeriksaan
dengan inspekulo terlihat jaringan plasenta menutupi porsio.
b. Penatalaksaan pada kasus perdarahan kehamilan lanjut Tidak
boleh ,melakukan VT atau pemeriksaan dalam jika diagnosis belum
ditegakkan. Perdarahan antepartum merupakan kondisi yang
mengancam ibu maupun janin sehingga perlu dilakukan rujukan
segera.
4. HPP Hemorrhagic Postpartum
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic postpartum (HPP)
adalah konsekuensi perdaraha berlebihan dari tempat imlantasi
plasenta terutama di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau
keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah
pada sebelum hamil dan derajat anemia pada saat kelahiran.
Gambaran perdarahan postpartum yang sangat mengecohkan adalah
nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi
kehilangan darah yang sangat banyak. (Susilia Isyawati, 2023)
Perdarah postpartum dibagi menjadi perdarahan postpartum primer da
perdarahan postpartum sekunder. Perdarahan postpartum primer
merupakan perdarahan yang terjadi dalam 24 jam postpartum
sedangkan, perdarahan postpartum sekunder perdarahan yang terjadi
setelah 24 jam postpartum. (Elizabeth Siwi Walyani, 2022)
Penyebab, tanda gejala perdarahan postpartum
a. Tanda Gejala : Uterus tidak berkontraksi dan lembek
Diagnosis: Atonia Uteri, keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta
lahir. Pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan
baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
Penatalaksanaan : Kompresi bimanual internal selama 5 menit jika
ada kontraksi lanjut 2 menit jika tidak ada kontraksi lanjutkan
kompresi bimanual eksternal kemudian injeksi ergometrin 0,2 ml dan
pasang infus RL dan oksitosin 20 IU diguyur
b. Tanda dan gejala : Plasenta tidak lahir setelah 30 menit
Diagnosis : Retensio Plasenta, Plsenta tetap tertinggal dalam uterus
30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dlepaskan dengan
pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat
antara plasenta dengan uterus
Penatalaksanaan : Rujuk, Manual Plasenta
c. Tanda Gejala : Darah segar mengalir keluar setelah bayi lahir,
kontraksi uterus baik, terlihat robekan jalan lahir, plasenta lahir
lengkap.
Diagnosis : Robekan jalan lahir, perdarahan dalam keadaan dimana
plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik. Dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir.
Penatalaksanaan : Jahit robekan jalan lahir
d. Tanda dan gejala : Plasenta tidak lengkap
Diagnosis : Sisa plasenta
Penatalaksaan : Jika memungkinkan keluarkan sisa plasenta
dengan cara manual. Segera rujuk apabila sisa plasenta tidak bisa
dikeluarkan secara manual untuk dilakukan kuretase.
e. Tanda dan gejala : Uterus tidak teraba, terlihat uterus pada vagina
Diagnosis : Inversio Uteri
Penatalaksanaan : Reposisi
Prinsip penatalaksanaan pada kasus perdarahan pasca salin adalah
mengetahui penyebab perdarahan dan hentikan sumber
perdarahan.
E. Deteksi Dini dan penatalaksaan Awal Kegawatdaruratan Neonatal
1. Asfiksia
Adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir . Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin
akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin
berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi
selama atau sesudah persalinan.Di Indonesia Angka Kematian Bayi
(AKB) masih tinggi yaitu 34/1.000 kelahiran hidup, sekitar 56%
kematian terjadi pada periode sangat dini yaitu masa neonatal
(Kemenkes RI 2019).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada asfiksia terdiri dari penatalaksanaan awal dan
penatalaksanaan lanjutan dimana penatalaksanaan awal bayi dengan
asfiksia adalah H A I K A P
a. Hangatkan
b. Atur posisi
c. Isap lendir
d. Keringkan
e. Atur posisi kembali
f. Dan lakukan penilaian. Jika penilaian menunjukkan DJJ kurang dari
100x kali permenit maka langkah lanjutan adalah resusitasi.
2.Hipotermi
Hipotermi merupakan suatu kondisi dimana suhu tubuh bayi
kurang dari 36ᵒC. hipotermi dapat mengakibatkan peningkatan
kebutuhan oksigen sehingga terjadinya metabolik asidosis yang
dapat mengakibatkan penurunan kadar glikogen sehingga dapat
menyebabkan hipoglikemia. Bayi baru lahir kehilangan panas
empat kali lebih besar daripada orang dewasa. Penurunan suhu
tubuh banyak terjadi pada 30 menit pertama setelah kelahiran yaitu
sebesar 3–4 0C. Ruang persalinan dengan suhu 20 0C–25 0C
menyebabkan suhu tubuh akan turun sekitar 0,3 0C per menit
(Sa’adah et al., 2018).
Faktor penyebab :
a. Premature
b. BBLR
c. Asfiksia
d. Sepsis
Penanganan hipotermi :
a. Selimuti bayi dengan selimut kering dan hangat
b. Tutup kepala bayi untuk mencegah kehilangan panas
c. Mengganti segera kain atau popok bayi jika bayi BAB atau BAK.
d. menempatkan pada tempat yang bersih kering dan hangat.
e. Memberikan asi
f. Hindari tempat yang dingin
g. Jaga bayi tetap hangat
3. Ikterus/ Hiperbilirubinemia
Ikterus neonatorum merupakan pergantian warna
kekuningan pada kulit serta ataupun sclera bayi yang diakibatkan
oleh deposisi jaringan bilirubin. Kejadian di neonatus sejumlah 25-
50% pada yang cukup bulan serta lebih besar pada neonates
kurang bulan. Hal ini bisa terjadi karena indikasi fisiologis yaitu
kuning yang mencuat pada hari kedua serta ketiga dimana kadar
bilirubin tidak melampaui kandungan yang membahayakan, tidak
menimbulkan morbiditas pada bayi. Sebaliknya ikterus patologis
yaitu kuningya sklera, kulit, ataupun jaringan lain akibat
penumpukan bilirubin dalam badan. Kondisi ini menandakan
kelainan fungsi hati, saluran empedu serta penyakit dalam darah.
Hiperbilirubin ialah kenaikan kandungan bilirubin pada ikterus
neonatorum dimana terdapatnya hasil laboratorium yang memiliki
kemampuan memunculkan kern (Fortuna & Yudianti, 2018).
Hiperbilirubinemia dipengaruhi oleh factor umur kehamilan,
asfiksia, trauma lahir, berat badan lahir, peradangan, serta
hipoglikemi, dengan efek samping dapat terjadi Ensefalopati serta
Kern Ikterus. Sectio caesaria dihubungkan secara tidak langsung
dengan hiperbilirubinemia, dimana persalinan ini menyebabkan
penundaan ibu buat menyusui bayinya, yang bisa berakibat pada
tertundanya pemecahan kandungan bilirubin (Khotimah & Subagio,
2021).
Organ hati BBLR yang belum matur dapat menyebabkan ikterus
neonatorum, BBLR memiliki risiko 7,78 kali lebih besar
mengalaminya. Ikterus yang tidak ditatalaksana dengan baik akan
menimbulkan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis (Puspita, 2018)
Faktor terjadinya Ikterus :
a. BBLR <2500 gram
b. Asfiksia
c. Infeksi
d. Hipoksia
Penatalaksanaan
a. Anjurka pemberian ASI sesering mungkin
b. Jaga bayi tetap hangat
c. Rujuk segera jika bayi semakin kuning
4.Gangguan Nafas
Gangguan nafas merupakan suatu kondisi bayi dimana bayi
tidak bernafas secara normal yaitu jika frekuensi nafas bayi
<30x/menit atau lebih dari 60x/menit, biasanya diikuti oleh warna
kulit yang kebiruan (sianosis), tarikan dinding dada, cuping hidung,
dan merintih.(Chentie Misse Isabella, Yustina Yantiana Guru, dkk, 2023)
Deteksi dini pada kegawatdaruratan terutama pada bayi dapat
dilihat faktor resiko seperti :
a. Riwayat persalinan yang berlangsung lama,
b. Ketuban pecah dini,
c. Riwayat air ketuban keruh,
d. Gawat janin dan asfiksia.
Dengan mengetahui faktor risiko makan akan memudahkan
untuk melakukan antisipasi dan tindakan segera agar tidak terjadi
kegawatdaruratan.
Penatalaksanaan
a. Atur posisi untuk membebaskan jalan nafas ganjal bahu bayi
posisikan kepala bayi menengadah
b. Bersihkan jalan nafas
c. Berikan oksigen
d. Jika terjadi apnea lakukan resusitasi
5. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir
dengan berat badan tidak mencapai 2500 gram tanpa melihat usia
gestasi atau kehamilan. Cara menentukan berat bayi lahir yaitu
penimbangan pada 1 jam pertama setelah kelahiran bayi. BBLR
termasuk kedalam salah satu penyumbang dari tingginya angka
kematian bayi. (Anil 2020 dalam Muthaharoh & Rustina 2022)
Penatalaksanaan BBLR
a. Jaga agar bayi tetap hangat
b. Perhatikan jalan nafas
c. Pantau kondisi bayi
d. Bayi sehat beri ASI
e. Timbang bayi setiap hari
f. Bila berat bayi naik 20g/ hari selama tiga hari berturut-turut
timbang bayi 2 kali seminggu
g. Jika BBLR dengan gangguan napas, minum atau kejang segera
lakukan rujukan
6. Tetanus Neonatorum
Salah satu infeksi yang dapat menyerang bayi baru lahir
adalah Tetanus Neonatorum. Tetanus Neonotorum merupakan
suatu kondisi bayi usia kurang dari 28 hari yang menderita penyakit
tetanus yang disebabkan oleh clostridium tetani. Tanda dan gejala
dari bayi dengan tetanus yaitu bayi demam dan tidak mau minum,
mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang terutama
oleh cahaya, sering kejang disertai sianosis atau kebiruan. (Amalia
et al., 2022).
Bayi baru lahir atau bayi di bawah usia satu bulan
merupakan kelompok usia yang paling berisiko mengalami
gangguan kesehatan, salah satunya adalah risiko infeksi. Risiko
infeksi pada bayi baru lahir disebabkan oleh paparan atau
kontaminasi dengan mikroorganisme selama persalinan maupun
beberapa saat setelah bayi lahir (Nova & Sutiyarsih, 2021)
Secara umum perawatan tali pusat bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi dan mempercepat pelepasan tali
pusat. Infeksi tali pusat pada prinsipnya dapat dicegah dengan
melakukan perawatan tali pusat yang baik dan benar (Mardiah &
Sepherpy, 2021).
Penatalaksanaan yang dapat diberikan yaitu :
a. Bersihkan jalan nafas
b. Longgarkan atau buka pakaian bayi
c. Masukan tong spatel yang sudah dibungkus kasa
d. Ciptakan lingkungan yang tenang
e. Pemberian ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang
DAFTAR PUSTAKA

Elisabeth Siwi Walyani, (2022) Asuhan kebidanan Kegawatdaruratan Maternal &


Neonatal. Yogyakarta: PustakaBaruPres

Elizabeth, 2023. Materi Ajar lengkap Kebidanan Komunitas. Yogyakarta :Pustaka


Baru Press

Chentie Misse Isabella, Yustina Yantiana Guru, dkk, 2023. Kegawatdaruratan


Maternal Dan Neonatal. Bandung: Penerbit Media Sains Indonesia

Kementrian kesehatan RI.2020. Pedoman Nasional Asuhan Pasca Keguguran


Yang Komprehensif. Jakarta: Kemenkes RI. Diakses pada tanggal 1
November 2023 dari
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1354/8/References.pdf

Fortuna, R. R. D., & Yudianti, I. (2018). Waktu pemberian asi dan kejadian ikterus
neonatorum. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI), 4(1), 43–52.

Agustini, N. K. T. (2022). Pengetahuan Ibu Hamil tentang Tanda Bahaya


Kehamilan di Puskesmas II Denpasar Selatan. Jurnal Medika Usada,
5(1), 5–9. https://doi.org/10.54107/medikausada.v5i1.113
Khotimah, H., & Subagio, S. U. (2021). Analisis Hubungan antara Usia
Kehamilan, Berat Lahir Bayi, Jenis Persalinan dan Pemberian Asi dengan
Kejadian Hiperbilirubinemia. Faletehan Health Journal, 8(02), 115–121.

Mailita W, Ririn (2022) Tinjauan Kasus Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal


di Puskesmas Andalas Padang, Journal Of Comprehensive Science
Volume 1, No 2, September 2022, Page: 50-54.

Puspita, N. (2018). The effect of low birth weight on the incidence of neonatal
jaundice in Sidoarjo. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2), 174.
https://doi.org/10.20473/jbe.v6i22018. 174-181
Wida, Wisudawati (2018). Hubungan Antara Kehamilan Postterm Dan Ketuban
Pecah Dini Dengan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD ‘45’
Kabupaten Kuningan Tahun 2016. Universitas Muhammadiyah
Tangerang.

Nova, D. R., & Sutiyarsih, E. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir
Dengan Masalah Risiko Infeksi (Tali Pusat) Di Rumah Sakit Panti Waluya
Malang. STIKes Panti Waluya Malang.

Amalia, D., Oktopiani, Putri, P. A., Rismawati, P., Fatonah, S., Usrotussachiyah,
U., Amalia, W., Olinda, Y., & Astuti, Y. (2022). Perawatan Tali Pusat
Dengan Metode Terbuka Corner Care With Open Method. Jurnal
Abdikes, 2(1), 1–4.

Anda mungkin juga menyukai