Anda di halaman 1dari 9

NAMA : Triyono

PROGRAM STUDI : S1 Ilmu Pemerintahan


NIM : 049292891
MATA KULIAH : PKN

LEMBAR DISKUSI 6

SOAL..

Forum Diskusi 6 ini akan membahas tentang persoalan-persoalan yang berkaitan


dengan pentingnya hak dan kewajiban warga negara.
Indonesia adalah negara yang dengan tegas dan jelas menyatakan akan melindungi
hak-hak warga negaranya. Di antara sekian banyak hak asasi warga negara tersebut,
salah satu hak yang perlu dilindungi adalah hak anak. Sayangnya, perlindungan
negara terhadap hak anak ini tampaknya masih menghadapi persoalan serius.
Beberapa kali kasus kekerasan terhadap anak masih terjadi. Tidak jarang bahkan
kekerasan tersebut merenggut nyawa anak yang menjadi korban. Menurut Anda
upaya apa? yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melindungi hak
anak tersebut? Silakan sampaikan pendapat Anda melalui forum diskusi ini.
Indikator penilaian.
Mengemukakan pendapat dengan berdasar pada BMP MKDU 4111 Pendidikan
Kewarganegaraan; mengaitkan pendapat dengan persoalan nyata di masyarakat; dan
menyampaikan gagasan sendiri dengan disertai argumen yang kuat.

Selamat Berdiskusi...
JAWABAN....
Sebelum berpendapat menganai bagamana seharusnya pemerintah
melindungi anak, saya akam membuka tanggapan saya mengenai perosalan diatas
dengan mengutip undang-undang yang mengatur dan menaungi anak-anak. Yakni
undang undang no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dalam bab I pasal 1 ayat
2 yang berbunyi Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

Kemudian bab 1 pasal 1 ayat 12 yang berbunyi Hak anak adalah bagian dari
hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Kemudian disebutkan dalam pasal 3
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia,
dan sejahtera.

Beradasrkan kutipan pasal diatas maka sangat jelas bahwa hak seorang anak
hampir sama dengan orang pada umumnya. Dimana seorang anak juga memiliki hak
asasi, dimana idealnya setiap anak memiliki hak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dengan
kata lain, hak anak merupakan jaminan dari negara, yang idealnya negara memiliki
kewajiban untuk menjaga hak-hak tersebut. Bahkan setiap anak berhak atas suatu
nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Lantas apa yang dimaksud
dengan kekerasan terhadap anak?
Kekerasan terhadap anak menurut psikologi anak adalah Kekerasan
merupakan tindakan yang disengaja yang mengakibatkan cidera fisik atau tekanan
mental menurit pandangan Carpenito, (2009) dalam Azahra mendefinisikan
kekerasan anak sebagai berikut “setiap tindakan yang mencelakakan atau dapat
mencelakakan kesehatan dankesejahteraan anak yang dilakukan oleh orang yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak tersebut”
(Azahra, 2019:16).

Lebih lanjut Azahra, dalam skripsi menejelaskan, Kekerasan terhadap anak


dapat terjadi terhadap anak laki-laki maupun terhadap anak perempuan. Kekerasan
dalam bahasa, latin yakni dari kata violentus yang berasal dari kata Vi dan Vis yang
berarti “kekuasaan atau berkuasa”. Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau
sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau
menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Secara ilmiah sikap keras
merupakan kelaianan perilaku yang bersifat kemarahan, Kekerasan yang terjadi
terhadap anak perempuan ada yang spesifik seperti kekerasan seksual dalam bentuk
pemerkosaan. Keunikan lainnya berkaitan dengan kekerasan yang terjadi terhadap
anak perempuan adalah karena kekerasan ini berbasis gender (Azahra, 2019:19).

Sedangkan bentuk kekerasan terhadap anak atau Tindakan kekerasan atau


pelanggaran terhadap hak anak tersebut dapat terwujud setidaknya dalam empat
bentuk. Pertama kekerasan fisik, ialah apabila anak-anak disiksa secara fisik dan
terdapat cedera yang terlihat pada badan anak akibat adanya kekerasan tersebut.
Kekerasan ini dilakukan dengan sengaja terhadap badan anak, bentuk kekerasan ini
paling mudah dikenali. Termasuk dalam kategori kekerasan jenis ini seperti
menampar, menendang, memukul, meninju, mencekik mendorong, menggigit,
membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya.Korban kekerasan
jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik korban seperti; luka memar,
berdarah, patah tulang, pingsan dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat (Azahra,
2019:20).
Kedua Kekerasan psikis ialah situasi perasaan tidak aman dan nyaman yang
dialami anak. Kekerasan jenis ini, tidak begitu mudah untuk dikenali. Akibat yang
dirasakan oleh korban tidak memberikan bekas yang nampak jelas bagi orang lain.
Dampak kekerasan jenis ini sangat berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan
nyaman, menurunkan harga diri serta martabat korban. Contoh konkret kekerasan
pelanggaran ini adalah penggunaan kata-kata kasar, penyalah gunaan kepercayaan
mempermalukan anak depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman
dengan kata-kata dan sebagainya. Akibat adanya perilaku tersebut biasanya korban
menjadi merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga dan lemah dalam
membuat keputusan (Azahra, 2019:20).

Kemudian yang ketiga adalah kekerasan seksual, kekerasan seksual ialah


apabila anak disiksa atau diperlakukan secara seksual dan juga terlibat atau ambil
bagian atau melihat aktivitas yang bersifat seks. Dimana hal tersebut dilakukan
dengan tujuan pornografi, gerakan badan, film atau sesuatu yang bertujuan
mengeksploitasi seks dimana seseorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang lain.
Termasuk dalam kategori ini adalah segala tindakan yang muncul dalam bentuk
paksaan atau mengan-cam untuk melakukan hubungan seksual (sexual intercource).
Yakni melakukan penyiksaan atau bertindak sadis serta meninggalkan seseorang,
termasuk mereka yang tergolong masih berusia anak-anak setelah melakukan
hubungan seksualitas. Segala perilaku yang mengarah pada tindakan pelecehan
seksual terhadap anak-anak baik di sekolah, di dalam keluarga, maupun dilingkungan
sekitar tempat tinggal anak juga termasuk dalam kategori kekerasan atau pelanggaran
terhadap hak anak jenis ini (Azahra, 2019:21).

Kasus pemerkosaan anak, pencabulan yang dilakukan oleh guru, orang lain
bahkan orang tua tiri yang sering terekspos dalam pemberitaan berbagai media massa
merupakan contoh konkrit kekerasan bentuk ini. Ada terdapat beberapa tanda yang
muncul jika terjadi kekerasan seksual terhadap anak. Pertama jika seorang anak yang
mengalami kekerasan seksual, maka dapat mucul berbagai perubahan pada diri anak
secara tiba-tiba seperti adanya keluhan fisik, seperti sakit kepala, nyeri kalau buang
air besar atau buang air kecil, nyeri, bengkak, pendarahan atau iritasi di daerah mulut,
genital, atau dubur yang sukar dijelaskan kepada orang lain. Kedua, emosi anak tiba-
tiba berubah, ada anak setelah mengalami kekerasan seksual menjadi takut, marah,
mengisolasi diri, sedih, merasa bersalah, merasa malu, dan bingung. Ada anak tiba-
tiba merasa takut, cemas, gemetar, atau tidak menyukai orang atau tempat tertentu.
Ketiga, ada anak sering mandi atau cebok karena merasa kotor, anak tiba-tiba
menjadi agresif, tidak disiplin, tidak mau sekolah atau hanya mengurung diri di
kamar. Keempat, beberapa anak memeperlihatkan gejala-gejala lainnya seperti
meniru perilaku seksual orang dewasa, melakukan aktivitas seksual menetap dengan
anak-anak lain, dengan dirinya sendiri (masturbasi atau onani), dengan boneka atau
dengan binatang peliharaannya (Azahra, 2019:21).

Selanjutanya ada kekerasan ekonomi, kekerasan jenis ini sangat sering terjadi
di lingkungan keluarga. Perilaku melarang pasangan untuk bekerja atau mencampuri
pekerjaan pasangan, menolak memberikan uang atau mengambil uang, serta
mengura-ngi jatah belanja bulanan merupakan contoh konkrit bentuk kekerasan
ekonomi. Pada anak-anak, kekerasan jenis ini sering terjadi ketika. Orang tua
memaksa anak yang masih berusia di bawah umur untuk dapat memberikan
kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena, anak menjadi penjual majalah atau
Koran, menjual tisue menjadi pengamen jalanan, pengemis anak dan lain-lain
semakin banyak terutama di perkotaan (Azahra, 2019:22).

Jika mencermati Berdaasarkan undang-undang 23 tahun 2002, tentang


perlindungan anak, sejatinya negara telah mengambil peran dan hadir dalam
mengakomodasi hak dan perlindungan anak. Namun fakta dan kenyataan dilapangan
juga tidak dapat dinafikan bahawa masih banyak terjadi kekekrasan anak. Sebelum
memberikan tanggapan mengenai, bagaimana seharusnya pemerintah memberikan
perlindungan terhadap hak anak, menurut saya perlu terlebih dahulu, memahami
bagaimana kekerasan-kekerasan terhadapa anak dapat terjadi. Dimana jika kita
cermati, terjadinya kekerasan terhadap anak faktornya berfariatif dan komplek.
Berikut akan saya sajikan, sebab-sebab terjadinya kekerasan anak.
a. Harapan orang tua yang tidak sesuai dengan kenyataan
Orang tua akan rentan melakukan kekerasan terhadap anak, manakala
anak yang dilahirkan tidak sesuai dengan harapan. Sebagai cotoh orang tua
yan mengharpkan anaknya terlahir laki-laki, ternyata lahirpermpuan. Hal
tersebut mengakibatkan ke engganan terhadap anak. Atau mendapati anaknya
terlahir cacat, kemudian menilai, kececatan anak hanya akan menjdi bebaan
menyusahkan pola asuh. Dimana anaka dengan kondisi cacat, baik cacat fisik
maupun cacat mental selalu membutuhkan perlakuan lebih khusus, hal
tersebut dapat menjadi pemicu orang tua berprilaku kasar terhadap anaknya.
b. Trauma orang tua masa kecil
Perlakuan buruk yang diterima orang tua saat kecil, turut membentuk
karakter-nya, dimana kekerasan atau pelecehan yang pernah diterimanya,
berpotensi besar menjadikannya melakukan kekerasan atau pelecehan
terhadap anak, hal tersbut kurang lebih sebagai motif dendam.
c. Masalah keuangan orang tua faktor ekonomi
Masalah keuangan keluarga, merupakan faktor yang kerap kali
menjadi pemicu terjadinya kekerasan terhadap anak. Dimana masalah finacial
kerapa kali menjadikan orang tua, berfikir jika anak mereka merupakan
penambah beban, hal tersebut menjadikan orang tua merasa tertekan dan
frustasi, dimana kemudian pelampiasannya dengan melakukan kekerasan
terhadap anak.
d. Faktor pernikahan dini
Salah satu faktor terjadinya kekerasan terhadap anak, yaitu kurangnya
pengetahuan orang tua dalam mendidik anak yang mana dalam hal ini ketika
dalam persiapan perkawinan, orang tua tersebut kurangnya bimbingan
mengenai peran orang tua yang baik. Hal tersebut biasanya dialami, oleh
anak-anak yang memutuskan nikah muda, melakukan pernikahan dini.
Dimana kesiapan secara mental maupun pesikis, belum mapan dan siap,
sehingga selalu berasumsi jika menikah hanya melulu tentang kesenangan dan
ke indahan. Sehingga mana kala memiliki anak belum siap baik secara mental
sehingga, hadirnya anak dianggap sebagai pengganggu kesenangan orang tua.
Hal diatas sedikit contoh, dari pnyebab terajdinya kekerasan terhadap
anak. Setelah menyimak, kasus-kasus sebagaiman diuriaka diatas, menurut
pendapat saya, peran pemerintah guna meminilaisir terjadinya kekerasan
terhadap anak adalah dengan melakukan hal-hal sbb :
a. Meningkatakan mutu dan kualitas karakter masyarakat
Kebanyakan kekerasan terhadap anak dilakukan dengan tidak sengaja,
atau karena terbawa emosi sesaat dengan menjadikan anak sebagai
pelampiasaan. Hal tersebut terjadi tidak semata karena, emosi orang tua yang
tidak terkontrol tapi dapat juga karena, minimnya ilmu pengetahuan,
khsusunya cara mengasuh dan memperlakukan anak. Oleh karena hal tersebut,
dalam kasus kekrasan terhadp anak, pemerintah perlu adanya sisitem terpadu
dari tingkat pusat hingga tingkat bawah, yang secara khsusu memberikan
pembinaan guna membentuk dan meningkatkan karakter masyarakat.
b. Menyediakan lapangan kerja
Sebagaimana disinggung diatas, jika faktor ekonomu menjadi salah
satu penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak. Oleh karena itu penting
bagi pemerintah menyediakan lapangan peekerjaan yang layak, dengan hasil
yang memadai sehinga, akan terbentuk keluarga yang secara ekonomi cukup,
dan sejahtera, ketika keluarga sudah mencapai sejahtera maka, kekerasan
terhadap anak akan dapat diminimalisir.
c. Sosialisasi dan Seminar Pranikah dan Parenting bagi orang tua
Pemerintah memfasilitasi pembentukan lembaga yang secara khusus,
diperuntukan bagi pasangan pranikah dan pasangan yang hendak memiliki
anak. Pendidikan pra nikah dan parentting dapat pemerintah wujudkan dengan
cara mengkolaborasi antara KUA dengan Data Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A). Guna memberikan seminar
kepada pasangan yang hendak menikah, kemudian memberikan seminar
parenting. Guna mengedukasi, para pasangan yang hendak menikah dan para
calon orang tua. Sehingga parasa pasangan secara mental sudah siap manakala
menikah dan kemudian mempunyai keturunan. Dengan demikian maka
langkah pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak sudah dilakukan
lebih dini.
d. Melakukan penegakan hukum
Pemeritah harus dapat menegakan hukum dari berabagai lini, termasuk
dalam melakukan pencegahan. Semisal dengan memperbarui regulasi
pernikahan, membatasi pernikahan dini, yang paling penting adalah
mengakakn hukum dengan se tegak-tegaknya, dengan cara memberikan
sanksi ya tegas kepada para pelaku kekerasan terhadap anak, sehingga dapat
menimbulakan efek jera bagi pelaku.
e. Membentuk badan pelindung anak
Membangun kerja sama antar pemangku kekuasaan, semisal dinas
sosial dinas pemuda dan olehraga, P2TP2A dengan LSM, dengan pihak
swasta, dimana semua pihak sama-sama berperan sebagai control
dimasayarakat. Semua pihak saling berkolaborasi, dengan selalu memberikan,
sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya pola asuh anak dan bahaya atau
dampak dari kekerasan terhadap anak.
f. Membentuk lembaga konseling terpadu.
Guna menangani adanya kasus kekerasan terhadap anak, menurut saya
pemerintah perlu membentuk lembaga terepadu, guna melakukan pencegahan
atau memafsilitasi korban dengan cara mendirikan badan konesling secara
gratis. Dimana layanan terpadu memfasilitasi, konseling hukum konseling
keagamaan, dan konseling psikologis. Konseling psikologis diperuntukan
untuk korban baik korban kekerasan, fisik, mental maupun pelecehan. Dengan
demikian maka korban akan lebih pulih dari trauma, dengan bantuan ahli
psikolog profesional. Konseling hukum, guna memfasilitasi korban atau
pendamping memahami secara mendalam mengenai tindakan huku apa yang
hendak di tempuh, konseling khusus diperuntukan bagi korban kekersan fisik
dan kekerasan seksual. Kemudian konseling keagamaan, dapat diperuntukan
bagi korban yanhg sudah final dengan menyelsaikan masalah dengan mediasi,
dan tidak maju ke ranah hukum peradilan. Konseling keagamaan
diperuntukan bagi korban yang mengehendaki mempertebal keimanan serta
membangun jiwa yang tabah kuat lahir batin.

Kiranya itu saja tanggapan dari saya, kurang lebihnya saya mohon maaf.

Daftar Pustaka
Aryani, Tri, 2013. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Anak Oleh Orang
Tuan Dalam Rumah Tangga Ditinjau Dari Kriminologi di Kota Pontianak.
(Skripsi) Pontianak : Fakultas Hukum, Universitas Tanjungpura.
Azzahra, Nafisah. 2019. Faktor Penyebab Meningkatnya Kekerasan Terhadap Anak
dan Tatacara Penyelsaiannya Menurut Hukum Keluarga Islam (studi
penelitian pada P2TP2A Kota Banda Aceh. (Sekripsi). Banda Aceh : Fakultas
Syari’ah Hukum, Universitas Islam Negeri Ar-Raniri Darussalam.
Lasiyo, dkk. 2022. Pendidikan Kewarganegaraan MKDU4111-Edisi-3. Tanggerang :
Univesitas Terbuka.
Undang-Undang Republik Indonesia , no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
https://www.kemenkopmk.go.id/pemenuhan-hak-anak-fondasi-masa-depan-bangsa
https://repository.arraniry.ac.id/id/eprint/13094/1/Nafisah%20Azzahra%2C
%20150101026%2C%20FSH%2C%20HK%2C%20082323805844.pdf

Anda mungkin juga menyukai