Anda di halaman 1dari 6

Memahami CDOB dalam Dunia Industri

Farmasi
28 July 2022

Memahami CDOB dalam Dunia Industri Farmasi

“Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku sebagai jaminan penyaluran obat atau bahan
obat sesuai dengan persyaratan serta tujuan penggunaannya.”

Salah satu standar perizinan berusaha yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha yang bergerak di
bidang industri farmasi adalah menerapkan pedoman teknis CDOB.

Kewajiban tersebut tertuang di dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9
Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik (Perka BPOM 9/2019),
yang kemudian diubah dengan Perka BPOM Nomor 6 Tahun 2020.

Nantinya, pelaku usaha farmasi yang telah menerapkan pedoman teknis CDOB dan telah
mengajukan permohonan akan mendapatkan Sertifikat CDOB.

Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan pedoman teknis dan Sertifikat CDOB yaitu
sebagai berikut.

Definisi CDOB

Cara Distribusi Obat yang Baik atau biasa disingkat dengan CDOB ialah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. Definisi ini sesuai
dengan Perka BPOM Nomor 9 Tahun 2019.

Kemudian, merujuk pada Peraturan BPOM Nomor 25 Tahun 2017 tentang Tata Cara Sertifikasi
Cara Distribusi Obat yang Baik (Perka BPOM 25/2017), Sertifikat CDOB diberikan kepada
berbagai pelaku usaha berikut:

1. Pedagang Besar Farmasi (PBF)


2. PBF Cabang
3. Instalasi Farmasi Pemerintah
4. Industri farmasi

Baca Juga : Sertifikat CPOB, Komponen Penting dalam Produksi Obat-obatan

Pelaksanaan kegiatan para pelaku usaha di atas itu adalah untuk pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran (Perka BPOM 25/2017):
1. Obat, termasuk produk rantai dingin yang meliputi:
o Vaksin dan produk biologi lainnya
o Narkotika
o Psikotropika
o Prekursor
2. Bahan obat

Sertifikat CPOB sebagai Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB
UMKU)

PB UMKU merupakan perizinan yang diperlukan bagi kegiatan usaha dan/atau produk pada saat
pelaksanaan tahap operasional dan/atau komersial.

Kemudian merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP 5/2021), CDOB ialah salah satu PB UMKU yang harus
dipenuhi oleh pelaku usaha yang memiliki kegiatan usaha tertentu.

Beberapa kegiatan usaha yang dimaksud ditunjukkan pada kode Klasifikasi Baku Lapangan
Usaha Indonesia (KBLI) berikut (Lampiran Sektor Obat dan Makanan PP 5/2021):

1. KBLI 46441 – Perdagangan Besar Obat Farmasi untuk Manusia


2. KBLI 46447 – Perdagangan Besar Bahan Farmasi untuk Manusia dan Hewan

Ruang lingkup CDOB

Beberapa hal yang diatur dalam pedoman teknis CDOB yaitu mengenai (Lampiran Perka
BPOM 6/2020):

1. Manajemen mutu
2. Organisasi, manajemen, dan personalia
3. Bangunan dan peralatan
4. Operasional
5. Inspeksi diri
6. Keluhan, obat, dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali
7. Transportasi
8. Fasilitas distribusi berdasarkan kontrak
9. Dokumentasi
10. Ketentuan khusus bahan obat
11. Ketentuan khusus produk rantai dingin
12. Ketentuan khusus narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi

Persyaratan pengajuan permohonan Sertifikat CDOB baru

Berdasarkan Lampiran I Peraturan BPOM Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan
Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Obat dan
Makanan (Lampiran I Perka BPOM 10/2021), persyaratan yang harus dipenuhi PBF dan
cabang PBF agar memperoleh Sertifikat CDOB, antara lain:

1. Persyaratan umum:
o Memiliki akun yang dapat diakses melalui laman resmi pelayanan Sertifikasi
CDOB BPOM
o Surat pernyataan bahwa pimpinan puncak dan direksi tidak pernah terlibat tindak
pidana di bidang obat
o Khusus untuk pengajuan Sertifikat Baru, maka diharuskan menyertakan:
 Sertifikat Distribusi Farmasi/Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi atau
Izin PBF/Izin PBF Cabang
 Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2. Persyaratan khusus:
o Denah alur pengelolaan obat dan/atau bahan obat
o Daftar kategori produk yang didistribusikan
o Struktur organisasi dan manajemen pengelolaan obat
o Daftar peralatan/perlengkapan terkualifikasi/terkalibrasi dalam operasional
gudang sesuai kategori produk yang didistribusikan
o Kebijakan mutu dan daftar SOP

Tata cara pengajuan Sertifikat CDOB

Pedagang Besar Farmasi (PBF) dapat mengajukan permohonan Sertifikat CDOB secara
elektronik dengan tahapan sebagai berikut (Buku Saku FAQ CDOB 2021 – Badan POM):

1. Melakukan registrasi akun https://sertifikasicdob.pom.go.id.


2. Mengajukan permohonan Sertifikasi CDOB melalui menu Permohonan Sertifikasi
dengan melengkapi data permohonan, memilih jenis sertifikasi, dan mengunggah
kelengkapan dokumen.
3. Dokumen akan dievaluasi oleh petugas BPOM.
4. PBF melakukan pembayaran atas SPB yang diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari
kalender. Jika melebihi tanggal yang ditentukan, SPB akan kedaluwarsa, sehingga PBF
harus mengajukan kembali permohonan.
5. Setelah PBF melunasi SPB, petugas BPOM akan melakukan pemeriksaan ke sarana
sesuai jadwal:
1. Jika hasil pemeriksaan sesuai, PBF direkomendasikan untuk mendapatkan PBF
menyusun dan menyampaikan CAPA ke BPOM secara online.
6. Petugas BPOM akan mengevaluasi CAPA yang telah dikirimkan oleh PBF.
7. Jika hasil evaluasi CAPA dinyatakan close, maka akan diterbitkan Sertifikat CDOB.
8. Sertifikat CDOB berupa dokumen digital dengan tanda tangan elektronik yang dapat
diunduh dan dicetak secara mandiri.

Sanksi
Setiap PBF, PBF Cabang, Instalasi Sediaan Farmasi, dan Industri Farmasi yang tidak
menerapkan Pedoman Teknis CDOB sesuai dengan ketentuan diancam dengan sanksi
administratif berupa (Perka BPOM 9/2019):

1. Peringatan tertulis;
2. Penghentian sementara kegiatan; dan/atau
3. Pencabutan Sertifikat CDOB.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melakukan sosialisasi terkait Peraturan BPOM
nomor 6 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan BPOM nomor 9 tahun 2020 tentang
Pedoman Teknisn Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) pada Rabu (19/8). Revisi ini disebut
dilakukan untuk penyesuaian dengan kondisi di bidang distribusi obat saat ini.

Sosialisasi secara online dilakukan oleh Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi, Dra. apt.
Togi J. Hutadjulu, MHA dan Direktur Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT BPOM, Dra.
Ratna Irawati, Apt, M.Kes. kepada Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI),
penanggung jawab Industri Farmasi, dan PBF di wilayah regional 1.

“Maksud dari sosialisasi ini adalah untuk menyebarluaskan peraturan yang telah diundangkan,
menampung masukan terkait peraturan selanjutnya, dan memberikan pemahakan kepada
stakeholder,” tutur Togi J. Hutadjulu.

Latar belakang perubahan peraturan

PerBPOM Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
merupakan revisi dari PerKa BPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik. Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang
Baik terdiri dari 9 Bab dan 3 Aneks.

PerBPOM Nomor 9 Tahun 2019 hanya mengubah ketentuan pada PerKa BPOM Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 terkait dengan 1 aneks yaitu Aneks III. Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor.

“Ketentuan-ketentuan lain dalam PerBPOM Nomor 9 Tahun 2019 masih mengacu pada PerKa
BPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.754 2 Tahun 2012 sudah tidak sesuai dengan kondisi terkini di
bidang distribusi obat sehingga perlu direvisi.” jelasnya.

Perubahan PerBPOM nomor 6 tahun 2020 diringkas menjadi tiga bagian, yakni:

Perubahan substansi

 Bangunan dan Peralatan


 Operasional
 Transportasi
 Fasilitas distribusi berdasar kontrak
 Dokumentasi

Perubahan struktur bab dan aneks

Memasukkan Aneks sebagai Bab baru dengan penomoran yang lebih jelas, sehingga Pedoman
Teknis CDOB terdiri dari 12 Bab (tanpa aneks).

Perubahan redaksional
Maksudnya, perubahan redaksional ini mengikuti ketentuan legal drafting.

Dalam sosialisasi, Togi J. Hutadjulu berharap Pelaku Usaha dapat turut berperan aktif dalam
mengawal mutu, khasiat, dan keamanan obat dengan menyesuaikan pelaksanaan pengelolaan
obat sesuai ketentuan Peraturan BPOM No. 6 Tahun 2020. (nin)

Anda mungkin juga menyukai