Anda di halaman 1dari 18

KARYA ILMIAH PENGANTAR EKONOMI MAKRO

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEDAGANG KAKI LIMA


(PKL) TERHADAP PENGEMBANGAN KOTA PEKANBARU

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Pengantar Ekonomi Makro

Dosen Pengampu : Dr. WITA DWIKA LISTIHANA,SE.Si

Disusun oleh kelompok 6 :


Imelda Saselia (2162201061)

Irwan Laia (2162201064)

Nia Novia Hulu (2162201063)

Ratina Sitorus (2162201062)

Venny Putri Anggraini (2162201065)

KELAS AKUNTANSI 2.2

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI

UNIVERSITAS LANCANG KUNING

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Dampak Sosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima (PKL) Terhadap
Pengembangan Kota Pekanbaru. Selama proses penyusunan karya ilmiah ini,
tentunya tidak terlepas dari peran berbagai pihak yang telah memberikan banyak
bimbingan, bantuan, serta dukungan kepada penulis. Oleh karena itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada: ibu Dr. Wita Dwika Listihana ,SE.Si
selaku dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.

kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan maupun penulisan karya


ilmiah ini. Namun penulis tetap berharap karya ilmiah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis maupun bagi semua pihak. Penulis juga berharap
mendapatkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya ilmiah ini.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pemenuhan kebutuhan setiap manusia dilakukan demi kelangsungan


hidupnya. Melalui bekerja seseorang memperoleh pendapatan yang pada
akhinya digunakan untuk membelanjakan berbagai macam kebutuhannya.
Untuk memperoleh pekerjaan yang layak dengan penghasilan tinggi, sudah
sewajarnya seseorang harus didukung dengan kualifikasi yang tinggi. Jika
seseorang tidak mampu memenuhinya, maka artinya ia tidak memiliki
kesempatan untuk bersaing. Pekerjaan dengan kualifikasi yang tinggi dijumpai
pada sektor formal, contohnya sebagai karyawan perusahaan yang dituntut
memiliki tingkat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Ketidakmampuan dalam memenuhi kualifikasi yang tinggi membuat
seseorang hanya bekerja dengan keterbatasan kemampuan yang la millki.
Sektor informal menjadi alternatif karena karakteristiknya yang mudah
dimasuki dari jenis usaha satu ke usaha lainnya serta tidak membutuhkan
tingkat pendidikan formal yang tinggi.
Sektor informal yang paling banyak digeluti oleh masyarakat adalah
Pedagang Kaki Lima (PKL). Aktivitasnya banyak ditemukan perkotaan
contohnya di kawasan stadion utama Riau yang berada di Jl. Naga Sakti,
Simpang Baru, Kec. Tampan, Kota Pekanbaru dan di Taman Politeknik Caltex
Riau (PCR), yang berada di JL. Umban Sari, Rumbai. Jenis dagangannya
berupa makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya. Sarana fisik dagangan
menyesuaikan jenis dagangannya, seperti gerobak, pikulan atau membuka
lapak. Waktu berdagang kadang tidak menentu karena menyesuaikan aktivitas
yang ada di kawasan tersebut. Karena kawasan tersebut termasuk kawasan
yang ramai dengan berbagai aktivitas masyarakat yaitu sebagai tempat
nongkrong dan tempat berolahraga, bahkan ada yang sekedar membeli
makanan dan yang lainnya.
Keberadaan informal pedagang kaki lima di kawasan Stadion utama Riau
dan Taman PCR memberikan dampak positif bagi masyarakat dan pedagang
itu sendiri. Harga jual yang terjangkau dan keberadaanya yang mudah
ditemukan menjadi alternatif pilihan masyarakat. Pedagang juga tidak
membutuhkan modal yang tinggi karena sarana fisik dagangan sederhana dan
jenis dagangannya juga tidak membutuhkan biaya produksi tinggi. Bagi
masyarakat kelas bawah, menjadi pedagang kaki lima merupakan langkah
mudah untuk memperoleh penghasilan demi menyambung hidup. Tidak hanya
memberikan dampak positif, keberadaaan pedagang kaki lima di kawasan
stadion utama dan taman PCR juga memberikan dampak negatif.
Keterbatasaan modal yang dimiliki pedagang kaki lima untuk menyewa
tempat usaha menjadikan tempat-tempat milik umum sebagal lokasi
berdagang. Selain mengganggu aktivitas masyarakat, kondisi fisik kawasan
stadion utama Riau dan taman PCR juga menjadi kurang memiliki nilai
keindahan.
Padagang kaki lima merupakan sektor khusus yang meskipun sangat
membebani. namun merupakan kewajiban pemerintah kota untuk
melindunginya. Oleh karena itu pemerintah kota memerlukan peraturan daerah
(Perda). Menurut Peraturan Daerah Kota Pekanbaru nomor 11 tahun 2001
tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, yang dimaksud
dengan pedagang kaki lima adalah orang yang melakukan usaha dagang dan
atau jasa, ditempat umum baik menggunakan kegiatan usaha dagang.
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru nomor 11 tahun 2001 tentang Penataan dan
Pembinaan Pedagang Kaki Lima pasal 2 berisikan :
Tempat usaha pedagang kaki lima ditetapkan oleh Kepala Daerah Walikota
dalam menetapkan tempat usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini,
mempertimbangkan faktor sosial ekonomi, ketertiban, keamanan, kebersihan
dan kesehatan serta tata ruang kota sesuai dengan peraturan daerah yang
berlaku.
Tempat usaha pedagang kaki lima yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 di
perjelas sesuai dengan Peraturan Daerah kota Pekanbaru Nomor 5 Tahun 2002
pasal 2 yang menyebutkan bahwa :
1. Dilarang mengotori dan merusak jalan, jalur hijau, taman dan tempat
umum, membuka/memindahkan atau merusat atau melanggar tanda-tanda
rambu-rambu lalu lintas, kecuali oleh petugas yang ditunjuk oleh walikota
untuk kepentingan dinas
2. Dilarang membuang sampah sampah atau menumpuk kotoran/sampah,
dijalan, jalur hijau, taman dan tempat umum.
3. Dilarang membakar kotoran/sampah dijalan, jalur hijau, taman dan tempat
umum.
Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan
kebijakan yang ditujukan untuk kemashlahatan masyarakat. Kebijakannya
harus berlaku menyeluruh tanpa berpihak pada suatu golongan tertentu, baik
itu golongan menengah ke atas atau menengah ke bawah. Hal itu bertujuan
supaya tidak ada suatu golongan yang merasa tidak diperlakukan secara adil.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang yang telah diuraikan maka pokok permasalahan yang
dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak sosial ekonomi
yang ditimbulkan dari perkembangan Pedagang Kaki Lima (PKL) di kota
Pekanbaru?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN


a) Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan pada rumusan masalah, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak sosial ekonomi dari
perkembangan kota Pekanbaru yang meliputi perubahan peran, interaksi
dan jaringan sosial pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan kota
Pekanbaru.
b) Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Diperolehnya informasi mengenal dampak sosial ekonomi dari kebijakan
lokalisasi yang meliputi perubahan peran, interaksi dan jaringan sosial
pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan kota Pekanbaru
b. Manfaat Praktis
Bagi penulis dapat menambah wawasan mengenal dampak sosial ekonomi
dari kebijakan lokalisasi yang meliputi perubahan peran, interaksi dan
jaringan sosial pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan kota
Pekanbaru.
Bagi Pemerintah sebagai bahan masukan yang bermanfaat untuk
mengevaluasi pedagang kaki lima.
Bagi pihak lain sebagai bahan referensi yang dapat digunakan sebagai
perbandingan dalam mengadakan penelitian di masa yang akan datang.
BAB II
ISI

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Perubahan Sosial
Kota-kota besar di Indonesia sedang melakukan pembangunan dalam
rangka meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
namun pembangunan yang terpusat di perkotaan menyebabkan pembangunan di
pedesaan tertinggal baik dari segi ilmu pengetahuan, sosial maupun ekonomi.
Pembangunan kota yang pesat tidak diimbangi oleh lapangan kerja
mengakibatkan pengangguran apalagi tidak didukung dengan SDM yang
memadai, akhirnya mereka memilih pekerjaan di bidang sektor informal
Menurut Wilbert E. Moore dalam Soekanto (1983:6), perubahan se
merupakan perubahan yang terjadi pada sistem sosial termasuk didalamn interaksi
antar aktor serta aturan atau norma yang berlaku. Oleh sebab itu, dalam
menganalisa perubahan sosial ada tiga hal penting yang harus diamati, yaitu
perubahan struktur sosial, pola-pola perilaku, dan sistem interaksi sosial, termasuk
perubahan norma, nilai, dan fenomena kultural yang ada dalam lingkungan
masyarakat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Moore dalam Soekanto
(1983:232-233) bahwa perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat
terikat oleh ruang dan waktu, tetapi karena sifatnya yang berantai, maka keadaan
tersebut berlangsung secara terus menerus, meskipun terkadang diselingi oleh
keadaan-keadaan dimana masyarakat yang bersangkutan mengadakan re
organisasi unsur-unsur struktur masyarakat yang terkena oleh proses perubahan
tersebut.
Perubahan sosial dalam pemberdayaan komunitas pada hakekatnya
merupakan suatu proses perubahan evolusioner yang disengaja (intended change)
dan terarah (directional change). Unsur-unsur yang terkandung dalam suatu
perubahan sosial dirumuskan oleh Kotler (1978:29-33) sebagai "5C", yaitu:
a) Cause (sebab), yaitu upaya atau tujuan sosial yang dipercaya oleh pelaku
perubahan dapat memberikan jawaban pada masalah sosial.
b) Change agency (agen perubahan), yaitu organisasi yang misi utamanya
memajukan upaya perubahan sosial.
c) Change target (sasaran perubahan), yaitu individu atau kelompok sosial yang
ditunjuk sebagai sasaran upaya perubahan.
d) Channel (saluran), yaitu media untuk menyampaikan pengaruh dan respon
dari setiap pelaku perubahan ke sasaran perubahan.
e) Change strategy (strategi perubahan), yaitu teknik utama mempengaruhi yang
diterapkan oleh pelaku perubahan untuk menimbulkan dampak pada sasaran
perubahan.
Sedangkan Kotler (1978:18) mengemukakan bahwa upaya perubahan
sosial (social change) yang terarah dalam pemberdayaan komunitas tidak lepas
kaitannya dengan masalah sosial (social problem) dan aksi sosial (social action).
Tiga hal tersebut merupakan satu rangkaian yang saling berhubungan. Adanya
masalah sosial dapat menimbulkan perubahan sosial dan untuk mengarahkannya
diperlukan aksi xosial. Selanjutnya peneliti menggunakan teori dampak social
ekonomi sampai dengan konsep penataan pedagang kaki lima sebagai acuan untuk
menganalisis permasalahan yang terjadi di dalam penelitian ini.
2.1.2 Konsep Ekonomi
Menurut P.A Samuelson dalam (Patong, 2013) ekonomi adalah suatu studi
bagaimana oran-orang dan masyarakat membuat pilihan, dengan atau tanpa
penggunaan uang, dengan meggunakan sumber-sumber daya yang terbatas tetapi
dapat dipergunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan berbagai jenis
barang dan jasa dan mendistribusikannya untuk keperluan konsumsi, sekarang dan
di masa datang, kepada berbagai orang dan golongan masyarakat. Jadi, kegiatan
ekonomi merupakan gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi
kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Titik tolak analisis ekonomi
adalah individu. Utilitarianisme mengasumsikan bahwa individu adalah makhluk
yang rasional, senantiasa menghitung dan membuat pilihan yang dapat
memperbesar kesenangan pribadi atau keuntungan pribadi, dan mengurangi
penderitaan atau menekan biaya. Untuk dapat bertahan hidup, setiap individu
perlu bekerja. Individu sendirilah yang lebih mengetahui dibandingkan dengan
orang lain, dia harus bekerja apa. Hal ini dikarenakan individu lebih mengetahui
tentang dirinya sendiri dari sisi kemampuan, pengetahuan, keterampilan,jaringan
dan lain-lain.
Menurut Gilarso (2008:18) yang di maksud dengan kehidupan ekonomi
yaitu manusia mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi guna
kelangsungan hidupnya. Ini berarti bahwa manusia memiliki kehidupan ekonomi
yang mengharuskan memenuhi kebutuhan dasar baik sebagai indiy sebagai
anggota masyarakat. Merupakan suatu kuadrat bagi manusi. 31/111 mempunyai
suatu masalah di bidang ekonomi yang mengitari proses kehidupannya sebab
persoalan ekonomi adalah persoalan bagaimana seorang dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya sehingga dengan demikian dapat dikatan bahwa masalah
ekonomi tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia.
Menurut Muhammad Hasan (2014) Pendidikan merupakan salah satu
bentuk investasi dalam sumber daya manusia Pendidikan memberikan sumbangan
langsung terhadap pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan
keterampilan dan produktivitas kerja. Untuk mewujudkan tujuan tersebut tetap
akan bertumpu pada strategi pembangunan yaitu trilogi pembangunan yang
mencakup pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas. Maka pemerataan tersebut
bukanlah sekedar memperluas kesempatan kerja, namun lebih jauh lagi
menyangkut kesempatan berusaha, distribusi pendapatan, serta keselarasan
pembangunan antar daerah. Ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
bagaimana kondisi ekonomi yang dilakukan pedagang kaki lima khususnya
mengenai usaha yang dilakukan pedagang kaki lima. Dalam bidang ekonomi,
pedagang kaki lima ini termasuk dalam sektor informal, dimana merupakan
pekerjaan yang tidak tetap dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak
terikat pada aturan hukum, hidup serba susah dan semi kriminal pada batas-batas
tertentu.
2.1.3 Konsep Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi adalah aktifitas yang menyangkut seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup ekonomi.
Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dan
pengertian ekonomi sering di bahas secara terpisah. Pengertian sosial dalam ilmu
sosial merujuk pada objek yakni masyarakat. sedangkan pada deperteman sosial
merujuk pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persosalan yang di
hadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekarjaan
terkait dengan kesejahteraan sosial. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata
sosial berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat. Sedangkan, dalam
konsep sosiologi manusia manusia sering disebut sebagai mahluk sosial yang
artinya; manusia tidak dapat hidup wajar tanpa ada bantuan orang lain di sekitar
sehingga katakata sosial dapat di afsirkan hal-hal yang berkaitan dengan
masyarakat. Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari bahasa yunani yakni
"oikos"yang berarti keluarga atau rumah tangga dan nomos peraturan aturan
hukum. Maka, secara garis besar ekonomi diartikan sebagai peraturan rumah
tangga atau menejemen rumah tangga. Berdasarkan beberapa pengertian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi merupakan segala sesuatu yang
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan yang ada di masyarakat atau yang lebih
umumnya terkait dengan kesejahteraan masyarakat, untuk melihat kondisi sosial
ekonomi Melly G.Tan mengatakan dapat dilihat dari pekerjaan, pendidikan
kesehatan dan pemenuhan kebutuhan hidup dalam rumah tangga. Berdasarkan ini
masyarakat dapat digolongkan kedudukan sosial ekonomi atas, menengah dan
bawah. Sedangkan dalam pandangan sosiologi ekonomi membedakan pedagang
berdasarkan penggunaan dan pengelolaan pendapatan yang dihasilkan dari
pedagangan dan hubungannya dalam ekonomi keluarga (Damsar 2012).
Dalam penelitian yang dimaksud dengan ke hidupan sosial ekonomi
adalah menyangkut ciri/kondisi serta kegiatan atau aktivitas dari masyarak dalam
melakukan segala usaha dengan cara bekerja untuk memenuhi keb peningkatan
kesejahteraan hidup. Gambaran manusia sosial ekon... zaman ini sudah berada
pada tingkat yang lebih tinggi. Kehidupan ekonomi sudah berada dibawah suatu
sistem teknologi modern. Kehidupan sosial pun berada di bawah bayangan laju
pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi. Kehidupan sosial ekonomi
menggambarkan suatu keadaan sosial dan keadaan ekonomi suatu masyarakat.
Koenjaraningrat dalam Sumardi (1999:160) bahwa sosial ekonomi merupakan alat
yang sering digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya status seseorang dalam
masyarakat. Kehidupan sosial ekonomi seseorang atau keluarga dapat diukur
melalui pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, faktor lain yang sering
diikutsertakan oleh beberapa ahli lainnya adalah perumahan, kesehatan dan
sosialisasi dalam lingkungan masyarakatnya.
2.1.7 Konsep Pedagang dan Pedagang Kaki Lima
Terjadinya ketimpangan dalam pasar tenaga kerja terjadi dewasa ini
disebabkan karena tidak seimbangnya jumlah tenaga kerja dengan jumlah
lapangan kerja tersedia. Masalah kependudukan yang dialami oleh negaranegara
sedang berkembang termasuk indonesia, dan dalam beberapa masalah yang perlu
mendapat perhatian khusus. Pada negara-negara yang sudah maju, bisa jadi sektor
ini tidak terlalu berarti, namun disisi lain kehidupannya di negara-negara yang
sedang berkembang, sektor informal dianggap sebagai suatu sektor usaha
alternatif dari tenaga kerja yang sempat berkiprah pada sektor formal.
Di negara Indonesia, persepsi masyarakat tentang sektor informal tidak
dipertanyakan lagi, sebab tidak disangkal bahwa sektor ini dapat mengangkat
derajat para masyarakat golongan ekonomi lemah, paling tidak sektor ini sudah
sangat banyak menampung tenaga kerja yang awalnya sebagai pengangguran,
bahkan sebagian anggota masyarakat beranggapan bahwa sektor ini adalah
pelarian pencari kerja di kota-kota. Anggapan tersebut juga didukung oleh realita
kehidupan masyarakat berimigrasi dari daerah-daerah yang kemudian berinteraksi
di perkotaan dan pada umumnya bekerja pada sektor informal.
Menurut Ananta (2002: 13), Kepopuleran pedagang kaki lima ini mungkin
dalam arti yang positif dan mungkin juga dalam arti negatif. Positifnya pedagang
kaki lima secara pasti dapat menyerap lapangan pekerjaan dari sekian banyak
penganggur. Para penganggur ini mencoba berkereasi, berusaha dengan modal
sendiri atau tanpa modal. Yang penting mereka adalah orang-orang berani
menempuh kehidupan berjuang memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan anggapan
negatif sebagian masyarakat tentang usaha ini adalah karena mengganggu tata
tertib, keamanan, kebersihan, dan kebisingan serta menimbulkan kesemrautan dan
banyak sampah.
Menurut Hasmah (1996:61) pedagang kaki lima merupakan salah satu
kelompok masyarakat kota yang biasanya melakukan kegiatan berjual beli
ditempat tempat umum. Sehubungan dengan itu kegiatan ekonomi pedagang kaki
lima bukan hanya semrawut, tetapi juga seringkali tidak mengindahkan aturan tata
kota maupun ketertiban umum. Akibatnya timbullah masalah hambatan lalu lintas
dan ketertiban umum, baik di kota besar maupun di kota-kota kecil.
Menurut Suhardi (2007: 27), penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL)
dalam harus dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan dengan
memperhatikan aspeksosial, ekonomi dan keindahan tata ruang kota. Walau masih
ada juga yang berada di pinggir jalan dengan pengaturan yang cukup baik dan
tertib, sudah tidak menjadi penyebab macetnya lalu lintas dan tetap menjaga
kebersihan lingkungannya. Sebab usaha ini harus diakui keberadaannya dan perlu
mendapat pembinaan dan perlindungan bukan justru dibatasi ruang geraknya
apalagi disingkirkan.
Pedagang Kaki Lima Sebagai Sektor Informal Istilah sektor informal
biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang
berskala kecil. Sektor informal dalam tulisan ini dianggap sebagai suatu
manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang
berkembang, pedagang kaki lima yang memasuki kegiatan berskala kecil di kota,
terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan dari pada
memperoleh keuntungan. Pedagang kaki lima yang terlibat dalam sektor pada
umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak trampil, dan
kebanyakanpara migran, jelaslah bahwa pedagang asongan bukanlah kapitalis
yang mencari investasi yang menguntungkan dan juga bukan pengusaha seperti
yang dikenal pada umumnya.
Pedagang adalah orang-orang yang melakukan kegiatan-kegiatan
perdagangan sehari-hari sebagai mata pencaharian mereka. Damsar (2012:106)
mendefinisikan pedagang sebagai orang atau instansi yang memperjual belikan
produk atau barang kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut
penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan
demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah
dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga
roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk
pedagang di jalanan pada umumnya. Pedagang kaki lima adalah suatu usaha yang
memerlukan modal relatif sedikit, berusaha dalam bidang produksi dan penjualan
untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu. Usahanya dilaksanakan
pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam lingkungan yang informal.
Manning dan Effendi (1991) menggolongkan para pedagang dalam tiga kategori,
yaitu:
a) Penjual Borongan (Punggawa)
Penjual borongan (punggawa) adalah istilah umum yang digunakan
diseluruh sulawesi selatan untuk menggambarkan perihal yang
mempunyai cadangan penguasaan modal lebih besar dalam hubungan
perekonomian. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan para
wiraswasta yang memodali dan mengorganisir sendiri distribusi
barangbarang dagangannya.
b) Pengecer Besar
Pengecer besar dibedakan dalam dua kelompok, yaitu pedagang besar
yang termasuk pengusaha warung di tepi jalan atau pojok depan sebuah
halaman rumah, dan pedagang pasar yaitu mereka yang memiliki hak atas
tempat yang tetap dalam jaringan pasar resmi.
c) Pengecer Kecil
Pengecer kecil termasuk kategori pedagang kecil sektor informal
mencakup pedagang pasar yang berjualan di pasar, di tepi jalan, maupun
mereka yang menempatkan kios-kios dipinggiran pasar yang besar.
Damsar (2012) membedakan pedagang menurut jalur distribusi barang
yang dilakukan, yaitu:
1 Pedagang distributor (tunggal), yaitu pedagang yang memegang hak
distribusi satu produk dari perusahaan tertentu.
2 Pedagang partai (besar), yaitu pedagang yang membeli produk dalam
jumlah besar yang dimaksudkan untuk dijual kepada pedagang lainnya
seperti grosir.
3 Pedagang eceran, yaitu pedagang yang menjual produk langsung
kepada konsumen.

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial


Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan
raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki.
Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.
Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan
untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk
berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang
menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya
namanya adalah pedagang lima kaki. Dibeberapa tempat, pedagang kaki
lima dipermasalahkan karena menggangu para pengendara kendaraan
bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air
terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun
dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan
menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau
barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada
membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap
mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang
kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan
bisnisnya disekitar rumah mereka. Pedagang kaki lima merupakan
pekerjaan yang termasuk dalam sektor informal. Pekerjaan yag termasuk
pada sektor informal adalah suatu tenaga kerja yang bekerja pada segala
jenis pekerjaan tanpa adanya perlindungan Negara dan atas usaha tersebut
tidak dikenakan pajak.
2.3 Kerangka Pemikiran
Dalam kehidupan sehari-hari seorang individu yang hidup dalam
lingkungan masyarakat yang luas akan terus mencari kehidupan yang lebih baik
sehingga akan mencapai suatu kesejahteraan dalam hidup. Dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya masyarakat pedagang kaki lima akan berusaha dengan
semaksimal mungkin guna memperoleh kehidupan yang layak. Aspek kehidupan
sosial ekonomi yang akan dicapai seperti pendapatan yang besar sehingga
memperoleh sesuatu sehingga membuat mereka akan tetap bisa bertahan hidup di
Kota Medan. Contohnya adalah pendapatan dan konsumsi yang dapat menunjang
kehidupan dan keperluan mereka sehari-hari agar mencapai kehidupan yang lebih
baik lagi. Selain itu, pedagang kaki lima juga memperhatikan pendidikan
keluarganya dalam kesehariannya demi tercapainya Universitas Lancang Kuning
kehidupan yang lebih baik lagi.

BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara secara
langsung kepada 5 informan mengenai kehidupan sosial ekonomi pedagang kaki
lima selama pandemi covid-19 di kawasan Kel. Bantan Kec. Medan Tembung
maka peneliti memperoleh kesimpulan bahwa
1. Kondisi sosial ekonomi pedagang kaki lima di kawasan Kel. Bantan Kec.
Medan Tembung memiliki tingkat pendapatan perbulan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Tingkat pendidikan yang tidak mampu memasuki
sektor formal. Kondisi perumahan yang di miliki dilihat dari kondisi fisik
bangunan dan status kepemilikan rumah. Kondisi kesehatan dilihat dari penyakit
apa yang dikeluhkan dan tempat berohat.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan perdagang kaki mempertahankan usahanya
selama pandemi covid-19 im meliputi kebutuhan hidup, pendidikan yang rendah,
keterampilan yang tidak memenuhi kemudahan dalam memasuki sektor informal
dan memiliki modal yang kecil. Dampak sosial ekonomi lainnya bagi pedagang
kaki lima selama pandemic Covid-19 yaitu beberapa pedagang kaki lima yang
menambah profesi lagi dan beberapa pedagang kaki lima juga mengalami
keretakan hubungan rumah tangga serta terganggunya pendidikan anak dari
beberapa pedagang Universitas Lancang Kuning kaki lima. Kehidupan ekonomi
pedagang kaki lima selama pandemi covid-19 yaitu beberapa pedagang kaki lima
memilih menambah penghasilan untuk tetap meningkatkan perekonomian
pedagang kaki lima. Serta pendapatan pedagang kaki lima selama pandemic covid
19 menurun sangat drastis. Hal ini dikarenakan pembeli yang sepi terutama yang
memiliki pelanggan tetap dari anak sekolah
3.2 Saran
Dari hasil penelitian yang sudah disimpulkan di atas maka peneliti herkeinginan
memberikan saran yaitu
1. Disarankan agar pedagang kaki lima di kawasan kota Pekanbaru dapat
beradaptasi dengan kondisi sekarang ditengah pandemic covid-19 ini, tetap
mematuhi protokol kesehatan seperti menjaga jurak dan memakai masker.
2. Disarankan kepada keluarga pedagang kaki lima agar dapat membantu
meringankan pedagang kaki lima dalam hal ini mencari nafkah pandemi covid-19
ini dengan sama-sama bekerja dan udak bertumpu
seluruhnya kepada pedagang kaki lima
3 Untuk tempat pedagang kaki lima diharapkan memilih tempat berjualan yang
memang diperbolehkan oleh pemerintah. Ini berguna untuk menjaga ketentuan
pedagang ketika berjualan karena tidak harus memikirkan ketika akan dilakukan
penertiban oleh petugas Satpol PP.
4. Pedagang kaki lima juga harus melakukan evaluasi penjualan setiap bulannya.
Evaluasi berguna untuk melihat sejauh manu penjualan yang dilakukan dan dapat
melakukan perubahan perubahan dalam strategi penjualan guna naikkan tingkat
penjualan terlebih di masa pandemic Covid-19 ini.

Anda mungkin juga menyukai