Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN NYERI

Oleh:

WULAN SEPTA ANJAR RAHAYU

23101171

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
JEMBER
2023
i
A. Definisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan.
Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat
diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat hingga akhir yang dapat diantisipasi atau di prediksi. (NANDA,
2015). Nyeri kronis serangan yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan
(NANDA, 2012).

B. KLASIFIKASI NYERI

Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis.
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang
tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan tegangan otot.
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk dalam kategori nyeri kronis
adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.
C. Etiologi Nyeri
Etiologi nyeri menurut Rohayati (2019) meliputi:
1. Emosi
Kecemasan, depresi dan marah merupakan emosi yang mudah
memunculkan gangguan rasa aman dan nyaman
2. Status Mobilisasi
Keterbatasan mobilasasi akan membuat individu mengalami peningkatan resiko
cidera
3. Gangguan persepsi sensori
Penurunan adaptasi rangsangan akan meningkatkan terjadinya paparan bahaya
4. Imunitas
Imunitas yang kurang akan meningkatkan masuknya bahaya dalam tubuh

5. Tingkat kesadaran
Tingkat kesdaran yang rendah memiliki respon yang tidak optimal jika
berhadapan dengan bahaya disekitar
6. Komunikasi dan informasi
Kurangnya pemahaman akan suatu cara, prosedur akan meningkatkan resiko
cidera
7. Gangguan tingkat pengetahuan
Tingkat penegtahuan berhubungan dengan pemahaman individu terhadap
suatu objek tetrentu. Kurang informasi akan meningkatkan resiko cidera.
8. Status Nutrisi
Gangguan Nutrisi (kurang) akan mengakibatkan kelemahan dan menurunnya
imunitas sehingga akan meningkatkan terjadinya penyakit.
9. Usia
Perbedaan usia menentukan pengalaman dan persespsi seseorang akan
rangsangan terhadap suatu objek tertentu misalnya nyeri.

10. Jenis Kelamin


Jenis kelamin laki-laki dan perempuan secara umum memilikiperbedaan dalam
merespon nyeri
11. Kebudayaan
Kebudayaan menentukan pengalaman dan persespsi seseorang akan
rangsangan terhadap suatu objek tertentu misalnya nyeri
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan Gejala
a. Gangguan tidur
b. Posisi menghindari nyeri
c. Gerakan menghindari nyeri
d. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
e. Perubahan nafsu makan
f. Tekanan darah meningkat
g. Depresi

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
adalah:
a Nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri
merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain.
Keadaan ini di pengaruhi lingkungan dan pengalaman.
b Persepsi Nyeri. Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif dari
seseorang yang merasakan nyeri. Dikarenakan perawat tidak mampu merasakan
nyeri yang dialami oleh pasien.
c. Toleransi Nyeri. Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeriyang
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat- obatan,
hipnotis, gerakan atau garakan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat
dan sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara lain
kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang kunjung tidak hilang, sakit dan
lain-lain.
d. Reaksi terhadap Nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon
seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan
menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat di pengaruhi
oleh beberapa faktor, seperi arti nyeri, tingkat perspepsi nyeri, pengalaman masa
lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas,
usia dan lain-lain.

F. Tanda dan Gejala


Menurut SDKI (2017), tanda dan gejala gangguan rasa aman dan nyaman
termasuk nyeri antara lain :
a. Mengeluh tidak nyaman
b. Mengeluh nyeri
c. Mengeluh sulit tidur
d. Wajah tampak pucat, tidak mampu rileks, dan tampak meringis
e. Mengeluh kedinginan/kepanasan
f. Merasa gatal
g. Mengeluh mual dan ingin muntah
h. Mengeluh lelah
i. Pola eliminasi berubah
j. Postur tubuh berubah

G. Patofisiologi
Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh seseorang yang
menimbulkan respon tidak menyenangkan (Tamsuri Anas, 2007). Mekanisme
timbulnya nyeri pada seseorang didasari oleh proses multipel yang berupa nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisasi. Nosisepsi adalah mekanisme yang
dapat menimbulkan nyeri nosiseptif yang terdiri dari beberapa proses diantaranya
transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi. Sedangkan nosiseptor adalah saraf yang
dapat menghantarkan nyeri menuju otak (Potter & Perry, 2006)
1. Transduksi
Proses transduksi terjadi ketika suatu stimulus berupa rangsangan dari luar
( suhu, kimiawi dan mekanik ) menjadi aktifitas listrik pada ujung- ujung saraf
sensoris. Transduksi dimulai dari perifer, selanjutnya stimulus mengirimkan
impuls melewati serabut saraf nyeri perifer yang terdapat pada panca indra yang
dapat menimbulkan reaksi nyeri.

2. Transmisi

Setelah proses transduksi selesai, kemudian terjadi proses transmisi impuls


nyeri. Kerusakan sel mengakibatkan pelepasan neurotransmitter eksitatori seperti
protaglandin, bradikinin, kalium, histamin dan substansi P (Tamsuri Anas, 2007)..
Substansi neurotransmitter yang peka terhadap nyeri dan terdapat di sekitar
serabut nyeri cairan ekstraseluler menyebarkan pesan adanya nyeri sehingga
menyebabkan imflamasi atau peradangan (Potter & Perry, 2006). Selanjutnya
serabut nyeri masuk ke dalam medula spinalis melalui tulang belakang hingga
berakhir di gray matter ( substansi abu-abu) medula spinalis. Substansi P
dilepaskan di tulang belakang yang menyebabkan terjadinya proses transmisi
sinapsis dari saraf perifer aferen ( panca indra) ke sistem saraf spinotalami yang
melewati sisi berlawanan.
Terdapat 2 macam serabut saraf perifer yang berfungsi untuk mengontrol
stimulus nyeri yaitu serabut A-Delta yang diselubungi sel myelin yang merupakan
serabut tercepat dengan ukuran sangat kecil dan lambat. Yang kedua serabut C
merupakan serabut cepat yang tidak diselubungi sel myelin (Potter & Perry,
2006).
3. Modulasi
Setelah otak menerima stimulus nyeri, selanjutnya akan terjadi pelepasan
neurotransmitter inhibitor seperti opioid endogenus (endorfin dan enefalin),
serotonin, norepinefrin, dan asam aminobutirik gamma yang bekerja dengan
tujuan untuk menghambat transmisi nyeri. Terhambatnya transmisi impuls nyeri
merupakan proses nosiseptif atau lebih dikenal dengan modulasi (Tamsuri Anas,
2007).
4. Persepsi
Sepanjang sistem spinotalamik, impuls nyeri melintasi medula spinalis.
Setelah impuls nyeri naik ke medula spinalis, talamus mentransmisikan informasi
ke pusat yang lebih tinggi di otak berupa pembentukan jaringan, sistem limbic,
korteks somatosensori, dan beberapa gabungan korteks lainnya (Tamsuri Anas,
2007). Ketika stimulus nyeri sampai ke korteks serebral, otak akan
menginterpretasikan kualitas dari nyeri dan memproses informasi dari pengalaman
terdahulu, pengetahuan, serta faktor yang berhubungan dengan persepsi nyeri.
sehingga seseorang dapat menyebakan timbulnya nyeri yang dinamakan dengan
persepsi (Potter & Peer, 2006).
Saat seseorang sadar terhadap adanya nyeri, maka reaksi kompleks mulai
terjadi. Faktor-faktor psikologis dan kognitif saling berinteraksi dengan
neurofisiologi dalam mempersepsikan rasa nyeri. persepsi membuktikan bahwa
perasaan sadar mengenai rasa nyeri membuat orang tersebut kemudian bereaksi.
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan respon perilaku yang
terjadi setelah seseorang sudah merasakan nyeri (Potter & Perry, 2006).

Persepsi nyeri juga menimbulkan respon refleks terhadap seseorang.


Serabut delta A mengirimkan impuls sensorik ke medula spinalis yang bersinapsis
dengan neuron motorik spia . impuls-impuls motorik tersebut akan berjalan
melalui refleks listrik di sepanjang serabut saraf eferen, selanjutnya kembali ke
otot perifer yang dekat dengan area stimulasi sehingga melewati otak. Kontraksi
otot dapat menimbulkan reaksi perindungan terhadap sumber nyeri (Potter &
Perry, 2006).
Gambar. Jalur Nyeri
H. Pathway Nyeri
I. Penatalaksanaan Farmakologis dan Non-Farmakologis

a) Farmakologis
Terapi farmakologis untuk mengurangi nyeri menurut Potter dan Perry
(2006) yaitu:
1. Pemberian obat analgetik

Obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total, seseorang

yang mengonsumsi obat analgetik ini tetap berada dalam keadaan sadar.

Terdapat tiga jenis analgesik yaitu :


a. Non narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), NSAID bekerja
pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi transmisi dan resepsi
stimulus nyeri. NSAID non narkotik ini umumnya dapat menghilangkan
nyeri ringan dan sedang seperti nyeri artritis rheumatoid, prosedur
pengobatan gigi, prosedur bedah minor, dan episiotomy.
b. Analgesic narkotik atau opiate analgesic narkotik atau opiate umum
diresepkan untuk skala nyeri sedang sampai berat seperti nyeri pasca
oprasi dan nyeri maligna. Obat jenis ini berkeja pada system saraf pusat.
c. Obat tambahan (Adjuvan) atau ko-analgesik adjuvan seperti sedative,
anticemas, dan relaksan otot yang dapat meningkatkan kontrol nyeri atau
dapat juga menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri seperti
depresi, mual. Sedative seringkali diresepkan untuk penderita nyeri
kronik.
2. Sistem pemberian obat yang disebut ADP merupakan metode yang aman
untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri post operasi dan nyeri traumatic.
Klien dapat menerima keuntungan apabila dapat mengontrol nyeri dengan
baik.
b) Non-farmakologis
Terdapat beberapa jenis tindakan non-farmakologis antara lain (Mayasari,
2016):
1. Relaksasi
Metode ini menggunakan pendidikan dan latihan pernafasan dengan
prinsip dapat mengurangi nyeri dengan cara mengurangi sensasi nyeri dan
mengontrol intensitas reaksi terhadap nyeri, relaksasi dapat dilakukan dengan
cara menciptakan lingkungan yang tenang, tentukan posisi yang nyaman,
konsentrasi pada suatu obyek atau bayangan visual, dan melepaskan ketegangan.
2. Imajinasi terbimbing
Dalam imajinasi terbimbing klien menciptakan kesan dalam pikiran,
berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap klien dapat
mengurangi rasa nyerinya. Hipnosis diri dapat membantu mengubah persepsi
nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
3. Distraksi (visual, pendengaran, pernafasan)
Teknik distraksi adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Ada beberapa jenis distraksi yaitu ditraksi visual (melihat
pertandingan, menonton televisi, film, dll), distraksi pendengaran (mendengarkan
music, suara gemericik air), distraksi pernafasan (bernafas ritmik), distraksi
intelektual (bermain kartu).
4. Pemijatan (stimulasi kutaneus)
Ada beberapa teknik pijatan yang dapat dilakukan yaitu, remasan pada
otot bahu, selang seling tangan memijat punggung dengan tekanan pendek, cepat
dan bergantian tangan, petriasi dengan menekanpunggung secara horizontal
kemudian pindah tangan dengan arah yang berlawanan dengan mengguakan
gerakan meremas, tekanan menyikat secara halus tekan punggung dengan
menggunakan ujung-ujung jari untuk
5. Kompres
a. Kompres panas basah (dilakukan pada pasien yang mengalami nyeri,
risiko terjadi infeksi, dan kerusakan fisik karena imobilitas)
b. Kompres panas kering (dilakukan untuk membebaskan rasa nyeri,
spasme otot, peradangan, dan memberikan rasa hangat)
c. Kompres dingin basah (dilakukan untuk mengurangi aliran darah ke
suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta edema)
d. Kompres dingin kering (dilakukan pada pasien dengan perdarahan
hebat, kesakitan, sakit kepala berat, dan pasien pasca bedah tongsil).
J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan Terfokus
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan yang merupakan suatu
proses secara sistematis sesuai dengan fakta dan kondisi klien yang berguna dalam
pengumpulan data sebagai sumber untuk evaluasi dan identifikasi status kesehatan klien
yang dapat digunakan untuk menentukan ke tahap selanjutnya yakni merumuskan suatu
diagnosis keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon
klien (Muttaqin dkk., 2013). Pengkajian terfokus pada kasus gangguan pemenuhan
kebutuhan keamanan dan kenyaman yaitu:
a. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status perkawinan,
agama, pendidikan dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : keluhan utama yang dirasakan yakni nyeri
2) Riwayat kesehatan terkait dengan kronologi nyeri. Adapun tahapan pengkajian
terfokus pada nyeri sebagai berikut:

Pendekatan pengkajian karakteristik nyeri dengan menggunakan metode PQRST


dapat memperudah perawat perioperatif dalam melakukan pengkajian nyeri yang
dirasakan pasien secara ringkas dan dapat digunakan dalam kondisi praoperatif
yang singkat. Ringkasan pengkajian karakteristik nyeri dengan pendekatan PQRST
meliputi : (Muttaqin dkk., 2013).
1. Provoking Incident : perawat dapat menanyakan apakah ada peristiwa
yang menjadi faktor penyebab nyeri? Apakah nyeri berkurang apabila
beristirahat? Faktor – faktor apa yang meredakan nyeri?
2. Quality or Quantity of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan pasien. Apakah nyeri bersifat tumpul, sangat terbakar,
berdenyut, tajam atau menusuk.
3. Region, Radiation, Relief : dimana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan
tepat oleh pasien, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit itu terjadi
4. Severity (Scale) of Pain: pengkajian nyeri dengan skala nyeri deskriptif
seperti tidak ada nyeri = 0, nyeri ringan = 1, nyeri sedang = 2, nyeri berat = 3,
nyeri tak tertahankan = 4.

5. Time : berapa lama nyeri berlangsung (apakah bersifat akut atau kronik).
a. Ekspresi Nyeri Klien
Perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Meringis, menekuk salah
satu bagian tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim merupakan contoh
ekspresi nyeri secara nonverbal. Klien yang tidak mampu
berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus
selama melakukan pengkajian. (Potter & Perry, 2005).
Intensitas nyeri dapat dapat dilakukan dengan salah satu metode skala
nyeri menurut Hayward (1975):

0 : tidak nyri
1-3 : nyeri ringan 4-6 :
nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri tapi dapat dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
b. Pengkajian Pola Gordon
1) Presepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
2) Nutrisi dan metabolik
3) Eliminasi
4) Aktivitas dan latihan
5) Tidur dan istirahat
6) Kognitif dan presepsi sensori
7) Presepsi kondep diri
8) Peran dan hubungan dengan sesama
9) Reproduksi dan seksualitas
10) Mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
11) Nilai dan kepercayaan
c. Pemeriksaan Umum
1). Keadaan Umum
Tidak tampak sakit : mandiri, tidak terpasang alat medis Tampak sakit
sedang : bed rest, lemah, terpasang infus,alat medis

2). Tanda Tanda Vital


Perhatikan tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate
3). Pemeriksaan Head To Toe : pemeriksaan dari kepala hingga ujung kaki
1) Mata : cek kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata,
lesi, adanya benda asing yang menyebabkan gangguan
peneglihatan akibat luka
2) Hidung : catat adanya perdarahan, mukosa kering, sumbatan dan
bulu hidung rontok bila ada

3) Mulut : cek mukosa bibir, bibir kering karena intake cairan


kurang
4) Telinga : catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda
asing, perdarahan dan serumen
5) Leher : catat denyut nasi karotis cek adanya benjolan
6) Thorax / dada : Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler,
ekspansi dada, auskultasi suara ucapan egoponi, cek ada atau tidak
suara nafas tambahan ronchi
7) Abdomen
Inspeksi : cek adanya luka, adanya lesi, adanya edema, Palpasi
: palpasi dilakukan untuk menentukan adanya
pembengkakan dan nyeri
8) Urogenital : Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat
lesi merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter
2. Diagnosis Keperawatan yang Sering Muncul
a. Nyeri Akut D.0077
b. Gangguan Rasa Nyaman D.0074
c. Gangguan Pola Tidur D.0055
d. Risiko Defisit Nutrisi D.0032
3. Perencanaan/ Nursing Care Plan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


No
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri Akut b.d Tujuan: Manajemen Nyeri (1.08238)
agen pencedera Setelah Definisi:
fisiologi d.d klien dilakuka Mengidentifikasi dan mengelola
tampak meringis nkeperawatan pengalaman sensorik atau emosional
dan gelisah selama yang berkaitan dengan kerusakan
3 x 24 jam, maka jaringan atau fungsional dengan onset
nyeri akut menurun mendadak atau lambat dan dan
dengan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan.
Kriteria Hasil:
Observasi
Tingkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Nyer durasi, frekuensi, kualitas, dan
i(L.08066) identitas nyeri
2. Identifikasi respon nyeri non
1. Keluhan verbal
nyericukup Terapeutik
menurun Berikan teknik nonfarmakologis untuk
2. Meringis cukup mengurangi rasa nyeri (mis. hipnosis,
menurun akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, terapi
imajinasitermbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu
Kompres Panas (1.0823)
Definisi:
Melakukan stimulasi kulit dan jaringan
dengan panas untuk mengurangi nyeri,
spasme otot, dan mendapatkan efek
terapeutik lainnya melalui paparan
panas.
Observasi
1. Identifikasi kontraindikasi kompres
panas (mis. penurunan sensasi,
penurunan sirkulasi)
2. Identifikasi kondisi kulit yang akan
dilakukan kompres panas
Terapeutik
1. Pilih metode kompres yang
nyaman dan mudah didapat (mis.
kantong plastik tahan air, botol air
panas, bantalan pemanas listrik)
2. Pilih lokasi kompres
3. Lakukan kompres panas pada
daerah yang cedera
Edukasi
1. Ajarkan cara menghindari
kerusakan jaringan akibat panas

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian penurun
panas
2. Gangguan rasa Tujuan: Terapi Relaksasi (1.09326)
nyaman b.d gejala Setelah dilakukan Definisi:
penyakit d.d klien keperawatan selama Menggunakan teknik peregangan
mengeluh tidak 3 x 24 jam, maka untuk mengurangi tanda dan gejala
nyaman dan sulit gangguan rasa ketidaknyamananseperti nyeri,
tidur nyaman meningkat ketegangan otot, atau kecemasan
dengan Observasi
1. Identifikasi reknik relaksasi yang
Kriteria Hasil: pernah efektif digunakan
Status 2. Periksa ketegangan otot, frekuensi
Kenyamanan nadi, tekanan darah dan suhu
(L.08064) sebelum dan sesudah latihan
1. Kebisingan
Terapeutik
cukup menurun
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Keluhan sulit
dan tanpa gangguan dengan
tidur cukup
pencahayaan dan suhu ruangan
menurun
yang nyaman jika memungkinkan
3. Merintih cukup
2. Gunakan pakaian longgar
menurun
Edukasi
1. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (misalnya napas dalam,
peregangan, atau imajinasi
tembimbing)
2. Monitor respon terhadap
teknik relaksasi
3. Anjurkan sering
mengulangiteknik yang
dipilih

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
tenaga medis lain
(Fisioterapi)
3. Gangguan pola Tujuan: Dukungan Tidur
tidur b.d nyeri d.d Setelah dilakukan (1.05174)Definisi:
klien mengeluh keperawatan selama Memfasilitasi siklus tidur dan
sulit tidur dan 2 x 24 jam, maka terjagayang teratur.
sering terjaga pada gangguan pola tidur
Observasi
malam hari. meningkat dengan
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Identifikasi faktor
Kriteria Hasil: Pola pengganggutidur (fisik
Tidur atau psikologis)
(L.05045) Terapeutik
1. Keluhan sulittidur 1. Modifikasi lingkungan (mis.
cukupmeningkat pencahayaan, kebisingan, suhu,
2. Keluhan sering matras, dan tempat tidur) batasi
terjaga cukup waktu tidur siang, jika perlu
meningkat 2. Tetapkan jadwal tidur rutin
3. Keluhan 3. Lakukan prosedur untuk
istirahat tidak meningkatkan kenyamanan (mis.
cukup cukup pijat, pengaturan posisi, terapi
meningkat akupresur)
Edukasi
1. Anjurkan untuk menghindari
makanan atau minuman
pengganggu tidur

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim medis
(fisioterapi)
4. Risiko Defisit Tujuan: Manajemen Gangguan
Nutrisi d.d faktor Selama dilakukan Makan(1.03111)
psikologis tindakan Definisi:
(keengganan untuk keperawatan selama Mengidentifikasi dan mengelola diet
makan) 2 x 24 jam, maka yang buruk, olahraga berlebihan atau
risiko defisit nutrisi pengeluaran makanan dan cairan
meningkat dengan berlebihan.
Kriteria Hasil: Observasi
Nafsu makan Monitor asupan dan keluarnya
(L.03024) makanan dan cairan serta kebutuhan
1. Asupan kalori
makanan cukup Terapeutik
membaik iskusikan perilaku makan dan jumlah
2. Keinginan makan aktivitas fisik (termasuk olahraga)
cukup yang sesuai
membaik 2. Berikan penguatan positif terhadap
keberhasilan target dan perubahan
perilaku
3. Berikan konsekuensi jika tidak
mencapai target sesuai kontrak
Edukasi
1. Anjurkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah
perilaku makan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim Gizi
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Harti, A.S. 2015. Mikrobiologi Kesehatan Peran Mikrobiologi Dalam Bidang


Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit ANDI, Anggota IKAPI.

Kemenkes. 2016. Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.

Kuntoadi.,Gama Bagus.2019.Buku Ajar Anatomi Fisiologi : Untuk Mahasiswa


Apikes.Bandung:Panca Tera Firma.

Mayasari, C.D. 2016. Pentingnya Pemahaman Manajemen Nyeri Non


Farmakologi Bagi Seorang Perawat. Jurnal Wawasan Kesehatan. Vol.
1(1): 35-42.

Muttaqin, A., dan K. Sari. 2013. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep,


Proses, dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika

Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.

Rayani. 2020. Peningkatan Pembiasaan Komunikasi Positif dalam Keluarga di


Masa Pandemi COVID-19. Jurnal realita. 5(2): 1067-1075.

Rohayati, E. 2019. Keperawatan Dasar I. Cirebon: LovRinz Publishing.

Saputri, E.M. 2020. Pengeolaan Nyeri Akut pada Ny. J dengan Diabetes Melitus
Tipe II di Ruang Dahlia RSUD Ungaran. Manuskrip: Fakultas
Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo.

Sari, H dan R.P. Sari. 2020. Efektifitas Terapi Pijat Kaki. Nusantara Hasana
Journal. 1(2): 26-36.

Syaifuddin, Haji. 2011. Anatomi Fisiologi : Kurikulum berbasis untuk


keperawatan & kebidanan.Jakarta:EGC.

Tansumri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Dalam PPNI. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Wartonah, Tarwoto. 2006. KDM dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.

Yanto, A dan M.D. Setiawan. 2020. Penuruna Glukosa Darah Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2 Menggunakan Kombinasi Terapi
Relaksasi Napas Dalamdan Murrotal. Journal Ners Muda. 1(3): 1-9

Anda mungkin juga menyukai