Oleh:
23101171
B. KLASIFIKASI NYERI
Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis.
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang
tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan tegangan otot.
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk dalam kategori nyeri kronis
adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.
C. Etiologi Nyeri
Etiologi nyeri menurut Rohayati (2019) meliputi:
1. Emosi
Kecemasan, depresi dan marah merupakan emosi yang mudah
memunculkan gangguan rasa aman dan nyaman
2. Status Mobilisasi
Keterbatasan mobilasasi akan membuat individu mengalami peningkatan resiko
cidera
3. Gangguan persepsi sensori
Penurunan adaptasi rangsangan akan meningkatkan terjadinya paparan bahaya
4. Imunitas
Imunitas yang kurang akan meningkatkan masuknya bahaya dalam tubuh
5. Tingkat kesadaran
Tingkat kesdaran yang rendah memiliki respon yang tidak optimal jika
berhadapan dengan bahaya disekitar
6. Komunikasi dan informasi
Kurangnya pemahaman akan suatu cara, prosedur akan meningkatkan resiko
cidera
7. Gangguan tingkat pengetahuan
Tingkat penegtahuan berhubungan dengan pemahaman individu terhadap
suatu objek tetrentu. Kurang informasi akan meningkatkan resiko cidera.
8. Status Nutrisi
Gangguan Nutrisi (kurang) akan mengakibatkan kelemahan dan menurunnya
imunitas sehingga akan meningkatkan terjadinya penyakit.
9. Usia
Perbedaan usia menentukan pengalaman dan persespsi seseorang akan
rangsangan terhadap suatu objek tertentu misalnya nyeri.
G. Patofisiologi
Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh seseorang yang
menimbulkan respon tidak menyenangkan (Tamsuri Anas, 2007). Mekanisme
timbulnya nyeri pada seseorang didasari oleh proses multipel yang berupa nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisasi. Nosisepsi adalah mekanisme yang
dapat menimbulkan nyeri nosiseptif yang terdiri dari beberapa proses diantaranya
transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi. Sedangkan nosiseptor adalah saraf yang
dapat menghantarkan nyeri menuju otak (Potter & Perry, 2006)
1. Transduksi
Proses transduksi terjadi ketika suatu stimulus berupa rangsangan dari luar
( suhu, kimiawi dan mekanik ) menjadi aktifitas listrik pada ujung- ujung saraf
sensoris. Transduksi dimulai dari perifer, selanjutnya stimulus mengirimkan
impuls melewati serabut saraf nyeri perifer yang terdapat pada panca indra yang
dapat menimbulkan reaksi nyeri.
2. Transmisi
a) Farmakologis
Terapi farmakologis untuk mengurangi nyeri menurut Potter dan Perry
(2006) yaitu:
1. Pemberian obat analgetik
Obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total, seseorang
yang mengonsumsi obat analgetik ini tetap berada dalam keadaan sadar.
5. Time : berapa lama nyeri berlangsung (apakah bersifat akut atau kronik).
a. Ekspresi Nyeri Klien
Perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Meringis, menekuk salah
satu bagian tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim merupakan contoh
ekspresi nyeri secara nonverbal. Klien yang tidak mampu
berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus
selama melakukan pengkajian. (Potter & Perry, 2005).
Intensitas nyeri dapat dapat dilakukan dengan salah satu metode skala
nyeri menurut Hayward (1975):
0 : tidak nyri
1-3 : nyeri ringan 4-6 :
nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri tapi dapat dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
b. Pengkajian Pola Gordon
1) Presepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
2) Nutrisi dan metabolik
3) Eliminasi
4) Aktivitas dan latihan
5) Tidur dan istirahat
6) Kognitif dan presepsi sensori
7) Presepsi kondep diri
8) Peran dan hubungan dengan sesama
9) Reproduksi dan seksualitas
10) Mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
11) Nilai dan kepercayaan
c. Pemeriksaan Umum
1). Keadaan Umum
Tidak tampak sakit : mandiri, tidak terpasang alat medis Tampak sakit
sedang : bed rest, lemah, terpasang infus,alat medis
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian penurun
panas
2. Gangguan rasa Tujuan: Terapi Relaksasi (1.09326)
nyaman b.d gejala Setelah dilakukan Definisi:
penyakit d.d klien keperawatan selama Menggunakan teknik peregangan
mengeluh tidak 3 x 24 jam, maka untuk mengurangi tanda dan gejala
nyaman dan sulit gangguan rasa ketidaknyamananseperti nyeri,
tidur nyaman meningkat ketegangan otot, atau kecemasan
dengan Observasi
1. Identifikasi reknik relaksasi yang
Kriteria Hasil: pernah efektif digunakan
Status 2. Periksa ketegangan otot, frekuensi
Kenyamanan nadi, tekanan darah dan suhu
(L.08064) sebelum dan sesudah latihan
1. Kebisingan
Terapeutik
cukup menurun
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Keluhan sulit
dan tanpa gangguan dengan
tidur cukup
pencahayaan dan suhu ruangan
menurun
yang nyaman jika memungkinkan
3. Merintih cukup
2. Gunakan pakaian longgar
menurun
Edukasi
1. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (misalnya napas dalam,
peregangan, atau imajinasi
tembimbing)
2. Monitor respon terhadap
teknik relaksasi
3. Anjurkan sering
mengulangiteknik yang
dipilih
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
tenaga medis lain
(Fisioterapi)
3. Gangguan pola Tujuan: Dukungan Tidur
tidur b.d nyeri d.d Setelah dilakukan (1.05174)Definisi:
klien mengeluh keperawatan selama Memfasilitasi siklus tidur dan
sulit tidur dan 2 x 24 jam, maka terjagayang teratur.
sering terjaga pada gangguan pola tidur
Observasi
malam hari. meningkat dengan
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Identifikasi faktor
Kriteria Hasil: Pola pengganggutidur (fisik
Tidur atau psikologis)
(L.05045) Terapeutik
1. Keluhan sulittidur 1. Modifikasi lingkungan (mis.
cukupmeningkat pencahayaan, kebisingan, suhu,
2. Keluhan sering matras, dan tempat tidur) batasi
terjaga cukup waktu tidur siang, jika perlu
meningkat 2. Tetapkan jadwal tidur rutin
3. Keluhan 3. Lakukan prosedur untuk
istirahat tidak meningkatkan kenyamanan (mis.
cukup cukup pijat, pengaturan posisi, terapi
meningkat akupresur)
Edukasi
1. Anjurkan untuk menghindari
makanan atau minuman
pengganggu tidur
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim medis
(fisioterapi)
4. Risiko Defisit Tujuan: Manajemen Gangguan
Nutrisi d.d faktor Selama dilakukan Makan(1.03111)
psikologis tindakan Definisi:
(keengganan untuk keperawatan selama Mengidentifikasi dan mengelola diet
makan) 2 x 24 jam, maka yang buruk, olahraga berlebihan atau
risiko defisit nutrisi pengeluaran makanan dan cairan
meningkat dengan berlebihan.
Kriteria Hasil: Observasi
Nafsu makan Monitor asupan dan keluarnya
(L.03024) makanan dan cairan serta kebutuhan
1. Asupan kalori
makanan cukup Terapeutik
membaik iskusikan perilaku makan dan jumlah
2. Keinginan makan aktivitas fisik (termasuk olahraga)
cukup yang sesuai
membaik 2. Berikan penguatan positif terhadap
keberhasilan target dan perubahan
perilaku
3. Berikan konsekuensi jika tidak
mencapai target sesuai kontrak
Edukasi
1. Anjurkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah
perilaku makan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim Gizi
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.
Saputri, E.M. 2020. Pengeolaan Nyeri Akut pada Ny. J dengan Diabetes Melitus
Tipe II di Ruang Dahlia RSUD Ungaran. Manuskrip: Fakultas
Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo.
Sari, H dan R.P. Sari. 2020. Efektifitas Terapi Pijat Kaki. Nusantara Hasana
Journal. 1(2): 26-36.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Dalam PPNI. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.