Anda di halaman 1dari 11

Impregnasi Phosphonium-Based Ionic Liquid P88812Cl pada

Mesoporous Silika SBA-15 untuk Adsorpsi Logam Kobalt

Anggi Ramadani

Rekayasa Nanoteknologi, Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin


Universitas Airlangga

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
SBA-15 adalah material silika mesopori yang memiliki pori heksagonal seragam
dengan distribusi ukuran pori kecil dan diameter pori yang dapat diatur pada ukuran 5 dan
15 nm. Sifat penting dari SBA-15 antara lain luas permukaan yang tinggi; biasanya 400–
900 m2·g−1, stabilitas termal dan mekanik yang tinggi, inert, dan tidak berbahaya bagi
lingkungan sehingga menjadikan SBA-15 bahan yang cocok untuk berbagai aplikasi. Aplikasi
dari SBA-15 antara lain pada perawatan lingkungan misalnya untuk adsorpsi dan pemisahan,
sebagai bahan pendukung untuk katalis, maupun sebagai templat untuk produksi karbon
mesopori (Khanh et al., 2020).
Ionic liquid (IL) merupakan pelarut yang sangat baik karena memiliki sifat fisika dan
kimia yang unik (misalnya tekanan uap yang dapat diabaikan, toksisitas rendah, tidak korosif,
dll.). IL adalah garam organik atau campuran dari garam organik dan anorganik dengan titik
leleh di bawah 100 °C (Chaverra et al., 2020). Mensintesis ionic liquid berdasarkan sifat yang
diinginkan sangatlah mungkin. Oleh karena itu, ionic liquid sering disebut designed-solvent.
Karena toksisitasnya yang rendah, konduktivitas tinggi, dan stabilitas elektrokimia yang
signifikan, cairan ionik dapat digunakan sebagai green solvent yang dapat menggantikan
pelarut organik yang mudah menguap dalam banyak proses industri (Banić et al., 2014).
Garam fosfonium merupakan subkelas penting dari IL, yang diketahui memiliki sifat
penting, kadang-kadang unggul dibandingkan dengan IL berbasis nitrogen (Pospiech, 2015).
Oleh karena itu, eksperimen ini bertujuan untuk melakukan impregnasi phosphonium-based
ionic liquid P88812Cl pada mesoporous silika SBA-15 (IL@SBA-15). Selanjutnya, studi ini juga
menyelidiki IL@SBA-15 pada aplikasi pengadsorpsian logam berat yaitu kobalt. Selain itu,
variasi rasio impregnasi juga diselidiki terhadap proses adsorpsi logam berat kobalt.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses impregnasi SBA-15 menggunakan IL?
2. Bagaimana karakteristik SBA-15 yang diimpregnasi dengan IL?
3. Bagaimana aktivitas adsorpsi SBA-15 yang dimodifikasi dengan IL?
4. Bagaimana pengaruh rasio SBA-15 dan IL pada proses proses adsorpsi?

2. METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Alat
1. Gelas kimia 100 mL 10. Batang pengaduk
2. Mikropipet dan tip 11. Gelas ukur
3. Hot plate 12. Timbangan
4. Magnetic stirrer 13. Cawan petri
5. Oven 14. Centrifuge
6. Spatula 15. UV-Vis (Orion Aquamate
7. Aluminium foil 8100)
8. Kuvet 16. SEM-EDX
9. Tabung falcon 17. FTIR (Nicolet iS10)

Bahan
1. Ionic liquid P88812Cl 4. Larutan standard Co 1000 ppm
2. Toluen 5. Akuades
3. SBA-15
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Impregnasi IL@SBA-15
1. Menyiapkan 3 cawan petri dan meletakkan SBA-15 sebanyak 1 gram pada masing-
masingnya lalu dikeringkan selama 8 jam pada suhu 120°C menggunakan furnance.
2. Melarutkan P88812 Cl dengan toluen untuk mengurangi viskositasnya; sambil diaduk
dengan magnetik stirrer selama 20 menit.
3. Mencampurkan SBA-15 dan P88812Cl yang telah dilarutkan dengan variasi rasio
SBA-15:IL yang berbeda-beda antara lain 1:1, 1:2, dan 2:1.
4. Masing-masing campuran dihomogenkan dengan cara diaduk menggunakan
magnetik stirrer selama 12 jam pada suhu ruang.

2
5. Campuran yang terdispersi kemudian dimasukkan ke oven selama 12 jam pada suhu
120°C
6. Padatan putih yang dihasilkan dihaluskan menjadi bubuk untuk pengujian lebih
lanjut.
2.2.2 Proses Adsorbsi
1. Persiapan larutan standard logam kobalt untuk batch adsorption
Melakukan pengenceran dari larutan standard kobalt 100 ppm untuk mendapatkan
konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 50 ppm, dan 80 ppm sebanyak 20 ml. Perhitungan
dilakukan sebagai berikut:
• Pengenceran 10 ppm
M1 × V1 = M2 × V2
100 𝑝𝑝𝑚 × V1 = 10 𝑝𝑝𝑚 × 20 𝑚𝑙
V1 = 2 𝑚𝑙
Sehingga untuk mendapatkan larutan konsentrasi 10 ppm, larutan precursor
sebanyak 2 ml dicampurkan dengan air sebanyak 18 ml.
• Pengenceran 20 ppm
M1 × V1 = M2 × V2
100 𝑝𝑝𝑚 × V1 = 20 𝑝𝑝𝑚 × 20 𝑚𝑙
V1 = 4 𝑚𝑙
Sehingga untuk mendapatkan larutan konsentrasi 20 ppm, larutan precursor
sebanyak 4 ml dicampurkan dengan air sebanyak 16 ml.
• Pengenceran 50 ppm
M1 × V1 = M2 × V2
100 𝑝𝑝𝑚 × V1 = 50 𝑝𝑝𝑚 × 20 𝑚𝑙
V1 = 10 𝑚𝑙
Sehingga untuk mendapatkan larutan konsentrasi 50 ppm, larutan precursor
sebanyak 10 ml dicampurkan dengan air sebanyak 10 ml.
• Pengenceran 80 ppm
M1 × V1 = M2 × V2
100 𝑝𝑝𝑚 × V1 = 80 𝑝𝑝𝑚 × 20 𝑚𝑙
V1 = 16 𝑚𝑙
Sehingga untuk mendapatkan larutan konsentrasi 80 ppm, larutan precursor
sebanyak 16 ml dicampurkan dengan air sebanyak 4 ml.
2. Membuat larutan sampel

3
Membuat 3 larutan sampel yang mengandung 100 ppm larutan sebanyak 50 ml
dengan mengencerkan larutan 1000 ppm larutan standard kobalt dengan
perhitungan:
M1 × V1 = M2 × V2
1000 𝑝𝑝𝑚 × V1 = 100 𝑝𝑝𝑚 × 50 𝑚𝑙
V1 = 5 𝑚𝑙
Sehingga untuk mendapatkan larutan konsentrasi 100 ppm, larutan precursor
sebanyak 5 ml dicampurkan dengan air sebanyak 45 ml.
3. Batch Adsorption
• Memasukkan 50 ml larutan kobalt 100 ppm pada tiga gelas kimia 100 mL.
• Masing-masing larutan kobalt ditambahkan satu variasi IL@SBA-15
• Kemudian, dilakukan pengadukan dengan magnetic stirrer dengan
kecepatan 300 rpm selama 24 jam.
2.2.3 Karakterisasi
Pada eksperimen ini, IL@SBA-15 dianalisis dengan SEM untuk mengetahui
morfologinya serta analisis EDX untuk mengetahui keberhasilan proses impregnasi.
Visual larutan juga diamati serta gugus fungsi pada IL@SBA-15 juga dianalisis dengan
karakterisasi FTIR pada sebelum dan sesudah adsorpsi logam. Selain itu, terserapnya
logam kobalt pada IL@SBA-15 juga dianalisis dan dicari efisiensinya berdasarkan
hasil karakterisasi UV-Vis dengan persamaan (1) dimana E (%) adalah efisiensi
removal logam, Ci (ppm) adalah konsentrasi awal larutan, dan Cf (ppm) adalah
konsentrasi akhir larutan (Lo et al., 2012)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Data Visual
Gambar 2. menunjukkan visual larutan sebelum dan setelah proses batch adsorption
dari logam kobalt. Pada gambar terlihat bahwa seluruh larutan berwarna putih keruh.
Kekeruhan pada larutan berasal dari bubuk IL@SBA-15 yang ditambahkan. Bubuk
IL@SBA15 memiliki warna putih sama seperti warna asli bubuk SBA-15 yang ditunjukkan
Gambar 1. Oleh karena itu, saat IL@SBA-15 didispersikan ke dalam larutan, kekeruhan dapat

4
teramati. Selain itu, larutan juga menunjukkan warna sedikit merah muda. Warna merah muda
ini dapat teramati karena larutan standard kobalt berwarna merah muda.

GAMBAR 1. Visual SBA-15: (a) sebelum impregnasi; dan setelah impregnasi berturut-turut
pada rasio SBA-15 dan IL: (b) 1:1 (c) 2:1 (d) 1:2

GAMBAR 2. Visual larutan sebelum dan setelah adsorpsi berturut-turut pada rasio SBA-15
dan IL: (a, 1) 1:1 (b, 2) 2:1 (b, c) 1:2

Visual seluruh larutan sebelum dan setelah proses adsorpsi tidak menunjukkan
perbedaan yang cukup signifikan. Setelah adsorbsi, kekeruhan masih dapat teramati pada
seluruh variasi. Namun intensitas warna merah muda terlihat cenderung menurun pada seluruh
sampel pada Gambar 2 (1, 2, dan 3).

5
3.2 Hasil Karakterisasi SEM-EDX
Morfologi permukaan dan elemen penyusun dari sampel diamati dengan SEM-EDX
seperti yang disajikan pada Gambar 3. Hasil SEM menunjukkan bahwa SBA-15 baik yang
dimodifikasi maupun tidak dimodifikasi dengan IL memiliki bentuk non-spherical yang tidak
spesifik dimana di sekitar partikelnya terdapat ujung-ujung yang cukup tajam. Dapat dilihat
juga bahwa ukuran partikel pada seluruh sampel tidak seragam atau heterogen. SBA-15 yang
tidak diimpregnasi (Gambar 3 (a)) dengan SBA yang dimodifikasi dengan IL (Gambar 3 (c, e,
g)) tidak menunjukkan perbedaan ciri morfologi. Hal ini menunjukkan bahwa morfologi hasil
impregnasi tidak dapat diamati melalui SEM.

6
GAMBAR 3. Hasil SEM dan spectra EDX dari sampel SBA-15 sebelum impregnasi (a, b),
dan sampel setelah impregnasi dengan variasi rasio SBA-15 dan IL: (c, d) 1:1; (e, f) 1:2; (g,
h) 2:1

Hasil EDX menunjukkan adanya elemen silikon (Si) dan oksigen (O) pada seluruh
sampel. Elemen-elemen ini merupakan unsur penyusun dari SBA-15 sebagai supporting solid.
SBA-15 yang telah diimpregnasi dengan IL (Gambar 3 (d, f, h)), dideteksi memiliki komposisi
elemen lain yaitu fosfor (P) dan klorin (Cl) yang berasal dari ionic liquid. Adanya elemen-
elemen ini mengindikasikan bahwa proses impregnasi SBA-15 dengan ionic liquid P88812Cl
berhasil dilakukan. Berdasarkan puncak spektra dari seluruh sampel, diketahui bahwa
komposisi elemental tertinggi dari bagian yang dipindai pada masing-masing sampel adalah
silikon dan oksigen.

3.3 Hasil Karakterisasi FTIR


Gambar 4. menunjukkan vibrasi perengangan dan pembengkokan dari SBA-15 dan
IL@SBA-15 sebelum dan setelah adsorbsi yang dianalisis menggunakan FTIR. Spektra FTIR
juga digunakan untuk mengkonfirmasi keberhasilan modifikasi metode impregnasi dari
berbagai variasi serta untuk mengetahui kestabilan setelah proses adsorpsi (Gambar 4 (b)).
SBA-15 memiliki ciri puncak pada 3450 cm-1 yang teramati pada seluruh sampel yaitu
merupakan peregangan dan pembengkokan vibrasi gugus permukaan silanol (Si–OH) dan sisa
molekul air yang teradsorpsi pada sampel (O–H). Terdapat puncak absorbansi kecil dari
peregangan asimetris C–H pada 2920 cm-1 dan peregangan simetris C-H pada 2850 cm-1.
Puncak ini berasal dari ionic liquid P88812 Cl sehingga tidak teramati pada sampel SBA-15 yang
tidak diimpregnasi. Pita sekitar 1635 cm-1 disebabkan oleh vibrasi peregangan C–O dalam
gugus karboksil. Puncak yang kuat pada 1100 cm-1 muncul pada seluruh sampel sebagai
regangan pita siloksan (–Si–O–Si–) dan puncak pada 800 cm-1 merupakan pembengkokan pita
siloksan (–Si–O–Si–) yang juga teramati pada semua sampel.
7
GAMBAR 4. Spektrum FTIR: (a) SBA-15 dan IL@SBA-15 sebelum adsorpsi; (b)
perbandingan IL@SBA-15 sebelum dan setelah adsorpsi pada rasio yang berbeda-beda

Dari hasil FTIR sebelum dan setelah adsorbsi pada masing-masing sampel, diketahui
bahwa IL@SBA-15 cenderung stabil. Hal ini karena puncak-puncak yang terdeteksi tetap sama
baik sebelum dan sesudah adsorpsi. Selain itu, dari sini juga dapat diketahui bahwa ada banyak
gugus fungsi yang dapat membentuk kompleks untuk menyerap ion polutan pada IL@SBA-
15. Gugus fungsi ini memainkan peran penting dalam adsorpsi ion kontaminan.

3.4 Hasil Karakterisasi UV-Vis


Gambar 5(a). merupakan grafik UV-Vis dari larutan standard logam kobalt dengan
konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 50 ppm, dan 80 ppm. Berdasarkan grafik tersebut, diketahui
terdapat puncak pada panjang gelombang sekitar 510 nm yang merupakan puncak serapan khas
dari logam kobalt. Berdasarkan literatur, spektrum UV-Vis tipikal atau serapan khas untuk
kompleks kobalt berada pada panjang gelombang 500-550 nm (Banić et al., 2014; Ling Ling
et al., 2013; dan Vraneš et al., 2019).

GAMBAR 5. Hasil UV-Vis: (a) Serapan larutan standard kobalt; (b) Kurva kalibrasi
larutan standard kobalt
8
Gambar 5(b). merupakan kurva kalibrasi dari larutan standard. Kurva kalibrasi
diperoleh dari nilai puncak tertinggi dari masing-masing puncak pada larutan standard yang
kemudian diplot sebagai garis lurus sehinga diperoleh persamaan regresi linear 𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐,
dimana y merupakan absorbansi dan x merupakan konsentrasi logam kobalt. Persamaan regresi
pada kurva kalibrasi larutan standard yaitu 𝑦 = 0.00007𝑥 + 0.0015. Dari persamaan regresi
tersebut, dengan nilai absorbansi sampel setelah proses adsorpsi yang didapatkan dari UV-Vis
seperti yang terlihat pada Gambar 6(a), dapat diketahui nilai konsentrasi logam kobalt pada
larutan sampel setelah proses adsorpsi seperti yang disajikan pada Tabel 1.

GAMBAR 6. Serapan UV-Vis dari larutan: (a) setelah proses adsorpsi; (b) sebelum proses
adsorpsi

TABEL 1. Perhitungan konsentrasi masing-masing sampel berdasarkan persamaan


regresi linear larutan standard
Variasi Rasio SBA-15:IL Absorbansi (a.u) Konsentrasi (ppm)
1:1 0.22335 3169.285714
1:2 0.26322 3738.857143
2:1 0.51874 7389.142857

Hasil perhitungan konsentrasi logam kobalt pada larutan setelah proses adorpsi
menunjukkan bahwa konsentrasi justru jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi
awal sebelum proses adsorpsi. Hal ini mengindikasikan bahwa persamaan regresi linear yang
didapatkan dari kurva kalibrasi larutan standard tidak dapat digunakan untuk menghitung
konsentrasi logam kobalt setelah adsorpsi. Hal ini dikarenakan kondisi dari larutan standard
untuk kalibrasi dengan larutan yang digunakan untuk proses adsorpsi berbeda. Pada larutan
yang digunakan untuk proses adsorpsi, EDTA sebagai pengompleks ditambahkan. Sedangkan
pada larutan standard untuk kalibrasi, EDTA tidak ditambahkan sebelum melakukan
9
karakterisasi UV-Vis. Oleh karena itu, kurva kalibrasi tidak dapat merepresentasikan sampel
sehingga hasil perhitungan yang didapatkan tidak akurat. Karena ketidakakuratan hasil
perhitungan konsentrasi logam kobalt setelah adsorpsi, maka efisiensi adsorpsi tidak dapat
ditentukan.
Untuk mengetahui keberhasilan proses adsorpsi, maka dapat dilakukan analisis
kualitatif berdasarkan perbandingan jarak absorbansi UV-Vis terhadap baseline dari larutan
kobalt setelah proses adsorpsi dengan larutan kobalt sebelum proses adsorpsi (Gambar 6(b)).
Dari analisis ini, diketahui bahwa terjadi penurunan puncak absorbansi pada masing-masing
sampel setelah proses adsorpsi dengan urutan penurunan dari yang paling besar adalah 2:1 >
1:2 > 1:1. Hal ini menunjukkan bahwa proses adsorpsi logam kobalt dengan IL@SBA-15
berhasil dilakukan pada seluruh variasi sampel. Dari sini, dapat diketahui bahwa semakin
banyak SBA-15 maka adsorpsi dari logam kobalt semakin baik.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan eksperimen dan analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
impregnasi SBA-15 dengan IL P88812Cl berhasil dilakukan yaitu dengan cara mencampurkan
keduanya selama 12 jam pada suhu ruang. Berdasarkan karakterisasi EDX, IL@SBA-15
memiliki karateristik elemen Si, O, P, dan Cl. Lalu, berdasarkan karakterisasi FTIR,
karakteristik IL@SBA-15 adalah memiliki gugus silanol, C-H, C-O, dan siloksan yang
berturut-turut terdeteksi pada wavenumber 3450 cm-1, sekitar 2800 cm-1 – 2950 cm-1, 1635 cm-
1 , dan sekitar 800 cm -1 – 1100 cm-1. Selanjutnya, secara kualitatif, berdasarkan analisis UV-
Vis diketahui bahwa IL@SBA-15 berhasil mengadsorpsi logam kobalt. Perbandingan SBA-15
dengan IL yang paling baik dalam mengadsorpsi logam kobalt secara berturut-turut adalah 2:1
> 1:2 > 1:1. Hasil ini menegaskan bahwa semakin banyak SBA-15 maka adsorpsi logam kobalt
semakin baik.

DAFTAR PUSTAKA
Banić, N., Vraneš, M., Abramović, B., Csanádi, J., & Gadžurić, S. (2014). Thermochromism,
stability and thermodynamics of cobalt(ii) complexes in newly synthesized nitrate
based ionic liquid and its photostability. Dalton Trans., 43(41), 15515–15525.
doi:10.1039/c4dt01836b
Chaverra, D. E., Restrepo-Baena, O. J., & Ruiz, M. C. (2020). Cobalt Extraction from
Sulfate/Chloride Media with Trioctyl(alkyl)phosphonium Chloride Ionic Liquids. ACS
Omega. doi:10.1021/acsomega.9b03266
10
Khanh Nguyen, Q. N., Yen, N. T., Hau, N. D., & Tran, H. L. (2020). Synthesis and
Characterization of Mesoporous Silica SBA-15 and ZnO/SBA-15 Photocatalytic
Materials from the Ash of Brickyards. Journal of Chemistry, 2020, 1–8.
doi:10.1155/2020/8456194
Ling Ling, T., Ahmad, M., & Yook Heng, L. (2013). UV-vis spectrophotometric and artificial
neural network for estimation of ammonia in aqueous environment using cobalt(ii) ions.
Analytical Methods, 5(23), 6709. doi:10.1039/c3ay40887f
Lo, S.-F., Wang, S.-Y., Tsai, M.-J., & Lin, L.-D. (2012). Adsorption capacity and removal
efficiency of heavy metal ions by Moso and Ma bamboo activated carbons. Chemical
Engineering Research and Design, 90(9), 1397–1406. doi:10.1016/j.cherd.2011.11.020
Pospiech, B. (2015). Application of Phosphonium Ionic Liquids as Ion Carriers in Polymer
Inclusion Membranes (PIMs) for Separation of Cadmium(II) and Copper(II) from
Aqueous Solutions. J Solution Chem 44, 2431–2447. https://doi.org/10.1007/s10953-
015-0413-2
Vraneš, M.B., Papović, S.M. & Gadžurić, S.B. (2019). Spectrophotometric Investigation of
Cobalt Chloride Complex Formation in Aqueous Calcium Nitrate–Ammonium Nitrate
Melts at T = 328.15 K: Influence of Water Content. J Solution Chem 48, 1364–1377.
https://doi.org/10.1007/s10953-019-00920-z

11

Anda mungkin juga menyukai