Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS HUKUM DAGANG KONTEMPORER

(STUDI KASUS SENGKETA PLAGIASI MEREK DAGANG ANTARA MS


GLOW DAN PS GLOW)

Disusun Oleh :

Fawwas Imaddudin 22410114

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2023
1. PENDAHULUAN
Globalisasi yang meluas di bidang sosial, ekonomi, budaya dan bidang lainnya telah
membawa kemajuan dan perubahan yang pesat dalam dunia komersial. Penerapan
globalisasi dalam dunia usaha, dimana setiap negara mempunyai kebebasan untuk
memasarkan produknya ke negara lain, telah menciptakan persaingan yang semakin ketat
dalam memasarkan produk perusahaan negara lain. Dengan kenyataan dan tren perdagangan
bebas, maka dapat dipahami bahwa perlu adanya pengaturan hak kekayaan intelektual
(HAKI) suatu produk atau karya dalam kerangka perlindungan kerangka hukum yang lebih
lengkap 1.

Hak atas kekayaan intelektual di Indonesia mempunyai peranan penting dalam


melindungi implementasi gagasan yang bernilai komersial sejak disahkannya standar
perlindungan yang ditetapkan dalam Perjanjian Hak Kekayaan Intelektual terkait hak
kekayaan intelektual di Indonesia sesuai dengan peraturan WTO (Organisasi Perdagangan
Dunia) dimana Indonesia menjadi anggota/pesertanya. Hak kekayaan intelektual pada
dasarnya terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu; (1) Hak milik industri pada umumnya
mencakup penemuan atau paten sederhana, rahasia dagang, merek dagang, desain industri,
perlindungan varietas tanaman, desain tata letak sirkuit terpadu, petunjuk geografi dan
indikasi asal, dari persaingan tersembunyi; dan (2) hak cipta meliputi hak-hak yang
berkaitan atau hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta 2.

Salah satu perkembangan yang mendapat perhatian khusus dalam beberapa dekade
terakhir dan akan terjadi di masa depan adalah semakin maraknya proses globalisasi di
bidang sosial, ekonomi, budaya dan bidang lainnya. Perkembangan teknologi informasi dan
transportasi menyebabkan pesatnya pertumbuhan kegiatan di bidang perdagangan bahkan
memposisikan dunia sebagai pasar bersama tunggal. Era perdagangan global hanya dapat
dipertahankan jika terdapat lingkungan perdagangan kompetitif yang sehat. Merek
memegang peranan yang sangat penting sehingga memerlukan suatu sistem manajemen.
Selain itu, karena merek merupakan bagian dari kegiatan ekonomi atau komersial, maka

1
Dewi Rukmana, ‘Akibat Hukum Merek Dagang Yang Belum Terdaftar Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun
2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis (Studi Kasus Pada Home Industri Kue MaKece Cirebon Dan Aneka Kue
Kering Arin Mudawammah)’, 13.3 (2022), 44–50 <http://repository.syekhnurjati.ac.id/id/eprint/9704>.
2
Rukmana.
penyelesaian sengketa merek juga memerlukan pengadilan khusus, khususnya pengadilan
niaga. Indonesia telah meratifikasi Trede Mark Law Treaty (TLT), yaitu perjanjian
internasional terkait penyederhanaan dan harmonisasi prosedur administratif terkait
penegakan perlindungan merek secara nasional 3

Dalam konteks perkembangan teknologi dan informasi serta banyaknya karya


ciptaan manusia, tidak jarang masyarakat menciptakan merek tanpa memperhatikan
peraturan hukum yang berlaku. Jadi banyak terjadi pelanggaran merek dan banyak pihak
yang dirugikan. Tentunya siapapun yang ingin membuat merek baru harus memahami dan
mengetahui ketentuan atau ketentuan hukum Indonesia terkait merek agar kerugian dapat
diminimalisir jika terjadi perselisihan di kemudian hari. Tanda adalah tanda yang
mempersonalisasikan suatu objek tertentu sehingga dapat dibedakan dengan objek lain yang
4
sejenis, Sutjipto (1984) dalam Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana cara mengatasi permasalahan plagiarisme merek dan upaya perlindungan hukum
apa saja yang dapat dicapai.

2. PERMASALAHAN

Permasalahan yang sering dihadapi oleh para pengusaha adalah plagiarisme terhadap
merek produk dan jasanya. Plagiarisme adalah tindakan menjiplak, mengambil, menyalin
sebagian atau seluruh karya orang lain tanpa izin pemilik karya dan memperlakukannya
sebagai karya sendiri. Plagiarisme ini seringkali menimbulkan masalah antar brand atau
perusahaan dan berakhir di pengadilan. Ada beberapa penelitian yang mengkaji hal serupa,
yang pertama adalah Denny (2022) yang penelitiannya berjudul Penyelesaian Sengketa
Merek di Indonesia: Studi Keputusan , yang hasilnya menunjukkan perselisihan antara PT.
Gudang Garam dan PT. Gudang Baru, Pengadilan Niaga Surabaya memutuskan PT. Gudang
Baru melanggar Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2016 yang menyatakan merek

3
(Cahya, 2023)
4
N Sukalandari, W Budiartha, and P Sriasih Wesna, ‘Jurnal Analogi Hukum Sengketa Plagiasi Merek Dagang Antara
Ms Glow Dan Ps Glow’, Jurnal Analogi Hukum, 5.1 (2023), 48–54.
Gudang Baru mempunyai kemiripan dengan merek Gudang Garam yang merupakan merek
terkenal 5.

6
Yang kedua adalah penelitian Muhammad Iqbal Nugroho (2022) dalam dengan
judul Plagiarisme Merek Dagang dan Mekanisme Ganti Rugi Melalui Alternatif
Penyelesaian Sengketa, yang mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hukum respon
jelas mempunyai tujuan untuk dapat menyelesaikan perselisihan terkait dengan keputusan
mengenai sanksi hukum sebanyak 4.444 kasus melanggar hukum, bahkan lebih jelas lagi,
demi kepentingan umum atau pribadi, proses hukum dapat dilakukan terhadap peniruan
merek dagang terdaftar 7.

Sengketa tersebut melibatkan dugaan plagiarisme pada dua produk kecantikan,


yakni PT Kosmetika Global Indonesia (PKGI) dan kemudian PT Kosmetika Cantik
Indonesia (PKCI) milik Shandy, perusahaan yang memproduksi merek MS GLOW dan PT
Pstore Glow Bersinar Indonesia (PGBI) dimiliki oleh Putra Siregar yang menciptakan brand
PS GLOW. Pada tanggal 15 Maret 2022, Shandy Purnamasari, pemilik merek MS GLOW,
mengajukan gugatan terhadap Putra Siregar selaku pemilik merek PS GLOW ke Pengadilan
Niaga Medan dan terdaftar dengan nomor , perkara 2/Pdt.Sus-.HKI/Merek/2022 /PN Niaga
Mdn. Shandy Purnamasari menggugat Putra Siregar atas dugaan kemiripan atau peniruan
merek PS GLOW dengan MS GLOW. Putra Siregar selaku pemilik PS GLOW tak mau
kalah dalam perkara tersebut, sehingga mengajukan gugatan balik terhadap MS GLOW ke
Pengadilan Niaga Surabaya, 12 April 2022, No.Departemen 2/Pdt.Sus - HKI/
8
Merek/2022/PN Komersial Sby .

3. PEMBAHASAN
3.1 Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Antara MS Glow dan PS Glow
3.1.1 Fakta Hukum

5
Luthfi Avian Ananda, ‘Menguji Efektifitas Sanksi Pidana Untuk Kasus Pencemaran Nama Baik Dalam Kehidupan
Nyata Dan Dunia Maya’, Jurnal Kawistara, 8.1 (2018), 104 <https://doi.org/10.22146/kawistara.38970>.
6
Sukalandari, Budiartha, and Sriasih Wesna.
7
Fitria Barokah and others, ‘Disrupsi Politik’, Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 21.1 (2022), 1–13
<https://doi.org/10.35967/njip.v21i1.273>.
8
Sukalandari, Budiartha, and Sriasih Wesna.
Sengketa merek antara MS GLOW dan PS GLOW bermula dari rasa penasaran
Putra Siregar terhadap bisnis Shandy Purnamasari, khususnya MS GLOW. Tak ayal, Shandy
Purnamasari mengenalkan Putra Siregar pada proses pembuatan dan pemasaran produk
kecantikannya. Namun beberapa bulan kemudian, Putra Siregar dan istrinya mendirikan
brand bernama PS GLOW. PS adalah singkatan dari namanya sendiri. PS GLOW juga
memproduksi berbagai jenis produk kecantikan seperti MS GLOW. Hal inilah yang
menimbulkan tudingan plagiat dari PS GLOW terhadap MS GLOW. Selain nama merek
dan produk yang diproduksi hampir sama, kemasan atau kemasan produk kedua merek
tersebut juga serupa. MS GLOW sendiri didirikan pada tahun 2013 dan terdaftar di Kantor
Kekayaan Intelektual pada tahun 2016. Sedangkan PS GLOW didirikan pada tahun 2021
dan terdaftar di Kantor Kekayaan Intelektual pada tahun yang sama. Isu kontroversial ini
kemudian dibawa ke pengadilan 9.

Perselisihan ini telah melalui dua (2) proses hukum di pengadilan distrik niaga yang
berbeda. Gugatan pertama yang diajukan MS GLOW atas dugaan plagiarisme atau peniruan
yang dilakukan PS GLOW di Pengadilan Negeri Niaga Medan terdaftar dengan nomor
2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Mdn. Dalam gugatannya, Shandy Purnamasari
meminta pencabutan merek Putra Siregar yang sifatnya mirip dengan merek MS GLOW,
antara lain: PS GLOW, PSTORE GLOW, PS GLOW MEN, PSTORE GLOW MEN dan PS
GLOW FOR MEN.

Selain itu, Shandy Purnamasari menuntut ganti rugi sebesar enam puluh miliar
rupiah. Tak berhenti sampai disitu, Putra Siregar mengajukan gugatan balik terhadap Shandy
Purnasari ke Pengadilan Negeri Niaga Surabaya dan terdaftar dengan nomor perkara
2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby. Dalam gugatannya tersebut, Putra Siregar juga
menggugat Shandy Purnamasari atas perbuatan melawan hukum 10.

3.2 Analisis Kasus Terhadap Penyelesaian Sengketa Merek Antara MS GLOW dan PS
GLOW

9
Hibnu Nugroho, ‘Paradigma Penegakan Hukum Indonesia Dalam Era Global’ (Jurnal Hukum Pro Justitia, 2008).
10
Budi Setiawan, Sapardiyono, and Septi Indrawati, ‘Eksaminasi : Jurnal Hukum Perlindungan Hak Asasi Manusia
Pada Kasus Bullying Di Kabupaten Purworejo’, Jurnal Hukum, 1.2 (2021), 48–58.
Dalam perselisihan tersebut, dua tuntutan hukum yang diajukan oleh MS GLOW
dan PS GLOW menghasilkan keputusan akhir yang berbeda. Shandy Purnamasari atau MS
GLOW memenangkan kasus di Pengadilan Negeri Bisnis Medan. Hakim mengatakan, benar
Shandy Purnamasari adalah pihak pertama yang menggunakan dan mendaftarkan merek
MS GLOW ke Departemen Kekayaan Intelektual. Lebih lanjut dalam hal ini juga dijelaskan
bahwa memang terdapat persamaan mendasar antara merk MS GLOW dan PS GLOW 11.

Oleh karena itu, dalam putusan Pengadilan Negeri Bisnis Medan, PS GLOW
diperintahkan untuk menyatakan pendaftaran merek tidak sah dan menghapus merek
terdaftar PS GLOW dan turunannya. Namun nyatanya permasalahan ini tidak berhenti
sampai disitu saja. Pasalnya, belum lama ini Putra Siregar mengajukan gugatan balik ke
Pengadilan Negeri Surabaya Niaga yang terdaftar dengan nomor berkas 2/Pdt.Sus-
HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby, terkait hal tersebut Putra Siregar menilai Shandy
Purnamasari melanggar hukum saat memproduksi produk kecantikan dengan brand MS
GLOW. Sebelum kasus ini mencapai keputusan akhir, kedua belah pihak juga melakukan
proses mediasi. Sebagai bagian dari penyelesaian ini, MS GLOW meminta kompensasi
kepada PS GLOW sebesar enam puluh miliyar rupiah. Namun PS GLOW tidak menerima
permintaan tersebut dan hanya meminta maaf kepada MS GLOW. Oleh karena itu, mediasi
ini tidak menemukan solusi atas perselisihan kedua pihak 12.

Dengan gagalnya proses konsiliasi antara pihak MS GLOW dan PS GLOW, maka
putusan akhir diambil oleh Pengadilan Negeri Niaga Surabaya yang hasilnya bertentangan
dengan putusan Pengadilan Negeri Niaga Surabaya Medan sebelumnya. Gugatan ini
dilayangkan oleh Putra Siregar yang terbukti secara sah sebagai pemilik dan pemilik
eksklusif merek PS GLOW. Dalam putusan Pengadilan Negeri Niaga Surabaya
ditemukan Shandy Purnamasari selaku pemilik merek MS GLOW melakukan pelanggaran
atau perbuatan melawan hukum. Setelah dilakukan penggeledahan terhadap merek MS
GLOW yang gagal dikabulkan Shandy Purnamasari, ternyata merek terdaftar MS GLOW
masuk dalam Kelas 32 yaitu Kelas Minuman Serbuk Instan. Sedangkan merek dagang yang

11
Deni Achmad, ‘Peningkatan Kesadaran Hukum Mahasiswa Terhadap Kejahatan Body Shaming Dan Cyber Bullying
Di Universitas Muhammadiyah Metro’, Jurnal Sumbangsih, 2.1 (2021), 105–11
<https://doi.org/10.23960/jsh.v2i1.37>.
12
Sukalandari, Budiartha, and Sriasih Wesna.
terdaftar pada kelompok 3, khususnya kelompok produk kecantikan atau kosmetik, adalah
merek dagang “MS GLOW For Cantik Skincare”. Namun hingga saat ini Shandy
Purnamasari hanya menggunakan atau menambahkan MS GLOW pada produk perawatan
kulit yang diproduksinya dan tidak mencantumkan “For Beautiful Skincare”. Hal ini tentu
saja bertentangan dengan kebijakan Badan POM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)
yang menyatakan bahwa penggunaan merek pada suatu produk manufaktur harus sesuai
dengan produk yang didaftarkan pada Direktur Jenderal Departemen Kekayaan Intelektual
13
.

Dari penafsiran tersebut dapat dipahami bahwa penggunaan merek pada suatu produk
manufaktur harus sesuai dengan merek terdaftar dan klasifikasinya. Tujuannya untuk
memberikan kepastian hukum tidak hanya kepada pemilik merek. Namun juga memberikan
kepastian, kepastian dan keamanan kepada masyarakat sebagai konsumen. Selain itu,
Shandy Purnamasari selaku pemilik MS GLOW diperintahkan memberikan kompensasi
kepada PS GLOW sebesar Rp 37.990.726.332 (tiga puluh tujuh miliar sembilan ratus
sembilan puluh juta tujuh ratus dua puluh enam ribu tiga ratus tiga puluh dua rupiah). Hal ini
diperkenalkan pada pasal sebagai bentuk tanggung jawab pada pasal atas kerugian berwujud
dan tidak berwujud 14.

3.3 Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Merek Dagang MS GLOW dan PS GLOW

Permohonan pendaftaran merek di Indonesia terlebih dahulu dilakukan dengan


memenuhi syarat-syarat tertentu, kemudian proses pendaftarannya dilakukan di Departemen
Umum Hak Kekayaan Intelektual. Penerapan berikut harus diuji dengan itikad baik Jened,
15
Rahmi, (2017) dalam . Setelah proses pemberitahuan selesai dan dianggap memenuhi
persyaratan administratif, akan dilakukan peninjauan menyeluruh. Dalam hal pemeriksaan
substantif, pihak-pihak yang berkeberatan atau dirugikan dengan publikasi yang
menimbulkan merek tertentu dapat menyatakan keberatan. Selanjutnya, pihak yang
mengajukan permohonan merek berhak menolak pernyataan keberatan tersebut.
13
Ni Putu Suci Meinarni and Happy Budyana Sari, ‘Analisis Potensi Kejahatan Di Dalam Dunia Maya Terkait Data’,
Kertha Wicaksana, 14.April 2019 (2020), 9–15
<https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/1530/1355>.
14
FX Ari Agung Prastowo, ‘Pelaksanaan Fungsi Pokok Humas Pemerintah Pada Lembaga Pemerintah’, PRofesi
Humas Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, 5.1 (2020), 17 <https://doi.org/10.24198/prh.v5i1.23721>.
15
Sukalandari, Budiartha, and Sriasih Wesna.
Pemilik merek dapat memperoleh perlindungan hukum dari negara dan menjamin
penggunaan mereknya secara eksklusif dalam jangka waktu tertentu dengan mendaftarkan
16
merek tersebut . Ketika pemilik merek mendaftarkan logonya ke Kantor Kekayaan
Intelektual, mereka mendapat manfaat dari perlindungan hukum yang diberikan kepada
merek lain. Perlindungan hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia ada banyak
jenisnya, khususnya perlindungan hukum preventif. Perlindungan hukum preventif
merupakan perlindungan hukum yang dialihkan oleh pemerintah kepada pemilik merek
sebelum terjadi perselisihan atau pelanggaran hukum terkait merek. Perlindungan hukum
preventif dalam hal ini diberikan oleh pemerintah melalui pendaftaran merek. Dalam hal
pendaftaran merek, pemohon pertama adalah orang yang mempunyai hak untuk
menggunakan atau memegang hak eksklusif atas merek tersebut (first to file system) yang
dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik dalam hal ini maksudnya adalah merek yang
didaftarkan tersebut merupakan hasil gagasan atau karya sendiri yang tidak menjiplak
gagasan atau karya orang lain serta tidak bertentangan dengan syarat-syarat yang ditetapkan
undang-undang.

Dalam konteks kemajuan teknologi dan informasi, kesadaran akan pentingnya


pendaftaran merek untuk perlindungan hukum perlu disosialisasikan secara luas kepada
masyarakat. Sebab, nyatanya masih banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya
pendaftaran merek. Perlindungan hukum yang represif: Jika terjadi perselisihan atau
pelanggaran merek dagang, perlindungan hukum yang represif mungkin tersedia. Konflik
dapat dihindari melalui penggunaan perlindungan hukum yang bersifat memaksa.
Perlindungan hukum di Indonesia diberikan oleh pengadilan biasa dan pengadilan tata usaha
17
negara khusus . Seperti yang kita ketahui, persaingan dalam dunia bisnis semakin
meningkat yang tentunya menyebabkan semakin banyaknya permasalahan atau pelanggaran
terkait merek. Tindakan hukum merupakan jalan yang paling sering diambil oleh pemilik
merek jika terjadi perselisihan. Dalam hal ini perlindungan hukum dapat diberikan dalam

16
Wahyu Gunawan, A Muin Fahmal, and Nurul Qamar, ‘Analisis Terhadap Pemilihan Khalifah Dalam Negara
Khilafah Dalam Perspektif Sejarah Hukum’, Journal of Lex Generalis (JLG), 2.2 (2021), 899–916 <http://pasca-
umi.ac.id/index.php/jlg/article/view/381>.
17
Muhammad Ridwan Lubis, ‘Media Komunikasi Dan Informasi Hukum Dan Masyarakat JURNAL HUKUM KAIDAH
Media Komunikasi Dan Informasi Hukum Dan Masyarakat’, Jurnal Hukum KAIDAH, 18.1 (2015), 83–101.
bentuk sanksi, berupa ganti rugi atau pembatalan pendaftaran merek dan penghapusan
merek terdaftar.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan, di antaranya sengketa merek


MS GLOW dan PS GLOW akan diselesaikan melalui upaya hukum. Gugatan yang pertama
kali diajukan oleh MS GLOW di Pengadilan Negeri Bisnis Medan dan gugatan yang
diajukan oleh PS GLOW di Pengadilan Negeri Bisnis Surabaya kembali menghasilkan
keputusan akhir. Putusan Pengadilan Negeri Bisnis Medan memutuskan bahwa MS GLOW
benar secara hukum sebagai pihak pertama yang menggunakan dan mendaftarkan mereknya
pada Kantor Kekayaan Intelektual dan memutuskan bahwa pendaftaran merek harus
dibatalkan dan merek terdaftar PS GLOW dicoret. Sekaligus, putusan akhir Pengadilan
Negeri Niaga Surabaya menyatakan Putra Siregar pemilik merek PS GLOW benar secara
hukum.

Selanjutnya dalam keputusan tersebut kemudian diketahui bahwa merek MS GLOW


yang didaftarkan oleh Shandy Purnamasari telah atau telah terdaftar pada Kelas 32 (Kelas
Minuman Serbuk Larut), sedangkan merek tersebut terdaftar pada Kelas 3 (Kelas Perawatan
Kesehatan) untuk produk kulit dan kosmetik adalah brand “MS GLOW For Cantik
Skincare”, namun produk perawatan yang dipasarkan hanya brand MS GLOW saja. Hal ini
tentu saja membuat MS GLOW rugi, karena menurut peraturan BPOM, penggunaan merek
dagang pada produk perawatan kulit harus sesuai dengan merek terdaftar. Upaya
perlindungan hukum terhadap merek MS GLOW dan PS GLOW diberikan sesuai dengan
kebijakan hukum dan peraturan yang berlaku. Sistem file pertama merupakan prinsip yang
diterapkan dalam sistem pendaftaran merek di Indonesia. Prinsip ini menyatakan bahwa hak
merek diberikan oleh orang yang pertama kali mendaftarkan merek tersebut ke Kantor
Kekayaan Intelektual Nasional. Mendaftarkan merek dagang ini tentu saja penting untuk
memperoleh perlindungan hukum secara penuh. Dan untuk menghindari perselisihan atau
pelanggaran merek dagang. Perlindungan hukum terhadap merek dapat digolongkan menjadi
dua macam, yaitu perlindungan hukum preventif yang diberikan sebelum terjadi perselisihan
atau pelanggaran, dengan cara mendaftarkan merek untuk memperoleh hak eksklusif atas
merek tersebut secara sah. Hak ini mengatur bahwa pemilik merek dapat menggunakan
merek tersebut untuk jangka waktu tertentu dan mengizinkan orang lain untuk menggunakan
merek tersebut. Kedua, secara spesifik, perlindungan hukum yang represif (measure of last
resort) yang dilakukan apabila terjadi perselisihan atau pelanggaran terhadap hak-hak
pemilik merek terdaftar, dilakukan dengan cara memberikan kompensasi dan penjatuhan
sanksi pidana terhadap pemilik merek terdaftar. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

5. SARAN

Badan usaha harus lebih berhati-hati dan memahami pentingnya pendaftaran merek
untuk mendapatkan perlindungan dan menjamin kepastian hukum. Selain itu, badan usaha
harus menghindari pencurian merek dagang orang lain dan segala sesuatu yang tidak boleh
digunakan dalam merek dagang tersebut. Hal ini penting dilakukan untuk mencegah
timbulnya konflik di kemudian hari. Pemerintah harus menciptakan kesadaran tentang
pentingnya pendaftaran merek di bawah kelompok merek. Selain itu, pemerintah juga harus
menekankan secara lebih rinci dan spesifik ruang lingkup “sifat egaliter”, karena hal inilah
yang seringkali menimbulkan kebingungan dan kesalahpahaman maknanya. Selanjutnya,
pemerintah diharapkan untuk dapat lebih teliti lagi dalam melakukan pemeriksaan lebih
mendalam terhadap permohonan
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Deni, „Peningkatan Kesadaran Hukum Mahasiswa Terhadap Kejahatan Body Shaming
Dan Cyber Bullying Di Universitas Muhammadiyah Metro‟, Jurnal Sumbangsih, 2.1
(2021), 105–11 <https://doi.org/10.23960/jsh.v2i1.37>

Ananda, Luthfi Avian, „Menguji Efektifitas Sanksi Pidana Untuk Kasus Pencemaran Nama Baik
Dalam Kehidupan Nyata Dan Dunia Maya‟, Jurnal Kawistara, 8.1 (2018), 104
<https://doi.org/10.22146/kawistara.38970>

Barokah, Fitria, Tabah Maryanah, Ari Darmastuti, and Hertanto Hertanto, „Disrupsi Politik‟,
Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 21.1 (2022), 1–13
<https://doi.org/10.35967/njip.v21i1.273>

Cahya, Nurul ; Fitria, Najwa ; Noor Hidayah, Rahmah, „Hukum Dagang Islam Dalam
Menjalankan Bisnis‟, 1 (2023), 336–46

Gunawan, Wahyu, A Muin Fahmal, and Nurul Qamar, „Analisis Terhadap Pemilihan Khalifah
Dalam Negara Khilafah Dalam Perspektif Sejarah Hukum‟, Journal of Lex Generalis
(JLG), 2.2 (2021), 899–916 <http://pasca-umi.ac.id/index.php/jlg/article/view/381>

Lubis, Muhammad Ridwan, „Media Komunikasi Dan Informasi Hukum Dan Masyarakat
JURNAL HUKUM KAIDAH Media Komunikasi Dan Informasi Hukum Dan Masyarakat‟,
Jurnal Hukum KAIDAH, 18.1 (2015), 83–101

Nugroho, Hibnu, „Paradigma Penegakan Hukum Indonesia Dalam Era Global‟ (Jurnal Hukum
Pro Justitia, 2008)

Prastowo, FX Ari Agung, „Pelaksanaan Fungsi Pokok Humas Pemerintah Pada Lembaga
Pemerintah‟, PRofesi Humas Jurnal Ilmiah Ilmu Hubungan Masyarakat, 5.1 (2020), 17
<https://doi.org/10.24198/prh.v5i1.23721>

Rukmana, Dewi, „Akibat Hukum Merek Dagang Yang Belum Terdaftar Berdasarkan Undang-
Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis (Studi Kasus Pada
Home Industri Kue MaKece Cirebon Dan Aneka Kue Kering Arin Mudawammah)‟, 13.3
(2022), 44–50 <http://repository.syekhnurjati.ac.id/id/eprint/9704>
Setiawan, Budi, Sapardiyono, and Septi Indrawati, „Eksaminasi : Jurnal Hukum Perlindungan
Hak Asasi Manusia Pada Kasus Bullying Di Kabupaten Purworejo‟, Jurnal Hukum, 1.2
(2021), 48–58

Suci Meinarni, Ni Putu, and Happy Budyana Sari, „Analisis Potensi Kejahatan Di Dalam Dunia
Maya Terkait Data‟, Kertha Wicaksana, 14.April 2019 (2020), 9–15
<https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/1530/1355
>

Sukalandari, N, W Budiartha, and P Sriasih Wesna, „Jurnal Analogi Hukum Sengketa Plagiasi
Merek Dagang Antara Ms Glow Dan Ps Glow‟, Jurnal Analogi Hukum, 5.1 (2023), 48–54

Anda mungkin juga menyukai