Anda di halaman 1dari 8

PENELITI

AN

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK


TERDAFTAR TERKENAL (STUDI KASUS : SENGKETA MS GLOW VS
PSTORE GLOW)

Enjelina Sibatuara1, Penulis Kedua2,


1
Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara Jakarta
Email: enjellsummerlee@gmail.com
2
Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara Jakarta
Email:

ABSTRAK
Diera Perdagangan bebas peran merek sangat penting untuk menciptakan perdagangan yang sehat dan fair
oleh karena itu diperlukan perlindungan terhadap merek. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Merek merupakan sebagai tanda yang dapat ditampilkan secara grafis
berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/ atau 3 dimensi.
Merek merupakan salah satu bagian Hak Kekayaan Intektual yang perlu di lindungin. Namun Perlindungan hukum
atas merek terdaftar bukan merupakan jaminan khusus, adakalanya apabila terdapat cukup alasan pendaftaran merek
dapat dibatalkan dan dihapuskan. Salah satu kasus yang pendaftarannya dibatalkan adalah sengketa merek antara
MS GLOW dengan PSTORE GLOW yang saling menggugat kepengadilan. Dalam putusan pengadilan hak atas
merek dapat dibatalkan jika dinilai beralaskan itikad tidak baik. Metode yang digunakan adalah penelitian Hukum
normatif. Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum atas merek terdaftar dengan sistem
first to file principle. Bagi pemilik hak atas merek Negara memberikan perlindungan hukum, kepatian hukum dan
hak eksklusif selama 10 (tahun) sejak merek didaftarkan.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Hak Merek, Pendaftaran

ABSTRACT
In the era of free trade, the role of brands is very important to create a healthy and fair trade, therefore it
is necessary to protect brands. Based on Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications,
a mark is a sign that can be displayed graphically in the form of an image, logo, name, word, letter, number, color
arrangement, in the form of 2 (two) dimensions and/or 3 dimensions. Trademark is one part of Intellectual Property
Rights that needs to be protected. However, legal protection of a registered mark is not a special guarantee,
sometimes if there is sufficient reason the registration of a mark can be canceled and abolished. One of the cases
whose registration was canceled was a trademark dispute between MS GLOW and PSTORE GLOW which sued
each other in court. In a court decision, the right to a mark can be canceled if it is judged to be based on bad faith.
The method used is normative law research. The results of this study are to determine the legal protection of
registered trademarks with the first to file principle system. For the owner of the right to a mark, the State provides
legal protection, legal certainty and exclusive rights for 10 (years) since the mark is registered.

Keywords: Protection Law, Trademark Rights, Registration

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak yang berasal dari proses pemikiran
seseorang untuk menciptakan suatu produk, jasa, atau metode yang bermanfaat bagi masyarakat.
(Jotyka & Saputra, 2021). Secara garis besar Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dibagi dalam 2
(dua) bagian, yaitu Kepemilikan Perorangan dan Kepemilikan secara Komunal. Kepemilikan
Perorangan terbagi menjadi Hak Cipta (Copyright) dan Hak Milik Industri (Industrial Property
Rights). Hak Milik Industri mencakup: paten (patent), desain industri (industrial design), merek
(trademark), desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit), rahasia dagang
(trade secret) dan varietas tanaman. Kepemilikan Komunal mencakup ekspresi budaya
tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetic, dan indikasi geografis (Susanto et. all,

1
JUDUL Penulis

2022). Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki fungsi dan peran yang sangat penting untuk
menciptakan persaingan usaha yang sehat agar terhindar dari pembajakan atau penyalinan
terhadap suatu karya atau produk.
Di era perdagangan bebas hak merek merupakan elemen yang sangat penting dalam
menciptakan sistem perdagangan yang fair. Oleh karena itu, Merek digunakan untuk
membedakan barang atau jasa sejenis, dari produksi satu perusahaan dengan produksi
perusahaan lainya dengan demikian merek dapat dikatakan sebagai tanda pengenal asal barang
atau jasa yang bersangkuran dengan produsennya, yang menggambarkan jaminan kepribadian
dan reputasi barang atau jasa hasil usahanya pada waktu diperdagangkan (Gultom, 2018).
Dalam perdagangan barang atau jasa merek merupakan salah satu bentuk karya
intelektual yang penting bagi kelancaran dan peningkatan bagi produsen dan konsumen.
Penggunaan merek dagang sangat penting bagi keberhasilan perusahaan dalam mengaktifkan
bisnis komersial dan memenangkan persaingan komersial di pasar sasaran tempat produknya
didistribusikan. Selanjutnya fungsi dari merek itu sendiri, selain sebagai aspek karya intelektual
yang bernilai ekonomis, adalah untuk mengidentifikasi produk yang di distibusikan oleh suatu
badan usaha atau perusahaan sehingga secara umum dikenal sebagai suatu simbol atau tanda
yang berfungsi sebagai penanda produk. Masyarakat yang sudah terbiasa dengan membeli
barang dengan merek tertentu, cenderung lebih memilih untuk tetap menggunakan merek
tersebut dengan berbagai alasan karena sudah mengenal lama, terpercaya, kualitas produknya,
dan lain-lain. Oleh karena itu peran merek juga sebagai jaminan kualitas atas sebuah produk.
Sebuah merek terkenal seharusnya mendapat perlindungan guna menciptakan iklim persaingan
usaha yang sehat dalam rangka pengakomodiran penggunaan merek pada suatu produk (Indah &
Indrawati, 2021).
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis menjelaskan bahwa merek merupakan sebagai tanda yang dapat ditampilkan secara
grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua)
dimensi dan/ atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur
tersebut untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi.
Fenomena yang terjadi belakangan ini adanya merek yang didaftarkan yang tanpa izin
pemilik merek yang pertama kali menggunakan merek tersebut. Yang mana menimbulkan
perselisihan antara penggua merek yang pertama dengan orang lain yang juga mendaftarkan
merek yang sama ke Dirjen Hak Kekayaan Intelektual. Adapun akibat yang di timbulkan dari
pendaftaran merek tersebut membuat pemilik merek pertama merasa dirugikan. Terjadinya
krishu merek dagang antara MS Glow dan PS Glow berbuntut panjang di Pengadilan Niaga.
Dimana sebelumnya MS Glow selaku pemilik hak merek pertama merasa dirugikan lantaran PS.
Glow mendaftarkan hak merek yang sama ke Dirjen Hak Kekayaan Intelektual. Dan tak mau
kalah justru PS Glow melaporkan balik MS Glow dengan tuduhan yang sama.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut untuk
mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap merek yang sudah terdaftar, dan sanksi
apa yang layak diberikan terhadap pelanggaran hak merek di Indonesia, dimana merek yang
merupakan salah satu kekayaan intelektual yang harus di berikan perlindungan.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka agar penelitian lebih terarah penulis membatasi dengan
membuat rumusan masalah yaitu bagimana perlindungan hukum terhadap merek terdaftar dalam
sengketa merek dagang MS GLOW vs PSTORE GLOW?

2. METODE PENELITIAN

2
Penyusunan artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan menggunakan
data sekunder yaitu peraturan perundang-Undangan, putusan pengadilan, hasil penelitian
dan pengkajian guna menjawab permasalahan yang ada. Bahan-bahan hukum yang
digunakan diperoleh dari penelitian putusan pengadilan dan terdiri dari bahan – bahan
hukum primer, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang merek dan indikasi
geografis.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar di Indonesia
Berdasarkan Undang-undang Merek Pasal 1 ayat (1) merek di definisikan sebagai tanda
dari gambar, logo, nama, huruf huruf, angka susunan warna baik dalam bentuk 2 (dua) dimensi
ataupun dalam bentuk 3 (tiga) dimensi, suara, hologram maupun kombinasi dari 2 (dua) unsur.
Saat ini perkembangan di bidang perdagangan dan industri yang sedemikian pesatnya
memerlukan peningkatan terhadap merek yang digunakan dalam proses pembuatan, apabila
kemudian produk tersebut beredar di pasar dengan menggunakan merek tertentu, maka
kebutuhan untuk melindungi produk yang dipasarkan dari tindakan melawan hukum pada
akhirnya merupakan kebutuhan melindungi merek tersebut.
Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: Perlindungan Hukum
Preventif yaitu perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggaran, sedangkan perlindungan Hukum Resresif yaitu
merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan
yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah terjadi suatu pelanggaran (Putra, at all
2022). Dimana dengan adanya 2 (dua) bentuk perlindungan tersebut diharapkan dalam
mengimplementasikan bisa berjalan dengan baik.
Awalnya Indonesia menganut sistem deklaratif atau first to use, dimana sistem ini
menganut bahwa pemilik merek tidak diharuskan untuk mendaftarkan mereknya ketika ingin
mendapatkan hak atas merek tersebut secara umum (pemakai pertama kali bukan karena
pendaftaran), sehingga siapapun yang memiliki merek sebagai pemilik pertama meskipun tidak
didaftarkan akan tetap mendapatkan perlindungan hukum. Sistem hukum deklaratif selalu
mendasarkan perlindungan hukum terhadap mereka yang menggunakan suatu merek terlebih
dahulu dan tentu saja hal ini kurang menjamin kepastian hukum. Namun sejak Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1961 Tentang merek perusahaan dan Merek perniagaan mulailah terjadi
pergeseran sistem menjadi sistem konstitutif., karena adanya pertimbangan bahwa berlakunya
sistem deklatif dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 masih dianggap kurang
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, hal itu terlihat dari adanya beberapa
kasus pembatalan merek yang justru dimenangkan oleh pihak yang tidak mendaftarkan
mereknya (Latukau, at all 2021).
Semakin berkembangnya regulasi terhadap perlindungan merek, Sistem yang di gunakan di
Indonesia saat ini adalah first to file principle, siapa yang mendaftar pertama kali maka yang
bersangkutan berhak atas merek tersebut, dan akan mendapatkan hak ekslusif selama 10 (tahun)
dengan konsekuensi tidak boleh ada pihak lain yang mendaftarkan merek tersebut tanpa
persetujuan dari pemegang atau pemilih sah hak merek (sulastri at all, 2018).
Pada dasarnya hak merek merupakan hak yang diberikan secara ekslusif. Oleh karena itu
hak merek masih termasuk dalam hak kebendaan yang dapat diahlikan kepemilikannya kepada
orang lain. Bukti kepemilikan terhadap merek tesebut dibuktikan dengan sertifikasi hak merek.
Untuk mendapatkannya, maka pihak yang membuat merek tersebut harus mendaftarkan kepada
Direktorat Jendral Kekayaan Hak Intelektual Indonesia. Pencatatan merek tersebut ditujukan
untuk mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum. Mengingat potensi akan terjadinya
sengketa antara para pihak terhadap suatu kepemilikan merek masih tergolong cukup besar.

3
JUDUL Penulis

Sebagai suatu negara dengan yang mengadopsi civid law, maka bukti diatas kertas menjadi
sangat penting. Pengakuan merek oleh Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual diberikan kepada
pihak yang pertama kali mendaftarkan merek tersebut untuk pertama kalinya, (Noviana &
Disemadi, 2021).
Tujuan dari pemberian hak ekslusif atas merek agar mempermudah pemberian jaminan
perlindungan hukum kepada pemilik merek tersebut. Adapun yang dimaksudkan hak khusus
yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar meliputi :
1) Menciptakan hak tunggal (sole or single right), yaitu hukum atau undang-undang memberikan
hak tersendiri kepada para pemilik merek, dimana hal yang dimaksud terpisah dan berdiri sendiri
secara untuh tanpa campur tangan dari pihak lain.
2) Mewujudkan hak monopoli (monopoly right), yaitu siapapun dilarang meniru memakai serta
mempergunakan suatu merek dalam perdagangan barang atau jasa tanpa seizin dari pemilik
tersebut. Memberikan hak paling unggul (superiror right), yaitu hak yang diberikan doktrin hak
paling unggul kepada produsen pertama, sehingga pemegang hak khusus atas suatu merek akan
menjadi unggul dari merek orang lain utnuk mendapatkan perlindungan (Latukau, at all 2021).
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan indikasi Geografis telah
diatur tata cara permohonan pendaftaran merek, yang pada pasal 20 mengatur merek yang tidak
boleh didaftarkan atau ditolak dan Pasal 21 ayat (1), (2), dan (3) mengatur yaitu permohonan
ditolak yang dapat ditolak. Pendaftar berhak memiliki hak atas merek apabila telah memenuhi
persyaratan pendaftaran baik secara administrasi maupun subtantif san disetujui pendaftaran
permohonannya setelah melalui proses pemeriksaan baik pemeriksaan administratif maupun
pemerik substantif dan tidak ada keberatan dari pihak lainya. Kepada pendaftar yang disetujui
permohonanya oleh Drektorat Jendral Kekayaan intelektual akan memperoleh sertifikat merek
sebagai tanda bukti pendaftaran atas merek.
Terkait dengan keabsahannya penggunaan suatu merek yang tidak memiliki daya
pembeda atau daya pembedanya tidak jelas dengan merek terdaftar lainya oleh pihak ketiga
memiliki lisensi, perjanjian atau sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2016 Tentang merek dan indikasi Geografis dari pihak pemegang hak atas
merek terdaftar yang bersangkutan, maka penggunaan merek tersebut adalah sah (Putra, Dantes,
& Ardhya, 2022). Bagi pemegang sertifikat hak atas merek mereka lah yang dianggap sah atas
kepemilikan merek tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis, Indonesia telah menetapkan tata cara pendaftaran yang konstitutif. Pendekatan ini
hanya dapat memberikan jaminan perlindungan hukum kepada pemohon pendaftaran merek
pertama kali dan pemohon pendaftaran merek yang beritikad baik. Dalam hal pendaftaran merek
dengan itikad tidak baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis, paling tidak harus dipenuhi beberapa syarat agar kegiatan
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai pendaftaran merek dengan itikad tidak baik. Menurut
hukum dan putusan pengadilan dalam perkara merek, sekurang-kurangnya harus ada dua kriteria
bagi seseorang untuk dianggap telah melakukan itikad tidak baik: (Abdillah, 2019).
1. Adanya keuntungan baik langsung maupun tidak langsung bagi pendaftaran merek;
2. Adanya kerugian yang diterima pihak lain akibat pendaftaran merek oleh kedua unsur
tersebut sekurang-kurangnya harus ada dalam perkara merek yang dilandasi itikad tidak
baik.
Sesuai dengan pengertian itikad tidak baik, yaitu setiap kegiatan yang bertentangan
dengan konsep itikad baik, perbuatan mendaftarkan merek yang digunakan oleh pihak lain tanpa
izin termasuk dalam kategori pendaftaran merek dengan itikad buruk. Klasifikasi ini
mengabaikan kemasyuran merek selama perilaku tersebut sesuai dengan kriteria tindakan itikad
buruk. Ini karena ada tujuan penggunaan merek untuk keuntungan pribadi dari pencatat merek.

4
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Indikasi Geografis untuk melindungi
pihak yang dirugikan dari pendaftaran merek memungkinkan pihak yang dirugikan untuk
mengajukan gugatan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016 tentang Merek Indikasi Geografis, undang-undang ini memberikan kerangka
tindakan hukum terhadap pemilik merek yang tidak terdaftar. Upaya hukum berupa gugatan
pembatalan merek terdaftar yang melanggar hak pemilik merek tidak terdaftar, dengan ketentuan
pemilik merek tidak terdaftar mengajukan permohonan pendaftaran kepada menteri. Batas waktu
pengajuan perkara adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran merek, atau tanpa
batas waktu apabila terdapat bukti itikad tidak baik dan/atau merek yang bersangkutan
bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moral, agama, kesusilaan,
dan ketertiban umum (Harwanto & Arifin, 2022)
Pendaftaran merek akan menimbulkan perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran
merek yang dilakukan oleh orang lain. Perlindungan merek terdafar sangat penting karna adanya
kepastian hukum atas merek terdaftar, baik yang digunakan maupun yang di perpanjang atau
sebagai alat bukti dalam hal terjadinya sengketa pelaksanaan merek terdaftar. Perlindungan
Hukum tehadap Hak merek diperlukan untuk 3 hal:
1. Memberikan kepastian hukum bagi penciptaan merek, pemilik merek,
2. Mencegah penyalagunaan dan pelanggaran terhadap Hak merek seperti peniruan dll.
3. Memberikan manfaat terhadap masyarakat sehingga anggota masyarakat lebih termotivasi
untuk membuat dan mendaftarkan merek usahanya (Harwanto & Arifin, 2022).
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 menyebutkan bahwa merek mendapat
perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh)tahun sejak tanggal penerimaan merek
(Arifin & Iqbal, 2020). Merek dapat diperpanjang lagi dengan jangka waktu yang sama 10
(sepuluh) tahun proses perpanjang merek dapat dilakukan secara langsung oelh pemilik merek
atau kuasanya baik melalui elektronik maupun non elektronik. Proses perpanjngan dapat
dilakukan 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku merek, dan 6 (enam) bulan sejak
masa berlakunya merek habis dengan membayar denda yang telah ditetapkan. Peraturan
mengenai perpanjangan merek ini diatur dalam Pasal 35, 36,37,38,39 dan 40 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 Tentang merek dan indikasi Geografis. Adapun yang menjadi persyaratan
dalam proses perpanjangan sebagaimana diatur dalam pasal 36 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016 adalah nahwa merek harus dipergunakan segaimana tercantum dalam sertifikasi
merek (Indah & Indrawati).
Selain itu perlindungan hukum secara perdata juga diberikan kepada pemegang merek
yang sah. Apabila hak merek telah dipegang, maka menurut sistem hukum merek Indonesia,
pihak pemegang merek tersebut akan mendapatkan perlindungan hukum, artinya apabila terjadi
pelanggaran hak atas merek, pemilik merek dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lainya
yang melakukan pelanggaran hak atas merek. Gugatan ini ditujuhkan untuk mendapatkan
kompensasi dan pemberhentian semua perbuatan yang berkaitan dnegan penggunaan merek
tersebut. Gugatan diajukan di pengadilan niaga dengan disertai identitas pemohon yang lengkap
(Arifin & Iqbal, 2020).

B. Gambaran Terkait Kasus MS GLOW vs PSTORE GLOW


MS GLOW merupakan brand kosmetik lokal ternama di Indonesia, MS GLOW sendiri
dirikan oleh Shandy Purnamasari bersama istrinya Maharani Kumala pada 2013. MS GLOW
adalah singkatan dari moto brand yaitu Magic For Skin yang mencerminkan produk glowing di
Indonesia hingga terciptanya nama Brand MS GLOW. Target pasar produk MS GLOW adalah
semua orang yang membutuhkan perawatan mulai dari usia 17 Tahun hingga ibu hamil di
perbolehkan. Untuk menunjung kualitas dan kepercayaan masyarakat MS GLOW telah teruji
dan bersertifikat BPOM dan Halal. Brand lokal kecantikan ini terus menarik minat pasar

5
JUDUL Penulis

Indonesia hingga pada 2017 MS GLOW berhasil mendirikan dua klinik dengan nama MS
GLOW Aesthetic Clinic. Klinik pertama berdiri di Daerah Malang dan klinik kedua berdiri di
Daerah Denpasar Bali (store, MS GLOW, 2021). Brand MS GLOW telah berkembang menjadi
skincare, bodycare dan kosmetik yang merambat ke mancanegara.
Agustus 2021, Brand PSTOR GLOW mulai diluncurkan oleh Septia Siregar bersama istri
selaku pendiri dari brand tersebut. Sejak kemunculannya pada 2021 PSTOR GLOW telah merilis
bebagai macam produk kecantikan yang siap di pasarkan di kalangan masyarakat. Produk -
produk PSTRE GLOW juga telah melalui uji dari BPOM sehingga aman untuk digunakan.
Kemunculan Brand PSTOR GLOW dinilai merugikan terhadap Brand MS GLOW
karena di nilai sekilas mirip dengan Brand tersebut, sehingga menimbulkan sengketa. Adapun
kronologi kasus yang menimpah MS GLOW terhadap PSTRE GLOW adalah sebagai berikut :
Maret 2022 pihak MS GLOW menggugat pihak PSTORE GLOW di PN Medan.
Kasus ini bermula saat Septia Siregar selaku pemilik dari PSTORE GLOW berencana
meluncurkan brand tersebut, yang sebelum peluncuran nya Septia Siregar telah menghubungi
pemilik dari brand MS GLOW untuk melakukan kerja sama pada 2019 lalu. Namun hingga
peluncuran produk PSTORE GLOW pada Agustus 2021 tanpa mengandeng Shandi, dan produk
yang di luncurkan oleh PSTORE GLOW dianggap mirip dengan produk MS GLOW.
Pada 15 maret 2022 Shandi Purnamasari mengajukan gugatan ke PN Medan dengan
register Nomor 2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/PN Niaga Mdn. Pada 20 September 2016 MS
GLOW telah mengajukan permohonan ke Direktoral Jendral Kekayaan Intelektual untuk
pendaftaran Merek “ MS GLOW/for cantik skincare+ LOGO” dengan No. Permohonan
D002016044408 dan telah terdaftar untuk pertama kali bahwa Shandi Purnamasari adalah
pemegang dan pemilik atas Merek tersebut dan terdaftar dengan No. IDM000633038, Kelas
Barang/Jasa dan Hak Ekslusif diberikan oleh negara atas merek tersebut hingga 26 September
2026 Sesuai dengan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis. Dalam putusan PN Niaga Medan, MS GLOW dikatakan menang dan Majelis
hakim memutuskan untuk pembatalan pendaftaran produk terhadap PStore Glow dan PStore
Glow Men. Dalam putusan PN Medan Majelis hakim menyatakan bahwa penggugat adalah
pemilik satu-satunya, pendaftar, dan pengguna pertama merek dagang “MS GLOW/for cantik
skincare+ LOGO” dan merek “ MS GLOW FOR MEN” Majelis hakim juga memutuskan
pendaftaran merek “ PSTORE GLOW” dan PSTORE GLOW MEN” di nilai atau di landasi
dengan itikad tidak baik dan jujur karena telah menjiplak dan meniru brand/merek yang sudah
ada (Putusan PN Niaga Mdn).
Merasa tidak adil dengan Putusan PN Niaga Medan PSTORE GLOW mengajukan
permohonan gugatan kepengadilan PN Niaga Surabaya dengan menggutan sekaligus 6 (enam)
pihak yang berkaitan dengan MS GLOW, dengan Nomor Register Kasus:
2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/PN.Niaga, PSTORE GLOW pertama berdiri pada tahun 2021 dan
langsung mendaftarkan brand tersebut dengan kelas produk kecantikan. Dalam kasus ini,
PSTORE GLOW memenangkan konteks merek dipengadilan Niaga (PN) Surabaya. Gugatan
PSTORE GLOW didaftarkan pada 12 April 2022 dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus HKI/Merek/
2022/PN Niaga Surabaya. Dalam putusan Majelis hakim pada 12 Juli 2022 yang dipimpin oleh
Slamet Suripto mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan PT PSTORE GLOW Bersinar
Indonesia. Dalam putusannya, hakim PN Surabaya memerintahkan MS GLOW membayar ganti
rugi senilai Rp. 37,9 miliar untuk PS Glow. Selain ganti rugi, MS GLOW juga diminta
menghentikan produksi, memperdagangkan, dan menarik semua produk MS GLOW yang telah
beredar di Indonesia. Panel juri juga mengungkapkan merek MS GLOW. Terdakwa ternyata
bukan pemegang sertifikat merek MS GLOW kelas 3 kosmetik.
Sedang merek MS. GLOW terdaftar untuk produk kelas 32 yaitu untuk produk berupa
minuman teh bubuk yang tidak layak digunakan sebagai produk kosmestik Sedangkan merek

6
MS GLOW untuk produk kelas 32 yaitu untuk produk berupa minuman teh bubuk yang tidak
layak digunakan sebagai merek produk kosmetik. MS GLOW mengklaim bahwa merek MS
GLOW telah terdaftar terlebih dahulu di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, tepatnya MS
GLOW mendaftarkan mereknya pada tahun 2016, sedangkan PSTORE GLOW baru terdaftar
pada tahun 2021. Dapat dilihat bahwa berdasarkan kasus ini, merek tersebut yang telah
mengakui hak atas merek tersebut adalah mereka yang telah mendaftarkan merek tersebut. sudah
sesuai dengan kelas yang ada, padahal merek MS Glow sudah pernah digunakan dalam
perdagangan (Putusan PN Surabaya, 2022).
Berdasarkan dua putusan pengadilan di atas bahwa bentuk perlindungan hukum atas
merek yang terdaftar berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang merek dan
Indikasi Geografis sudah memiliki kepastian hukum untuk melindungi Merek yang terdaftar
dengan catatan bisa membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah pemilik sah dari Merek
tersebut sewaktu-waktu jika di perlukan pembuktian. Dari kejadian ini, kita dapat mengetahui
bahwa merek yang sebelumnya telah di daftarkan ke Derektorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual bisa batal dikarenakan, di anggap melakukan pendaftaran dengan itikad tidak baik.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


Pendaftaran Merek dalam sitem Konstitutif merupakan suatu keharusan untuk
memperoleh perlindungan dan kepastian hukum. Tanpa pendaftaran Negara tidak akan
memberikan hak atas merek tersebut. Hal ini berarti jika pemilik merek tidak mendaftarkan
mereknya ke Diktorak Jendral Kekayaan Intelektual, seseorang tidak akan di berikan
perlindungan Hukum oleh negara apabila Merek nya ditiru atau dijiplak oleh orang lain (Sukro,
2019). Bagi pemilik sah atas Merek akan di berikan hak eksklusif selama 10 (sepuluh) tahun dari
tanggal merek merek di terbitkan oleh Direktoral jendral Kekayaan Intelektual dan di sertai bukti
sertifikat sebagai pemilik sah atas Merek tersebut hal ini berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 . Bagi pihak yang merasa di rugikan karena mereknya telah di gunakan
tanpa persetujuan pemilih sah nya bisa mengajukan gugatan kepengadilan terkait atas itikad
tidak baik dan Peniruan untuk memperoleh perlindungan Hukum.
Dalam pendaftaran Merek pihak yang ingin mendaftarkan merek harus memperhatikan
apakah merek yang telah didaftarkan sudah sesuai dengan kelas yang ada, agar suatu hari jika
terjadi sengketa antar kedua belah pihak. Maka pemilik sah dari Merek tersebut bisa
membuktikan bahwa Merek yang terdaftar telah sesuai dengan kelas yang ada. Agar di kemudian
hari tidak terjadi pembatalan atas merek yang sudah terdaftar.

Ucapan Terima Kasih


Terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat KaruniaNya, penulis bisa
menyelesaikan artikel ini dengan judul Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar
(Study kasus: Sengketa MS Glow vs PStore Glow). Ucapan terima kasih ini ditulis untuk teman-
teman dan dosen pengampu di Universitas Tarumanegara Jakarta yang telah mendukung penulis
dan memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis bisa menyelesaikan artikel ini dengan
tepat waktu.

REFERENSI

Arifin, Z & Iqbal, M. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar .Jurnal Ius Constitedum,
Volume 5, Nomor 1 April (2020).
Guntom, M. H. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek Terdatar Terhadap

7
JUDUL Penulis

Pelanggaran Merek. Jurnal Warta, 56, (2018).


Harwanto, E. R., & Arifin, S. (2022). Perlindungan Hukum Merek Yang Tidak Terdaftar Di
Indonesi. Jurnal of Humanities, Sosial Scenes And Bisness(JHSSB),Vol 2 Issue (2022).
Hakim, L. (2015).
Indah, V, N, & Indrawati, S. Perlindungan Hukum Produk Barang dan Jasa Melalui Pendaftaran
Merek. Eksaminasi : Jurnal Hukum, Vol. 1 No.2 (2021). (15-24).
Latukau, N. S, at all. Perlindungan Hukum Merek Produk Jus Pala di Negeri Morella Kecamatan
Leihitu. Tatomi Jurnal Ilmu Hukum, Volume 1,Nomor 5, Juli (2021).(412-429).
Putusan Lengkap Kasus PS GLOW vs PSTORE GLOW di PN Niaga Mdn. (2022)
Putusan Lengkap Kasus PS GLOW vs PSTORE GLOW di PN Surabaya. (2022)
Putra, I. P. A. D. P, at. all. Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas
Merek Terdaftar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek
dan Indikasi Geografis Di Kabupaten Buleleng. e-journal komunikasi Yustia Universitas
Pendidikan Ganesa, Volum 5, Nomor 1 Maret (2022).
Sukro, A. Y. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Dagang Terkenal Atas Tindakan Passing
Off Pada Praktek Persaingan Usaha. Syiar Hukum Jurnal Hukum,vol 16, Nomor 1, Hal (97-
123)
Susanto at. all. Perlindungan Hukum Merek Terdaftar. Jurnal ABDIMAS, VOL.3, No.2, April
2022, Hal (85-90).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Georafis.

Anda mungkin juga menyukai